Aku membalikkan badan dan mengusap tengkukku. "Em. Tapi aku harus balik ke sekolah kak. Nanti aku di pikir bolos."
Dia menatapku. "Namamu siapa?"
"Valen kak."
Dia menggelengkan kepalanya. "Bukan, nama lengkapmu."
"Valentresia kak."
"Kelas?"
"XI MIPA 1 kak."
Kakak itu merogoh ponselnya yang ada di saku celananya dan tampak sedang mengetik sesuatu. Kemudian dia menatapku lagi. "Aku udah izinin kamu. Sekarang kamu di sini aja. Temenin aku."
Dalam hati sebenarnya aku senang ngak masuk kelas lagi, karena aku sangat bad mood sekarang.
Tapi, memangnya kakak ini siapa? Kok bisa ngizinin aku segala.
Aku menarik kursi yang berada di dekat kakak itu dan duduk bersebelahan dengan tempat tidur nya. "Kok bisa?"
Kakak itu terkekeh kecil. "Bisa dong."
Dia menggenggam tanganku menaruh di dadanya dan menutup matanya. "Udah di sini aja."
Mataku terbelalak seperti mau copot dari kelopak mataku, pembuluh darahku m
Pagi ini aku sibuk mencari di mana diaryku berada. Bisanya ada di kantong depan tasku dan tertutup rapi. Tapi waktu aku cek, kantong itu udah terbuka. Kapan ini terbuka ya?Aku sangat tidak menyadari itu. Karena dua hari belakangan ini aku ngak nulis apa pun di sana, jadi aku ngak ada ngecek itu.Aku coba mengingat kapan terakhir kali aku membuka kantong depan tasku.Oh aku ingat. Waktu aku terkejut akan kehadiran buku mistis di tasku, waktu itu buku mistis, diary dan buku Tessa ada di sana.Gawat kalau di baca sama orang lain... Bisa-bisa mereka tau kalau aku suka sama Jessen!Aku bergegas ke sekolah."Duh... Apa masih ada di kelas ya? Malah udah lama lagi kejadiannya." Aku panik.Aku berangkat ke sekolah dengan tergesa-gesa, berharap itu masih ada di kelas.Sesampainya aku di sekolah, aku mengecek apakah masih ada di bawah kolong meja.Waktu aku cek, semua kolong meja sudah bersih. Tidak ada buku apapun."Eh kalia
Prov Rio"Rio." Itulah kalimat pertama yang keluar dari mulut papa saat bertelepon denganku."Iya pa?""Besok papa jemput, dan kita balik ke Indonesia." Sambungnya."Hah? Tapi pa...""Tidak ada tapi-tapi, kamu di sana tidak ada yang perhatikan. Jadi di sini papa bisa pantau kamu.""Ta tapi pa..."Tut Tut TutArh.. kenapa harus pindah sih?!Drett...Aku langsung mengangkat ponselku yang bergetar.Aku harus komen ke papa, memangnya salahku apa sampai-sampai harus di pantau segala?!"Halo pa.""Haha why you call me pa, beb?"Aku kembali melihat layar ponselku, Anne.Ck kenapa sih selalu di waktu yang tak tepat!"We broke up! Don't call me again!"Pekikku sambil mem
"Dia pacarku."Kalimat Jessen berhasil membuat mulutku ternganga dan menyergitkan dahi. Gimana tidak, pacar? Apa coba maksudnya?Kak Rio menatapku bingung. Dia tampak memikirkan sesuatu, selang beberapa saat dia tersenyum dan merangkul Jessen sambil membisikkan sesuatu.Jessen malah menatap kak Rio datar dengan senyuman. Kemudian menoleh ke arahku.Aku tak mau punya masalah lagi dengan Jessen sekarang. Karena kalau aku bilang ke kak Rio kalau aku bukan pacar Jessen, Jessen akan menjauh dan misiku tak akan pernah selesai, ditambah aku akan selalu tertimpa segala kesialan. Lebih baik aku mengiyakan saja. "Em. Iya, aku pacaran nya."Jessen mengalihkan pandangannya dariku dan menatap Rio. "See."Yang lebih gilanya, Jessen melanjutkan jalan tanpa merasa bersalah.Rio masih menatapku. Aku coba memberi Penjelasan. "Ma maaf kak, aku.""Ngapain berdiri di situ. Cepat." Jessen memotong kalimatku.Sontak aku langsung memaling
Aku menelan ludahku berat.Tuhan selamatkanlah aku dari cobaan ini.Aku membalikkan badanku kaku. Dan mencoba tetap tenang dengan ekspresi datar.Jessen berjalan mendekatiku.Dia semakin dekat dan dekat. "Woy jangan mendekat, aku punya semprotan cabe di kantongku!"Jujur, sebenarnya ngak ada semprotan cabe di kantongku. Aku bilang gitu biar dia berhenti mendekat.Jessen tetap berjalan mendekatiku. Membungkuk dan mendekatkan wajahnya ke hadapanku. "Celanamu ngak ada kantongnya." Dia menjitak kepalaku.Aku melihat celanaku. Aku langsung cengo karena tampak seperti penipu amatiran yang idiot.Ah, aku tak peduli. Aku menatap Jessen lantang. "Aku mau keluar!""Buka pintunya!" Pekikku.Jessen menegakkan kembali badannya. "Bukannya kau yang datang ke sini.""Ya kau keluar aja dari jalan kau masuki tadi." Sambungnya.Aku menggaruk kepalaku prustasi kemudian menatapnya. "Gini ya Jes, aku udah capek dengan hal
Rasanya begitu gila. Ternyata aku masih suka sama Jessen. Aku memukul lagi kepalaku kemudian mencubit pipiku kasar.Val sadar!!!"Eh bego, kau kenapa?" Kata Jessen.Aku menghentikan tingkah lakuku."Kalau kau pukul terus kepalamu, kau jadi tambah bego." Hina nya.Aku melihat Jessen sambil tersenyum. "Eng... Gak apa."Kami pun berjalan bersama.***Di parkiran.Kak Rio melajukan kereta nya. Ke arahku dan berhenti tepat di sebelahku. Dia membuka penutup helmnya dan mengarahkan pandangan ke arahku. "Naik Val." Ucap kak Rio sambil tersenyum.Aku mengangguk dan hendak naik.Jessen menarik kerah belakang bajuku. "Jangan naik." Jessen lirik tajam Kak Rio.Aku melepaskan tangan Jessen. "Apaan sih Jes, cuma naik kereta doang." Aku kembali naik ke kereta kak Rio. Setelah aku naik Jessen juga ikutan naik.Aku sedikit memutarkan badanku ke belakang melihat Jessen. "Apa sih? Kita udah kaya cabe-cabean tau
Mata ini rasanya berat sekali, ngantuk...Aku berusaha keras membuka mataku yang berat ini. Tapi seberapa kerasnya aku membuka mataku, mata ini terus terpejam.Hari ini pelajaran matematika. Ya, matematika!Rasanya sangat sebal. Udah kemarin belajar matematika di bentak Jessen melulu, sekarang belajar matematika lagi. Ini rasanya ngak adil.Suara guru sudah bergema samar-samar di telingaku, semakin tak jelas. Aku benar-benar tidak konsentrasi lagi. Aku melipat kedua tanganku di meja dan menundukkan kepalaku di sana. Tidur sebentar akan membantu.Posisi ini sebenarnya sangat tidak etis untuk tidur. Tapi ntah kenapa aku tidur begitu lelap.Kedubrak"Eh copot." Latahku keluar seketika sesaat seseorang memukul keras mejaku."Valen! Udah nilai kamu selalu rendah, malah tidur lagi di kelas!" Jerit wanita paruh baya yang sedari tadi mengajar.Aku menundukkan kepala menyesal. "Ma maaf Bu." Kataku pelan.Wanita itu menunju
Aku menghirup aroma nasi goreng yang ada di hadapanku sambil menutup mata meresapinya. "Mm..."Aku membuka mata perlahan. Aku memandang Jessen yang ada di hadapanku. Tatapannya sangat tajam.Aku mengerutkan dahi. "Biasa aja dong." Aku melilitkan mie baksoku dengan garpu dan menyantap nya.Dia melipat kedua tangannya di meja. "Sayang."DegAku ngak salah dengar kan?... Sayang?!Aku buru-buru menelan makanan yang baru kulahap tadi dan meminum teh manis."Blah blah blah..." Aku kepanasan karena meneguk teh panas.Aku kembali melihat Jessen, dia tak bergeming."K kau... Maksudnya... Hah?" Kalimatku masih terbata-bata.Aku masih mengipasin lidahku yang kepanasan.Apa dia ingin aku jadi pacar yang uwu apa gimana?Tunggu, kok aku jadi panikan gini ya... Apa kubalas aja?"I ya... Sa sayang." Aku grogi.Dia malah terkekeh singkat. "Heh.""Sayang kalau kau ngak makan bakso pake saus dan ke
Aku melihat ke arah jam dinding di depan kelasku, 5 menit lagi pulang. Ck, lama banget sih, udah muak nih.Aku tak menghiraukan guru yang mengajar di depan kelas, aku udah sangat bosan. Rasanya gila sih aku masih ngak fokus belajar, padahal minggu depan aku ujian.Untuk menghilangkan rasa jenuhku aku menyoret-nyoret buku sele-seleku.KringggBel pulang pun berbunyi. Aku pun langsung membereskan buku pelajaranku dan kembali duduk dengan rapi."Berdiri!" Kata Jhon ketua kelas kami.Serentak kami berdiri."Beri salam.""Selamat siang pak." Ucap kami serentak."Ya." Pak Sudarmi pun pergi meninggalkan kelas.Murid-murid kelas juga beranjak dari kelas setelah pak Sudarmi pergi. Begitu pun aku.Tessa lagi ada keperluan dengan guru jadi aku hari ini pulang sendiri.DrettPonselku bergetar, kulihat nama setan di layar ponselku. Aku pun mengangkat panggilannya."Ha.""Jumpai aku di parkira