Share

Seven

Sania benar - benar sangat merindukan kedua orangtuanya jika masih ada pasti kehidupannya tidak akan seperti ini, dia pasti akan hidup bahagia sekarang, tetapi dia harus kuat dengan takdir yang digariskan oleh Tuhan sekarang dia bertekad untuk menjadi perempuan tegar.

Duduk seorang diri di pojokan dekat dapur membuat dirinya seperti wanita tak berguna, mempunyai suami yang sering menyakitinya saat mereka menikah. Menangis sambil memakan makanannya dengan lauk pauk seadanya. Selesai memakan - makanannya Sania meletakkan piring kotornya dan melihat suaminya di meja makan yang sudah tidak ada disana, Dengan cepat Sania membereskan semuanya lalu meletakkannya di lemari makanan.

Arvan baru saja keluar dari kamarnya, dengan baju kaos merahnya dan celana jinsnya membuat seperti pangeran yang baru saja turun dari kayangan. Sania tidak sengaja melihat Arvan yang sudah rapi dengan pakaiannya. Dia memberanikan dirinya untuk bertanya kemana suaminya akan pergi.

"Mas, mau kemana pagi - pagi seperti ini? bukannya mas cuti kerja?" tanyanya

"Bukan urusan kamu, saya mau kemana" sinisnya

"Tapi mas jika mama kesini aku harus bilang apa?"

"Bilang saja mencari Margarette" ucapnya santai

Mendengar Arvan ingin mencari Margarette hati Sania sakit entah mengapa hatinya begitu sakit mendengar kenyataan itu.

"Jangan tunggu saya, saya akan puang larut malam" ucapnya

"Mas,kamu itu suami aku, kenapa masih mencari Margarette" ucapnya memberanikan diri

"Suami? pernikahan kita hanya diatas kertas paham" teriak Ervan lalu menghampiri Sania lalu mendorongnya sampai dia terjatuh dilantai

"Rasakan itu pembantu, kamu pantas hanya menjadi seorang pembantu bukan seorang istri, oh ya satu lagi nih obat buat kamu" ucapnya melemparkan obat itu ke Sania

"Apa ini?" ucap Sania bingung

"Ini obat supaya kamu tidak hamil, saya tidak tau saya akan khilaf kepadamu" lalu pergi begitu saja meninggalkan Sania yang masih duduk di lantai

Sania mengernyitkan dahinya dia bingung karena selama ini tidak pernah melihat obat ini apalagi dibelakang obat tersebut ada tanggal dan obatnya ada yang bewarna kunimg dia bingung bagaimana cara mengonsumsinya, alhasil dia hanya menyimpannya. Sania pikir Arvan tidak mungkin melakukan itu kepadanya.

*****

Arvan menyusuri setiap jalan mencari tunangannya itu pergi entah kemana sudah hampir seminggu dia belum menerima kabar apapun padahal dia sudah menyewa orang untuk mencarinya tetapi hasilnya nihil.

Telpon berdering lalu Arvan mengangkatnya.

"Hallo"

"......"

"Cari lagi saya tidak mau tau Margarette harus ketemu"

"....."

"Argghhh SHIT!! Kemana kamu Margarette" ucapnya sambil membanting stir kemudinya.

Dia benar - benar sangat bingung kemana lagi dia mencari tunangannya setiap penjuru kota sudah ia jelajahi tetapi tetap saja tidak ada hasil. Arvan berpikir mungkin sekarang dia berada diluar negeri.

Sampai malampun Arvan terus mencari keberadaan Margarette, sebenarnya tubuhnya sudah sangat lelah dan akhirnya memutuskan untuk ke club malam tempat biasanya jika ada masalah.

Arvan masuk kedalam suara musik terdengar nyaring, banyak orang yang bersenang - senang disana berjoget ria di lantai dasa dan DJ yang asik memainkan musik. Arvan duduk di bar dan memesan minuman.

"Hay bro lama tidak kemari?" ucap barista

"Baru sempat kemari, seperti biasa"

Barista itu hanya mengangguk paham dengan apa yang diinginkan Arvan.

Tidak lama datanglah seorang wanita yang berpakaian sangat minim menghampiri Arvan untuk menggodanya.

"Hay ganteng sendirian saja" ucap wanita itu menggoda

Arvan hanya diam.

"Sepertinya kamu sedang ada masalah, apa kamu mau aku temani, aku akan memberikan pelayanan terbaik untukmu" ucapnya mendekatkan bibirnya ditelinga Arvan.

"Pergi lo jalang! gue gak suka main bersama wanita seperti lo!" ucapnya

Wanita itu marah dan pergi begitu saja.

"Nih bro minumannya" ucap Barista itu memberikan minuman yang diinginkan Arvan

Arvan meminum minuman itu dengan sangar frustasi sampai ia sedikit teller, Barista itu melihat Arvan yang sudah setengah mabuk mencoba menghentikannya tetapi dia tidak mau. Mau tidak mau barista itu memanggil satpsm dan menyuruhnya keluar dari sini.

"Van, cukup lo udah mabuk" ucapnya

"Jangan ganggu gue" ucapnya meneguk minumannya

"Gak bisa seperti ini" gumamnya "Pak tolong, bawa keluar dia dari sini" ucapnya lagi kepada satpam

"Baik"

Kedua satpam itu membawa Arvan keluar, diluar Arvan memaki satpam tersebut. Dan pergi meninggalakan tempat itu menuju mobilnya sambil berjalan sempoyongan.

****

Disisi lain Sania mondar - mandir sambil melihat jam didinding sudah menunjukan angka dua belas malam Arvan belum juga pulang Sania cukup khawatir tentang keadaannya.

Dia bingung bagaimana menghubungi suaminya itu karena selama menikah dia tidak tau sama sekali nomor Arvan.

"Kemana kamu mas, sudah jam segini kamu belum juga pulang" ucapnya

Sania duduk di sofa sambil mencoba menonton televisi tetapi perasaan sangat tidak tenang dia takut akan terjadi apa - apa dengan suaminya itu.

Tak lama terdengar suara membuka pintu dengan cepat Sania menghampiri dan melihat suaminya seperti orang mabuk. Ternyata bebar Arvan mabuk dia tidak menyangka suaminya melakukan hal yang dilarang agama.

"Mas, mas kenapa seperti ini?" tanya Sania

"argghhh" ucap Arvan

Sania membompong Arvan ke kamarnya dan menidurinya dikasur dengan pelan Sania membuka sepatu, kaos kakinya. Sania ingin membukakan bajunya tetapi ia urungi takut Arvan akan bangun dan marah. Jadi Sania memutuskan untu keluar dari kamar Arvan, tetapi belum juga Sani pergi Arvan menarik lengan Sania terjatuh disebelahnya. Arvan membuka matanya dan melihat Sania didepannya.

"Ma..mas mau ngapain?" ucap Sania

"Margarette benarkah itu kamu" ucap Arvan

"Aku bukan Margarette mas, aku Sania istrimu" ucap Sania mencoba melepaskan dirinya

"Kamu kemana saja aku sangat merindukanmu, aku sangat lelah mencarimu" racaunya

"Mas" Teriak Sania mencoba pergi dari Arvan

Tiba - tiba saja Arvan mencium bibir Sania dengan lembut, Sania tersadar dan mencoba memukul dada Arvan tetapi tenaganya lebih kuat dari pada dirinya, Sania hanya menangis apakah dia harus merelakan kesuciannya kepada suaminya tersebut. Dia sungguh belum siap untuk melakukan ini semua. Sekarang dia benar - benar takut. Arvan membuka bajunya yang hanya menyisakan pakaian dalamnya. Sania benar - benar pasrah sekarang yang bisa dia lakukan sekarang hanya menangis tanpa Arvan memperdulikannya.

****

Keesokan paginya Sania terbangun dengan selimut yang menutupinya dan melihat Arvan sedang tertidur pulasnya, dia mengingat kejadian semalam hatinya benar - benar hancur sekarang dia tidak tau harus bercerita kepada siapa. Dengan cepat Sania bangun, saat ingin hendak berdiri dia kesakitan dibagian area sensitifnya, buru - buru ia memunguti bajunya yang tergeletak dilantai dan segera pergi dari kamar Ervan menuju kekamarnya sendiri.

Didalam kamar Sania menangis di ujung kasurnya sambil menutup matanya dengan kedua tangannya, dia tidak menyangka malam itu akan menjadi hari terburuknya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status