Share

Six

Malam harinya Sania sedang membereskan barang - barangnya dan suaminya karena mereka akan pindah ke apartement milik Arvan. Dia tau kenapa Arvan ingin segera pindah dari rumah ini itu disebabkan karena akan menyakiti perasaan Sania. 

Dia sangat merindukan kedua orangtuanya. Andai Saja orangtuanya masih ada mungkin dia tidak akan mengalami hal seperti ini. Tapi dia yakin Arvan suaminya akan baik kepadanya suatu saat nnti.

Arvan masuk kekamar melihat Sania sedang membereskan keperluan yang akan mereka bawa besok. Dengan mata tajamnya Arvan menghampiri Sania, membuat Sania ketakutan.

"Hey, pembantu" ucap Arvan

"Ke..kenapa mas" balas Sania gugup

"Saya tidak sabar untuk hari esok"

"A..aku akan menghadapinya" ucapnya 

"Oh. Ternyata kamu berani ya. Kita liat besok akan seperti apa" Arvan mencekam dagu Sania dengan kencang "Jangan harap kamu bisa lari dari saya, saya akan menyakiti kamu. Gara - gara kamu saya harus menikah dengan seorang pembantu. Menjijikan" ucapnya melepaskan cengkaman tersebut.

Sania meringis kesakitan saat dicekan oleh Arvan. Sania mulai menangis tetapi ia tahan karena mulai sekarang dia akan menjadi wanita kuat walaupun disakiti berkali - kali.

Setelah Arvan melakukan itu, dia dengan sengaja melempar bantal dan selimut kecil di bawah untuk Sania. Sementara Arvan tidur diatas tempat tidur yang nyaman.

"Kamu pantasnya tidur dilantai bukan diatas kasur" ucap Arvan membalikkan badannya.

"Tidak papa Sania. Semangat" gumamnya pelan 

Setelah selesai membereskan semuanya Sania segera merapikan bantal dan tidur dengan selimut yang tipis dan kecil itu membuat Sania kedinginan. Dia melihat sekilas ke Arvan dan ternyata dia sudah tidur dengan tenang.

****

Keesokan paginya setelah mereka sarapan bersama keluargan, Sania dan Arvan segera mengambil kopernya didalan kamar dibantu oleh Yanti. Barang Sania tidak begitu banyak tetapi Arvan banyak membawa barang dua koper dia bawa untuk di apartemennya.

"Kenapa kalian tidak tinggal disini aja, temani mama dan papa" lirih Maryam

Sania tersenyum mengelus pundak mertuanya "ma, aku sama mas Arvan akan sering - sering kesini kok. Mama jangan sedih" hiburnya

"Benar ya San?"

"Iya ma"

"Mama, seperti anak kecil saja merengek saja. Lagian kita akan sering - sering kesini kok pa mak" ucap Arvan

"Iya Van"

"Kalau gitu kita pamit ya ma pa" ucap Arvan berpamitan dengan keduaorangtuanya

"Kalian hati - hati ya, Arvan jagain Sania ya, jangan pernah kamu sakiti dia" ucap Maryam

Sania melirik sekilas ke arah Arvan, sedangkan Arvan hanya tersenyum kepada Maryam "Iya ma" 

"Aku pamit ma pa" ucap Sania memeluk Maryam dan Erlangga

"Hati - hati sayang"

Sania mengangguk. "Ka, aku pamit ya. Terima kasih buat semuanya" ucap Sania memeluk Yanti

"Kamu sering - sering kemari ya" 

"Iya ka, aku bakalan sering main kesini"

Mereka memgantarkan Sania dan Arvan ke halaman depan yang sudah teparkir mobil Arvan lalu masuk kedalam mobil.

Didalam perjalanan mereka sama - sama diam tidak ada sedikitpun yang mengeluarkan suara. Sania memghadap ke jendela memandang pemandangan. Sesampainya di sebuah apartement Sania dan Arvan turun dari mobil mengambil barangnya.

"Kamu bawa semuanya ini, saya naik duluan" ucap Arvan memberi kopernya ke Sania dan pergi begitu saja

"Aa. Mas?" tanya Sania

"Kenapa" ucap Arvan membalikkan badannya

"Apartemennya yang mana mas?"

"Cari aja nomor 1254 lantai 5" ucapnya lalu pergi

Sania kewalahan membawa semua koper ini. Arvan sangat tega membiarkan Sania membawa koper sebanyak ini. Dengan kesusahan Sania membawa koper tersebut masuk kedalam dan mencari apartement tersebut, setelah mendapatkannya Sania masuk meletakkan koper - kopernya di dekat sofa lalu ia duduk sebentar karena sudah kehabisan nafas.

"Lelahnya" ucapnya

Sania melihat kesana kesini mencari keberadaan suaminya tetapi dia tidak ada. Dia mencari suaminya kelantai atas dan ada sebuah dua kamar tetapi ia tidak tau dimana suaminya. Dengan pelan ia membuka pintu tersebut lalu mencari Arvan, tak sengaja ia melihat Arvan tang sedang bertelanjang dada.

"Aarrgghhhh" teriak Sania sambil menutup matanya

Arvan yang mendengat teriakan tersebut langsung panik dan segera memakai pakaiannya kembali.

"Shit!!!! Kenapa kamu masuk?" geram Arvan

"Maaf mas, aku gak sengaja masuk kekamar ini"

"Lain kali ketok dulu, ada apa kamu kemari?" ucap Arvan

"Koper mas sekarang ada dibawah mau saya bawakan ke sini?"

"Iya bawakan kemari, kamu kamarnya ada disebelah jangan pernah kamu masuk kedalam kamar saya tanpa ijin" ucapnya

Sania bingung, mereka tidur terpisah? Bukannya jika sudah menikah harus tidur bersama - sama.

"Kenapa kami bengong? Jangan harap kamu tidur bersama saya disatu ranjang karena saya tidak sudi tidur bersama seorang pembantu" ucapnya sinis

"I.. Iya mas, saya keluar. Permisi"

Sania ingin menangis mendengar perkataan Arvan memang dia seorang pembantu, tapi sehina itukah dia dimata Arvan.

"Tunggu" ucap Arvan

"Apa mas" ucap Sania memberhentikan langkahnya

"Nanti siang buatkan saya makanan, semuanya ada didalam kulkas" ucapnya

"Baik mas"

"Pergi kamu"

Sania pergi dan membawa koper suaminya ke kamar setelah itu Sania menuju kekamarnya lalu membereskan bajunya kedalam lemari. Sania cukup kagum dengan kamarnya yang terlihat cukup besar ada kamar mandi didalamnya. Sania sangat kelelahan lalu ketiduran seperti bayi.

Jam menunjukan angka sebelas siamg tetapi Sania belum juga bangun.

"Sania.... Sania" teriak Arvan 

Dengan pelan Sania membuka matanya tanpa sadar Sania bangun dan melihat jam sudah di angka sebelas siang. Dia ketiduran dan melupakan untuk membuat makan siang. Apalagi Arvan sedari tadi meneriaki namanya, dengan buru - buru Sania turun kebawah menghampiri Arvan yang sudah ada disana.

"Mas, maaf. Aku ketiduran" ucapnya 

"Ketiduran kamu bilang. Kamu lupa buat makan siang. Jangan seperti putri ya disini, kamu disini saya anggap kamu sebagai pembantu bukan istri saya paham" ucap Arvan

"Tap..."

"Cepat buatkan saya makan siang" bentak Arvan

Dengan cepat Sania kedapur tak sadar airmatanya sudah menetes membasahi pipinya, kata - kata Arvan sangatlah menyakitkan baginya.

Sania membuka kulkas disana sudah tersedia seperti sayuran buah dan lauk pauk lainnya. Sania mengambil Sayur sawi dan toge lalu ayam goreng yang ia akan buat tepung saos dan ikan mujair yang ia akan goreng dengan sambal terasi.

Tak butuh waktu lama Sania memasak semuanya dan menyusunnya ke meja segera ia memanggil Arvan untuk makan.

"Mas, masakannya sudah jadi" ucapnya

Arvan menuju meja makan dan melihat makanan yang dimasaknya cukup enak menurutnya.

Sania menuangkan minuman dan mengambilkan nasi untuk Arvan. Ketika Sania ingin duduk tiba - tiba Arvan berteriak.

"Sania"

"Iya mas"

"Ngapain kamu duduk disini"

"Aku ngin makan mas disini"

"Kamu, makan kesini jangan harap. Kamu tidak pantas disini. Kamu pantasnya di sana di dapur" ucapnya

"Aku didapur mas?"

"Apa kurang jelas" ucapnya lagi

"Kamu itu hanya pembantu, sekali pembantu tetap pembantu kamu tidak pantas menjadi istri saya. Pergi sana dan ambil makanan kamu seadanya" teriak Arvan 

Dengan menahan air mata yang akan jatuh Sania mengambil makanan dan segera pergi kedapur, dengan pelan ia makan sambil menangis. Arvan sangat jahat terhadapnya. Bagaimana bisa ia memperlakukan istrinya seperti ini.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status