Share

3. Hukuman Keras

last update Last Updated: 2025-10-10 16:28:48

“I-ini pasti Bapak dari anak yang akan aku asuh kan? Kirain yang aku asuh anak dari laki-laki tua tadi, ternyata cucunya. Permisi Tuan, dimana anak Anda? Saya pengasuh baru untuk anak Tuan,” cerocos Tamara yang kembali ceria dan berusaha tetap ramah. 

Ia menatap ke arah seorang pria yang sedang duduk di tepi ranjang dan membelakanginya. 

“Jangan lancang!” ucap seorang ajudan yang berdiri di belakang Tamara. 

“Siapa yang lancang? Aku hanya menyapa majikan baruku. Emmm … Tuan, dimana anak Anda?” Tamara kembali bertanya dengan berani. 

Pria itu berdiri dan membalikkan badan secara perlahan ke arah Tamara. 

“Siapa yang membiarkan manusia gila ini masuk ke dalam kamarku?” ucap pria itu dengan suara bariton dan penuh penekanan. 

Seketika Tamara terdiam membeku di tempat, mendadak kakinya terasa bergetar. 

Pria bertubuh tegap itu berdiri menghadap ke arah Tamara, namun Tamara tak dapat melihat wajahnya, karena pria itu menutupi sebagian wajahnya dengan topeng, hanya tersisa bagian mulut dan dagu saja. 

“Maaf, Tuan muda. Ini adalah pelayan baru disini, dia akan membantu Tuan untuk menyiapkan semua kebutuhan Tuan,” jelas seorang ajudan. 

Seketika kedua mata Tamara terbuka lebar setelah mendengar penjelasan pria itu. 

“Apa? Jadi yang aku asuh adalah laki-laki dewasa ini? Bukan anak kecil?” pekik Tamara yang terdengar syok. 

“Mulut dia sangatlah busuk, beri dia pelajaran sebelum aku menghabisinya!” Pria bernama Abidzar itu menunjuk ke arah Tamara. Sorot matanya begitu tajam meskipun ia menyembunyikan wajahnya di balik topeng, akan tetapi dari sorot kedua matanya terpancar amarah yang begitu besar. 

“Baik, Tuan muda!” Dua orang ajudan mendekat ke arah Tamara, dengan gerakkan cepat mereka langsung memegang kedua tangan Tamara dan menyeret paksa gadis itu untuk keluar dari kamar.

“Lepaskan, sakit!” teriak Tamara yang merasa kesakitan karena dua orang pria bertubuh kekar itu mencengkram tangannya dengan kuat. 

“Diam!” bentak seorang ajudan yang terus menyeret tubuh Tamara. 

Gadis itu dibawa ke arah belakang, Tamara melewati beberapa ruangan di dalam mansion itu. 

Beberapa pelayan langsung menundukkan kepala saat dua ajudan itu melintas di hadapan mereka. 

“Lepaskan aku! Aku mau dibawa kemana?” teriak Tamara yang berusaha melepaskan diri, namun rasanya itu sangatlah mustahil. 

Tamara melewati sebuah lorong cukup gelap, hingga pada akhirnya ia tiba di sebuah ruangan. 

Brak! 

Dua orang ajudan itu mendorong tubuh Tamara dengan kasar sampai membuat gadis tersebut jatuh ke atas lantai. 

Tamara memperhatikan sekitar yang cukup gelap karena hanya disinari oleh lampu petromak. 

Padahal, waktu belum tiba pada malam hari, akan tetapi di ruangan dengan dinding bata tanpa lapisan semen itu sangat gelap seperti berada di tengah malam. 

Tamara terdiam, ia memperhatikan ruangan itu yang terlihat seperti penjara. 

Dindingnya sangat usang, begitupun dengan lantai yang hanya berlapis semen. 

“Tempat apa ini?” tanya Tamara dengan nada pelan.  

“Ini adalah tempat pengasingan, siapapun yang berani berbuat kurang ajar, maka dia akan diasingkan ke tempat ini. Atau kami akan memberikannya pelajaran,” jelas seorang ajudan yang membuat Tamara semakin tercengang dan ketakutan. 

Bahkan, keringat sebesar biji jagung mulai menetes dari kening dan pelipisnya. 

“Kamu harus mematuhi peraturan yang ada di mansion ini. Pertama yang harus kamu tahu, kamu telah menjadi pelayan khusus untuk Tuan muda Abidzar, jadi selain menurut dan patuh, kamu harus menjaga lisan. Paham!” bentak pria itu dengan suara yang menggelegar dan membuat Tamara sampai terlonjak kaget. 

“Karena kamu telah melakukan kesalah dan Tuan muda Abidzar memerintah kami untuk memberikan pelajaran, maka kami harus melaksanakannya.” Seorang ajudan mendekat ke arah Tamara sambil membawa sebuah alat. 

Kedua mata Tamara semakin terbuka lebar, ia tahu itu adalah alat yang memiliki tegangan listrik. 

“Angkat tanganmu!” titah pria itu dengan tegas. 

“Tidak!!” tolak Tamara sambil menggeleng. 

“Angkat tanganmu!” titah pria itu lagi dengan nada bicara yang semakin terdengar meninggi. 

“Tidak!!” Tamara kembali menolah dengan lantang. 

“Dua kali penolakan, dua kali hukuman.” Pria itu menekan tombol pada alat yang dipegangnya. 

Alat yang memiliki bentuk memanjang itu langsung menunjukkan cahaya merah. 

Langkah kaki pria bertubuh kekar semakin mendekat ke arah Tamara, gadis itu mundur dengan perlahan. 

“Mau mundur kemana lagi kamu hah?” Pria itu terus mendekat ke arah Tamara sampai punggung Tamara mentok pada tembok usang tersebut. 

Pria itu mengarahkan alat tadi pada lengan Tamara. 

“Arrggghhhh … arrggghhhh … arrggghhhh … sakit, tolong!” Tamara berteriak sekencang mungkin saat tubuhnya di setrum secara sengaja. 

“Ini baru hukuman yang ringan untukmu!” Pria itu kembali mengarahkan alat tersebut pada tubuh Tamara. 

“Aaarrrrggghhh … Ibu … Bapak … tolong ….” Tamara berteriak sekencang mungkin, namun sayangnya tidak ada satupun yang menolongnya. 

Ajudan itu terus mengarahkan alat tersebut pada tubuh Tamara sampai gadis itu benar-benar terlihat lemas dan tak mampu berteriak lagi. 

Tamara terkapar di atas lantai yang dipenuhi oleh debu, tubuhnya benar-benar terasa lemas sampai ia tak bisa bergerak, hanya air mata saja yang menetes dengan perlahan. 

Neraka kehidupan seperti apa lagi yang akan ia hadapi. 

Tamara hampir kehilangan kesadaran, akan tetapi ia masih bisa merasakan tubuhnya diseret paksa, kedua tangannya ditarik sementara tubuhnya sudah tak bisa bergerak. 

Tamara dibawa ke sebuah ruangan, itu adalah sebuah kamar berukuran cukup kecil. 

Kedua mata Tamara hampir terpejam, akan tetapi ia masih bisa melihat sekitar. 

Dua orang pria itu meletakkan tubuh Tamara di atas lantai, setelah itu mereka keluar meninggalkan Tamara yang hampir kehilangan nyawanya. 

Gadis bermata coklat itu berusaha menguatkan diri, ia menggerakkan tangannya dengan perlahan. 

Tubuhnya benar-benar terasa lemas, baju yang dikenakannya kotor, bahkan rok yang ia pakai sampai sobek, karena Tamara diseret dari jarak yang cukup jauh. 

“Aku ada di mana ini?” ucapnya pelan, gadis itu bangkit dengan perlahan, ia menyandarkan punggung dan kepala pada kaki ranjang yang ada di kamar itu. 

Tamara berpegangan pada tepi ranjang, ia berdiri dengan perlahan. 

Gadis itu berjalan terseok-seok, karena kakinya benar-benar terasa sakit. 

Tamara mendekat ke arah jendela kecil yang ada di tembok kamar tersebut. 

Ia membuka gorden yang menutupi jendela itu, kedua mata Tamara langsung terbuka lebar saat melihat apa yang ada di luar sana. 

Ia melihat ada lahan kosong yang dilapisi oleh rumput hijau, di sebelah tanah kosong itu ada kandang kuda, Tamara jadi berpikir kalau itu adalah tempat berkuda. 

Berarti, letak kamar yang saat ini ia tempati berada di bagian belakang, karena di depan mansion tersebut tidak terdapat lahan kosong yang luas seperti itu. 

“Permisi, selamat sore!” ucap seseorang yang beriringan dengan terbukanya pintu di kamar itu. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Malam Bergelora Bersama Tuan Muda Gila   6. Kedatangan Semua Anggota Keluarga di Mansion

    “Hei, apa yang kau lakukan? Kenapa kamu malah memperhatikan obat-obat itu? Cepat obati luka Tuan muda! Satu lagi, kamu juga harus tahu, itu semua adalah obat yang harus diminum Tuan muda setiap hari dan kamu harus membantu Tuan muda untuk meminum obat itu, jangan sampai terlewati sekalipun. Jika obatnya habis, kamu harus segera melapor kepada saya!” gertak Alan dengan tegas. “Ba-baik.” Tamara membalas singkat, meskipun banyak pertanyaan yang tumbuh di kepalanya. Akan tetapi, ia tidak sampai melemparkan pertanyaan itu kepada Alan, karena ia takut terkena hukuman lagi. Tamara segera mengambil salep dan akan mengoleskan pada luka Abidzar. Gadis itu mengeluarkan sedikit salep dan meletakkan pada ujung jari telunjuknya. Ia memegang tangan kanan Abidzar dan akan segera mengoleskan salep itu pada lukanya. Namun, hal tak terduga terjadi. “Lancang sekali kau memegang tanganku!” Brak!Abidzar langsung mendorong tubuh Tamara dengan kasar sampai membuat gadis itu terjatuh ke atas lantai.

  • Malam Bergelora Bersama Tuan Muda Gila   5. Bers3ntuh4n

    “Cepat!” bentak Abidzar yang membuat Tamara langsung terlonjak kaget. “I-iya, Tuan.” Gadis itu segera membuka ikat pinggang Abidzar dengan tangan gemetar. Tamara benar-benar merasa takut, ia masih terbayang hukuman yang baru saja diterimanya. Ia tidak mau kembali merasakan setruman itu, oleh karenanya ia akan mengusahakan untuk berlaku benar agar tidak kembali mendapatkan hukuman. “Jangan sentuh kulitku! Sekali tanganmu menyentuh kulitku, akan ku kupas kulit tanganmu itu!” bentak Abidzar lagi yang membuat Tamara semakin merasa ketakutan. ‘Ya Tuhan … sudah berapa pelayan yang mati di sini? Ini bukan cuma gangguan mental, tapi juga psikopat,’ gumam Tamara hanya dalam benaknya saja. Gadis itu membuka ikat pinggang yang dikenakan Abidzar dengan sangat hati-hati, ia takut jari lentiknya itu menyentuh kulit perut Abidzar. Bahkan, Tamara sampai menahan nafas ketika melakukan hal itu. Tetapi, kedua matanya terbuka lebar, ia dapat melihat jelas kulit putih milik Abidzar serta dada bida

  • Malam Bergelora Bersama Tuan Muda Gila   4. Berdua Di Kamar Mandi

    Refleks Tamara langsung menutup kembali gorden pada jendela di hadapannya, ia langsung membalikkan badan ke arah pintu. Seorang wanita yang berusia tak jauh berbeda dengannya, masuk sambil membawa sesuatu pada tangannya. Tamara masih terdiam, ia memperhatikan wanita yang memakai baju serta rok berwarna biru muda itu. Sebelumnya Tamara melihat beberapa orang wanita di tempat itu memakai pakaian yang sama, berarti itu memang seragam pelayan di sana. “Hai, perkenalkan namaku Rubby … aku salah satu pelayan di sini dan aku diperintahkan untuk menemui kamu,” ucap wanita berambut sebahu itu sambil mengulurkan tangan ke hadapan Tamara. “Namaku Tamara,” balas Tamara sambil menerima uluran tangan dari wanita yang memiliki tubuh ramping dan tinggi sekitar seratus lima puluh sentimeter itu. Jika berdiri sejajar, sepertinya Rubby hanya sebatas leher Tamara. “Senang berkenalan denganmu, Tamara. Emmm … aku datang ke sini diperintahkan untuk memberikan baju seragam pelayan ini untukmu dan juga

  • Malam Bergelora Bersama Tuan Muda Gila   3. Hukuman Keras

    “I-ini pasti Bapak dari anak yang akan aku asuh kan? Kirain yang aku asuh anak dari laki-laki tua tadi, ternyata cucunya. Permisi Tuan, dimana anak Anda? Saya pengasuh baru untuk anak Tuan,” cerocos Tamara yang kembali ceria dan berusaha tetap ramah. Ia menatap ke arah seorang pria yang sedang duduk di tepi ranjang dan membelakanginya. “Jangan lancang!” ucap seorang ajudan yang berdiri di belakang Tamara. “Siapa yang lancang? Aku hanya menyapa majikan baruku. Emmm … Tuan, dimana anak Anda?” Tamara kembali bertanya dengan berani. Pria itu berdiri dan membalikkan badan secara perlahan ke arah Tamara. “Siapa yang membiarkan manusia gila ini masuk ke dalam kamarku?” ucap pria itu dengan suara bariton dan penuh penekanan. Seketika Tamara terdiam membeku di tempat, mendadak kakinya terasa bergetar. Pria bertubuh tegap itu berdiri menghadap ke arah Tamara, namun Tamara tak dapat melihat wajahnya, karena pria itu menutupi sebagian wajahnya dengan topeng, hanya tersisa bagian mulut dan

  • Malam Bergelora Bersama Tuan Muda Gila   2. Tuan Muda yang Aneh

    Setelah cukup lama berada di perjalanan, akhirnya zeep yang ditumpangi oleh Tamara berhenti. Terdengar suara pintu mobil dibuka, menandakan kalau mereka sudah tiba di tempat tujuan. “Hei, bangun!” bentak seorang pria seraya menarik tangan Tamara dengan kasar. “Lepaskan ikatan ini, aku gak bisa jalan!” balas Tamara dengan suara yang terdengar lemah. Akan tetapi, ia berusaha lebih tegar agar ia tidak terlalu ditindas. Seorang pria yang berdiri di hadapan Tamara, membuka ikatan pada kaki dan tangan gadis itu. Dengan gerakkan cepat, Tamara segera membuka kain yang menutupi kedua matanya, ia juga membuka kain yang menutupi mulutnya. “Ayo keluar!” Seorang pria bertubuh kekar kembali menarik tangannya dengan kasar sampai membuat gadis itu keluar dari mobil dengan sempoyongan. Bahkan, Tamara hampir terjatuh jika ia tidak segera menyeimbangkan diri. Tamara berusaha berdiri tegak meskipun kakinya terasa sakit. Gadis itu mengangkat wajah dan menatap ke arah sekitar. Tamara cukup terce

  • Malam Bergelora Bersama Tuan Muda Gila   1. Gadis 1,5 Miliar

    “Berapa harganya?” tanya seorang pria bertubuh kekar yang kini sedang berada di sebuah rumah sederhana yang terletak di daerah Bandung. “Dua M,” jawab seorang wanita paruh baya dengan lantang. “Bibi mau jual apa? Bukannya semua tanah dan sawah peninggalan Bapak sudah habis dijual buat biaya kuliah Diana?” tanya seorang gadis berambut panjang yang baru saja keluar dari kamarnya. Gadis berusia dua puluh satu tahun itu bernama Tamara Mustika. Ia adalah seorang yatim piatu, ibunya meninggal sejak ia duduk di bangku SD, sedangkan ayahnya meninggal ketika ia kelas tiga SMP. Sejak itu juga, Tamara tinggal bersama dengan adik dari ayahnya yang bernama Pratiwi. Namun, sejak tinggal bersama bibinya yang berstatus sebagai janda itu, Tamara malah diperlakukan layaknya seorang pembantu. Semua harta peninggalan kedua orang tuanya sudah habis dijual oleh Pratiwi dengan alasan biaya hidup Tamara. Padahal, semua uang itu ia gunakan untuk memenuhi kebutuhan ia dan juga putrinya yang bernama Dia

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status