Share

7. Wajah Tuan Muda

Penulis: Ainulmardhiah
last update Terakhir Diperbarui: 2025-10-26 00:14:03

Semua pelayan terlihat sibuk menyajikan berbagai hidangan ke atas meja makan, termasuk Ruby yang juga ikut membantu.

Sementara Tamara masih terdiam mematung, sorot kedua mata gadis itu tertuju ke arah pintu utama mansion.

Ada dua orang pengawal yang masuk terlebih dahulu, setelah itu seorang pria paruh baya berjalan di depan tiga orang wanita paruh baya tapi wajahnya masih terlihat cantik dan fresh.

Pria itu adalah Tuan Damian yang berjalan di depan ketiga istrinya.

Ya, semua orang tahu kalau pemilik mansion itu memiliki tiga orang istri.

Tamara memperhatikan seorang wanita yang memakai gaun berwarna emas, tubuhnya sedikit berisi, rambutnya hitam dan dicepol ke belakang.

Wanita paruh baya itu memakai make-up tipis dan terlihat anggun dengan balutan gaun sebatas mata kaki.

Sementara dua wanita yang memakai gaun berwarna silver, dari wajahnya terlihat lebih muda dari wanita paruh baya tadi.

Sepertinya itu adalah istri kedua dan ketiga tuan Damian. Dari riasan wajah dan pakaiannya juga terlihat berbeda.

Kedua wanita ini memakai make-up yang cukup tebal dan memakai gaun sebatas lutut. Rambutnya sama-sama dibiarkan tergerai.

Semua pelayan menunduk sebagai rasa hormat ketika menyambut kedatangan sang pemilik mansion dan keluarganya.

“Hey Tamara, nunduk!” ucap Ruby seraya memegang leher Tamara agar wanita itu ikut menunduk. Karena sedari tadi Tamara terus memperhatikan tuan Damian dan kedua istrinya.

“Eh … i-iya ….” Tamara ikut menunduk.

Namun, disaat menunduk ia melihat kaki seorang pria yang sedang melintas di hadapannya.

Dengan penuh rasa penasaran, Tamara mengangkat kepala, betapa terkejutnya ia disaat dirinya mengangkat kepala, disaat itu juga pria yang sedang melintas di hadapannya tersebut menoleh ke arahnya.

“Ya ampun, gantengnya!” ucap Tamara terang-terangan. Kedua matanya hampir tak berkedip saat melihat seorang pria bertubuh kekar dan berkulit putih sedang berjalan dengan perlahan di hadapannya.

Pria itu menatapnya dengan tatapan dingin, akan tetapi bibirnya sedikit menyunggingkan senyuman.

“Tamara, apa yang kau lakukan? Cepat menunduk kembali, atau tidak … kepalamu akan dipenggal,” ucap Ruby berbisik sambil kembali memegang leher Tamara agar gadis itu menundukkan wajahnya.

“Ruby, laki-laki tadi ganteng banget, siapa dia?” tanya Tamara penasaran.

“Itu Tuan muda Elnathan, beliau adalah putra ketiga Tuan Damian dari istrinya yang ketiga, yaitu Nyonya Belinda,” jelas Rubby yang membuat kedua mata Tamara seketika terbuka lebar.

“Apa? Jadi Tuan Damian punya tiga istri?” ucap Tamara dengan suara yang terdengar kencang sampai membuat beberapa pelayan lainnya menoleh ke arah gadis itu.

“Jangan kencang-kencang ngomongnya! Istri pertama Tuan Damian bernama Nyonya Hannah, beliau adalah ibu dari Tuan muda Abidzar. Istri kedua bernama Nyonya Farida, beliau mempunyai dua orang anak, yaitu Tuan Muda Matheo dan Nona Zoya. Dan yang ketiga adalah Nyonya Belinda, beliau mempunyai dua orang anak, yaitu Tuan muda Elnathan dan juga Nona Serena,” jelas Ruby panjang lebar.

“Banyak banget, aku nggak akan ingat semua, aku cuma ingat Tuan muda Elnathan yang ganteng,” ucap Tamara sambil senyum-senyum sendiri.

“Kamu belum lihat Tuan muda Matheo.” Ruby terkekeh pelan.

“Yang mana?” tanya Tamara penasaran.

“Itu yang berjalan di samping Tuan muda Elnathan,” jawab Ruby sambil menunjuk pelan ke arah seorang pria berjas hitam yang berjalan di samping Elnathan.

Pria itu memiliki postur tubuh dan bentuk wajah yang mirip dengan Elnathan, akan tetapi Matheo memiliki sedikit jenggot yang tumbuh pada dagunya.

Kulit mereka sama-sama putih bersih, hidungnya mancung, alisnya tebal, serta bola matanya berwarna abu-abu.

“Gantengnya, tapi aku tetap suka sama Tuan muda Elnathan,” balas Tamara yang kegirangan sendiri.

“Tapi sayangnya Tuan muda Elnathan tidak suka sama kamu,” ucap Ruby yang diiringi tawa pelan.

“Dasar Ruby!” Tamara mengerucutkan bibirnya.

Tak lama kemudian, ada dua orang wanita yang memiliki tubuh tinggi dan langsing. Kedua wanita itu sama-sama terlihat cantik.

“Mereka siapa lagi?” Tamara berbisik kepada Ruby.

“Yang itu Nona Zoya!” Ruby menunjuk ke arah seorang wanita cantik yang memakai gaun berwarna maroon.

Wanita itu memiliki tinggi tubuh sekitar seratus tujuh puluh senti meter, kulitnya putih kemerahan, hidungnya mancung, rambutnya berwarna golden brown.

“Kalau yang itu namanya Nona Serena!” Ruby menunjuk ke arah seorang wanita yang tubuhnya sedikit lebih pendekar dari Zoya, wajahnya cantik dengan warna kulit putih bersih, hidungnya mancung dan rambutnya berwarna hitam pekat.

“Cantik semua, kapan aku bisa secantik mereka,” ucap Tamara sambil memperhatikan dirinya sendiri yang sedang memakai seragam pelayan.

“Tidur dulu, nanti kamu jadi seperti itu di alam mimpi, itu juga kalau kamu tidak mimpi buruk,” jawab Ruby yang diiringi dengan kekehan.

Tamara hanya membuang nafas kasar, setelah melihat wajah anak-anak tuan Damian, tiba-tiba saja Tamara penasaran terhadap wajah seseorang.

“Ruby, aku jadi penasaran dengan wajah Tuan muda Abidzar, apakah dia setampan saudara-saudaranya itu?” bisik Tamara.

Ruby menoleh ke kanan dan ke kiri sebelum menjawab pertanyaan dari Tamara.

Setelah itu, Ruby sedikit berjinjit untuk membisikkan sesuatu pada telinga Tamara.

“Tuan muda Abidzar memiliki cacat pada bagian wajahnya, oleh karena itu dia tidak pernah membuka topeng dan memperlihatkan wajahnya,” jawab Ruby dengan suara sangat pelan.

“Masa? Kamu pernah melihat wajahnya, Ruby?” tanya Tamara dengan penasaran.

“Tidak pernah, dulu Tuan muda Abidzar selalu dikurung di dalam ruangan, dia baru diperbolehkan keluar setelah usianya di atas delapan belas tahun, dan saat itu juga tuan muda Abidzar selalu memakai topeng. Katanya, wajah Tuan muda Abidzar sangat menyeramkan, jika orang melihatnya, pasti akan ketakutan,” jelas Ruby sambil menggerakkan kedua bahunya.

Setelah mendengar penuturan Ruby barusan, bukannya takut, tapi Tamara malah semakin merasa penasaran bagaimana wajah asli Abidzar.

“Sudah, ayo kita ke belakang!” ajak Ruby untuk meninggalkan tempat itu.

Karena semua anggota keluarga sudah berkumpul di ruang makan.

“Tamara, kamu panggil Tuan muda Abidzar untuk bergabung makan malam!” titah Alan yang membuat Tamara seketika menghentikan langkahnya.

“Tuan muda sudah siuman ya?” tanya Tamara yang berdiri menghadap ke arah Alan.

“Sudah, Tuan muda sudah bersiap untuk makan malam. Sekarang, kamu ajak Tuan muda datang ke sini, ini tugasmu sebagai pelayan pribadi Tuan muda Abidzar,” ucap Alan dengan tegas.

“Baik.” Tamara menunduk, ia segera berjalan ke arah kamar Abidzar.

Tamara bertanya-tanya sendiri, kenapa untuk datang ke ruang makan dan berkumpul dengan keluarganya saja, Abidzar harus diajak seperti itu?

Padahal, bisa saja ia datang sendiri dan menyambut kedatangan keluarganya.

Banyak sekali hal misterius dari pria itu.

Tamara menarik nafas perlahan sebelum ia masuk ke dalam kamar Abidzar, gadis itu masih merasa takut atas kejadian tadi.

Ia takut Abidzar kembali kumat dan mengamuk sampai harus disuntik bius.

“Cepat masuk!” bentak Alan yang membuat Tamara terlonjak kaget.

Gadis itu menoleh ke arah Alan yang sedang menatap tajam ke arahnya.

Tamara segera melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam kamar Abidzar.

Terlihat, seorang pria sedang berdiri sambil menghadap ke arah jendela kamar.

Abidzar sangat menyukai posisi seperti itu, ia lebih sering berdiri atau duduk menghadap ke arah jendela kamar.

Karena di belakang kamarnya terdapat hamparan rumput hijau yang menjadi tempat berkuda.

“Selamat sore Tuan muda … mari saya antar Tuan ke ruang makan, semua anggota keluarga sudah ada di sana,” ucap Tamara dengan penuh hormat.

Abidzar membalikkan badannya dengan perlahan, pria itu menatap ke arah Tamara yang berdiri tepat di hadapannya.

Tamara memberanikan diri untuk melihat ke arah wajah Abidzar, ia memperhatikan kedua bola mata Abidzar yang tak tertutup topeng.

Abidzar memiliki bola mata berwarna biru, berbeda dengan semua saudaranya yang memiliki bola mata dengan warna abu-abu.

Sorot mata pria itu seperti memancarkan kecemasan dan ketakutan, bahkan bola mata Abidzar terlihat bergerak cepat seperti sedang mengawasi sesuatu.

“Tuan muda baik-baik saja?” tanya Tamara dengan penasaran.

Abidzar hanya mengangguk, pria itu berjalan dengan cepat keluar dari kamarnya.

“Tuan muda, tunggu!” teriak Tamara yang sedikit berlari untuk mengejar langkah lebar Abidzar.

Dari gerak gerik pria itu, Abidzar seperti merasa sedang ketakutan, tapi apa yang membuatnya takut?

Bukankah seharusnya pria itu merasa senang karena akan melaksanakan makan malam bersama dengan semua anggota keluarganya.

Tamara berusaha mensejajarkan langkah dengan Abidzar yang berjalan dengan cepat, sementara Alan berjalan di belakang mengikuti langkah mereka.

“Selamat datang Tuan muda Abidzar!” ucap seorang pengawal yang berjaga di depan ruang makan.

Semua pelayan yang ada di tempat itu, seketika menundukkan kepala dan memberi hormat kepada Abidzar yang sedang berjalan di hadapan mereka.

“Selamat datang putraku!” Seorang wanita paruh baya langsung bangkit dari duduknya.

Dia adalah Nyonya Hannah, istri pertama dari tuan Damian sekaligus ibu kandung Abidzar.

Abidzar mendekat ke arah wanita paruh baya itu.

“Ibu ….” Satu kata yang keluar dari mulut Abidzar, namun berhasil membuat Nyonya Hannah meneteskan air matanya.

Wanita paruh baya itu merentangkan kedua tangan dan menyambut sang putra dengan pelukan.

Nyonya Hannah mendekat ke arah Abidzar yang menghentikan langkah sebelum tiba di hadapan sang ibu.

“Putraku …” ucap Nyonya Hannah sambil memeluk tubuh kekar Abidzar.

Air mata wanita paruh baya itu semakin mengalir deras, terlebih lagi ketika ia memeluk tubuh sang putra.

Seperti ada kerinduan besar yang terpendam dari ibu dan anak itu.

Tamara yang melihat adegan tersebut, ikut menitikkan air mata. Entah kenapa hatinya terasa pilu, apa mungkin karena ia sendiri sudah tidak memiliki orang tua.

Namun, jika di pikir lagi, Tamara bukan menangis karena itu, seperti ada hal yang mengganjal dari Abidzar dan ibunya yang membuat Tamara merasa terharu saat melihat adegan tersebut.

Sementara pelayan yang lain tidak ada yang berani mengangkat kepala sedikitpun, karena mereka semua dilarang untuk melihat adegan tersebut.

Tamara melihat ke arah semua anggota keluarga yang lain, mereka terlihat biasa saja, bahkan ada yang sedang mengobrol dan menikmati buah yang tertata di atas meja makan.

“Abidzar, duduklah!” titah tuan Damian yang sedang duduk menghadap ke arah meja makan.

Pria itu sama sekali tidak menghampiri putranya.

Nyonya Hannah melepaskan pelukannya, wanita paruh baya itu mengusap bahu putranya dengan lembut.

“Mari Tuan!” ucap Tamara mempersilahkan Abidzar untuk duduk di atas kursi yang telah disediakan khusus untuknya.

“Ayo duduk, Nak, kita makan,” ajak Nyonya Hannah selayaknya seorang ibu kepada putranya.

Abidzar hanya mengangguk, pria itu maju tiga langkah dan segera duduk.

Abidzar duduk di tempat paling ujung, yaitu di sebelah Elnathan.

“Selamat malam dan selamat makan semua,” ucap Tuan Damian yang mempersilahkan semua anak dan istrinya untuk segera melaksanakan makan malam bersama.

“Hmmm … rasanya sudah lama sekali aku tidak datang ke mansion,” ucap seorang gadis cantik. Tamara masih ingat betul, gadis cantik itu bernama Zoya.

“Aku juga, Kak. Kita terlalu sibuk di kampus. Nanti kapan-kapan kita datang ke sini dan berkuda yuk!” balas seorang gadis lagi yang bernama Serena.

Zoya berusia sekitar dua puluh dua tahun sementara Serena berusia sekitar dua puluh satu tahun.

Sementara kedua kakaknya, Matheo berusia tiga puluh tahun, sedangkan Elnathan berusia dua puluh tujuh tahun.

“Apa kalian tidak bisa diam saat makan? Mulut kalian itu berisik,” ucap Matheo menegur kedua adiknya.

Wajah pria itu terlihat lebih dingin dan datar daripada Elnathan.

Sepertinya, Matheo memiliki karakter yang lebih keras daripada adiknya yang akrab disapa El itu.

“Hmmm … kalau tidak mau berisik, makan saja sendiri di balkon,” balas Serena yang terlihat kesal.

Gadis cantik itu menatap sinis ke arah kakaknya. Serena dan Matheo saudara beda ibu.

“Dasar tikus kecil!” ledek Matheo.

“Dasar kucing garong!” balas Serena tak mau kalah.

“Eh, sudah diam! Kakak ini gimana sih? Tadi Kakak yang nyuruh kita diam, sekarang malah Kakak yang ngajak Serena berantem kayak gitu!” protes Zoya menengahi perdebatan kakak dan adiknya.

Sementara Abidzar hanya terdiam sambil menunduk, keberadaannya seperti tidak dianggap.

Hanya nyonya Hannah saja yang sedari tadi memperhatikan putranya.

Akan tetapi, wanita paruh baya itu tidak bisa mengajak Abidzar berbicara, karena ia duduk pada kursi yang berada di deretan tuan Damian dan kedua istrinya yang lain.

Abidzar masih terdiam, walaupun semua anggota keluarga yang ada di sana sudah sibuk mengambil makanan yang akan mereka nikmati malam ini.

Abidzar masih terdiam dengan wajah menunduk, kedua tangannya ia letakkan di bawah meja.

“Tuan muda mau makan apa? Biar saya ambilkan,” ucap Tamara dengan suara yang terdengar lemah lembut.

Ia dapat melihat dari situasi, sepertinya Abidzar memang tidak bisa mengambil makanan sendiri.

“Terserah,” jawab Abidzar singkat.

“Dia itu mana ngerti makanan, apa yang dikasih ya itu yang dia makan. Mau dikasih rumput juga dia makan,” celetuk Elnathan yang langsung disambut gelak tawa oleh anggota keluarga yang lainnya, kecuali nyonya Hannah yang hanya terdiam dengan kepala menunduk.

Tamara cukup terkejut atas ucapan pria itu, ia menatap ke arah Elnathan dengan sorot mata geram.

“Lebih baik sekarang kamu ambilkan aku itu!” Elnathan memerintah Tamara untuk mengambilkan masakan yang terbuat dari daging sapi.

Tamara tidak tahu itu apa, karena ia juga tidak pernah melihat makanan itu sebelumnya.

Mungkin itu adalah makanan orang kaya.

“Baik, Tuan!” Tamara menurut, gadis itu melaksanakan perintah Elnathan.

Meskipun hatinya merasa kesal, akan tetapi Tamara takut dihukum. Oleh karenanya ia menurut saja.

“Silahkan, Tuan!” ucapnya dengan santun sambil meletakkan makanan itu di atas piring Elnathan.

Setelah itu, Tamara juga mengambilkan makanan untuk Abidzar.

“Silahkan Tuan! Makanannya sudah saya ambilkan, selamat makan Tuan muda Abidzar. Saya pamit ke belakang.” Tamara akan mundur dan meninggalkan Abidzar.

Namun, tiba-tiba saja tangan pria itu yang semula ia letakkan di bawah meja bergerak dengan cepat.

Abidzar memegang pergelangan tangan Tamara dan berhasil menghentikan langkah wanita itu.

Tamara terdiam dan melihat ke arah pergelangan tangannya yang sedang digenggam erat oleh Abidzar. Entah apa maksud dari pria itu menggenggam tangan Tamara dengan erat.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Malam Bergelora Bersama Tuan Muda Gila   7. Wajah Tuan Muda

    Semua pelayan terlihat sibuk menyajikan berbagai hidangan ke atas meja makan, termasuk Ruby yang juga ikut membantu. Sementara Tamara masih terdiam mematung, sorot kedua mata gadis itu tertuju ke arah pintu utama mansion. Ada dua orang pengawal yang masuk terlebih dahulu, setelah itu seorang pria paruh baya berjalan di depan tiga orang wanita paruh baya tapi wajahnya masih terlihat cantik dan fresh. Pria itu adalah Tuan Damian yang berjalan di depan ketiga istrinya. Ya, semua orang tahu kalau pemilik mansion itu memiliki tiga orang istri. Tamara memperhatikan seorang wanita yang memakai gaun berwarna emas, tubuhnya sedikit berisi, rambutnya hitam dan dicepol ke belakang. Wanita paruh baya itu memakai make-up tipis dan terlihat anggun dengan balutan gaun sebatas mata kaki. Sementara dua wanita yang memakai gaun berwarna silver, dari wajahnya terlihat lebih muda dari wanita paruh baya tadi. Sepertinya itu adalah istri kedua dan ketiga tuan Damian. Dari riasan waja

  • Malam Bergelora Bersama Tuan Muda Gila   6. Kedatangan Semua Anggota Keluarga di Mansion

    “Hei, apa yang kau lakukan? Kenapa kamu malah memperhatikan obat-obat itu? Cepat obati luka Tuan muda! Satu lagi, kamu juga harus tahu, itu semua adalah obat yang harus diminum Tuan muda setiap hari dan kamu harus membantu Tuan muda untuk meminum obat itu, jangan sampai terlewati sekalipun. Jika obatnya habis, kamu harus segera melapor kepada saya!” gertak Alan dengan tegas. “Ba-baik.” Tamara membalas singkat, meskipun banyak pertanyaan yang tumbuh di kepalanya. Akan tetapi, ia tidak sampai melemparkan pertanyaan itu kepada Alan, karena ia takut terkena hukuman lagi. Tamara segera mengambil salep dan akan mengoleskan pada luka Abidzar. Gadis itu mengeluarkan sedikit salep dan meletakkan pada ujung jari telunjuknya. Ia memegang tangan kanan Abidzar dan akan segera mengoleskan salep itu pada lukanya. Namun, hal tak terduga terjadi. “Lancang sekali kau memegang tanganku!” Brak!Abidzar langsung mendorong tubuh Tamara dengan kasar sampai membuat gadis itu terjatuh ke atas lantai.

  • Malam Bergelora Bersama Tuan Muda Gila   5. Bers3ntuh4n

    “Cepat!” bentak Abidzar yang membuat Tamara langsung terlonjak kaget. “I-iya, Tuan.” Gadis itu segera membuka ikat pinggang Abidzar dengan tangan gemetar. Tamara benar-benar merasa takut, ia masih terbayang hukuman yang baru saja diterimanya. Ia tidak mau kembali merasakan setruman itu, oleh karenanya ia akan mengusahakan untuk berlaku benar agar tidak kembali mendapatkan hukuman. “Jangan sentuh kulitku! Sekali tanganmu menyentuh kulitku, akan ku kupas kulit tanganmu itu!” bentak Abidzar lagi yang membuat Tamara semakin merasa ketakutan. ‘Ya Tuhan … sudah berapa pelayan yang mati di sini? Ini bukan cuma gangguan mental, tapi juga psikopat,’ gumam Tamara hanya dalam benaknya saja. Gadis itu membuka ikat pinggang yang dikenakan Abidzar dengan sangat hati-hati, ia takut jari lentiknya itu menyentuh kulit perut Abidzar. Bahkan, Tamara sampai menahan nafas ketika melakukan hal itu. Tetapi, kedua matanya terbuka lebar, ia dapat melihat jelas kulit putih milik Abidzar serta dada bida

  • Malam Bergelora Bersama Tuan Muda Gila   4. Berdua Di Kamar Mandi

    Refleks Tamara langsung menutup kembali gorden pada jendela di hadapannya, ia langsung membalikkan badan ke arah pintu. Seorang wanita yang berusia tak jauh berbeda dengannya, masuk sambil membawa sesuatu pada tangannya. Tamara masih terdiam, ia memperhatikan wanita yang memakai baju serta rok berwarna biru muda itu. Sebelumnya Tamara melihat beberapa orang wanita di tempat itu memakai pakaian yang sama, berarti itu memang seragam pelayan di sana. “Hai, perkenalkan namaku Rubby … aku salah satu pelayan di sini dan aku diperintahkan untuk menemui kamu,” ucap wanita berambut sebahu itu sambil mengulurkan tangan ke hadapan Tamara. “Namaku Tamara,” balas Tamara sambil menerima uluran tangan dari wanita yang memiliki tubuh ramping dan tinggi sekitar seratus lima puluh sentimeter itu. Jika berdiri sejajar, sepertinya Rubby hanya sebatas leher Tamara. “Senang berkenalan denganmu, Tamara. Emmm … aku datang ke sini diperintahkan untuk memberikan baju seragam pelayan ini untukmu dan juga

  • Malam Bergelora Bersama Tuan Muda Gila   3. Hukuman Keras

    “I-ini pasti Bapak dari anak yang akan aku asuh kan? Kirain yang aku asuh anak dari laki-laki tua tadi, ternyata cucunya. Permisi Tuan, dimana anak Anda? Saya pengasuh baru untuk anak Tuan,” cerocos Tamara yang kembali ceria dan berusaha tetap ramah. Ia menatap ke arah seorang pria yang sedang duduk di tepi ranjang dan membelakanginya. “Jangan lancang!” ucap seorang ajudan yang berdiri di belakang Tamara. “Siapa yang lancang? Aku hanya menyapa majikan baruku. Emmm … Tuan, dimana anak Anda?” Tamara kembali bertanya dengan berani. Pria itu berdiri dan membalikkan badan secara perlahan ke arah Tamara. “Siapa yang membiarkan manusia gila ini masuk ke dalam kamarku?” ucap pria itu dengan suara bariton dan penuh penekanan. Seketika Tamara terdiam membeku di tempat, mendadak kakinya terasa bergetar. Pria bertubuh tegap itu berdiri menghadap ke arah Tamara, namun Tamara tak dapat melihat wajahnya, karena pria itu menutupi sebagian wajahnya dengan topeng, hanya tersisa bagian mulut dan

  • Malam Bergelora Bersama Tuan Muda Gila   2. Tuan Muda yang Aneh

    Setelah cukup lama berada di perjalanan, akhirnya zeep yang ditumpangi oleh Tamara berhenti. Terdengar suara pintu mobil dibuka, menandakan kalau mereka sudah tiba di tempat tujuan. “Hei, bangun!” bentak seorang pria seraya menarik tangan Tamara dengan kasar. “Lepaskan ikatan ini, aku gak bisa jalan!” balas Tamara dengan suara yang terdengar lemah. Akan tetapi, ia berusaha lebih tegar agar ia tidak terlalu ditindas. Seorang pria yang berdiri di hadapan Tamara, membuka ikatan pada kaki dan tangan gadis itu. Dengan gerakkan cepat, Tamara segera membuka kain yang menutupi kedua matanya, ia juga membuka kain yang menutupi mulutnya. “Ayo keluar!” Seorang pria bertubuh kekar kembali menarik tangannya dengan kasar sampai membuat gadis itu keluar dari mobil dengan sempoyongan. Bahkan, Tamara hampir terjatuh jika ia tidak segera menyeimbangkan diri. Tamara berusaha berdiri tegak meskipun kakinya terasa sakit. Gadis itu mengangkat wajah dan menatap ke arah sekitar. Tamara cukup terce

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status