Home / Romansa / Malam Panas Bersama CEO Tampan / Bab 1. Musibah Sebelum Pernikahan

Share

Malam Panas Bersama CEO Tampan
Malam Panas Bersama CEO Tampan
Author: Anggun_sari

Bab 1. Musibah Sebelum Pernikahan

Author: Anggun_sari
last update Last Updated: 2025-06-11 10:54:44

“Hamil …?”

Bibir Belvina tanpa sengaja menirukan ucapan ibunya yang saat ini tengah duduk di ruang tamu bersama dengan Alethea, sepupunya, dan Aldric---kekasih sekaligus calon suaminya. Ketegangan di wajah sang ibu bisa Belvina rasakan saat ini, tapi dia tidak tahu apa penyebabnya. Yang dia tahu sang ibu hanya mengatakan satu kata yaitu ‘hamil’.

Beberapa saat sebelum dia meninggalkan ruang tamu untuk mengambil ponselnya yang tertinggal di kamar, ibunya serta Aldric masih berbincang riang, tawa renyah juga mengiringi percakapan mereka hingga kehadiran Alethea dengan wajah muramnya mengubah semua itu. Pernyataan yang baru saja dibuat Alethea tentang kehamilannya tentu sesuatu yang mengejutkan.

Dengan gerakan cepat, Belvina sudah berpindah posisi duduk di sisi Alethea. Matanya melirik sebentar Aldric yang hanya diam dengan wajah menegang. Sementara Alethea terlihat menundukkan kepala sambil meremas ujung rok yang wanita itu kenakan.

“Ka---kamu hamil?” tanya Belvina memastikan pernyataan Alethea.

Sepertinya di sini yang terlihat paling terkejut adalah Belvina, ketimbang Amora—sang ibu. Sedikit pertanyaan muncul dibenaknya tentang reaksi sang ibu yang terlihat tenang. Tidak ada ketegangan ataupun rasa khawatir di wajah wanita itu, padahal jika sesuatu yang buruk menimpa Alethea, ibunya selalu panik dan terlihat resah. Namun, kali ini ia tidak melihat itu.

“Bukankah sudah aku katakan, pakailah pengaman jika kamu ingin melakukannya!” cerocos Belvina. Tatapannya menajam ke Alethea yang semakin menundukkan kepalanya.

Ya …, hal semacam itu tentu bukan hal tabu bagi Belvina. Ia bekerja di bidang industri hiburan. Banyak artis serta model yang melakoni gaya hidup bebas, meski tidak semua dan Alethea adalah salah satunya. Wanita itu selalu bisa menjaga dirinya dengan baik. Ia bahkan tidak pernah mendengar Alethea keluar masuk klub malam ataupun berteman dengan orang-orang yang tidak benar. Sepupunya itu selalu menjaga batasan untuk hal-hal yang berbau negatif.

“Ibumu sudah tahu?” Lagi, Belvina terlihat begitu penasaran. Bukan penasaran dalam hal julid, hanya saja wanita itu masih belum bisa percaya dengan apa yang baru saja didengarkannya.

Alethea menggelengkan kepalanya. Matanya melirik ke arah Amora yang sejak tadi menutup mulut. Begitu pun dengan Aldric.

Belvina mengusar rambutnya, wanita itu tampak frustasi mendengar jawaban dari Alethea. “Kenapa …?” tanya Belvina.

“Aku ….”

“Takut …?” potong Belvina, “Atau laki-laki itu tidak mau bertanggung jawab?” imbuhnya.

Alethea semakin gugup, manik matanya kembali menatap sang bibi dan Aldric secara bergantian, mengharapkan bantuan. Namun sayangnya, keduanya tetap diam seolah membiarkannya untuk menyelesaikan semua ini sendiri.

Tak tahu harus bersikap serta berbuat bagaimana, Alethea kembali menunduk sambil memegangi kepalanya. Kedatangannya ke rumah keluarga Belvina hanya ingin memberitahu tentang kehamilannya dan tentang siapa ayah dari anak yang dikandungnya, tapi pada kenyataannya, bibirnya terasa kelu untuk sekadar mengungkap fakta itu.

“Hay … kenapa?” tanya Belvina lembut.

“Sayang, bagaimana kalau kita membantu Thea?” Kali ini Belvina berdalih pada sang kekasih karena tak mendapatkan jawaban pasti dari Alethea. Tangannya digenggam lembut oleh tangan Aldric yang terasa---dingin, entah karena apa.

Belvina mengangguk cepat mendengar penawaran Aldric. Melihat keadaan sepupunya yang terlihat kacau seperti ini, tentu Belvina tidak bisa hanya diam saja. Ia kembali beralih menatap Alethea.

“Kalau kamu ingin menyembunyikan tentang kehamilanmu, aku dan Aldric akan mengatakan kepada Bibi Cassie bahwa kamu mendapatkan job di Amerika. Sampai bayi itu lahir, kamu bisa tinggal di sana!” kata Belvina, mengusulkan ide.

“Kamu bisa melakukannya kan, Sayang?” tanya Belvina pada sang kekasih yang sejak tadi hanya diam dan menunjukkan mimik wajah tidak seperti biasa. Kekasihnya itu hendak mengangguk tapi terhenti karena mendengar isak tangis Alethea.

“Maaf ….” Setetes air mata meluncur begitu saja di pipi Alethea, membuat Belvina menatap bingung.

Bukankah dia sudah memberikan jalan keluar atas permasalahan Alethea? Lantas kenapa sepupunya itu malah terlihat semakin muram? Tidak hanya itu, ibu dan kekasihnya juga menunjukkan reaksi yang sama---muram seakan dunia akan berakhir hari ini dan tidak akan ada hari esok.

“El, sungguh aku minta maaf!” Tanpa aba-aba, Alethea bersimpuh di kaki Belvina, membuat wanita cantik itu seketika tersentak. Ia menoleh menatap sang ibu dan Aldric dengan tatapan meminta bantuan.

“Aku hamil anak Aldric!” Aku Alethea, matanya terpejam, takut melihat reaksi Belvina.

Belvina seketika diam mematung. Bulu matanya mengerjap beberapa kali, mencoba memahami situasi saat ini. Alethea baru saja mengatakan bahwa wanita itu mengandung anak Aldric—kekasih yang sebentar lagi akan dinikahinya. Entah lelucon macam apa yang saat ini sedang dihadapinya. Membayangkan saja tidak pernah, tapi dia harus dihantam oleh sebuah kenyataan gila ini.

Alethea meremas rok yang dipakainya semakin kuat. Diamnya Belvina, membuat ia semakin takut. “Maaf …,” cicit Alethea, lagi.

Lagi-lagi tidak ada reaksi apa pun yang ditunjukkan oleh Belvina, wanita itu hanya tersenyum miring. Matanya kini menatap Aldric dengan wajah tak bisa diartikan.

Aldric---laki-laki yang dianggap hanya mencintainya itu ternyata malah menimbulkan luka.

Belvina tertawa, entah mentertawakan nasibnya atau kesialan yang menimpanya saat ini. Rasa sesak dan perih yang dirasakannya membuat wanita itu tak lagi bisa membedakan. Dari sekian banyak masalah, kenapa dia harus menghadapi masalah ini?

“Sejak kapan?”

Kata-kata yang terdengar dingin dari bibir Belvina membuat Aldric yang sejak tadi hanya diam kini mulai bereaksi. Laki-laki itu bangun dari duduknya dan melangkah mendekati Belvina. Namun sayang, Belvina justru mundur beberapa langkah. Tidak ada air mata di sana, hanya tatapan dingin menakutkan.

“Aku bisa jelaskan, Sayang!”

Beberapa kata yang keluar dari bibir Aldric membuat sudut bibir Belvina semakin tertarik. Wanita cantik itu kembali tertawa.

“Jelaskan? Setelah membuatku seperti orang bodoh, tadi?” sahut Belvina, “Apa kamu tahu diammu itu jauh lebih buruk dari pengkhianatan yang kamu lakukan saat ini, Tuan Aldric!” imbuh Belvina menambahkan embel-embel ‘Tuan’ untuk menyebut nama kekasihnya.

Aldric menggelangkan kepalanya. Wajahnya terlihat panik tapi bagi Belvina semua itu hanya akting yang ditunjukkan oleh Aldric.

“Ini semua tidak seperti apa yang kamu pikirkan, sayang! Aku sama sekali tidak pernah mengkhianatimu!” jelas Aldric, “Kami hanya melakukannya sekali, itu pun aku juga tidak terlalu mengingatnya!” lanjut Aldric.

Belvina mendecih. Sekali saja dia bilang? Sekali pun juga sudah fatal!

Matanya menatap malas pada sosok Alethea yang saat ini masih bersimpuh. Rasa iba yang tadi dirasakannya tiba-tiba menguap begitu saja berganti rasa benci dan marah. Sepupu yang dianggapnya sebagai adik kandungnya sendiri justru tega menikamnya dari belakang tanpa belas kasihan.

Melihat Belvina yang hanya diam, Aldric kembali bersuara. “Kita bisa melakukan apa yang sudah kamu rencanakan tadi. Mengirim Alethea ke Amerika dan membawanya kembali ketika bayinnya sudah lahir. Bagaimana, hem?”

“Lakukan seperti apa yang dikatakan oleh Aldric, Belvina! Pernikahan kalian sudah semakin dekat, membatalkannya tentu bukan sebuah solusi!” saran Amora yang kini juga mulai ikut angkat bicara.

Belvina memalingkan kepalanya, melihat sang ibu yang masih duduk di sofa dengan wajah datar. Sungguh, apa yang dikatakan oleh ibunya adalah sesuatu yang sama sekali tidak disangkanya.

“Pikirkan tentang pernikahan kalian yang sudah di depan mata. Mengakhiri semuanya tentu bukan keputusan yang baik. Lagipula selama ini Aldric sudah berjuang dalam hubungan kalian. Anggap saja masalah ini hanya sandungan sebelum menuju ke jenjang pernikahan, Nak!” sambung Amora panjang lebar.

“Pernikahan …?” ulang Belvina dengan senyum penuh kesakitan. Kakinya melangkah meninggalkan orang-orang di sekelilingnya. Dia butuh tempat untuk menumpahkan segala rasa sakitnya. Namun, sebelum bayangan wanita itu benar-benar menghilang, Aldric menyusul dan menggenggam tangannya erat-erat.

“Sayang, jangan begini! Kita bisa perbaiki semuanya sama-sama, aku mohon …,” pinta Aldric tangannya terjulur menggenggam tangan Belvina. Namun, wanita itu menepisnya dengan kasar.

“Maaf, tapi aku tidak bisa! Aku akan membatalkan pernikahan kita!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Seruling Emas
Ikut sakut hati
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Malam Panas Bersama CEO Tampan   Bab 51. Si Pria Pencemburu

    “Apa lagi?” Belvina menghela napas jengah. Mereka baru sampai setelah mengendara hampir satu setengah jam. Apalagi masalahnya jika bukan Dante. Pria itu terus merengek minta pulang setelah godaan yang dilakukannya. Salahnya memang, tapi jika tidak begitu surat izin yang dikeluarkan oleh Dante pasti akan diikuti oleh banyak aturan. Menghadapi Alethea saja sudah cukup membuatnya pusing, apalagi jika ditambahi Dante. bisa gila dia. Saat ini dia hanya ingin menyelesaikan ini secepatnya lalu pulang untuk beristirahat.“Bagaimana kamu tahu jika Aldric ada di sini? Apa kamu sering kemari saat kalian masih pacaran?” cecar Dante seperti polisi yang sedang mengintrogasi tersangka.Belvina memutar matanya. Tangannya terlipat ke atas, jika sudah begini semuanya tidak akan berjalan dengan mudah. Dari semua sifat Dante, dia paling benci dengan yang satu ini.“Hanya menebak,” jawab Belvina sedikit berbohong.Menjalin hubungan yang cukup lama tentu membuat Belvina tahu kemana tempat-tempat yang mung

  • Malam Panas Bersama CEO Tampan   Bab 50. Tak Tahu Malu

    “El, kamu janji kan kalau setelah ini akan membawaku menemui Aldric?”Alethea menatap penuh harap pada sosok Belvina yang ada di sisinya. Saat ini mereka sedang ada di lokasi tempat dimana akan diadakannya acara peluncuran baju ibu hamil yang harusnya dilakukan oleh Amora.“Jika aku bisa menemukan Aldric, aku tidak akan meminta bantuanmu, El.” Alethea meremas ujung bajunya. “Aku tidak tahu harus mencarinya kemana,” imbuh Alethea.Belvina menghela napas panjang. Telinganya muak harus mendengar curhatan saudaranya ini. Alethea pikir dia tahu dimana keberadaan Aldric. Berhubungan saja tidak pernah. Jika bukan karena terdesak, tentu dia tidak akan pernah mau mengiyakan permintaan Alethea.“El, kamu mendengarku kan?” Alethea menggoyang-goyangkan tangan Belvina, memohon lagi dan lagi.“Hem…,” jawab Belvina singkat.Alethea tersenyum. Namun, saat ia memalingkan tubuhnya, matanya menyipit tajam.Bibirnya menyungging seolah menyiratkan sesuatu.***Acara peluncuran berjalan lancar. Penampilan A

  • Malam Panas Bersama CEO Tampan   Bab 49. Sedikit Masalah

    “Eughh….” Lenguhan kecil keluar dari mulut Dante. Pria itu baru bangun, matanya belum benar-benar terbuka, tapi harum parfum Belvina serta suara hair dryer memaksanya untuk membuka matanya.“Mau kemana?” tanya Dante masih betah bergelung dibawah selimut. Tubuhnya tidak tertutup apapun kecuali selimut.Belvina melemparkan senyum. Ia mematikan hair dryer lalu menyisir rambutnya yang dibiarkan tergerai.“Ada sedikit masalah. Aku harus ke kantor untuk menyelesaikannya,” jawab Belvina tenang.Dante yang tadi bermalas-malasan langsung menegakkan punggungnya. Ia mendekat ke arah Belvina, tapi masih di atas kasur.“Ke kantor?” ulang Dante. Nadanya terdengar tak suka.“Apa tidak ada orang selain kamu yang bisa diandalkan di sana!” seru Dante, bersungut marah.Kebahagian yang dirasakan Dante semalam, rasanya mendadak lenyap seperti bulan yang menghilang digantikan matahari. Bukan kenapa-kenapa, dia hanya takut jika terjadi sesuatu yang buruk kepada Belvina. “Aldric entah kemana. Dia sama sekal

  • Malam Panas Bersama CEO Tampan   Bab 48. Menghibur Tuan Putri

    Dante menggenggam sambil mengecup beberapa kalli tangan Belvina. Saat ini keduanya sudah berada di dalam mobil hendak kembali ke rumah. keberadaan Kimmy yang tak kunjung pulang serta sikap Naomi yang jelas sekali mengunggulkan Kimmy, membuat Dante memutuskan untuk mengajak Belvina pulang. Dia tidak ingin membuat Belvina merasa tertekan atau tidak nyaman jika harus terlalu lama di sana.“Mau pergi jalan-jalan?” tanya Dante mencoba memecah keheningan. Belvina memang terlihat tidak marah, tapi tidak ada yang tahu apa yang ada di otak perempuan. Bisa saja diamnya Belvina saat ini adalah bentuk dari kemarahannya.“Jalan-jalan? Kemana?” tanya Belvina mendongak menatap wajah Dante. Tadi dia sedang bersandar di dada Dante, sambil membuka sosial medianya. “Kemanapun yang kamu mau,” jawab Dante, menoel hidung Belvina.Mata Belvina berbinar. Ia menarik tubuhnya untuk menatap wajah Dante sepenuhnya. “Sungguh?”Dante menganggukkan kepalanya. Bibirnya lalu menyentuh bibir Belvina, melumatnya seben

  • Malam Panas Bersama CEO Tampan   Bab 47. Terlihat Unggul Tapi Bukan Pemenang

    “Apa kamu yakin ini saja sudah cukup?” tanya Belvina kembali melihat barang bawaannya yang akan dibawa ke rumah mertuanya. Di atas meja sudah ada buah-buahan kesukaan Naomi, kue dan juga bunga.“Apa kamu ingin mengambil hati ibuku?” Dante meletakkan dagunya di atas pundak Belvina. Tangannya memeluk erat pinggang sang istri.Belvina tersenyum simpul. Tubuhnya yang tadi menghadap ke depan, kini berputar menghadap Dante. Tangannya mengusap dada Dante sambil berkata, “Tidak akan ada cara untuk membuat orang yang tidak suka dengan kita, menjadi suka. Pembenci selamanya akan tetap menjadi pembenci.”“Lalu kenapa kamu terlihat begitu berusaha?” tanya Dante penasaran.Belvina menghela napas panjang. “Setidaknya aku harus berusaha menjadi menantu yang baik, meski tidak disukai.”Dante mengulum senyum. Tangannya mengusap surai Belvina yang dikuncir kuda. Melihat sikap lapang dada yang ditunjukkan oleh Belvina, membuat hatinya semakin dipenuhi rasa suka. “Berangkat sekarang?” tawar Dante yang d

  • Malam Panas Bersama CEO Tampan   Bab 46. Orang Lama Yang Datang Kembali

    “Tapi…?” tanya Belvina penasaran.Melihat raut wajah sekertaris Dante yang gelisah, pikiran Belvina mulai bercabang kemana-mana.Berita perselingkuhan dan pengalaman pribadi, membuat pikirannya semakin semrawut. Yang ada di otaknya saat ini Dante tengah bercumbu mesra dengan seorang wanita di dalam sana.Tak ingin semakin berpikiran liar, Belvina menerobos masuk ke dalam ruangan Dante, mengabaikan panggilan sekretaris suaminya tersebut.Mata Belvina mengerjap beberapa kali, tubuhnya membeku saat melihat sosok wanita menggunakan blazer dipadukan rok mini sedang berdiri di depan Dante. Tidak ada adegan yang panas seperti di otaknya. Dante terlihat diam dengan tatapan dinginnya, tapi entah kenapa hatinya tetap tak suka.“Sayang…? Kamu sendiri?”Dante yang tadi duduk di kursi kebesarannya, segera berdiri. Ia tersenyum lebar, tangannya merengkuh pinggang Belvina. Sebuah kecupan singkat mendarat indah di bibir sang istri. Membuat wajah yang tadinya masam itu kini tersenyum.“Kenapa tidak me

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status