LOGIN"Coba lihat!"Pintu itu terbuka, mata Sherly membelalak melihat bagaimana apik dan lucu lukisan di dinding kamar untuk calon bayi mereka. Nuansa warna putih dan biru begitu kental, dengan matahari besar dan hewan-hewan laut persis seperti yang Sherly inginkan. "Gimana? Masih garansi kata bang Yos." bisik Gerrard sembari memeluk Sherly dari belakang. "Mas ini bagus banget!" Di sisi lain tembok gambar ombak laut mendominasi, membuat kamar ini benar-benar terasa hidup. "Kurang sofa menyusui sama deep freezernya. Rencana aku taruh di sana dan deep freezernya di sini." ucap Gerrard dengan lugas. Mendengar itu, senyum Sherly lenyap. Ia menoleh, menatap Gerrard yang nampak begitu bersemangat menjelaskan keinginannya akan kamar bayi mereka. "Harus banget beli deep freezer, Mas?" tanya Sherly yang merasa keinginan Gerrard hanya akan menjadi pemborosan saja. "Tentu! Kita butuh untuk simpan stock ASIP kalau kamu sibuk residensi lagi nanti." jelas Gerrard lalu melepaskan pelukan. Gerrard m
"Siang, Sher!"Sherly seketika menurunkan ponsel, terkejut luar biasa ketika mendapati Antika dan beberapa seniornya muncul dari depan pintu. Senyum di wajah Sherly mengembang, terlebih ketika gerombolan itu masuk dengan plastik-plastik di tangan. "Kok tahu aku di sini?" tanya Sherly sembari meletakkan ponsel di nakas. "Tanya ke paduka, lah! Apa lagi?" Arsya meletakkan plastik yang di bawa di atas ranjang, "Silahkan baginda Permaisuri." ucapnya seketika memecah tawa mereka. "Coba gitu di depan dok Ge, berani kagak?" pancing Alvin kembali memecah tawa mereka dengan kompak. "Kalo baginda permaisuri berani menjamin kelangsungan pendidikan aku, aku berani kok."Sherly kembali tertawa. Sehangat ini interaksi para residen bedah sekarang. Sebuah keberuntungan di tengah-tengah kasus bullying yang seolah tidak selesai-selesai. "Sebenarnya kamu kenapa, Sher? Mau nanya ke dok Ge kagak berani kita." kejar Giwang diikuti anggukan kepala oleh yang lain."Plasenta previa, nutup full jalan lahi
"Sher, kamu nggak apa-apa?"Sherly yang masih duduk di tepi ranjang tak menjawab, tangannya mengusap perut, sementara satu tangan lagi mencengkram kuat tepian kasur, sebuah indikasi bahwa ada sesuatu yang dia rasakan. "Ke klinik Yanu, ayo!" Gerrard hendak membantu istrinya berdiri, ketika kemudian Sherly mengernyit dan sedikit melenguh menahan sakit. "Sher!" Gerrard seketika panik, terlebih wajah pucat dan ekspresi Sherly benar-benar mengkhawatirkan! Kandungannya baru masuk trimester tiga, baru awal sekali. Namun dengan kondisi plasenta yang menutupi jalan lahir secara total, maka hal ini sudah pasti akan terjadi. "Sher!" Gerrard meraih Sherly ke dalam pelukkan, tangan Gerrard sibuk mengusap-usap punggung Sherly, berusaha menenangkan Sherly tak peduli dia sendiri sangat panik saat ini. "Aku nggak apa-apa, Mas." ucap suara itu lirih. "Nggak! Aku nggak terima alasan apapun, ayo bangun kita ke Yanu!" paksa Gerrard lalu melepaskan pelukan. "Masih kuat jalan? Mau aku gendong?"Sherly
"Eh, sudah bersih?"Sherly terkejut, mendapati kamar yang tepat berada di samping kamar utama sudah bersih dari barang-barang. Kemarin sepertinya masih ada satu set dipan dan almari. Entah kemana barang-barang itu sekarang, Sherly tidak tahu. "Tentu!"Gerrard meletakkan plastik-plastik hasil belanja mereka. Lelaki itu lantas kembali keluar kamar, tentu saja hendak membawa barang-barang lain yang kelak akan memenuhi kamar ini. Kamar yang sudah mereka pilih untuk bayi mereka nanti. Sepeninggal Gerrard, Sherly kembali mematung. Ia melangkah menuju jendela, menyingkap tirai sembari menatap pemandangan yang ada di sana. Bukan pemandangan laut yang indah dengan hamparan warna biru dan ombak. Bukan pula pegunungan yang asri dan hijau memanjakan mata, jendela itu hanya memperlihatkan suasana luar rumah, serta langit gelap yang berhiaskan bintang malam ini. Senyum di bibir Sherly tersungging, hanya sebentar. Karena perlahan rasa sesak itu kembali menyapanya. Rumah nyaman dan hangat ini ke
"Jadi, kan?"Wajah Sherly begitu cerah, ia masuk ke dalam mobil dan langsung mencecar Gerrard perihal janjinya kemarin. Mulai belanja perlengkapan bayi! "Jadi dong." Gerrard segera membawa mobilnya pergi. "Tapi makan dulu, ya?"Sherly tidak membantah, kepalanya mengangguk cepat.Rasa lelahnya seketika lenyap. Ia begitu antusias dan semangat dengan agenda mereka petang ini. Perempuan mana yang tidak suka belanja? Apalagi yang akan dibeli adalah perintilan dan baju-baju bayi yang lucu dan menggemaskan. "Box, stroller, bouncer sama baby chair sekalian beli semua." ucap Gerrard yang berhasil memalingkan wajah Sherly dari layar ponsel. "Hah? Semua?" tanyanya terkejut. "Tentu!"Sherly tidak membantah, kembali ia fokus pada layar ponselnya, membuat Gerrard melirik tak suka dan nampak cemberut ketika sang istri lebih asyik dengan ponsel daripada mengobrol bersamanya. "Asyik banget, baca apa?" tanya Gerrard dengan nada tak suka. "Oh ini?" Sherly tidak langsung menoleh, "Baca e-book dari
"Habis ngapain?" cecar Yanu sembari melepas handscoon. Keringatnya bercucuran, ia melemparkan handscoon dengan noda darah itu ke tempat sampah, mengganti benda itu dengan yang baru. "Perlu aku jawab?" wajah Gerrard memucat, langsung dilirik dengan tajam oleh Yanu. "Kudoakan besok pasienmu juga jawab begitu pas kamu anamnesa, ya!" ancam Yanu sembari meraih probe, hendak bersiap melakukan pemeriksaan dengan ultrasonografi. Gerrard tidak menjawab, mukanya masih sangat tegang tak peduli sudah tidak ada lagi darah yang keluar. Sementara Yanu, ia sudah serius dengan layar di hadapannya, kantuknya seketika lenyap, tepat di saat Gerrard berkata bahwa pasien Yanu mengalami pendarahan. "Ada sedikit kabar tidak enak yang harus aku sampaikan, Ger." desis Yanu tanpa melepaskan pandangan, satu tangannya sibuk menekan beberapa bagian perut Sherly. "Anakku baik-baik saja, kan?" tanya Gerrard panik, tangannya meremas-remas tangan Sherly. "Baik. Dia dalam kondisi baik. Hanya saja ...." dokter ka







