Share

Bab 6

Penulis: Safiiaa
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-25 08:07:09

Bab 6

"Sayang kapan balik?" rengek suara diujung panggilan. Hal itu membuat Dira makin merasa bersalah sebab harus meninggalkan kekasihnya lebih lama lagi.

"Maafkan aku. Sepertinya aku belum bisa balik sekarang. Kamu sabar, ya? Setelah aku kembali, kamu boleh belanja apapun yang kamu mau. Aku janji." Dira berusaha mengambil hati Karina, kekasihnya.

"Kamu kan sudah janji cuma sebentar di sana?!" rengek Karina lagi. Nada suara yang dibuat semanja mungkin membuat lawan bicaranya tak mampu berkutik.

"Iya. Maafkan aku. Bapaknya baru saja meninggal pas malam pernikahan kami. Aku ngga boleh kembali sama Papa. Jadi aku harap kamu mengerti posisiku," balas Dira penuh penyesalan.

"Tapi kamu janji kan, ngga sentuh dia? Kamu cuma milikku!" sentak Karina lagi. Nada bicara yang manja tak lepas dari bibirnya yang dibalut dengan lip mate warna baby pink.

"Enggak, Sayang. Aku ngga sentuh dia. Aku kan sudah janji sama kamu. Masak kamu ngga percaya?" ucap Dira dengan suara tertahan. Posisinya yang sedang di teras rumah membuat suaranya tak bisa bebas. Ia harus berjaga-jaga agar tak ada yang mendengar pembicaraannya dengan sang kekasih.

"Beneran ya?! Awas kamu sampai berani sentuh dia!"

"Enggak! Kapan aku pernah ingkar janji!"

"Sekarang! Kemarin kamu janji mau lamar aku tapi nyatanya kamu malah nikah sama perempuan lain!"

"Astaga Sayang. Ini diluar kemauanku. Kamu paham kan?"

"Iya iya!"

Tanpa Dira tahu, di balik pintu ruang tamu seseorang mendengar pembicaraannya. Tanpa tahu jawaban dari ujung panggilan, seseorang itu tahu kemana arah pembicaraan mereka.

Wanita paruh baya yang mendengar obrolan Dira itu segera berjalan menuju kamarnya. Ia terdiam sambil menunduk, memikirkan nasib putrinya yang sepertinya tidak seberuntung dirinya saat pertama kali mendapatkan gelar sebagai seorang istri dulu.

"Ada yang dirahasiakan suamimu," ucap Halimah setelah berhasil memanggil Nadiya ke kamarnya.

Nadiya tak menjawab. Tapi sorot matanya cukup lawan bicaranya tahu untuk segera melanjutkan pembicaraannya.

"Dia punya kekasih."

"Lalu?" Nadiya tak bersemangat.

"Nak, kamu sudah jadi istrinya. Kamu berhak atas diri suamimu ketimbang wanita itu yang hanya sebagai kekasih." Halimah memindai wajah putrinya yang masih di balut kesedihan.

"Berusahalah menjadi istri yang baik untuknya. Rebut hatinya dari rasanya untuk kekasihnya itu," sambung Halimah berusaha menyemangati putrinya.

"Nadiya tak tahu harus memulainya dari mana, Bu. Mas Dira tak pernah mengajakku bicara. Dia hanya diam sambil memegang ponselnya saat di kamar."

"Kalau dia diam, berarti kamu yang harus aktif. Dekati dia, tawarkan apapun yang seharusnya dilakukan sang istri. Jangan menunggu dia yang mengajak bicara."

Nadiya menghela napas dalam. Melihat wajah sang suami saja kadang nyalinya menciut. Apalagi harus memulai mengajaknya bicara.

"Jangan takut. Semuanya tidak semengerikan yang ada dalam pikiranmu," ucap Bu Halimah seolah tahu apa yang sedang dirasakan oleh putrinya.

"Nadiya tidak pernah ada di posisi ini sebelumnya. Jadi Nadiya masih belum tahu harus bagaimana."

"Lakukan saja tugasmu sebagai istri. Layani dia, penuhi semua kebutuhannya agar dia tahu bahwa kamu adalah istri yang baik. Tidak hanya di sini, ketika kalian kembali ke kota juga kamu harus begitu."

Nadiya diam seraya mencerna ucapan ibunya. Meskipun terdengar mengerikan, tapi ia harus tetap mencobanya.

Dira sudah terlelap saat Nadiya kembali ke kamarnya. Tidak seperti malam kemarin, Dira tidur di atas ranjang.

Merasa mendapatkan kesempatan, Nadiya pun bergegas naik ke atas ranjang dengan hati-hati agar tidak membangunkan sang suami.

Dada Nadiya berdebar. Bukan debar karena hendak menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri. Tapi berdebar karena khawatir terjadi penolakan dari lelaki yang sedang memejamkan mata di sebelahnya.

Nadiya menatap langit-langit kamar. Betapa miris nasibnya. Seharusnya malam pertama sebagai pasangan suami istri adalah mereguk surga dunia bersama-sama dengan penuh cinta. Tapi yang didapatnya malah malam yang mencekam.

Dira yang merasakan ada sebuah gerakan di sebelahnya segera membuka mata. Ia merasa harus menepati janjinya pada sang kekasih. Ia pun segera bangkit dari tempat tidur untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.

Dira duduk di sofa yang ada di sudut kamar. Ia menatap wajah wanita yang sedang tidur itu.

Tak dapat dipungkiri bahwa wanita yang tidur di depannya itu terlihat cantik natural. Tanpa mekap yang menempel di wajahnya, wanita itu sudah terlihat ayu. Sayangnya, cintanya yang besar untuk Karina membuat Dira menutup mata dari wanita yang ada di depannya itu.

Nadiya sedikit kecewa saat matanya terbuka tapi tak didapatinya sang suami di sisi. Matanya segera menoleh ke samping, di mana terdapat kursi yang ada di sudut ruangan. Benar saja, Dira terlelap di sana.

Ucapan Bu Halimah kembali terngiang di kepala Nadiya. Ia tak boleh putus asa. Sebagai seorang istri, ia harus berusaha mendekati sang suami untuk mendapatkan hatinya.

"Mas, sholat Subuh, yuk?" ajak Nadiya setelah mengusap lengan suaminya. Suara yang lirih serta usapan yang lembut cukup mampu mengusik tidur lelaki yang sedang kalut itu.

Mata Dira mengerjap, mengumpulkan kesadaran yang baru saja datang menghampiri.

Tangan kanan lelaki itu tergerak ke wajah untuk mengusapnya. "Kamu saja duluan," ucap Dira asal. Ia kembali memejamkan matanya untuk menghindari kontak mata dengan wanita di depannya.

Nadiya menghela napas panjang. "Sabar Nadiya," lirihnya sambil mengusap dada. Ia lantas berjalan menuju sajadah yang sudah digelar untuk salat seorang diri.

Sebuah koper yang teronggok di dekat lemari mencuri perhatian Nadiya. Ia harus melakukan sesuatu untuk mulai mengambil hati sang suami.

"Sebaiknya kutata saja bajunya sebagai bentuk baktiku padanya," lirih Nadiya. Ia lantas mengosongkan satu rak untuk dipenuhi dengan pakaian milik lelaki yang sedang terlelap di kursi itu.

Ada beberapa barang pribadi milik Dira yang ada dalam koper dan dimasukkan ke dalam tas kecil. Akan tetapi, Nadiya tidak kepo dengan apapun isi koper itu. Ia hanya menata baju di dalam lemari tanpa ingin tahu benda yang ada dalam tas itu.

Saat tangan Nadiya sibuk menata baju, mata Dira terbuka. Kelopak yang baru saja terbuka itu makin melebar manakala melihat kopernya ada di hadapan Nadiya dengan posisi terbuka.

"Apa yang kamu lakukan dengan koperku?" ucap Dira yang seketika membuat Nadiya terkaget.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Malam Pernikahan Yang Terenggut    Bab 80

    Bab 80Nadiya tersentak dengan ucapan ibunya. Bagaimana mungkin mereka memintanya honeymoon sementara yang terjadi saat mereka di Bali cukup membuat Nadiya trauma?"Tidak, Bu. Kami masih belum punya waktu." Nadiya menyela ucapan ibunya. Rautnya berubah seketika. Wajah cerahnya berubah panik serta keringat dingin mulai mengucur di telapak tangannya."Weekend kan bisa, Nak?" Tak mau menerima ucapan putrinya, Bu Halimah kembali menyahut.Nadiya menggelengkan kepalanya. Bayangan kejadian di atas tebing itu membuat dada Nadiya tiba-tiba berdebar. "Tidak bisa, Bu. Nadiya mulai bekerja besok. Tidak mungkin kami bisa pergi jauh."Dira menatap wajah mertuanya sambil menggelengkan kepalanya. Ia paham kondisi Nadiya. Rasa bersalah pun turut tumbuh di dadanya saat teringat apa yang terjadi saat mereka honeymoon."Dira juga masih sibuk, Bu. Lain waktu saja," sahut Dira turut membela istrinya. Ia pahamm dengan perubahan ekspresi istrinya. Tak salah jika Nadiya trauma sebab apa yang terjadi saat itu

  • Malam Pernikahan Yang Terenggut    Bab 79

    Bab 79Hati yang dipenuhi dendam kerap kali membuat si pemilik kalap dan menghalalkan segala cara demi membuat hatinya lega. Mereka tenggelam dalam kabut hitam yang menutupi kesadaran. Sedikit sekali yang mau meraba alasan mengapa dendam itu bertahan dalam diri, juga mencoba mencari jalan keluar. Kebanyakan mereka selalu memaksakan kehendak dan berharap yang terjadi sesuai dengan apa yang diinginkannya.Sayangnya, Tuhan tidak serta merta memberikan apa yang si pendendam mau. Seperti sekarang ini, Sarah kembali terbaring di atas ranjang rumah sakit karena insiden tabrakan yang ia ciptakan sendiri. Kali ini, kondisinya lebih buruk dari kemarin. Bayinya tak lagi dapat diselamatkan. Benturan keras itu membuat makhluk kecil dalam rahimnya tak lagi dapat bertahan.Edo, laki-laki yang berharap banyak akan kehadiran bayi itu kini bak kehilangan semangat hidup. Apapun sudah ia lakukan demi bisa melihat calon buah hatinya berkembang di rahim wanita yang dicintainya. Nyatanya, kecerobohan Sarah

  • Malam Pernikahan Yang Terenggut    Bab 78

    Bab 78Dira terdiam dalam duduknya. Ia tak bisa diam saja. Harus ada sesuatu yang dilakukan agar hubungannya tetap baik dan berjalan dengan semestinya sebagai pasangan suami istri.Setelah beberapa saat tinggal dengan Nadiya, ia mulai tahu bagaimana karakter wanita itu. Ada rasa berat untuk melepas setelah tahu perbedaan karakter sang pacar dengan sang istri. Bisa dibilang, Nadiya termasuk sosok istri ideal yang sayang untuk dilepaskan."Pa, bisa minta bantuan ngga?" Siang itu Dira sengaja menghubungi papanya. Tak ada yang bisa membantu selain mereka. Tidak ada yang akan didengar kata-katanya oleh Nadiya selain dua orang itu."Ada apa? Sepertinya penting sekali.""Iya, Pa. Penting banget ini. Dira baru aja pindah di rumah baru. Apa Papa bisa datang buat nginep sini?" To the point. "Kamu sudah pindah? Memangnya sudah gelar acara syukuran? Asal pindah aja kamu!" Pak Yusuf tak terima. Baginya, pindah rumah tidak bisa hanya asal pindah saja. Harus ada acara syukuran meskipun itu kecil-ke

  • Malam Pernikahan Yang Terenggut    Bab 77

    Bab 77Di depan sebuah makam, Dira mengajak Nadiya untuk duduk, lalu mengangkat kedua tangannya demi mendoakan mendiang yang bersemayam di bawah sana.Tak banyak bicara, Nadiya mengikuti perintah suaminya. Laki-laki itu memimpin doa yang lantas diamini oleh wanita di belakangnya.Diam-diam Nadiya terharu. Laki-laki yang ia kira jauh dari agama, rupanya paham tentang doa yang dipanjatkan untuk manusia bergelar almarhum. Wajah itu tampak khusuk dalam bermunajat hingga membuat Nadiya tak melepas pandangannya untuk beberapa saat.Usia berdoa, Dira mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangan. Ia lantas memegang ujung nisan itu."Maafkan aku, Rin. Aku ngga bermaksud membuatmu seperti ini," lirih Dira. Matanya menatap nisan bertuliskan nama mantan kekasihnya dulu."Aku hanya ingin memberimu pelajaran tapi kamu malah pergi menjemput ajal." Dira masih berkata tanpa peduli ada Nadiya di sisinya.Nadiya tidak berkomentar. Ia hanya mengusap lembut punggung lelaki yang masih menatap dalam nisan

  • Malam Pernikahan Yang Terenggut    Bab 76

    Bab 76Nadiya kembali membaik setelah Kavi memberinya air putih. Wajah yang pucat itu sirna, berganti dengan raut tenang."Ada apa dengan dirimu?" tanya Kavi lagi. Ia penasaran dengan wajah Nadiya yang mendadak berubah pucat seperti itu."Aku juga pernah kecelakaan di situ, Mas. Denger kata kecelakaan, rasanya aku seperti kembali pada saat kejadian itu terjadi. Apalagi benar-benar melihat atau mendengar suara keras karena kecelakaan." Nadiya meremas gelas dalam tangannya. Matanya memejam sejenak, lalu kembali terbuka dan menatap raut di depannya dengan tatapan dalam."Kecelakaan? Bagaimana bisa?" Kavi mulai penasaran. Selama ini ia tak pernah mendengar kabar Nadiya kecelakaan."Iya. Pacar Mas Dira yang menabrak." Nadiya menunduk, merasai sakit yang kadang kala masih timbul tenggelam karena perbuatan Karina.Kavi tersentak mendengar cerita Nadiya."Laki-laki itu masih jalan sama pacarnya? Kenapa kamu bertahan sampai sejauh ini kalau mereka masih pacaran?" protes Kavi tak setuju. Ia mem

  • Malam Pernikahan Yang Terenggut    Bab 75

    Bab 75Nadiya menatap rumah yang sudah dipenuhi perabotan dengan senyum sumringah. Ia senang melihat tiap sisi rumah yang barang-barangnya sesuai dengan keinginan hatinya. Rumahnya makin terasa nyaman dan menyenangkan."Benar juga apa kata Mas Dira, sebaiknya rumah memang diatur sendiri sama istri. Lebih bahagia rasanya," ucap Nadiya sambil menatap seluruh ruangan tengah yang disudut ruangan itu sudah terpasang smart TV."Kenapa senyum-senyum gitu?" tanya Dira. Ia baru saja kembali dari depan mengantar kurir."Enggak. Aku baru merasa kalau apa yang Mas bilang itu memang benar. Sebaiknya, wanita yang mengatur barang-barang di rumah agar mereka betah dan nyaman. Aku nyaman di sini," jawab Nadiya. Matanya menyapu seluruh ruangan, lalu berakhir di wajah Dira."Alhamdulillah. Mas juga nyaman di rumah ini. Suasananya enak, apalagi ada kamu." Dira turut menyapu ruangan. Ruangan yang semula kosong, kini sudah penuh dengan barang-barang belanjaan mereka. Pandangan itu berakhir di wajah sang is

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status