Erina dan suaminya berhasil membawa Raina kembali ke rumahnya. Entah bagaimana caranya, wanita hamil itu sekarang berada dalam perlindungan mantan mertuanya.
Erina juga mengucapkan rasa terima kasihnya kepada Ayu yang sudah menampung dan merawat Raina selama ini.Sebenarnya, Raina menolak untuk tinggal bersama Erina dan Wijaya. Ia terlalu banyak merepotkan.Tapi melihat ketulusan dan kasih sayang yang Erina tunjukkan dan ketegasan Wijaya. Raina tak punya pilihan. Akhirnya ia mengikuti keduanya.Raina tiba di rumah kedua orang tua baik hati itu.Rumah berasitektur belanda. Terlihat sederhana tapi sangat luas.Rumah itu dibuat menanjak seperti bukit ketika akan masuk ke halamannya. Terdapat beberapa pohon yang lebat tertanam di halaman serta taman yang begitu terawat.Dulu, Raina suka sekali duduk di taman itu. Sangat teduh meskipun terik matahari menyapa.Rumah tersebut terdiri dari tiga kamaTak ada suara dari ketiganya.Baik Amar, Erlina dan Raina diam membisu selama perjalanan pulang ke rumah. Apa yang mereka dengar hari ini bak petir yang menyambar otak mereka. Terasa sakit dan kosong.Raina terpekur duduk di kursi belakang menatap nanar keluar.Cobaan apalagi ini ?Apakah Tuhan benar-benar menyayanginya sehingga cobaan tak berhenti selalu mendatanginya?Apa ini sebagai ujian untuk menggugurkan dosa-dosanya?Sesampainya di rumah, ketiganya tak banyak bicara dan memilih masuk ke kamar masing-masing. Kecuali Erina yang menyempatkan dirinya mengantar Raina sampai ke kamarnya.Sedangkan Amar, masuk dan mengunci pintu kamarnya.Ia masuk ke kamar mandi dan menghidupkan shower dan menjerit sepuasnya.Air matanya luruh bersama dengan air yang jatuh dari atas kepalanya."Kenapa bukan aku saja, Tuhan??Kenapa Kau tidak hukum aku saja???Aku
Sudah hampir 2 bulan Raina tinggal di rumah ini, ia mulai terbiasa dengan tempat yang ia tinggali.Ia juga tak segan kembali lagi ke dapur walaupun sakit kepala dan mual sering kali menderanya.Seperti hari ini, Raina merasa kepalanya sakit sekali.. tapi ia ingin sekali memasak. Ia ingin memasak donat seperti dulu.Tak butuh waktu lama, Raina dengan cekatan bertempur di dapur membuat donat-donat tersebut.Erina dan mbok Darti pun dengan setia menemani Raina memasak di dapur."Rasanya enak sekali.." puji Erina sambil mencicipi satu donat coklat buatan Raina."Iya bu.. donat mbak Raina rasanya mirip seperti donat yang sering mas Amar beli dulu.." cetus mbok Darti."Oh ya? Amar sering membeli donat?" Tanya Erina tak percaya."Iya bu.. mungkin dua bulan lebih yang lalu lah.. pokoknya mas Amar sering beli donat dan hampir tiap hari. Jumlahnya juga banyak. Kadang sampai 30 donat sampai mbok bi
Raina menyendokkan satu butir bakso kecil ke mulutnya. Rasa hangat dan nikmat melumuri mulutnya, perutnya yang terasa lapar seperti menemukan maksud makanan yang cocok dengan rasa mualnya."Apakah enak?" Tanya Amar yang memperhatikan mantan istrinya itu memakan baksonya dengan perlahan.Raina mengangguk. "Enak, mas."Amar mengajak Raina untuk menyantap semangkuk bakso itu di meja makan saja. Tapi, Amar tetap menjaga jarak aman supaya Raina tak ketakutan."Mas tidak makan?" Tanya Raina pelan ketika ia melihat lelaki di sebrangnya itu hanya diam saja.Amar tersenyum. "Tadi mas sudah makan.."Raina mengangguk dan kembali menyantap makanannya."Apa mualnya masih begitu parah?" Tanya Amar akhirnya."Iya.."Amar ingin bertanya lagi tapi karena mendengar jawaban Raina yang singkat, ia tak mau merusak mood wanita yang dicintainya itu.Raina berhasil mem
Raina tercengang mendengar perintah Wijaya.Lelaki paruh baya itu menginginkan Amar untuk tinggal disini. Satu rumah dengannya.Sebenarnya tak ada yang salah, mengingat Amar juga tuan rumah di rumah ini.Tapi untuk tinggal satu atap lagi dengan lelaki itu?Rasanya Raina belum sanggup..Trauma itu belum hilang..Apalagi keduanya sudah berstatus menjadi mantan suami istri."Tidak apa-apa, pa. Aku tinggal disana saja.." jawab Amar."Lalu bagaimana kamu akan membayar operasional rumah itu? Kamu mau menghabiskan tabunganmu?Pikirkan mengenai listrik, air dan juga perawatan lainnya! Apalagi rumah itu dua kali lebih besar daripada rumah ini.." kata Wijaya dengan tegas."Papa tenang saja, insya Allah dalam waktu dekat aku akan mendapatkan pekerjaan.." jawab Amar mulai merasa tak enak karena papanya menggerutuinya di depan Raina.Raina tertunduk sambil memikirkan sesuat
Erina dan suaminya berhasil membawa Raina kembali ke rumahnya. Entah bagaimana caranya, wanita hamil itu sekarang berada dalam perlindungan mantan mertuanya.Erina juga mengucapkan rasa terima kasihnya kepada Ayu yang sudah menampung dan merawat Raina selama ini.Sebenarnya, Raina menolak untuk tinggal bersama Erina dan Wijaya. Ia terlalu banyak merepotkan. Tapi melihat ketulusan dan kasih sayang yang Erina tunjukkan dan ketegasan Wijaya. Raina tak punya pilihan. Akhirnya ia mengikuti keduanya.Raina tiba di rumah kedua orang tua baik hati itu.Rumah berasitektur belanda. Terlihat sederhana tapi sangat luas.Rumah itu dibuat menanjak seperti bukit ketika akan masuk ke halamannya. Terdapat beberapa pohon yang lebat tertanam di halaman serta taman yang begitu terawat.Dulu, Raina suka sekali duduk di taman itu. Sangat teduh meskipun terik matahari menyapa.Rumah tersebut terdiri dari tiga kama
"Bukan. Ini bukan anakmu!" Ucap Raina tegas.Amar menatap wanita itu dengan kebingungan."Raina....." panggil Amar lembut."Ini bukan anakmu! Ini anak selingkuhanku! Aku hanya wanita kotor dan pezinah."Raina memalingkan wajahnya saat mengatakan hal itu, air mata tak bisa dibendungnya.Amar sangat sedih mendengar ucapan Raina. Ia sama seperti Raina, menahan tangisnya.Perlahan, Amar menarik kursi yang berada di samping tempat tidur dan duduk di samping Raina."Maafkan aku, Raina..." ucap Amar lirih."Aku sudah mengetahui semuanya, Wira sudah menceritakan semuanya padaku..Maafkan kebodohanku saat itu yang tak mempercayaimu.. aku benar-benar menyesal."'Jadi, mas Amar sudah mengetahui kebenarannya?' Ucap Raina dalam hati."Raina.. aku tahu luka yang kuberikan kepadamu begitu dalam.. aku mohon dengan sangat kepadamu tolong maafkan aku..Aku rela ber
Suara gemuruh terdengar kembali dari atas langit. Awan yang menggumpal hitam semakin menunjukkan tanda-tanda tangisan hebatnya."Ayo semuaa bereskan dagangan kalian! Sebentar lagi akan hujan!" Seru pria yang juga merupakan pedagang.Raina membereskan kotak donat terakhirnya dan menaruhnya di sebuah kantong besar.Namun rasa sakit kepala kembali mendera hingga mau tak mau tangannya harus kembali berpegangan kepada meja."Ya Allah.. mampukan aku untuk bertahan.." bisik Raina. Kepalanya benar-benar sakit. Tapi dia harus pergi.Karena saat ini bukan hanya gemuruh, tapi rintik gerimis sudah mulai turun.Dengan tertatih, Raina menyusuri jalan mencari ojek yang biasanya memangkal tak jauh dari taman rekreasi itu."Dimana mereka?"Tempat pangkalan ojek itu tampak kosong. Mungkin karena hujan, mereka mencari tempat yang aman untuk berteduh.Raina memutuskan untuk berjalan
Berbagai bau khas mengguggah selera membelai para pecinta kuliner yang sedang menikmati waktu senja di taman rekreasi itu.Banyak jenis makanan di jajakan, termasuk juga Donat Raina.Raina berjaga di standnya yang kecil. Di hanya diberi tempat 1x1 meter untuk mendagangkan donatnya.Donat dengan aneka rasa. Beberapa anak kecil merengek kepada orang tua mereka untuk membeli Donat Raina.Hampir setiap sore Raina berdagang disini bersama dengan pedagang lainnya dan menjelang maghrib mereka akan kembali ke rumah."Pusing, dek?" Tanya salah satu ibu-ibu penjual rujak yang bersebelahan dengan stand Raina.Raina hanya tersenyum. Sedari tadi minyak kayu putih selalu bertengger di hidungnya.Aroma durian yang ada di sebrangnya membuatnya mual dan pusing setengah mati."Ini buat nyemil.." ucap ibu penjual rujak menyodorkan satu bungkus buah rujak."Tidak usah, bu.." tolak Raina halus.
Tubuh Raina bergetar hebat saat memasuki ruang persidangan. Dia berusaha mati-matian untuk tidak mengangkat wajahnya agar pandangannya tidak jatuh kepada lelaki itu.Lelaki yang menyiksanya dengan hebat. Mantan suaminya. Amar.Bukan Raina tak tahu jika Amar terus menerus memandanginya selama proses persidangan seakan-akan wanita itu adalah terdakwa yang sebenarnya.Semua ini karena Wira..Raina yang awalnya ragu untuk membantu Amar karena masih trauma akhirnya menjadi luluh mendengar cerita lelaki itu. Saat ini Amar tak berdaya. Ia difitnah. Tapi tak ada satupun bukti yang bisa menolongnya.Wira tidak sengaja bertemu dengan Raina sore itu di kala Raina sedang menjajakan dagangannya.Lepas dari kehidupan Amar, Raina kembali merajut hidupnya yang terkoyak.Mewarisi kepandaian memasak ibunya, Raina berjualan donat di sebuah taman rekreasi yang juga terdapat banyak pedagang kaki lima.D