Share

Bab 4

Author: Stary Dream
last update Last Updated: 2025-04-02 23:07:10

Samar-samar Raina membuka matanya. Bau khas alkohol dan antiseptik bercampur membelai hidungnya.

Tirai putih, suara berisik dari luar menyadarkan dirinya.

"Mbak, sudah sadar?" Tanya seorang wanita yang memakai jas dokter.

Raina menatap wanita itu dengan nanar. Dimana sekarang dia berada?

"Mbak berada di igd rumah sakit. Tadi ada warga yang menemukan mbak pingsan di pinggir jalan.

Sesuai kartu identitas, apakah benar nama anda Raina Afifah?" Tanya dokter wanita itu.

"Benar dok..," jawab Raina lemah.

"Saya sudah memeriksa anda. Tensi anda dan kadar gula darah anda tadi sangat rendah. Oleh karena itu kami memasang infus di tangan anda. Sekarang apakah ada keluhan lainnya?"

Raina tampak berpikir sebentar. 

"Kepala saya sakit sekali dok..,"

"Baik.. lalu apa lagi?"

"Sepertinya itu saja dok.." jawab Raina masih lemah.

"Apa saya boleh bertanya lagi, mbak? Apakah mbak baru saja mengalami perampokan? Atau kejadian lainnya? Karena tubuh anda banyak sekali memar.." tanya dokter wanita itu hati-hati.

"Tidak ada dok.." ucap Raina. Matanya kembali memerah mengingat bercak-bercak kesakitan pada tubuhnya.

"Baik kalau begitu. Saya akan memberikan obat penahan nyeri.

Apakah ada keluarga yang bisa dihubungi?"

Raina menggeleng. "Tidak ada dok, saya tidak punya keluarga."

Dokter wanita itu memandang Raina kembali dengan tatapan curiga. Dia merasa Raina menyembunyikan sesuatu.

Tapi, ia tak mau bertanya lebih karena menyangkut privasi pasien.

Setelah mendapatkan perawatan di igd, Raina yang merasa lebih baik diperbolehkan untuk pulang. 

Raina yang tak memiliki arah dan tujuan, akhirnya pergi mengunjungi rumah masa kecilnya yang sudah rata dengan tanah.

Raina duduk terlemas melihat pemandangan itu. Air mata kembali mengalir dengan derasnya..

"Ayah.. ibu.. Raina rindu...," lirih Raina.

Rumah kecil itu sudah tak ada lagi. Rumah tempat ia berteduh, yang memberikan rasa aman dan nyaman kepadanya.

Rumah itu harus digusur karena terkena dampak pelebaran jalan. Apalagi ternyata tanah itu merupakan tanah sengketa yang merupakan milik Pemerintah. Sehingga Raina tak mendapatkan satu sen pun ganti rugi.

Dengan langkah gontai, Raina melangkahkan kakinya lagi. Mengikuti jejak kakinya yang akan membawanya entah akan kemana..

Yang Raina tahu, saat ini dia sudah sendirian..

Dia telah dibuang, dihempaskan dan dicampakkan ke dalam lembah kesedihan yang luar biasa.

___________

Dua bulan setelah berpisah...

Hubungan Ditha dan Amar bukan lagi jadi rahasia di perusahaan. Apalagi Ditha begitu ugal-ugalan memamerkan Amar sebagai calon suaminya.

Sesuai tanggal, mereka akan menikah satu bulan lagi..

Desas desus berkembang di kantor kalau Ditha menjadi orang ketiga dalam hubungan Amar dan mantan istrinya. Tapi semua ditepis oleh Ditha.

Bahkan Ditha dengan sengaja mengatakan ke semua orang jika mantan istri Amar lah yang berselingkuh sebelum mereka menikah.

Amar terpaksa menikahi wanita itu karena desakan orang tuanya.

"Sudahlah, Dit. Kamu gak perlu menceritakan lagi keburukan mantan istriku," ucap Amar gerah.

Mereka berdua saat ini sedang makan bersama di kantin kantor. 

"Kenapa? Bukannya mantan istrimu itu memang buruk?!"

"Aku sudah berusaha melupakannya, Dit. Jika kamu terus mengungkitnya sama saja dengan menggoreskan lukaku lagi," jawab Amar tegas.

Ditha terdiam mendengar ketegasan Amar.

"Baiklah. Maafkan aku..," kata Ditha setengah hati.

"Kamu tidak lupa kan, hari ini?" Tanya Ditha mengganti topik pembicaraan mereka.

"Apa?"

"Kita harus fitting baju pengantin, Amar!!! Apa kamu lupa?" Tanya Ditha geram.

"Kamu saja yang fitting. Aku terima saja."

Ditha mengernyitkan dahinya.

"Lalu cincin kawin kita bagaimana? Kita belum beli, loh.. pokoknya hari ini kamu harus ikut aku fitting terus kita beli cincin kawin!!"

"Kamu sajalah.. aku terima apapun pilihanmu."

"Amar!!!!!" Bentak Ditha.

Amar yang dari tadi hanya mengaduk-ngaduk makanannya sekarang menatap Ditha.

"Ada apa denganmu?? Kenapa aku merasa kamu berubah???"

"Berubah bagaimana?" Tanya Amar datar.

"Iya! Semenjak kamu berpisah dengan mantan istrimu itu sikapmu padaku berubah!!" Ucap Ditha kesal.

Amar menarik nafas.

"Aku lelah, Dit. Kamu tahu pekerjaanku sangat banyak. Aku harus pulang ke rumah untuk beristirahat." Tangkas Amar.

Lelaki itu lalu bangkit meninggalkan kekasihnya yang masih geram dengan perubahan sikapnya.

Amar tak perduli. Dia hanya ingin pulang dan beristirahat. Seperti menikmati kesepiannya selama dua bulan terakhir ini 

***

"Belum tidur, mas?" Tanya mbok Darti lagi untuk kesekian kalinya.

Amar terbiasa duduk menghabiskan kopinya sambil membawa laptop di meja makan. Selesai bekerja, dia lalu memandang ke arah sudut dapur yang mengarah ke kamar mandi belakang.

Disanalah Raina menghabiskan malamnya beristirahat. Beralaskan kasur tipis untuk merebahkan dirinya.

Amar tak mengizinkan dia untuk tidur bersama di kamar mereka. Tak hanya itu, Amar juga tidak memperbolehkan Raina tidur di kamar tamu atau pembantu.

Wanita itu boleh tidur di dapur saja.

"Sebentar lagi.."

"Mas rindu sama mbak Raina, ya?" Tanya mbok Darti begitu berani.

Amar menatap pembantunya itu dengan tajam sampai yang ditatap bergidik ngeri.

"Tidak."

Mbok Darti bernafas lega saat tuannya itu tidak memarahinya. Padahal dia sudah was-was takut membuat Amar marah karena pertanyaannya.

Buktinya, Amar langsung pergi ke kamar.

Dalam hati Darti, ia merasa lega Raina sudah pergi dari rumah ini mengingat betapa tersiksanya wanita itu karena Amar.

Dia masih ingat betul saat Amar menyiram Raina dengan kopi panasnya. Tak hanya itu, Raina juga sering mendapat tamparan karena melakukan sesuatu yang tidak ia lakukan. Dia dituduh mencuri, dituduh bersikap kurang ajar dengan selingkuhan Amar.

Tapi di sisi lain Darti juga merasa sedih..

Bagaimana kabar Raina sekarang? Dimana dia tinggal? Raina kan seorang diri di dunia ini. Dia pasti sangat kesepian. 

***

Dengan rasa jengkel dan kecewa, Ditha pergi fitting sendirian dan dilanjutkan mencari cincin pernikahan di sebuah toko emas yang ada di sebuah pusat perbelanjaan.

"Sendirian aja, calon suaminya mana?" Tanya seorang wanita khas dengan suara manjanya.

Ditha menoleh ke arah wanita itu.

Siapa lagi kalau bukan Aurellie!

Saingan Ditha untuk mendapatkan perhatian Amar sebelum Amar menikahi Raina.

Aurellie dulunya bekerja di perusahaan yang sama dengan Amar dan Ditha. Namun karena dia sangat problematik, Aurellie ditendang dari perusahaan. Dan siapa lagi kalau bukan ulah Ditha.

"Hmm.." desis Ditha sinis.

"Ada.. dia sedang membelikan minuman.." jawab Ditha berbohong.

"Oh!!" Ucap Aurellie sambil menaikan salah satu alisnya.

"Kau tidak mau mengucapkan selamat padaku? Sebentar lagi aku akan resmi menjadi Nyonya Amar.."

Giliran Aurellie yang tersenyum sinis.

"Kenapa aku harus melakukan itu?"

"Ya.. karena aku adalah pemenang sesungguhnya." Ucap Ditha bangga.

"Kau ingat waktu itu, ketika kau sangat yakin bahwa Amar akan menjadi milikmu???!! Nyatanya dia malah menikahi si culun Raina. Tapi ujung-ujungnya, Amar tetap melabuhkan hatinya kepadaku, kan???"

"Hahahahaha!!" Aurellie tertawa keras.

"Melabuhkan hatinya padamu?? Ya.. ya.. ya.. mungkin iya.. tapi apa pernah Amar melakukan hal lebih kepadamu??"

Ditha menaikkan salah satu alisnya.

"Melakukan hal lebih maksudmu?"

"Hal lebih!! Masa kau tak tahu?" Goda Aurellie.

"Jangan macam-macam, Aurel! Katakan saja apa maksudmu!!" Ucap Ditha mulai kesal.

Aurellie tersenyum melihat kemarahan Ditha. Dia lalu membuka ponselnya dan menunjukkan sebuah foto kepada wanita itu.

"Apa kamu ingat ini? Kejadiannya sekitar 5 bulan yang lalu.. saat kita sedang bekerja di Bali."

Ditha menatap foto itu dengan keterkejutan yang luar biasa.

"Aku kasihan padamu, Ditha.. sepertinya kau tidak akan menikah dengan Amar. Karena akulah yang akan menjadi istrinya.." kata Aurellie puas. Senyumnya mengembang di wajah tirusnya.

"Beraninya.. Kau!!!" Hardik Ditha.

Ditha lalu memberikan ponsel tersebut dengan kasar kepada Aurellie. Hatinya terasa panas.

Saat ini tujuannya hanyalah satu. Menemui Amar dan meminta penjelasan kepadanya.

#Next

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Ristiana Cakrawangsa
haduhhh ada apalagi inii
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Malam Pertama Di Hari Perpisahan   Bab 73

    Sudah tiga hari Galih tidak mendapat kabar dari gadis kecil itu. Masuk sekolah saja tidak. Menurut kabar, Amara masuk rumah sakit karena maagnya kambuh. Walau sebenarnya berita itu setengah benar setengah bohong.Amara benar sakit tapi bukan karena maagnya.Galih jadi gelisah. Apa mungkin Amara tidak meminum obat yang diberikan dokter itu? Sampai dia malah sakitnya yang lain."Sudah diminum tapi nggak keluar apa-apa."Galih berdecak membaca balasan pesan dari Amara. Apa jangan-jangan dokter itu salah memberikan resep."Nanti kita ke klinik itu lagi aja. Mungkin dia kekecilan ngasih dosis obat."Galih masih tetap pada pendiriannya. Kandungan Amara harus digugurkan. Apa kata dunia kalau mereka sampai tahu skandal yang dibuat Galih dan Amara? Galih baru mau merintis karirnya. Tidak mau dia menikah dini. Belum siap!Sementara tangan Amara masih bergetar setelah membalas pesan dari Galih. Ditambah lelaki paruh baya ini menatapnya dengan tajam."Sudah? Apa katanya?" Amar menatap tajam."Di

  • Malam Pertama Di Hari Perpisahan   Bab 72

    Tepat pukul 2 malam, Amara dilarikan ke rumah sakit akibat perdarahan yang ia alami. Pas sekali saat gadis itu keluar dan meminta pertolongan ada Sierra yang menangkap tubuhnya yang nyaris pingsan. Hingga akhirnya terbaringlah Amara di ranjang rumah sakit."Bapak dan Ibu orangtuanya?" Tanya seorang perawat kepada Raina dan Amar yang masih melihat Amara melakukan pemeriksaan."Ya. Kami orangtuanya." Jawab Raina."Ikut kami sebentar."Keduanya lalu mengikuti petugas medis dan bertemu dengan dokter yang tadi sudah memeriksa Amara."Bagaimana kondisi anak saya dok?" Tanya Amar."Anak bapak.. mengalami keguguran." Dokter pria itu mengatakan dengan nada yang berat."Apa???" Raina dan Amar sungguh terkejut.Raina sampai menutup mulutnya."Berdasarkan hasil pemeriksaan, Nona mengalami perdarahan akibat mengonsumsi obat peluruh kandungan. Untuk pastinya kami akan melakukan pemeriksaan USG." Jelas dokter tersebut.Amar menyetujui. Mungkin saja hasil pemeriksaan dokter yang sepertinya umurnya ma

  • Malam Pertama Di Hari Perpisahan   Bab 71

    Rasa penasaran ini harus dituntaskan, begitu kata Amara. Dia membeli alat tes kehamilan di minimarket dekat rumah. Lengkap menggunakan hoodie yang menutupi kepalanya dan juga maskee yang menutupi wajahnya. Itu sebab Amara takut jika wajahnya sampai diketahui, apalagi dia membeli alat tes kehamilan.Setelah membeli, Amara pulang ke rumah dan masuk lewat pintu samping sambil mengendap-ngendap.Pintu samping yang menjadi penghubung antara garasi dan ruang tengah. Tepat sekali kamar Amara berada di sisinya.Baru saja ingin membuka pintu, tubuh Amara terdorong ke belakang."Aduh!" Amara jatuh terdorong. Belanjannya terlepas dan berserakan."Mbak Amara!!" Seru Sierrra.Sierra tak menyangka jika ada orang yang dibalik pintu. Dia langsung mendorong handle saja tadi."Mbak gapapa?"Sierra segera membantu Amara yang terjatuh dan membereskan belanjaan yang keluar dari plastik."Apa ini?" Tanya

  • Malam Pertama Di Hari Perpisahan   Bab 70

    "Kamu merasa sikap Amara berubah?" Tanya Raina memandang suaminya lekat malam ini."Berubah bagaimana?""Lebih pendiam. Kelihatan tidak bersemangat." Ucap Raina.Amar tampak berpikir. Dia juga merasakan perubahan sikap anaknya."Sepertinya ada yg dia sembunyikan." Sambung Raina.Amar mengerti. Raina selalu punya feeling yang tajam pada anak-anaknya."Ada apa sebenarnya?"Mendengar pertanyaan Amar. Mau tak mau, Raina menjelaskan semua kecurigaannya. Di mulai dari kebohongan Amara saat dia mengatakan pergi bersama Anita. Lalu di pulang dalam keadaan hujan deras pada hari itu."Maksudmu dia punya pacar?" Tanya Amar curiga.Raina hanya mengedikkan bahu. "Mungkin cuma firasatku saja.""Aku akan bicara padanya."Amar bangkit dari posisinya."Jangan terlalu keras." Raina mengingatkan.Amar ini begitu lembut kepada anak-anaknya. Tapi sekalinya marah sungguh menyeramkan. Dan Raina pernah merasakannya dulu.Amar yang mencoba menegur anaknya menghentikan niatnya ketika lampu kamar Amara sudah ma

  • Malam Pertama Di Hari Perpisahan   Bab 69

    "Amara sudah pulang?" Tanya Erina.Dari tadi oma Amara memperhatikan Raina yang terus mondar mandir di ruang tamu.Raina menggeleng. "Belum, ma.""Sudah kamu hubungi?" Nah, sekarang Erina ikut cemas."Sudah tapi gak diangkat. Kayaknya kejebak hujan." Ucap Raina cemas."Duh, anak ini!""Apa Raina susul aja, ya? Katanya dia pergi sama Anita beli kado. Mungkin mereka kehujanan di jalan."Erina mengangguk setuju. Ia pun sama khawatirnya."Ya pergilah. Hati-hati menyetirnya. Jalanan licin."Raina pergi ke kamarnya untuk mengambil kunci mobil tapi Erina keburu memanggilnya."Amara sudah pulang!"Sontak Raina berlari lagi ke ruang tamu dan mendapati Amara sedang melepas jas hujannya."Mama baru aja mau cari kamu.." Raina lega karena anak sulungnya sudah pulang."Sama siapa pulangnya, nak?" Tanya Raina."Sama temen.""Kamu nerabas hujan?" Dahi Erina mengernyit. "Iya. Tadi Anita bawa motor.""Nekat sekali kalian ini!" Erina mulai mengomel."Ya sudah. Kamu masuk dan mandi dulu. Nanti masuk ang

  • Malam Pertama Di Hari Perpisahan   Bab 68

    Raina meletakan satu nampan berisi dua porsi nasi dan ayam goreng lengkap dengan cola dan kentang goreng. Tak lupa eskrim coklat dengan taburan kacang sebagai makanan penutup untuk Sierra."Ma.." "Ya, sayang?"Sierra terlihat ragu. Perlukah dia mengatakan apa yang ia lihat tadi."Ada apa?" Tanya Raina tahu jika anaknya ingin mengatakan sesuatu."Nggak apa-apa." Jawab Sierra. Remaja ini mengambil makanannya. "Cuma sedih karena mbak Amara gak ikut kita makan siang disini."Mendengar itu Raina jadi tersenyum. "Mbakmu lagi sibuk persiapan olimpiade, sayang. Jangan kecil hati."Sierra hanya mengangguk.Raina mengambil ponselnya. Dia jadi ingat tentang Amara yang tak jadi ia jemput. Raina menelpon Amara. Pada panggilan kedua barulah terdengar suara di sebrang sana."Sudah dimana? Sudah sampai rumah?" Tanya Raina langsung. Dia tahu karena Amara tadi bilang pulang dengan ojek online."Lagi di jalan, ma."Terdengar suara bising juga klakson."Hati-hati, sayang.. sampai ketemu di rumah.""Iy

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status