Share

Bab 6

Author: Stary Dream
last update Last Updated: 2025-04-08 09:07:43

"Kenapa?" Tanya Aurellie kepada Amar yang terus memegang kepalanya.

Amar baru saja terbangun dari tidurnya. Kepalanya masih sangat berat bak dihantam batu.

"Kepalaku sakit, aku harus ke dokter.." ucap Amar sambil menahan nyeri.

Amar membuka selimutnya dan ia terkejut dengan tubuhnya yang polos tak memakai apapun. Tapi karena sakit kepala yang benar-benar dirasakannya. Dia tak perduli.

Pikirannya saat ini harus ke rumah sakit dan bertemu dokter.

"Bodoh!!" Kutuk Amar setelah ia mengingat semuanya.

"Kenapa aku sama sekali tidak mencurigai semuanya? 

Aku berada dalam satu kamar yang sama dengan Aurel malam itu.. tapi aku tak mengingat apapun! Yang aku ingat hanya sakit kepala saja!"

Amar merasa dirinya pasti sudah dijebak oleh wanita bersuara manja itu.

Selama ini ia teralihkan karena urusannya dengan Raina. Masalah itu tertutupi karena kebenciannya yang amat sangat dengan Raina.

Kini setelah Raina pergi..

Aurellie datang kembali..

Menyibakkan masa lalunya yang kelam dan mencoba menghancurkan kehidupannya.

***

Aurellie tidak main-main dengan ancamannya. Setelah memberikan waktu selama tiga hari kepada Amar, ia kehilangan kesabarannya.

"Apa yang terjadi, Amar? Apa benar tuduhan wanita itu?" Tanya Erina tak percaya.

"Pelecehan seksual? Apa itu benar?" Kini Wijaya yang ikut bertanya kepadanya.

"Entahlah. Aku rasa wanita itu berusaha menjebakku.." jawab Amar.

"Menjebakmu bagaimana? Apa maksudmu kau membenarkan semua tuduhan wanita itu???" Tanya Wijaya lagi.

"Aku tidak ingat apa-apa pada malam kejadian itu, pa. Yang aku ingat kami berada dalam satu kamar yang sama. Tapi karena saat itu kepalaku sangat sakit, jadi aku tak ingat untuk mengacuhkannya. Aku yakin aku sudah dijebak." Jelas Amar.

"Dijebak seperti apa maksudmu?"

"Aku rasa dia memberikan sesuatu di minumanku.. karena aku merasa tidak sadar setelah itu."

"Apa kamu punya bukti?" Kini Erina ikut bersuara.

"Itu masalahnya!" Ucap Amar kesal.

Erina hanya mengelus dadanya. Cobaan apalagi kini yang menimpanya.

"Siapkan pengacara terbaik kita! Mari kita lawan dia jika memang kamu merasa dijebak!" Tegas Wijaya.

Berbeda hal dengan Erina dan Wijaya yang mendukung Amar. Ditha malah sibuk menyalahkan Amar.

"Ternyata kamu tak sebaik yang aku kira, Amar!! Kamu sama bajingannya dengan lelaki lain di luar sana!"

Amar mendengus kesal.

"Ditha.. saat ini yang aku butuhkan adalah kepercayaan dan dukungan dari orang terdekatku! Tapi kamu malah ikut menyalahkanku!"

"Lalu aku harus bagaimana? Semua bukti mengarah kepadamu!!! Hasil visum wanita itu sudah keluar! Dia bahkan sudah memberikan bukti foto-foto kalian! Tak hanya itu, Amar.. dia juga sudah menyiapkan saksi. Dan saksinya adalah teman sekantor kita!!" Bentak Ditha.

"Dan kamu percaya?"

"Apa ada alasan untuk tidak percaya?"

"Baiklah! Kalau begitu kamu boleh pergi dari sini. Aku tidak membutuhkanmu.." ucap Amar kesal.

Dia lalu meninggalkan Ditha begitu saja.

Saat ini yang ia butuhkan hanya dukungan. Tapi yang ia dengar dari calon istrinya hanya bentakan dan umpatan.

Beberapa hari kemudian, Amar akhirnya memenuhi panggilan kepolisian. Dia di introgasi hampir 6 jam. Semua bukti mengarah kepadanya.

"Siapkan pengacara terbaikmu, Amar! Karena sekarang kau tidak bisa mengelak lagi!" Gertak Aurellie.

"Apa maumu, Aurel?" Sinis Amar.

"Sudah kubilang. Sederhana. Aku mau kau bertanggung jawab atas perbuatanmu kepadaku."

Amar menepis pandangannya ke arah lain.

"Tidak akan pernah!! Kau telah menjebakku, Aurel. Aku yakin itu.."

"Kalau begitu buktikanlah kalau aku yang menjebakmu!" Tantang Aurellie.

Ternyata melawan Aurellie tak semudah yang dibayangkan. Bukti-bukti yang ada sangat kuat hingga membuat status Amar naik menjadi tersangka kasus pelecehan seksual.

Amar akhirnya dipaksa untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya dengan cara yang lain. 

Kedua orang tua dan pengacaranya sudah berusaha dengan keras melepaskan jeratan hukum yang mencengkram Amar. Tapi sia-sia, kehadiran ketiga saksi yang juga merupakan teman kerja Amar itu malah memberatkan Amar.

Mereka memberikan kesaksian jika Amar lah yang terlebih dahulu menggoda Aurellie.

Amar kembali dibawa ke sebuah ruangan tertutup. Amar sudah pasrah saja karena saat ini dia sudah resmi menjadi tahanan di tempat ini.

Pintu dibuka oleh seseorang.

Seorang pria yang menggunakan jaket kulit hitam dengan kaos hitam didalamnya.

Amar menyipitkan matanya saat melihat pria itu.

"Kau..." bisiknya pelan.

"Selamat siang, pak Amar." Kini pria berjaket kulit itu duduk di depannya. Sedangkan Amar masih tak percaya dengan apa yang ia lihat.

Nama pria itu adalah Wira. Salah satu anggota kepolisian yang betugas di kantor tersebut.

Saat pertama kali menangani kasus Amar, Wira merasa ada yang janggal. Oleh karena itu dia bermaksud menggali lebih dalam pernyataan Amar jika memang lelaki itu terbukti tak bersalah.

"Tidak usah repot-repot membantu saya," tolak Amar sambil menatap tajam ke arah Wira.

"Bukannya anda mengatakan jika anda merasa dijebak? Oleh karena itu saya disini. Saya ingin mendengar kisah lengkapnya."

"Semuanya sudah saya ceritakan. Tapi, sepertinya tidak ada gunanya. Karena kalian lebih percaya wanita itu dibanding saya."

"Itu karena bukti-bukti sudah mengarah ke anda, pak Amar. Jika anda punya bukti yang lain dan bisa menguatkan posisi anda, saya bisa membantu."

"Membantu?" Desis Amar sinis kepada lelaki itu.

"Membantu seperti apa? Bukannya kalian semua sama saja! Seragam yang kalian pakai hanya untuk menutupi keburukan kinerja kalian."

Wira menghembuskan nafasnya dan menatap Amar dengan tatapan yang sulit di artikan.

Pria muda ini begitu keras kepala. Padahal niat hati Wira sangatlah baik.

"Saya sudah bertahun-tahun berkecimpung di urusan seperti ini, pak Amar..

Saya merasa ada yang janggal dari kasus yang sedang anda hadapi.

Saya bisa melihat ada batas yang tak kasat mata yang bisa menjadi benang merah dalam kasus Anda." Jelas Wira lagi.

"Memang kasus seperti apa yang sering anda hadapi?"

"Kasus-kasus seperti ini. Khususnya kasus pelecehan seksual."

"Bukan kasus perselingkuhan?" Tanya Amar sinis sampai membuat Wira menatapnya dengan bingung.

"Maksud anda?"

"Sebaiknya, sebelum anda menyelidiki kasus orang lain. Anda lihat saja diri anda terlebih dahulu.. dengan mudahnya anda membawa wanita ke dalam hotel dan mengurungnya selama berjam-jam disana."

"Langsung saja ke intinya, maksud anda apa?"

Punggung Amar yang direbahkan di kursi kini maju mendekatkan diri ke lelaki yang ada di depannya.

"Ada hubungan apa antara anda dan mantan istri saya, Raina??" Bisik Amar dingin dengan tatapan kebencian yang luar biasa.

Benar!

Lelaki ini adalah lelaki yang dilihatnya telah membawa Raina ke dalam kamar hotel dan mengurung wanita itu 2 jam lamanya.

"Raina???"

Wira mengernyitkan dahinya seolah bingung dengan pertanyaan Amar.

"Betul. Anda berselingkuh dengan mantan istri saya. Tepat dua minggu sebelum kami menikah."

Deg!

Kini Wira mengingat wanita yang bernama Raina itu. Dan ternyata lelaki yang didepannya ini adalah lelaki yang dicintai oleh Raina.

"Anda sudah salah paham, pak Amar..

Bagaimana bisa saya berselingkuh sedangkan saya sudah memiliki anak dan istri?" Ucap Wira dengan ketenangan yang luar biasa.

Kini giliran Amar yang bingung. Ternyata Wira sudah memiliki anak dan istri. Lalu untuk apa dia membawa Raina ke hotel sore itu?

Kedua lelaki yang terpaut usia itu kini saling bertatapan. Amar menatapnya dengan pertanyaan yang luar biasa banyaknya...

Dan Wira menatapnya dengan tatapan tajam, seolah ingin menjawab seluruh pertanyaan Amar..

#Bersambung

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Malam Pertama Di Hari Perpisahan   Bab 73

    Sudah tiga hari Galih tidak mendapat kabar dari gadis kecil itu. Masuk sekolah saja tidak. Menurut kabar, Amara masuk rumah sakit karena maagnya kambuh. Walau sebenarnya berita itu setengah benar setengah bohong.Amara benar sakit tapi bukan karena maagnya.Galih jadi gelisah. Apa mungkin Amara tidak meminum obat yang diberikan dokter itu? Sampai dia malah sakitnya yang lain."Sudah diminum tapi nggak keluar apa-apa."Galih berdecak membaca balasan pesan dari Amara. Apa jangan-jangan dokter itu salah memberikan resep."Nanti kita ke klinik itu lagi aja. Mungkin dia kekecilan ngasih dosis obat."Galih masih tetap pada pendiriannya. Kandungan Amara harus digugurkan. Apa kata dunia kalau mereka sampai tahu skandal yang dibuat Galih dan Amara? Galih baru mau merintis karirnya. Tidak mau dia menikah dini. Belum siap!Sementara tangan Amara masih bergetar setelah membalas pesan dari Galih. Ditambah lelaki paruh baya ini menatapnya dengan tajam."Sudah? Apa katanya?" Amar menatap tajam."Di

  • Malam Pertama Di Hari Perpisahan   Bab 72

    Tepat pukul 2 malam, Amara dilarikan ke rumah sakit akibat perdarahan yang ia alami. Pas sekali saat gadis itu keluar dan meminta pertolongan ada Sierra yang menangkap tubuhnya yang nyaris pingsan. Hingga akhirnya terbaringlah Amara di ranjang rumah sakit."Bapak dan Ibu orangtuanya?" Tanya seorang perawat kepada Raina dan Amar yang masih melihat Amara melakukan pemeriksaan."Ya. Kami orangtuanya." Jawab Raina."Ikut kami sebentar."Keduanya lalu mengikuti petugas medis dan bertemu dengan dokter yang tadi sudah memeriksa Amara."Bagaimana kondisi anak saya dok?" Tanya Amar."Anak bapak.. mengalami keguguran." Dokter pria itu mengatakan dengan nada yang berat."Apa???" Raina dan Amar sungguh terkejut.Raina sampai menutup mulutnya."Berdasarkan hasil pemeriksaan, Nona mengalami perdarahan akibat mengonsumsi obat peluruh kandungan. Untuk pastinya kami akan melakukan pemeriksaan USG." Jelas dokter tersebut.Amar menyetujui. Mungkin saja hasil pemeriksaan dokter yang sepertinya umurnya ma

  • Malam Pertama Di Hari Perpisahan   Bab 71

    Rasa penasaran ini harus dituntaskan, begitu kata Amara. Dia membeli alat tes kehamilan di minimarket dekat rumah. Lengkap menggunakan hoodie yang menutupi kepalanya dan juga maskee yang menutupi wajahnya. Itu sebab Amara takut jika wajahnya sampai diketahui, apalagi dia membeli alat tes kehamilan.Setelah membeli, Amara pulang ke rumah dan masuk lewat pintu samping sambil mengendap-ngendap.Pintu samping yang menjadi penghubung antara garasi dan ruang tengah. Tepat sekali kamar Amara berada di sisinya.Baru saja ingin membuka pintu, tubuh Amara terdorong ke belakang."Aduh!" Amara jatuh terdorong. Belanjannya terlepas dan berserakan."Mbak Amara!!" Seru Sierrra.Sierra tak menyangka jika ada orang yang dibalik pintu. Dia langsung mendorong handle saja tadi."Mbak gapapa?"Sierra segera membantu Amara yang terjatuh dan membereskan belanjaan yang keluar dari plastik."Apa ini?" Tanya

  • Malam Pertama Di Hari Perpisahan   Bab 70

    "Kamu merasa sikap Amara berubah?" Tanya Raina memandang suaminya lekat malam ini."Berubah bagaimana?""Lebih pendiam. Kelihatan tidak bersemangat." Ucap Raina.Amar tampak berpikir. Dia juga merasakan perubahan sikap anaknya."Sepertinya ada yg dia sembunyikan." Sambung Raina.Amar mengerti. Raina selalu punya feeling yang tajam pada anak-anaknya."Ada apa sebenarnya?"Mendengar pertanyaan Amar. Mau tak mau, Raina menjelaskan semua kecurigaannya. Di mulai dari kebohongan Amara saat dia mengatakan pergi bersama Anita. Lalu di pulang dalam keadaan hujan deras pada hari itu."Maksudmu dia punya pacar?" Tanya Amar curiga.Raina hanya mengedikkan bahu. "Mungkin cuma firasatku saja.""Aku akan bicara padanya."Amar bangkit dari posisinya."Jangan terlalu keras." Raina mengingatkan.Amar ini begitu lembut kepada anak-anaknya. Tapi sekalinya marah sungguh menyeramkan. Dan Raina pernah merasakannya dulu.Amar yang mencoba menegur anaknya menghentikan niatnya ketika lampu kamar Amara sudah ma

  • Malam Pertama Di Hari Perpisahan   Bab 69

    "Amara sudah pulang?" Tanya Erina.Dari tadi oma Amara memperhatikan Raina yang terus mondar mandir di ruang tamu.Raina menggeleng. "Belum, ma.""Sudah kamu hubungi?" Nah, sekarang Erina ikut cemas."Sudah tapi gak diangkat. Kayaknya kejebak hujan." Ucap Raina cemas."Duh, anak ini!""Apa Raina susul aja, ya? Katanya dia pergi sama Anita beli kado. Mungkin mereka kehujanan di jalan."Erina mengangguk setuju. Ia pun sama khawatirnya."Ya pergilah. Hati-hati menyetirnya. Jalanan licin."Raina pergi ke kamarnya untuk mengambil kunci mobil tapi Erina keburu memanggilnya."Amara sudah pulang!"Sontak Raina berlari lagi ke ruang tamu dan mendapati Amara sedang melepas jas hujannya."Mama baru aja mau cari kamu.." Raina lega karena anak sulungnya sudah pulang."Sama siapa pulangnya, nak?" Tanya Raina."Sama temen.""Kamu nerabas hujan?" Dahi Erina mengernyit. "Iya. Tadi Anita bawa motor.""Nekat sekali kalian ini!" Erina mulai mengomel."Ya sudah. Kamu masuk dan mandi dulu. Nanti masuk ang

  • Malam Pertama Di Hari Perpisahan   Bab 68

    Raina meletakan satu nampan berisi dua porsi nasi dan ayam goreng lengkap dengan cola dan kentang goreng. Tak lupa eskrim coklat dengan taburan kacang sebagai makanan penutup untuk Sierra."Ma.." "Ya, sayang?"Sierra terlihat ragu. Perlukah dia mengatakan apa yang ia lihat tadi."Ada apa?" Tanya Raina tahu jika anaknya ingin mengatakan sesuatu."Nggak apa-apa." Jawab Sierra. Remaja ini mengambil makanannya. "Cuma sedih karena mbak Amara gak ikut kita makan siang disini."Mendengar itu Raina jadi tersenyum. "Mbakmu lagi sibuk persiapan olimpiade, sayang. Jangan kecil hati."Sierra hanya mengangguk.Raina mengambil ponselnya. Dia jadi ingat tentang Amara yang tak jadi ia jemput. Raina menelpon Amara. Pada panggilan kedua barulah terdengar suara di sebrang sana."Sudah dimana? Sudah sampai rumah?" Tanya Raina langsung. Dia tahu karena Amara tadi bilang pulang dengan ojek online."Lagi di jalan, ma."Terdengar suara bising juga klakson."Hati-hati, sayang.. sampai ketemu di rumah.""Iy

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status