Share

Bab 7

Author: Stary Dream
last update Last Updated: 2025-04-12 21:13:42

Amar menatap pria yang didepannya ini dengan penuh pertanyaan, sedangkan Wira juga menatap tajam Amar seolah ingin menjawab pertanyaan yang ingin dilontarkan oleh Amar.

"Jadi, anda pikir saya berselingkuh dengan Raina?"

Amar kini tak menjawab. Matanya tetap lurus ke depan menatap pria ini tak percaya.

"Berarti anda sudah salah paham." Ucap Wira sambil tersenyum.

"Lalu sebenarnya ada hubungan apa antara anda dan Raina?" Tanya Amar penasaran.

Wira terkekeh geli sebelum menjelaskan semuanya pada Amar. Kenyataan sebenarnya mengenai hubungan antara dia dan Raina.

"Raina sangat berjasa kepada kami, pak Amar. Dia adalah saksi yang membantu kami dalam memecahkan sebuah kasus."

"Saksi?"

"Iya. Anda pasti ingat kasus pembunuhan enam bulan yang lalu di hotel Inara?" 

Amar tampak mengingat kasus yang dimaksud. Yang ia tahu ada pembunuhan di hotel tersebut dimana korbannya adalah seorang gadis SMA. Dan setelahnya ia juga menemukan Raina berada di hotel yang sama.

"Lalu hubungannya?" Tanya Amar.

Akhirnya Wira menceritakan semua kisahnya. 

Raina yang masih bekerja di toko bunga mendapatkan pesanan untuk mengantarkan buket mawar merah kepada seseorang yang berada di kamar nomor 306 hotel Inara. Seorang pria muda.

Raina mengantar bunga tersebut pukul 14 siang sesuai dengan kesepakatan.

Sesampainya disana, Raina yang sudah mengetuk pintu beberapa kali menaruh curiga karena tak ada balasan dari dalam. Apalagi sang pemesan bunga juga sulit sekali dihubungi.

Saat Raina beranjak pulang, ia mendengar suara jeritan perempuan. Karena merasa tak beres, dia memanggil sekurity hotel dan benar saja telah terjadi pembunuhan disana.

Seorang perempuan yang masih memakai seragam SMA tewas di tangan seorang pria muda yang merupakan kekasihnya.

Hal itu dikarenakan perempuan itu ternyata tengah berbadan dua dan meminta pertanggung jawaban pria tersebut.

Keduanya sempat bertengkar hebat karena lelaki itu tidak mau bertanggung jawab. Padahal maksud pertemuan mereka di hotel tersebut untuk merayakan hari jadi mereka. Oleh karena itu sang pria muda memesan bunga pada Raina.

Setelah bertengkar, pria yang sudah naik pitam itu melakukan aniaya fisik dan juga seksual yang mengakibatkan kematian pada sang perempuan.

Raina dan pihak keamanan hotel menjadi saksi kunci kejadian tersebut.

Karena pria tersebut dari keluarga yang terpandang sehingga sangat sulit untul ditembus. Dengan bantuan Raina, semua bukti mengarah kepada pria tersebut dan kini ia mendekam di penjara.

"Dan apa yang anda lihat waktu itu adalah tepat dimana kami dari pihak kepolisian meminta bantuan Raina untuk mengikuti rekontruksi ulang kejadian di kamar 306," jelas Wira.

Amar mengusap wajahnya dengan tangan. Bayangan waktu itu mampir lagi di ingatannya.

Dia melihat Raina masuk dari kamar hotel tersebut dengan Wira, tapi dia tak menyadari bahwa dari dalam kamar ada orang yang juga menyambut mereka. Karena setelah itu Amar memilih menyingkir menunggu di Loby hotel. Ia terbakar api cemburu.

"Saya juga masih ingat sekali. Waktu itu kami ingin mengajak Raina makan malam sebagai ucapan terimakasih. Tapi ia memilih pulang. Katanya ia sudah memiliki janji makan malam dengan calon suaminya.. dan mereka berencana menikah dua minggu lagi."

Amar kini terperangah menatap Wira. Bak piringan hitam, satu per satu memori bermain di otaknya.

Amar dan Raina memang berjanji untuk makan malam bersama. Raina bahkan memberikan Amar satu buket bunga mawar berwarna pink yang sangat indah. Tapi sayangnya Amar malah menghempaskan bunga itu. Memfitnahnya, mencacinya dan mengeluarkan kata-kata kasar pada wanita ayu itu.

"Tapi.. saya sedikit terkejut tadi dengan ucapan anda. Mantan istri? Apa maksudnya anda sudah bercerai dari Raina?" Tanya Wira.

Amar yang naik pitam dan tak mempercayai ucapan Raina menemui kedua orangtuanya dan berniat membatalkan rencana pernikahan mereka. Tapi, Erina dan Wijaya tak percaya. Mereka meyakini bahwa apa yang terjadi pada Amar dan Raina hanya kesalahpahaman saja.

Erina bahkan memohon sambil menangis agar pernikahan keduanya tetap dilangsungkan. Bahkan Erina mengancam untuk menyakiti dirinya sendiri jika Amar sampai berani mencampakkan Raina.

Sampai akhirnya, pernikahan tanpa cinta itu dilaksanakan..

Amar yang sudah dibutakan oleh kebencian selalu menyiksa lahir dan batin Raina. Mencacinya dengan kata-kata kasar, tak memberikannya hak sebagai seorang istri, menyakiti fisiknya, dan berselingkuh secara terang-terangan di depannya.

Sampai akhirnya Amar tak tahan lagi.

Dia muak dengan kepolosan Raina yang dianggapnya sebagai kepura-puraan dan memutuskan untuk menceraikan wanita itu lalu membuangnya ke tempat sampah.

Melihat Amar yang tertunduk tanpa memberikan reaksi apapun, Wira sudah menebak apa yang telah terjadi di antara pernikahan mereka.

"Saya turut menyesal atas perceraian kalian..

Tapi apakah boleh saya tahu apa alasan perceraian kalian?

Apa mungkin karena anda berpikir bahwa Raina sudah berselingkuh dengan saya?" Kini dengan kehati-hatian Wira bertanya kembali.

Amar menatap Wira dengan tatapan sedih.

"Itu semua tidak benar, pak Amar. Raina adalah wanita yang setia. Saya masih ingat betapa berbinarnya Raina saat menceritakan tentang anda kepada kami saat itu. Dia benar-benar tulus mencintai anda.." jelas Wira bijak yang membuat Amar semakin sedih.

Amar yang bodoh! Amar yang buta! Amar yang tuli!

Itulah umpatan yang selalu di ucapkan dalam hati Amar. Andai saja saat itu dia mau mendengarkan Raina, dia tak akan merasakan kehilangan seperti ini.

Raina menjadi sakit karenanya. Hatinya. Fisiknya. Entah kemana dia sekarang berada.

Dan semua malapetaka ini juga terjadi karena dirinya sendiri, jika saja malam itu ia tak pergi bersama Aurellie demi menghindari Raina. Mungkin musibah ini tak akan terjadi.

Amar mengutuk kebodohan dirinya sendiri. Dia merasa hancur luar biasa.

Di dalam kamar tahanan ini dia terpekur sedih. Lantai yang dingin membuat matanya terasa panas.

Satu persatu air mata jatuh dari matanya. Ia menyesali seluruh perbuatannya kepada Raina. 

"Maafkan aku, Raina.. maafkan aku...," lirih Amar dalam kesedihannya.

"Entah iblis apa yang sudah memasukiku sampai aku dengan tega menyakitimu.. aku mohon maafkan aku.."

Amar menelungkupkan wajahnya ke dalam dekapannya sendiri. Dia hanya mengucapkan kata maaf tanpa ada raga Raina di hadapannya.

Sekonyong-konyong rasa cinta itu terbit kembali, bahkan lebih besar dari sebelumnya.

Namun sayang, wanita itu kini sudah pergi dari kehidupannya..

***

"Kami akan mencari saksi untuk menolong anda di persidangan dua hari lagi," ucap pengacara Amar. 

Amar sudah tidak memiliki semangat lagi.

Saksi apa lagi maksudnya?

Sedangkan kehadiran ketiga saksi kemarin saja sudah memberatkan hukumannya.

"Sepertinya sulit untuk memenangkan kasus ini, pak. Saya rasa semua yang kita lakukan tak ada hasilnya." Kata Amar putus asa.

 

"Tidak, pak! Jangan putus asa terlebih dahulu! Yakinlah kita pasti bisa menang!" Ujar pengacara itu semangat.

Amar hanya menarik nafas lelahnya. Dia sudah belajar untuk ikhlas. Mungkin ini adalah salah satu bentuk hukuman kepadanya karena menyakiti Raina.

Hubungannya dengan Ditha juga sudah kandas. Ditha sudah membatalkan pernikahan mereka dan menyingkir dari kehidupan Amar.

Amar tak memiliki siapapun saat ini kecuali dukungan dari orang tua dan pengacaranya. Walaupun ia merasa tak ingin di selamatkan.

Sampai akhirnya hari persidangan yang ditunggu pun tiba..

Tabir terungkap. Amar dinyatakan bebas tak bersalah. Dia telah dijebak dan masuk dalam perangkap yang dibuat oleh wanita itu.

Kehadiran saksi kunci itu menyelamatkan hidup Amar..

Dan hati Amar merasa tertaut kembali dengan hadirnya saksi kunci itu..

#Next

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Malam Pertama Di Hari Perpisahan   Bab 69

    "Amara sudah pulang?" Tanya Erina.Dari tadi oma Amara memperhatikan Raina yang terus mondar mandir di ruang tamu.Raina menggeleng. "Belum, ma.""Sudah kamu hubungi?" Nah, sekarang Erina ikut cemas."Sudah tapi gak diangkat. Kayaknya kejebak hujan." Ucap Raina cemas."Duh, anak ini!""Apa Raina susul aja, ya? Katanya dia pergi sama Anita beli kado. Mungkin mereka kehujanan di jalan."Erina mengangguk setuju. Ia pun sama khawatirnya."Ya pergilah. Hati-hati menyetirnya. Jalanan licin."Raina pergi ke kamarnya untuk mengambil kunci mobil tapi Erina keburu memanggilnya."Amara sudah pulang!"Sontak Raina berlari lagi ke ruang tamu dan mendapati Amara sedang melepas jas hujannya."Mama baru aja mau cari kamu.." Raina lega karena anak sulungnya sudah pulang."Sama siapa pulangnya, nak?" Tanya Raina."Sama temen.""Kamu nerabas hujan?" Dahi Erina mengernyit. "Iya. Tadi Anita bawa motor.""Nekat sekali kalian ini!" Erina mulai mengomel."Ya sudah. Kamu masuk dan mandi dulu. Nanti masuk ang

  • Malam Pertama Di Hari Perpisahan   Bab 68

    Raina meletakan satu nampan berisi dua porsi nasi dan ayam goreng lengkap dengan cola dan kentang goreng. Tak lupa eskrim coklat dengan taburan kacang sebagai makanan penutup untuk Sierra."Ma.." "Ya, sayang?"Sierra terlihat ragu. Perlukah dia mengatakan apa yang ia lihat tadi."Ada apa?" Tanya Raina tahu jika anaknya ingin mengatakan sesuatu."Nggak apa-apa." Jawab Sierra. Remaja ini mengambil makanannya. "Cuma sedih karena mbak Amara gak ikut kita makan siang disini."Mendengar itu Raina jadi tersenyum. "Mbakmu lagi sibuk persiapan olimpiade, sayang. Jangan kecil hati."Sierra hanya mengangguk.Raina mengambil ponselnya. Dia jadi ingat tentang Amara yang tak jadi ia jemput. Raina menelpon Amara. Pada panggilan kedua barulah terdengar suara di sebrang sana."Sudah dimana? Sudah sampai rumah?" Tanya Raina langsung. Dia tahu karena Amara tadi bilang pulang dengan ojek online."Lagi di jalan, ma."Terdengar suara bising juga klakson."Hati-hati, sayang.. sampai ketemu di rumah.""Iy

  • Malam Pertama Di Hari Perpisahan   Bab 67

    Amara terkejut. Dua lelaki dewasa memanggilnya. Galih berdiri di gerbang sekolah dengan senyum manisnya serta Amar yang mengejar dari belakang dengan muka masamnya.Seketika Amara membeku, dia takut. Bagaimana jika Amar benar-benar ingin bertemu dengan Galih. Walau dia merasa tak melakukan kesalahan, entah kenapa ada rasa tidak suka jika ayahnya itu bertatap muka dengan guru idamannya.Dering ponsel berbunyi. Amar menghentikan langkah dan mengambil ponsel yang ada di sakunya.Raina menelpon."Ya, sayang?" Amar masih memandang putrinya yang berdiri disana.Pas sekali bel sekolah berbunyi. Amara langsung berlari masuk ke gerbang sekolah sebelum ditutup. Galih sendiri sudah masuk terlebih dahulu."Aku akan kesana." Amar mematikan ponsel dengan mata yang tetap awas memperhatikan Amara lebih jauh. Anak sulungnya tampak berlarian masuk ke area sekolah."Lain kali saja." Amar menghela nafas.Niatnya tadi ingin menegur sikap Amara yang keterlaluan. Sekalian ingin bertemu dengan guru yang ber

  • Malam Pertama Di Hari Perpisahan   Bab 66

    Satu minggu berlalu, hubungan Amara dan Galih semakin dekat. Tiada hari tanpa bertemu. Setelah jam pelajaran usai, maka waktu menjadi milik mereka.Amara juga selalu mencari cara agar bisa menarik perhatian pak guru yang tampan itu. Seperti bertanya mengenai soal yang rumit dan sulit dipecahkan atau masalah yang lain. Karena semangat belajar, Amara jadi lebih berani memoles pewarna bibir di bibirnya yang merekah. Sungguh Amara kini tengah menikmati gemuruh perasaan di hatinya yang berbunga.Walau dia tahu ini salah karena menyukai gurunya sendiri. Tapi ia tak perduli. Toh, ini hanya sekedar perasaan suka saja. Tidak lebih. Amara cukup tahu diri.Satu minggu terlewati, begitu juga dengan Sierra yang tengah gugup karena akan melewati hari besarnya. Dua hari lagi dia akan lomba tilawah tingkat kota. Seluruh persiapan sudah dia lakukan. Menyiapkan stamina yang cukup agar tampil fit saat lomba nanti. Dia juga mampu menciptakan variasi nada untuk bisa memenangkan lomba ini."Tapi, hari min

  • Malam Pertama Di Hari Perpisahan   Bab 65

    FlashbackPetir menggelegar merendakan sore ini. Langit yang berubah menjadi gelap pertanda akan meluapkan hujan yang lebat.Mbok Darti menutup seluruh pintu dan jendela."Kayaknya mau hujan lebat, mbak.." serunya dari luar.Raina menatap arah luar sebelum pintu ditutup rapat. "Gelap banget, mbok.." Raina tiba-tiba merasa cemas. Suaminya belum pulang. Hari sudah pukul 4 sore tapi langit sudah gelap. Cuaca begitu mencekam.Untunglah 10 menit kemudian Amar pulang ke rumah di tengah langit yang bergemuruh.Tak lama, hujan lebat mengguyur membasahi bumi. Menyebabkan luapan banjir di dataran yang rendah.Sudah dua jam hujan tidak berhenti. Hingga akhirnya suara dentuman yang besar terdengar membuat Raina terpekik sambil menutupi telinganya.Lampu menjadi padam."Mbok Darti.." panggil Raina. Dia sedang seorang diri di dapur ingin menyiapkan makan malam. Amar berlari memeluk istri

  • Malam Pertama Di Hari Perpisahan   Bab 64

    Sierra menoleh ketika pintu diketuk. Ternyata Raina yang sudah berdiri di depan pintu yang tidak tertutup rapat."Boleh masuk, sayang?" Tanya Raina lembut.Sierra tersenyum. "Boleh, ma." Sierra menutup buku yang sedang ia baca di meja belajarnya dan menatap ibunya yang baru saja masuk.Raina sangat suka kamar Sierra. Kamarnya tidak lebih luas dari kamar Amara. Mungkin hanya setengahnya. Tapi, Sierra sangat pintar menata kamarnya. Begitu rapi dan bersih.Tempat tidur berukuran satu orang berada di sudut ruangan. Lemari pakaian terletak di sebrangnya dengan meja belajar. Buku juga tertata rapi dengan rak gantung yang ada di dinding.Tak banya barang di ruangan ini hingga membuat ruangan ini terkesan luas."Sedang belajar?""Iya, ma." Jawab Sierra ikut tersenyum."Jangan pernah merasa kecil hati, sayang. Papa dan mama tidak pernah membedakanmu.." ucap Raina lembut."Sierra gak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status