Amar terduduk lesu di kursi pesakitannya. Dia sama sekali tak mau membalas tatapan mata tajam yang berada di sebrangnya.
Tatapan mata puas dari seorang wanita yang sakit hati karena cintanya bertepuk sebelah tangan. Aurellie duduk dengan sombongnya sambil menyilangkan tangannya di dada. Dia puas dengan keputusan hakim tempo lalu dengan menjerat lelaki itu dipenjara. "Siapa suruh kau berani menolakku!" Gumam Aurellie sinis sambil menatap Amar. Sentuhan lembut beberapa kali dirasakan oleh Amar di bahunya. Erina yakin akan ada keadilan untuk anaknya, walaupun kemungkinan untuk lepas dari jeratan hukum sangatlah kecil. Namun, ia percaya bahwa kebenaran pasti akan menang. Persidangan ini kembali menampilkan saksi dari pihak Amar. Saksi kunci kejadian pada malam itu. Saksi yang ternyata dibawa langsung oleh Wira.. Persidangan dimulai. Erina sangat tegang menantikan siapa saksi yang dimaksud oleh pengacara anaknya. Karena sejujurnya pengacara Amar itu juga tidak tahu siapa saksi kunci itu. Pintu dibuka.. Saksi tersebut masuk ke ruang sidang dengan wajah yang tertunduk seolah tak mau menatap dunia. Semua orang menatapnya dengan keterkejutan yang luar biasa, termasuk Amar dan Aurellie. Aurellie memandang saksi itu dengan penuh amarah. "Bagaimana bisa wanita itu ada disini???" Bisiknya panik kepada pengacara yang ada di sampingnya. Begitu juga dengan Amar dan Erina.. Amar menatap saksi itu dengan penuh kerinduan yang melumbung di hatinya. Rasa harunya bertemu lagi dengan wanita itu tak bisa terbendung. Ingin sekali ia mengejar wanita itu dan bersujud di kakinya.. "Raina...." Suara Amar begitu serak memanggil nama Raina. Wanita yang ia cintai. Mantan istrinya. Raina duduk di kursi saksi menghadap hakim dan mulai mengangkat wajahnya. Tapi, ia tak berani memalingkan wajahnya ke samping. Tak mau matanya bertemu dengan Amar. Amar memandang wanita itu dengan penuh kerinduan. Setelah 3 bulan ia menghilang kini wanita itu kembali.. kembali untuk menyelamatkan hidupnya. Raina menjawab dengan tenang seluruh pertanyaan Hakim bahkan membawa bukti kuat yang bisa membuktikan bahwa Amar memang di jebak oleh Aurellie malam itu. Flashback.. Raina mendapat pesan dari Aurellie bahwa saat ini, Amar sedang memadu kasih dengannya dan mengirimkan foto-foto tersebut ke ponsel Raina. Hati Raina begitu sakit melihat Amar yang beradegan bak suami istri bersama Aurellie di kamar hotel tersebut. Tapi di satu sisi dia tak percaya, karena Amar yang ia kenal begitu religius tidak mungkin tergoda dengan wanita begitu saja. Lalu karena penasaran, Raina menyusul Amar ke kamar hotel esok paginya. Namun dia hanya menemukan Aurellie yang baru saja keluar dari kamar tersebut. Dengan mengendap-endap, Raina masul ke kamar hotel tempat mereka menginap karena pintu kamar yang tak terkunci rapat. Raina hanya ingin memastikan perkataan Aurellie tidak benar. Sesampainya di kamar, Amar tidak ada. Tetapi disana begitu berantakan. Raina tak tahu hal hebat apa yang terjadi ketika melihat kamar itu yang seperti kapal pecah. Raina memeriksa apakah memang disana tempat Amar menginap sampai akhirnya dia menemukan baju Amar yang tergeletak di lantai. Bahkan bau khas parfum wanita juga masih menusuk hidungnya. Pandangan Raina menyapu seluruh sudut ruangan dan matanya tertuju pada sebuah nakas yang terletak di dekat sofa tempat tidur. Handycam seperti sengaja diarahkan menyorot ke aktivitas di atas tempat tidur. Raina lalu mengambil handycam tersebut dan mengecek isi tangkapan layarnya. Benar saja. Disanalah semua kebohongan Aurellie terbongkar. Amar tak sadarkan diri pada malam itu. Dia seperti diberikan sebuah obat sehingga tak menjadi dirinya sendiri. Seperti orang mabuk dan meracau berkali-kali. Di video itu juga ditampilkan bahwa Aurellie lah yang melepas baju mereka satu per satu dan memimpin untuk melakukan hubungan suami istri. Jadi, tudingan Aurellie mengenai Amar yang memperkosanya itu tidak benar. Setelah itu, Raina menyimpan handycam tersebut dan mencari keadaan Amar. Lelaki itu pasti dalam keadaan kacau. Bukan Amar yang ia temui, melainkan Aurellie. Aurellie tampak menelpon seseorang di balik tangga darurat, tepat saat Raina ingin turun melalui lift untuk mencari Amar. Raina yang telah tahu mengenai aktivitas yang dilakukan oleh Aurellie dan Amar semalam, diam-diam merekam percakapan Aurellie dengan seseorang di ujung telpon. Secara tersirat, Aurellie mangatakan bahwa dia mencemaskan keadaan Amar karena Amar mengalami sakit kepala yang hebat. "Kau tidak bilang bahwa efek obatnya akan membuat sakit kepala hebat??" "Aku khawatir dia akan mengingat semuanya.. bagaimana jika Amar sampai tahu kalau aku menaruh obat perangsang diminuman colanya?" "Menurutmu aku harus bagaimana? "Baiklah.. aku akan ke rumah sakit dan membuat visum seolah-olah aku baru saja di perkosa. Terimakasih atas saranmu!" Raina merekam semua percakapan Aurellie di ponselnya. Untuk memperkuat bukti, Raina memberikan rekaman video yang berasal dari ponsel dan handycam yang sudah disimpannya sejak 9 bulan yang lalu kepada Hakim. Semua orang tampak tegang terutama Aurellie. Dia tampak mengumpat sambil menatap sinis kepada Raina. Video itu pun diputar.. Semua orang terkejut akan kebenaran yang terjadi. Aurellie lah yang telah menjebak Amar dan membuatnya seolah-olah menjadi korban. Ketika semua hadirin memfokuskan perhatiannya kepada video yang sudah diputar, Amar lebih memilih meneliti wajah mantan istrinya itu. Raina tampak lebih kurus, pipinya sangat tirus, matanya begitu sayu dan bibirnya sangat pucat. Amar begitu sedih melihat keadaan mantan istrinya saat ini. Betapa sulitnya mungkin kehidupannya setelah Amar mengusirnya dari rumah. Ditambah lagi dia tak memiliki siapapun lagi di dunia ini. Video selesai diputar.. Kini giliran hakim yang akan memutuskan siapa yang bersalah dan siapa yang benar.. Hakim berterima kasih kepada Raina yang telah memberikan bukti yang cukup untuk menutup kasus ini. Raina beranjak pergi tanpa menoleh ke sisi manapun. Pandangannya tetap tertunduk. "Rainaa... tunggu!!!" Panggil Amar yang segera bangkit dari kursinya. Namun tangannya di tahan oleh pengacaranya. "Jangan pergi, pak! Tunggu sebentar. Hakim akan membuat kesimpulan," cegah pengacara itu yang membuat Amar mau tak mau duduk kembali. "Ma! Tolong kejar Raina.." pinta Amar kepada Erina. Erina yang juga sangat merindukan Raina lalu mengejar Raina keluar dari ruang persidangan. Hakim akhirnya memutuskan Amar tak bersalah. Semua tuduhan kepadanya dinyatakan tidak benar. Aurellie mengamuk di persidangan bahkan bersitegang dengan pengacara Amar. Sedangkan Amar lebih memilih diam, saat ini dia lebih mencemaskan keadaan Raina. Setelah semuanya selesai, Amar sudah tak memperdulikan Aurellie yang masih terbakar amarah karena tak menyetujui keputusan hakim. Yang dipikirkannya hanya satu, yaitu Raina. Amar berharap Erina bisa menahan Raina sekejap. Dia ingin bertemu dengan wanitanya. Meminta maaf dan mungkin bersujud di kakinya. "Dimana Raina, ma?" Tanya Amar tak sabar saat melihat Erina menghampirinya. Erina hanya menggeleng. "Dia sudah pergi sebelum mama bisa menemuinya.." jawab Erina sedih. Amar jatuh terduduk di kursi besi yang ada di luar ruangan. "Mama sudah meminta sopir kita untuk berkeliling mencari Raina.." sambung Erina lagi mencoba menenangkan putranya. Amar terpekur sedih, namun otaknya dipenuhi pertanyaan. Kenapa tiba-tiba Raina muncul dan menolongnya? Berarti ada orang yang sudah menghubunginya, bukan? Padahal selama ini Amar dan juga orang tuanya kesulitan menghubungi Raina karena nomornya sudah tidak aktif. "Pak Wira.. dia pasti tahu jawabannya.." ucap Amar. #NextPemeriksaan ke dokter kandungan hari ini juga tidak mengubah keputusan Raina.Di kehamilannya yang telah memasuki 30 minggu, berat badan janinnya dikatakan kurang dari cukup. Tekanan darah dan kadar darah wanita itu juga kurang.Wajar saja karena saat ini janinnya seperti mengalah untuk bertumbuh.Raina diberikan banyak sekali obat-obatan untuk mengoreksi keadaan dirinya dan juga bayi yang sedang dikandungnya.Keputusan Amar juga tak berubah.Ia ingin Raina dan calon anaknya selamat. Ia kembali mengajak Raina untuk berkonsultasi ke rumah sakit pusat mengenai keadaannya.Apalagi dari dokter spesialis sebelumnya mengatakan bahwa Raina bisa disembuhkan tanpa operasi pembedahan. Walau tentunya harus merogoh koceknya lebih dalam."Jika kamu butuh bantuan, mama dan papa bisa membantu nak.." kata Erina.Erina tahu betul kondisi keuangan Amar. Anak sulungnya itu sampai harus menjual rumahnya untuk me
"Aku tidak mau di operasi."Raina menatap Amar dengan penuh kesungguhan. "Kenapa?""Apa mas tidak melihat mereka tadi? Mereka sangat bersedih karena kehilangan bayinya.. dan aku tidak mau itu terjadi padaku..""Raina..." ucap Amar mencoba membujuk Raina."Tidak, mas! Keputusanku sudah bulat. Aku tidak akan dioperasi sampai anak ini lahir!" Ucap Raina tegas dengan mata yang mulai berembun"Raina.. apa yang terjadi pada mereka dan padamu itu berbeda.." jelas Amar."Apanya yang beda, mas?" Tanya Raina sedih."Aku bahkan mengidap penyakit yang lebih parah! Aku tidak mau egosi, mas! Jangan sampai karena ingin menyelamatkanku lalu kita membunuh anak ini! Lagipula hasilnya akan sama saja bagiku!Operasi atau tidak di operasi, aku akan tetap mati!""Raina!" Kata Amar dengan intonasi yang mulai tinggi."Apa kamu sadar yang sudah kamu ucapkan??"
Tak ada yang berubah dari Amar.Hanya saja dia tak mau membebani Raina dengan perasaannya. Apalagi Raina pasti masih merasakan trauma akibat penyiksaan Amar ketika mereka menikah dulu.Oleh karena itu, Amar tak mau egois. Dia tidak ingin memaksakan Raina menerima perasaannya. Baginya, Raina sehat dan bahagia saja sudah cukup. Apalagi sekarang benih yang ditabur Amar dalam perut Raina sudah menginjak 7 bulan.Perhatian Amar juga masih sama saja.Amar rutin mengajak jandanya itu untuk memeriksakan kehamilan. Dia juga setia menemani Raina yang harus mendapatkan transfusi zat besi di rumah sakit.Raina menderita anemia defisiensi zat besi, nutrisi untuk janinnya di serap oleh sang penyakit. Raina sering kelelahan bahkan dua kali sempat jatuh pingsan.Raina terbaring di ranjang observasi sambil menunggu transfusinya selesai.Samar-samar ia kembali melihat wanita paruh baya itu lagi. Kini seperti bersembunyi di balik
Tak ada suara dari ketiganya.Baik Amar, Erlina dan Raina diam membisu selama perjalanan pulang ke rumah. Apa yang mereka dengar hari ini bak petir yang menyambar otak mereka. Terasa sakit dan kosong.Raina terpekur duduk di kursi belakang menatap nanar keluar.Cobaan apalagi ini ?Apakah Tuhan benar-benar menyayanginya sehingga cobaan tak berhenti selalu mendatanginya?Apa ini sebagai ujian untuk menggugurkan dosa-dosanya?Sesampainya di rumah, ketiganya tak banyak bicara dan memilih masuk ke kamar masing-masing. Kecuali Erina yang menyempatkan dirinya mengantar Raina sampai ke kamarnya.Sedangkan Amar, masuk dan mengunci pintu kamarnya.Ia masuk ke kamar mandi dan menghidupkan shower dan menjerit sepuasnya.Air matanya luruh bersama dengan air yang jatuh dari atas kepalanya."Kenapa bukan aku saja, Tuhan??Kenapa Kau tidak hukum aku saja???Aku
Sudah hampir 2 bulan Raina tinggal di rumah ini, ia mulai terbiasa dengan tempat yang ia tinggali.Ia juga tak segan kembali lagi ke dapur walaupun sakit kepala dan mual sering kali menderanya.Seperti hari ini, Raina merasa kepalanya sakit sekali.. tapi ia ingin sekali memasak. Ia ingin memasak donat seperti dulu.Tak butuh waktu lama, Raina dengan cekatan bertempur di dapur membuat donat-donat tersebut.Erina dan mbok Darti pun dengan setia menemani Raina memasak di dapur."Rasanya enak sekali.." puji Erina sambil mencicipi satu donat coklat buatan Raina."Iya bu.. donat mbak Raina rasanya mirip seperti donat yang sering mas Amar beli dulu.." cetus mbok Darti."Oh ya? Amar sering membeli donat?" Tanya Erina tak percaya."Iya bu.. mungkin dua bulan lebih yang lalu lah.. pokoknya mas Amar sering beli donat dan hampir tiap hari. Jumlahnya juga banyak. Kadang sampai 30 donat sampai mbok bi
Raina menyendokkan satu butir bakso kecil ke mulutnya. Rasa hangat dan nikmat melumuri mulutnya, perutnya yang terasa lapar seperti menemukan maksud makanan yang cocok dengan rasa mualnya."Apakah enak?" Tanya Amar yang memperhatikan mantan istrinya itu memakan baksonya dengan perlahan.Raina mengangguk. "Enak, mas."Amar mengajak Raina untuk menyantap semangkuk bakso itu di meja makan saja. Tapi, Amar tetap menjaga jarak aman supaya Raina tak ketakutan."Mas tidak makan?" Tanya Raina pelan ketika ia melihat lelaki di sebrangnya itu hanya diam saja.Amar tersenyum. "Tadi mas sudah makan.."Raina mengangguk dan kembali menyantap makanannya."Apa mualnya masih begitu parah?" Tanya Amar akhirnya."Iya.."Amar ingin bertanya lagi tapi karena mendengar jawaban Raina yang singkat, ia tak mau merusak mood wanita yang dicintainya itu.Raina berhasil mem
Raina tercengang mendengar perintah Wijaya.Lelaki paruh baya itu menginginkan Amar untuk tinggal disini. Satu rumah dengannya.Sebenarnya tak ada yang salah, mengingat Amar juga tuan rumah di rumah ini.Tapi untuk tinggal satu atap lagi dengan lelaki itu?Rasanya Raina belum sanggup..Trauma itu belum hilang..Apalagi keduanya sudah berstatus menjadi mantan suami istri."Tidak apa-apa, pa. Aku tinggal disana saja.." jawab Amar."Lalu bagaimana kamu akan membayar operasional rumah itu? Kamu mau menghabiskan tabunganmu?Pikirkan mengenai listrik, air dan juga perawatan lainnya! Apalagi rumah itu dua kali lebih besar daripada rumah ini.." kata Wijaya dengan tegas."Papa tenang saja, insya Allah dalam waktu dekat aku akan mendapatkan pekerjaan.." jawab Amar mulai merasa tak enak karena papanya menggerutuinya di depan Raina.Raina tertunduk sambil memikirkan sesuat
Erina dan suaminya berhasil membawa Raina kembali ke rumahnya. Entah bagaimana caranya, wanita hamil itu sekarang berada dalam perlindungan mantan mertuanya.Erina juga mengucapkan rasa terima kasihnya kepada Ayu yang sudah menampung dan merawat Raina selama ini.Sebenarnya, Raina menolak untuk tinggal bersama Erina dan Wijaya. Ia terlalu banyak merepotkan. Tapi melihat ketulusan dan kasih sayang yang Erina tunjukkan dan ketegasan Wijaya. Raina tak punya pilihan. Akhirnya ia mengikuti keduanya.Raina tiba di rumah kedua orang tua baik hati itu.Rumah berasitektur belanda. Terlihat sederhana tapi sangat luas.Rumah itu dibuat menanjak seperti bukit ketika akan masuk ke halamannya. Terdapat beberapa pohon yang lebat tertanam di halaman serta taman yang begitu terawat.Dulu, Raina suka sekali duduk di taman itu. Sangat teduh meskipun terik matahari menyapa.Rumah tersebut terdiri dari tiga kama
"Bukan. Ini bukan anakmu!" Ucap Raina tegas.Amar menatap wanita itu dengan kebingungan."Raina....." panggil Amar lembut."Ini bukan anakmu! Ini anak selingkuhanku! Aku hanya wanita kotor dan pezinah."Raina memalingkan wajahnya saat mengatakan hal itu, air mata tak bisa dibendungnya.Amar sangat sedih mendengar ucapan Raina. Ia sama seperti Raina, menahan tangisnya.Perlahan, Amar menarik kursi yang berada di samping tempat tidur dan duduk di samping Raina."Maafkan aku, Raina..." ucap Amar lirih."Aku sudah mengetahui semuanya, Wira sudah menceritakan semuanya padaku..Maafkan kebodohanku saat itu yang tak mempercayaimu.. aku benar-benar menyesal."'Jadi, mas Amar sudah mengetahui kebenarannya?' Ucap Raina dalam hati."Raina.. aku tahu luka yang kuberikan kepadamu begitu dalam.. aku mohon dengan sangat kepadamu tolong maafkan aku..Aku rela ber