Share

Bab 5

Author: Ummu Amay
last update Last Updated: 2025-05-15 15:43:29

Seorang perempuan berpakaian sederhana muncul dari balik pintu. Entah siapa dia tapi wajahnya terlihat ramah saat memandang Hanna.

"Kamu sudah bangun?" tanyanya dengan suara lembut. Usianya mungkin sama dengan Hanna, hanya saja wajahnya terlihat biasa dengan tompel kecil yang ada di pipi sebelah kirinya.

Hanna mengangguk. Ia merasa lega sebab bukan lelaki bertubuh besar dan menyeramkan yang muncul dari balik pintu.

Perlahan perempuan itu pun duduk di depan Hanna, lalu memberikan sehelai gaun berwarna maroon yang tampak mahal.

"Ganti bajumu yang basah itu dan pakailah gaun ini," ucapnya pelan.

Hanna mengamati kaos oblong yang masih dikenakannya. Memang terasa lembab, mungkin oleh keringat, pikirnya. Lalu, ia pun mengambil gaun yang disodorkan ke arahnya. Tampak ragu terlebih setelah ia mengangkat dan mengamati gaun tersebut.

"Pakai ini? Apa tidak salah?" tanya Hanna yang terkejut melihat pakaian yang terlihat tipis dan menerawang di depannya.

Perempuan itu menggeleng. "Tidak. Memang pakaian ini yang harus kamu kenakan."

"Tapi ...."

"Cepatlah. Aku tidak ingin preman-preman itu datang dan malah menghukumku karena pekerjaan yang sepele ini."

Kedua alis Hanna menyatu, 'Apa katanya? Pekerjaan sepele? Memakai baju yang akan memperlihatkan bagian tubuhku ia bilang pekerjaan sepele?' batin Hanna tak suka.

"Kalau boleh tahu, memang aku ini ada di mana? Tempat apa ini?" Hanna mencoba mencari informasi.

Hanna bisa melihat perubahan ekspresi pada perempuan di depannya tersebut.

Aku akan menjawab asal kamu mau memakai pakaian itu sekarang."

Hanna kembali menatap gaun di tangannya. Tapi, hatinya menolak. "Maaf. Aku tak bisa," katanya menggeleng.

Tiba-tiba perempuan di depan Hanna itu berdiri. Sorot matanya tajam dan khawatir. Namun, belum sempat ia berkata, seseorang menggedor pintu dengan keras.

"Hei, Jasmin! Apa tugasmu sudah selesai?" Suara seorang pria berteriak kesal.

Perempuan yang ternyata bernama Jasmin itu menoleh menatap pintu. Lalu, ia kembali memandang Hanna dengan tatapan memohon sembari menunjuk kain di tangan Hanna tersebut.

"Kamu dengar! Mereka sudah menunggu."

"Menunggu apa?" tanya Hanna tak mengerti.

"Hei! Perempuan bodoh! Buka pintunya sekarang!" Sekali lagi, suara pria di luar sana berteriak sambil menggedor pintu berkali-kali.

Perempuan itu kembali menatap Hanna, tapi gelengan yang Hanna tunjukkan membuatnya pasrah dan memilih untuk berbalik, membuka pintu yang sebelumnya ia kunci.

"Kau ini tuli atau bodoh? Aku bertanya dan kau malah diam saja tidak menjawab." Hanna mendengar seorang pria menggertak perempuan bernama Jasmin tadi.

"Maafkan saya. Tadi saya sedang membujuknya supaya mau memakai gaun yang Anda berikan."

"Jadi, dia masih belum berganti pakaian?" Pria itu berteriak marah.

Tak ada sahutan, yang ada malah suara langkah berat yang terdengar semakin kencang ke arah Hanna.

Lalu, sesosok pria berbadan besar —yang menculik Hanna, muncul di hadapannya.

"Kenapa kamu masih belum memakai baju itu?" tanya si pria dengan tampang garang.

"Aku tidak suka dengan baju ini. Aku tidak mau memakainya."

Seketika seringai muncul di bibir pria tersebut. "Sekarang kamu sudah tidak bisa menawar. Apa yang kami perintahkan, kamu harus turuti," kata pria itu tersenyum menakutkan. Bibir yang hitam dan tebal menutupi deretan gigi kuning yang menyeramkan.

"Lekas pakai baju itu kalau tidak mau aku paksa!"

"Tidak." Hanna tetap bersikukuh.

Tampak pria itu mulai tak bisa menahan emosi. "Ingat, kau itu sudah milik seseorang. Orang itu sudah membayar tubuhmu dengan harga yang sangat tinggi. Jadi, cepat ganti baju itu karena orang yang membayarmu sudah menunggu."

Mendadak tubuh Hanna membeku. Ia terkejut mengetahui fakta bahwa Darma telah menjualnya.

"Aku tidak mau," kata Hanna dengan suara pilu. Begitu pelan dan menyedihkan. Jasmin yang berdiri di belakang pria berbadan besar itu, merasa iba dan kasihan. Namun, sepertinya ia tidak bisa menolong. Terlebih ketika si pria mendekati Hanna dan menarik kedua tangan gadis itu ke besi tempat tidur, lalu mengikatnya.

"Tidak! Lepaskan aku!" Hanna menjerit ketakutan. Tapi, teriakannya sama sekali tak didengar.

"Kau jangan diam saja! Cepat ambil baju itu dan pakaikan ke tubuhnya!" Pria itu berkata pada Jasmin yang sejak tadi hanya diam menonton.

Dengan langkah ragu dan sedikit terburu-buru, Jasmin mendekat seraya mengambil gaun dari atas ranjang. Ia terlihat tak tega ketika melihat Hanna meronta dengan air mata yang mulai menetes. Tapi, ia benar-benar tak bisa berbuat apapun selain mengikuti perintah si pria yang masih memegang kencang tangan Hanna.

Tampak Hanna berusaha menendang, meronta, minta dibebaskan. Tapi, ia malah mendapat ejekan dari si pria berbadan besar tersebut yang menertawainya dengan sangat puas.

Hanna menangis, ia ketakutan saat Jasmin sudah akan melepaskan pakaiannya. Namun, perempuan itu mengalami kesusahan saat akan melepaskan kaos dari tubuh Hanna.

"Kalau tangannya diikat, kaos ini tak bisa dibuka," kata Jasmin memberi tahu.

"Kalau begitu kamu paksa saja. Robek kaos itu."

Jasmin menatap Hanna yang menggeleng supaya tidak melakukan apa yang si pria katakan.

"Saya akan lakukan, tapi Anda harus pergi dari sini," ucap Jasmin membuat si pria menatap marah. "Pelanggan tidak akan membayar kalau sudah ada lelaki lain yang melihat tubuhnya," lanjut Jasmin menjelaskan.

Alih-alih menolak, ternyata pria itu menurut. Ia pun pergi dengan perasaan kesal. Anak buah Darma itu tak bisa berbuat macam-macam sebab alasan Jasmin yang dianggapnya masuk akal.

"Cepat kamu lakukan!" bentaknya seraya meninggalkan kamar.

Kini hanya tinggal mereka berdua di ruangan tersebut.

"Maafkan aku," ucap Jasmin seiring tangannya yang merobek paksa kaos oblong yang Hanna kenakan. Perempuan itu lalu memakaikan gaun berwarna maroon yang ada di tangannya ke tubuh Hanna.

Tampak Hanna memejamkan matanya, menangis. Ia merasakan sesak di dada. Hatinya sakit saat tangan Jasmin melepas kaosnya dan mengganti dengan pakaian tipis itu dengan sangat cepat.

Bayangan menjadi seorang pelacur kini benar-benar ada di hadapan Hanna. Dirinya yang sudah laku terjual, bersiap untuk dicicipi, dirasakan oleh laki-laki hidung belang yang membelinya dengan harga tinggi.

Di tengah tangis Hanna yang membayangkan nasib tragisnya, tiba-tiba terdengar suara berisik di luar. Tak berselang lama pintu kamar pun didobrak, membuat dua perempuan di kamar tersebut kaget dan menatap waspada. Detik berikutnya, seorang pria muncul di hadapan mereka.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Malam Pertama Penuh Gairah Bersama Cucu Presdir   Bab 5

    Seorang perempuan berpakaian sederhana muncul dari balik pintu. Entah siapa dia tapi wajahnya terlihat ramah saat memandang Hanna."Kamu sudah bangun?" tanyanya dengan suara lembut. Usianya mungkin sama dengan Hanna, hanya saja wajahnya terlihat biasa dengan tompel kecil yang ada di pipi sebelah kirinya. Hanna mengangguk. Ia merasa lega sebab bukan lelaki bertubuh besar dan menyeramkan yang muncul dari balik pintu. Perlahan perempuan itu pun duduk di depan Hanna, lalu memberikan sehelai gaun berwarna maroon yang tampak mahal. "Ganti bajumu yang basah itu dan pakailah gaun ini," ucapnya pelan. Hanna mengamati kaos oblong yang masih dikenakannya. Memang terasa lembab, mungkin oleh keringat, pikirnya. Lalu, ia pun mengambil gaun yang disodorkan ke arahnya. Tampak ragu terlebih setelah ia mengangkat dan mengamati gaun tersebut. "Pakai ini? Apa tidak salah?" tanya Hanna yang terkejut melihat pakaian yang terlihat tipis dan menerawang di depannya. Perempuan itu menggeleng. "Tidak. Mem

  • Malam Pertama Penuh Gairah Bersama Cucu Presdir   Bab 4

    "Lepaskan dia!"Sontak semua orang menengok, mencari asal suara, termasuk Hanna yang berharap mendapatkan pertolongan atas penangkapan paksa yang dilakukan oleh anak buah Darma. Sepuluh meter dari tempat Hanna berdiri, tampak sesosok pria dengan penampilan khas seorang eksekutif muda, berdiri menatap tajam ke arahnya. 'Dia lelaki yang kemarin di rumah sakit bukan?' batin Hanna teringat insiden tubrukan di rumah sakit saat dirinya hendak ke bagian administrasi. Anak buah Darma yang ditugaskan menjadi jubir, melepaskan pegangan di tangan Hanna. Ia kemudian mendekati si pria asing tersebut tampak tersinggung. "Jangan ikut campur atas sesuatu yang bukan urusanmu!""Perempuan itu urusan saya," kata si pria asing menjawab dengan tenang. Seketika Hanna terkejut demi mendengar ucapan pria itu. Ia tidak kenal dan baru bertemu sekali —itupun dalam insiden tak mengenakan. Lantas, bagaimana bisa dia berkata demikian? "Heh! Jangan mengada-ada. Sepanjang kami mengenal perempuan itu, tidak ad

  • Malam Pertama Penuh Gairah Bersama Cucu Presdir   Bab 3

    Di ruang kerjanya, Rafael tengah mengingat cerita sang kakek yang terus membicarakan sosok perempuan bernama Hanna. Seseorang yang katanya telah menyelamatkan laptop miliknya ketika dicuri dari dalam mobil ketika mereka baru menjenguk seorang kerabat di rumah sakit. "Kalau bukan karenanya, mungkin laptop yang berisi dokumen-dokumen penting itu sudah hilang berpindah tangan."Penambahan cerita yang seolah dibuat dramatis, membuat Rafael menyisir rambutnya dengan jarinya yang besar. "Argh!" geramnya antara kesal sekaligus bingung. Beberapa detik kemudian ia memilih untuk menghubungi seseorang, yang tak lain adalah sahabatnya, Bastian."Aku mau minta tolong padamu.""Hei! Kau meneleponku tiba-tiba saat aku sedang rapat, tanpa salam dan sapa, malah memberondongku untuk minta dibuatkan surat perjanjian. Apa kau sudah tidak waras, Rafael?"Rafael sama sekali tak peduli dengan reaksi sahabatnya itu. Ia justru menambah level kekesalan Bastian dengan permintaannya. "Aku mau hari ini kamu b

  • Malam Pertama Penuh Gairah Bersama Cucu Presdir   Bab 2

    Sepersekian detik Hanna terdiam. Ia mencoba memahami kalimat yang lelaki tua di depannya katakan. "Maaf, Pak, saya sedang terburu-buru, dan saya tidak bisa memenuhi permintaan Anda."Setelahnya Hanna pun berbalik pergi. "Kalau kamu tidak terburu-buru berarti kamu mau jadi menantu saya?" tanya lelaki tua itu setengah berteriak, masih memaksa. Namun, Hanna hanya tersenyum dan tidak menanggapi ucapan lelaki tua yang kemudian didatangi oleh seorang pria muda. "Kakek tidak apa-apa?" tanya pria itu dengan wajah cemas. Sang kakek menggeleng. "Tidak. Kakek baik- baik saja. Laptop milikmu juga selamat," ucapnya seraya menyerahkan tas hitam kepada si pria yang adalah cucunya itu. Pria itu mengambil tas tersebut dari tangan si kakek. Ia merasa bersyukur karena barang yang teramat penting itu selamat dari aksi pencurian yang baru saja digagalkan. "Kakek bicara dengan siapa tadi?" Pria tampan yang siang itu mengenakan jas hitam menutupi kemeja putih dan dasi biru tuanya, bertanya sembari men

  • Malam Pertama Penuh Gairah Bersama Cucu Presdir   Bab 1

    "Dug! Dug! Dug!"Suara gedoran pintu di luar terdengar sangat keras tepat saat Hanna baru keluar dari kamar mandi. Tak ada jeda, suara itu masih terdengar —malah semakin kencang dan cepat. "Buka pintunya!" Suara teriakan dari seorang pria menyatu dengan suara gedoran pintu yang Hanna yakin telah membuat beberapa tetangganya berdatangan. Ini bukan pertama kali terjadi, sudah beberapa kali dalam sebulan suara yang tak asing ini menyambangi kediaman Hanna. "Sebentar!" teriak Hanna si empu rumah. Gadis itu melangkah cepat, tak ingin jika suara kencang dan keras itu semakin membuat kerumunan warga di lingkungan tempatnya tinggal bertambah banyak. Saat pintu dibuka, tampak ada sekitar lima orang pria berpakaian preman berdiri di depan pintu rumah Hanna dengan ekspresi seram dan mengintimidasi. "Mau apa lagi kalian datang ke sini?" tanya Hanna sedikit berteriak, mencoba memberanikan diri. Salah seorang dari mereka mendekat, "Mana uang yang kamu janjikan?" tanyanya dengan suara pelan,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status