Share

Bab 6

Author: Ummu Amay
last update Last Updated: 2025-09-20 14:43:31

Sepertinya butuh kekuatan ekstra ketika pintu kamar itu berhasil dijebol oleh seseorang. Hanna yang masih belum bisa menerima atas apa yang Jasmin lakukan terhadapnya, tampak terdiam begitu melihat seorang pria menatapnya dengan tatapan dingin, tapi juga terlihat khawatir. Seorang pria yang sebelumnya muncul ketika dirinya disambangi oleh para preman yang merupakan anak buah Darma di taman depan rumah sakit, kini tiba-tiba muncul di tempat di mana Hanna dibawa.

'Apakah dia datang untuk menolongku?' batinnya bertanya penuh harap. Sedikit perasaan bahagia hadir di tengah ketakutan sebab keberadaan dan statusnya di tempat tersebut.

Di tengah perasaan Hanna yang masih berkecamuk, tiba-tiba dua orang pria lain muncul. Mereka sepertinya masih berteman dengan si pria asing sebab sikap hormat yang mereka tunjukkan ketika sampai. Tapi, ketika menoleh ke arah Hanna, seketika mereka pun berpaling dan pergi setelah mendapatkan perintah.

"Kalian tunggu di luar!" perintah si pria asing.

"Baik!"

Hanna menyadari apa yang terjadi. Tapi, ia tak bisa berbuat apapun, hanya bisa memejamkan mata —kembali menangis. Ia malu dengan penampilannya sekarang.

Setelah dua orang tadi pergi, si pria asing pun melangkah mendekati Hanna. Jasmin yang sebelumnya duduk di depan Hanna, langsung berdiri dengan tubuh gemetar ketakutan. Kepalanya menunduk seolah enggan menatap pria yang kini berdiri di depan dan memandang Hanna, membayangkan apa yang gadis di depannya sudah alami.

Apa yang Jasmin lakukan, juga tengah Hanna lakukan. Ia yang hanya memakai gaun super tipis di mana lekuk tubuhnya terlihat dengan sangat jelas —meski area sensitifnya masih tertutup pakaian dalam, tertunduk menahan malu. Sampai ia sendiri tidak menyadari ketika si pria asing melepaskan ikatan di tangannya dan menutup tubuhnya dengan jas yang ia kenakan.

Hanna merasa lega. Tangan yang sejak tadi mencoba melepaskan diri, kini terbebas. Penampilannya yang memalukan juga terlihat lebih baik sekarang.

Si pria kemudian duduk dan menatap Hanna yang perlahan mengangkat kepalanya, menatap dengan wajah yang sembab oleh air mata.

Beberapa saat mereka saling menatap dan menyelami pikiran masing-masing. Hingga Hanna perlahan berkata, "Terima kasih," ucapnya dengan suara lemah. Di detik berikutnya gadis itu kembali pingsan untuk kedua kalinya.

**

Lebih dari dua jam Hanna tak sadarkan diri. Kali ini lebih lama dibanding sebelumnya. Bahkan, gadis itu terbangun setelah hari berganti malam.

Saat Hanna membuka mata, ia melihat sesosok pria yang belum lama ini ada di dalam mimpinya tengah duduk di sisi ranjang.

Ya, Hanna baru saja bermimpi tentang seorang pangeran berkuda yang menghampirinya ketika ia tengah sendirian di dalam hutan. Hanna tersesat, tak tahu arah pulang. Ia menangis dan tak lama kemudian sesosok lelaki dengan pakaian ala seorang pangeran muncul dengan menunggangi seekor kuda putih yang cantik.

Ketika Hanna baru akan beranjak berdiri, tiba-tiba pangeran itu menghilang, dan ia pun terbangun dari mimpinya.

Meski membelakangi, Hanna merasa yakin kalau lelaki yang saat ini duduk di dekatnya adalah lelaki sama yang ada di dalam mimpinya. Lelaki itu juga adalah si pria asing yang dua kali muncul ketika dirinya tengah berada dalam cengkeraman anak buah Darma.

Perlahan Hanna bangun. Ia berhasil duduk tanpa membuat si pria yang tidak mengenakan pakaian itu —menyadari apa yang dilakukannya.

Ketika Hanna mencoba melihat apa yang tengah lelaki itu lakukan, ia pun terkejut. Lengan lelaki itu terluka. Ada darah yang tampak keluar dari lukanya.

"Boleh saya bantu?" Tiba-tiba Hanna bersuara. Ia sendiri kaget, tapi hal itu memang spontan ia ucapkan.

Si pria asing menoleh. Ia melihat Hanna yang sudah duduk di belakangnya. Jarak mereka sangat dekat, bahkan mereka bisa melihat dengan jelas wajah masing-masing keduanya.

"Aku bisa lakukan sendiri," balas pria itu berpaling, setelah beberapa detik sebelumnya ia memandang Hanna yang juga menatapnya penuh harap.

Namun, satu gerakan cepat Hanna lakukan. Entah apa yang otaknya pikirkan, tiba-tiba ia menahan tangan si pria hingga membuat mereka kembali saling memandang.

"Saya tidak tahu apa yang membuat Anda mau membantu saya, tapi saya sangat berterima kasih atas semua yang sudah Anda lakukan. Untuk itulah, biarkan saya membantu sedikit sebagai balasan atas bantuan yang Anda berikan," ujar Hanna. "Biarkan saya membantu membersihkan luka itu," lanjut Hanna dengan suara bergetar.

Si pria diam. Ia tidak menyahut atau melanjutkan pekerjaannya. Detik berlalu dan itu malah membuat Hanna semakin canggung.

"Bersihkan dengan benar. Luka ini ada karenamu," ucap pria asing itu akhirnya.

Seketika Hanna teringat akan perkelahian yang terjadi antara lelaki asing itu dengan anak buah Darma. Sabetan belati milik preman-preman itu berhasil melukai lengan pria di depannya, membuat Hanna merasa semakin bersalah.

Gadis itu pun bergerak. Ia bergeser mendekati si pria —memposisikan diri supaya bisa memudahkanya membersihkan luka. Perlahan ia mengambil kapas dari tangan si pria, lalu mulai membersihkan darah yang ada di sekitar lengan yang terluka.

Perasaan berdebar mulai Hanna rasakan ketika tangannya menyentuh lengan pria itu. Ototnya yang kekar, hasil dari olah raga yang sepertinya rutin dijalani, membuat Hanna semakin gugup dan canggung. Terlebih ketika kedua matanya melihat dada dan perut six pack di depannya, pikiran kotor mulai menggelayuti.

Sebagai seorang perempuan, itu tentu hal yang sangat wajar terjadi. Berhadapan dengan seorang pria tampan dengan tubuh atletis, perempuan mana yang bisa menahan godaan setan yang tiba-tiba muncul. Namun, demi membalas apa yang sudah si pria lakukan kepadanya, Hanna membuang pikiran-pikiran kotor dari pikirannya tersebut.

Hanna menggeleng, tak sadar. Tapi, hal itu justru menarik perhatian si pria.

"Ada apa?"

"Eh, apa?" Hanna terperangah kaget, memandang pria di depannya yang menatap begitu dingin.

"Kenapa kamu memejamkan mata? Apakah bisa mengobatiku dengan mata tertutup seperti tadi?" tanya si pria dengan suara bass, terdengar seksi di telinga Hanna.

"Maafkan saya. Saya hanya sedikit khawatir mengenai luka ini. Kenapa Anda tidak ke rumah sakit dan malah mengobati luka ini sendiri?" tanya Hanna berbohong.

"Ini bukan luka serius. Aku punya banyak peralatan medis untuk membersihkan dan mengobati luka kecil ini."

Hanna percaya itu. Sebab apa yang dilihatnya bukanlah kotak P3K biasa. Kotak yang ada di depannya sangat lengkap, jauh berbeda dengan yang ia miliki di rumah.

Beberapa saat mereka saling diam. Hanna yang sudah selesai membersihkan darah, kemudian menutup luka dengan perban.

"Sekali lagi terima kasih. Maaf karena sudah merepotkan Anda," ucap Hanna setelahnya seraya merapikan kotak P3K di tangannya.

Si pria menatap Hanna tajam, membuat gadis itu menunduk dan menatap jemarinya yang bertaut. Dan saat itu ia baru menyadari jika pakaian yang dikenakannya masih gaun berwarna maroon yang Jasmin paksa pakaikan ke tubuhnya.

Hanna pun menarik selimut yang ada di dekatnya secara perlahan. Ketika dirinya masih sibuk menutupi tubuhnya, tiba-tiba si pria mendorong hingga membuatnya terlentang.

"A-apa yang Anda lakukan?"

Hanna menatap si pria yang berada tepat di atasnya. Pria itu dengan wajah tampan, rahang yang tegas, bibir yang penuh tapi seksi, menatap dengan mata elang yang sangat mempesona.

"Aku tidak membutuhkan ucapan terima kasih dan maaf darimu atas semua yang sudah aku lakukan."

"A-apa maksud Anda?" tanya Hanna gemetar, mendadak khawatir.

'Apakah ia mau meminta balasan dengan menemaninya tidur malam ini?' batin Hanna takut. 'Apa bedanya aku di sini atau di tempat Darma?' katanya lagi dalam hati.

Perlahan kemudian si pria mendekatkan wajahnya, membuat Hanna spontan memejamkan mata. Deru napas si pria bisa Hanna rasakan saat pria itu berbisik di telinganya.

"Aku mau kamu melakukan sesuatu untukku malam ini?"

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Malam Pertama Penuh Gairah Bersama Cucu Presdir   Bab 80

    Langit malam mulai digantikan cahaya lembut dini hari. Jam menunjukkan pukul dua lewat lima belas, namun ruang kerja di lantai dua kediaman keluarga Bachtiar masih menyala terang.Rafael duduk di kursinya, menatap layar laptop yang menampilkan barisan data dari sistem keamanan rumah. Beberapa log aktivitas mencurigakan tercatat sekitar pukul sebelas malam —waktu yang sama dengan saat Hanna melihat sosok di taman.Ia mengetik cepat, membuka rekaman CCTV. Namun, layar hanya terlihat bayangan hitam putih. Tidak ada gambar, tidak ada suara.Rafael mengetuk meja dengan jari telunjuk, napasnya berat.“Tidak mungkin,” gumamnya pelan. “Sistem ini terkunci ganda. Seharusnya tidak bisa diakses tanpa izin.”Di sisi lain ruangan, Hanna berbaring di sofa kecil, memeluk bantal, mencoba menahan kantuk dan rasa cemas. Tatapannya sesekali beralih ke Rafael, yang wajahnya kini terlihat tegang.“Kenapa? Ada yang aneh?” tanya Hanna pelan. "Kenapa kau tak juga tidur?" Rafael malah balik bertanya. "Entah

  • Malam Pertama Penuh Gairah Bersama Cucu Presdir   Bab 79

    Hanna menatap layar ponsel itu lama, menunggu balasan lain yang tak kunjung muncul. Suara jam dinding berdetak pelan, tapi entah mengapa, malam terasa menyesakkan.Ia memutuskan untuk keluar kamar. Langkahnya ringan, tapi hati kecilnya berdebar tidak wajar. Ia berjalan menyusuri koridor menuju dapur, sekadar ingin meneguk air putih dan menenangkan diri. Namun, baru beberapa langkah, bayangan seseorang terlihat di luar jendela kaca.Tubuh Hanna menegang seketika.Refleks, ia mematikan lampu meja kecil dan bersembunyi di balik tirai. Dari celah sempit, ia melihat sosok tinggi berjaket hitam berdiri di tepi taman, menatap ke arah rumah.Hanna menutup mulutnya, menahan napas.Ia tidak tahu harus memanggil siapa —Rudi sudah pulang karena tidak ada jadwal berjaga malam ini, dan Rafael tengah sibuk di ruang kerjanya.Setelah beberapa menit yang terasa sangat lama, sosok itu akhirnya pergi. Tapi, jejak ketakutan yang ditinggalkan tidak ikut menghilang.Hanna melangkah mundur, tubuhnya gemetar

  • Malam Pertama Penuh Gairah Bersama Cucu Presdir   Bab 78

    Sore menjelang malam. Rumah keluarga Bachtiar tampak hening, hanya suara detak jam dinding yang terdengar samar. Rafael baru pulang dari kantor, langkahnya teratur tapi dingin. Wajahnya tampak tegas, tanpa ekspresi, seolah sejak pagi ia menutup rapat semua rasa terlebih emosi.Di meja makan, Hanna sedang menata piring di atas meja. Tanpa banyak bicara, tanpa menoleh ketika Rafael lewat.“Di mana Kakek?” tanya Rafael sembari celingak celinguk, mengedarkan pandangan ke seluruh ruang makan. Hanna hanya menjawab, masih tidak menoleh. “Menjenguk salah satu temannya di rumah sakit.”Rafael mengangguk. Tak ada lagi percakapan. Hanya suara gesekan sendok dan piring yang terasa lebih nyaring dari seharusnya.Beberapa menit kemudian, Rafael menatap punggung Hanna yang membantu pelayan membereskan piring. “Aku dengar Nadya datang ke toko.”Hanna berhenti, tapi tidak berbalik. “Rudi yang memberi tahu, ya?”Rafael tidak menjawab langsung. “Seharusnya kau tidak perlu menanggapinya.”“Aku tidak me

  • Malam Pertama Penuh Gairah Bersama Cucu Presdir   Bab 77

    Cahaya pagi menembus tirai, memantul lembut di ruangan yang terasa terlalu hening untuk ukuran kamar utama keluarga Bachtiar. Burung-burung di taman berkicau seperti biasa, tapi bagi Rafael, suara itu tidak terdengar menenangkan. Ia membuka mata dengan kepala berat dan pikiran yang penuh sesal.Matanya menatap sisi ranjang yang kosong —selimut masih rapi, tanpa tanda bahwa Hanna sempat kembali.Ia mendesah pelan, lalu duduk. “Bodoh,” gumamnya sendiri.Beberapa detik ia hanya memandangi cermin di seberang tempat tidur, menatap wajahnya sendiri dengan tatapan yang sulit diartikan.Ia tampak rapi seperti biasa, tapi di balik kemeja putih dan jas hitam yang ia kenakan, ada hati yang kacau dan pikiran yang tak tenang.Rafael turun ke lantai bawah. Langkah kakinya pun terhenti di depan pintu kamar tamu, di mana sosok sang istri berada di baliknya. Dari celah bawah pintu, ia bisa melihat cahaya lampu menyala.Rafael mengetuk pelan, tapi tak ada jawaban.“Hanna...” suaranya nyaris tak terdeng

  • Malam Pertama Penuh Gairah Bersama Cucu Presdir   Bab 76

    Suasana rumah malam itu terasa dingin, jauh berbeda dari biasanya. Hanna duduk di sofa di dalam kamar sambil memegang cangkir teh yang sejak tadi tak disentuh. Pikiran dan perasaannya masih bercampur aduk —antara marah, sedih, dan bingung.Sementara Rafael berada di ruang kerja, terdengar bunyi ketikan keyboard yang terputus-putus.Sepertinya pekerjaan di kantor banyak yang harus diselesaikan, yang membuatnya tidak terlalu memperhatikan Hanna sepanjang Rafael pulang dari bekerja. Saat Hanna baru selesai dengan buku di tangannya —yang bahkan tidak ia pahami sedikit pun isinya, karena pikirannya yang masih tertinggal di lobi kantor, tiba-tiba terdengar suara dering ponsel milik Rafael saat pintu di ruang sebelah tertutup. Nama di layar menunjukkan Rudi, pengawal pribadi yang selama ini Rafael percayai untuk menjaga Hanna. Nada bicara Rafael santai di awal, tapi perlahan ekspresinya berubah. Wajahnya mengeras, suaranya menurun, lalu tanpa sadar pandangannya mengarah ke arah Hanna saat

  • Malam Pertama Penuh Gairah Bersama Cucu Presdir   Bab 75

    Keesokan harinya, Hanna bangun lebih awal. Ia membantu menyiapkan sarapan seperti biasa, berusaha tampak normal di depan Hartono dan Rafael.Tapi, tatapan matanya sedikit berbeda —lebih tenang di luar, padahal di dalam dirinya ada badai kecil yang ia sembunyikan dengan sangat hati-hati.“Tidak ke toko hari ini?” tanya Hartono sambil menyeruput kopi.Hanna tersenyum lembut. “Masih, Kek. Tapi agak siang. Ada urusan sedikit yang harus aku selesaikan.”Hartono mengangguk tanpa curiga. Rafael, yang duduk di seberangnya, menatap istrinya sekilas. “Kalau butuh aku antar, bilang saja.”“Tidak usah. Aku bisa minta antar Rudi,” balas Hanna, tetap tenang.Rafael mengangguk pelan. Ada sesuatu yang berbeda dari cara Hanna menjawabnya, tapi ia tidak mau memaksakan tanya.Ia pikir Hanna masih lelah dengan urusan toko. Padahal, wanita itu sudah membuat rencana —rencana yang bisa mengubah segalanya.**Jam menunjukkan hampir pukul dua ketika Hanna tiba di depan gedung megah milik keluarga Bachtiar ber

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status