Share

Bab 145

Author: Viona
Senyum Kaisar membeku, pupil matanya mengecil, tubuhnya sedikit terangkat, menarik jarak agar mereka bisa melihat wajah satu sama lain dengan jelas.

"Ini kedua kalinya kau menamparku. Aku nggak akan menghukummu karena kau sedang kehilangan orang yang kau cintai, tapi kau harus mendengarkanku. Hidupmu adalah milikku. Jangan mencoba bunuh diri hanya karena ibumu sudah meninggal. Kalau nggak, aku akan menyuruh ayahmu membuang jenazah ibumu ke kuburan masal untuk memberi makan anjing liar!"

Jari-jemarinya dengan lembut membelai pipinya, gerakannya lembut namun dengan hasrat yang tak tertahankan, tatapannya tajam dan tegas, seolah-olah segala sesuatu di dunia hanyalah semut baginya, dan hidup mati semua orang bergantung pada keinginannya.

Lyra berbaring di sana dan tidak berani bergerak lagi, membiarkan tangannya mengelus wajahnya seperti ular, dan setetes air mata mengalir dari sudut matanya ke rambutnya yang berantakan.

Jantung Kaisar berdegup tak terjelaskan, seolah-olah air mata itu men
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Malam Terakhir di Singgasana   Bab 176

    Entahlah itu hanya imajinasi Kaisar, tetapi ketika dia menyebut kata "kebebasan", bulu mata Lyra tampak bergetar.Ketika dia melihat lagi, tidak ada gerakan.Dia duduk di kepala tempat tidur, menariknya berdiri, memeluknya, dan berbisik pelan di telinganya. "Sebenarnya, sejak hari pertama kau masuk istana, aku sudah tahu kau gadis yang keras kepala. Kau menerima hukuman, tapi tak pernah mengakui kesalahanmu. Sekalipun kau mengakuinya secara lisan, kau tak mau mengakuinya di dalam hatimu.""Kau sangat menderita karena sifat keras kepalamu ini. Fondasiku masih lemah, dan aku harus bergantung pada keluarga selir untuk menstabilkan istana. Karena itu, ketika mereka mengganggumu, aku tak bisa melindungimu secara terbuka.""Untuk mengurangi hukumanmu, aku harus menghukummu sebelum mereka melakukannya. Paling berat, aku hanya bisa membuatmu berlutut. Tapi kalau kau jatuh ke tangan mereka, aku khawatir kau akan mati.""Selir Sienna meracunimu dan membuatmu bisu. Aku selalu membencinya. Aku me

  • Malam Terakhir di Singgasana   Bab 175

    Kaisar memelototinya, tatapannya berkobar dengan niat membunuh, "Kau sebenarnya di pihak siapa?"Toni segera berlutut di lantai dan meminta maaf, "Yang Mulia, mohon tenang. Hamba nggak punya pilihan lain. Sejak hamba mulai melayani Yang Mulia, hamba selalu mengingat instruksi mendiang Ibu Suri, untuk selalu mengingatkan Yang Mulia.""Sekarang Yang Mulia sedang kehilangan penglihatan dan berjalan menyimpang dari arah yang benar, dan hamba akan tetap menyelamatkan Yang Mulia walaupun harus kehilangan kepala hamba. Kalau nggak, hamba akan terlalu malu untuk menghadapi Ibu Suri di akhirat nanti."Dia bersujud dalam-dalam saat itu, "Tiga hari lagi, akan menjadi peringatan kematian mendiang Ibu Suri. Bagaimana mungkin Yang Mulia tega membiarkan beliau mengkhawatirkan Anda di akhirat?"Tatapan mata Kaisar sedikit melembut saat menyebut nama mendiang Ibu Suri. Toni melanjutkan, "Yang Mulia, apakah Anda ingat? Hari wafatnya mendiang Ibu Suri, cuaca bahkan lebih dingin daripada sekarang, dan sa

  • Malam Terakhir di Singgasana   Bab 174

    Lyra masih belum bangun. Betapa pun Kaisar mengancamnya, dia tetap tak sadarkan diri, seolah mati.Kaisar tentu saja tidak mungkin membunuh Mario dan Roni berdasarkan spekulasi yang belum terkonfirmasi.Mario adalah seorang jenderal yang menjaga wilayah perbatasan barat laut, dan Roni adalah seorang kasim berkuasa yang bertanggung jawab atas Kantor Urusan Internal dan Pasukan Pengintai, sekaligus orang kepercayaannya sendiri. Membunuh salah satu dari mereka sama saja dengan memotong lengan sendiri.Namun, dokter istana mengatakan kepadanya bahwa seseorang hanya dapat bertahan hidup tujuh hari tanpa makanan atau air. Jika Lyra tidak bangun dalam tujuh hari, dia mungkin tidak akan pernah bangun lagi.Kaisar sangat marah, tetapi dia juga tahu walaupun dia memenggal kepala semua dokter istana, itu tetap akan sia-sia.Rania memanfaatkan kesempatan itu untuk menyarankan agar Mario diiznkan untuk mencobanya. Bagaimanapun, mereka harus mencoba mencari tahu.Kaisar dalam hati menolak saran itu.

  • Malam Terakhir di Singgasana   Bab 173

    Rania berdiri tertegun, hatinya diliputi perasaan campur aduk.Dia sudah tahu bahwa perasaan Kaisar terhadap Lyra tidak biasa, tetapi tindakannya tetap di luar dugaannya.Ketika dia kejam kepada Lyra, dia menjadi benar-benar kejam. Ketika dia lembut, dia benar-benar lembut padanya.Di seluruh istana, mungkin tidak ada selir lain yang diperlakukan selembut itu oleh Kaisar?Jika dia menikah dengannya, akankah Kaisar memperlakukannya selembut itu?Dia tidak tahu jawabannya, tetapi Rania tahu bahwa kecil kemungkinannya dia bisa menggantikan posisi Lyra saat ini di hati Kaisar.Apa yang harus dia lakukan? Dia berpikir sejenak, lalu melangkah maju dan berkata, "Yang Mulia, hamba akan melakukannya. Adik hamba sakit parah, dan sudah sepantasnya sebagai kakaknya untuk merawatnya. Hamba mohon Yang Mulia mengizinkan hamba tinggal dan merawatnya sampai dia pulih.""Nggak perlu," tolak Kaisar tanpa ragu. "Mungkin maksudmu baik, tapi Lyra mungkin nggak mau dirawat olehmu. Setelah kau selesai meliha

  • Malam Terakhir di Singgasana   Bab 172

    Kaisar meletakkan dokumen itu dan hendak berdiri ketika mendengar Rania berkata, "Yang Mulia, saya Rania, bukan Lyra."Kaisar tertegun, matanya meredup. Dia lalu bertanya, "Putri Rania, apa yang kau lakukan di sini?"Rania merasa terpukul melihat perubahan sikapnya. Dia buru-buru mengangkat mantel bulu rubah di tangannya ke atas kepala dan berkata, "Yang Mulia, hamba di sini untuk mengembalikan jubah Anda.""Jubah apa?" tanya Kaisar dengan serius.Rania berkata, "Yang Mulia meninggalkannya di aula duka beberapa hari yang lalu. Hamba lihat jubah itu agak kotor, jadi hamba membersihkannya dan membawanya kepada Anda."Kaisar mengerutkan kening.Dia tidak ingat hal-hal sepele seperti itu.Tetapi kata aula duka mengingatkannya pada apa yang telah dia lakukan pada Lyra di sana hari itu. Dia mengerutkan kening dengan penyesalan, bergumam seolah-olah pada dirinya sendiri, atau mungkin kepada Rania, "Aku benar-benar bertindak terlalu jauh hari itu. Dia marah padaku dan masih menolak untuk bang

  • Malam Terakhir di Singgasana   Bab 171

    Tampilannya itu jelas meniru Lyra.Toni terpesona, sesaat tidak dapat membedakan siapa dari kedua saudari itu yang merupakan pengganti dan yang aslinya.Dia melangkah maju dan memberi hormat, "Salam untuk Putri Rania. Apa yang Anda ingin perintahkan pada hamba?""Anda terlalu sungkan, Tuan Toni." Rania menerima sapaan itu, lalu melangkah maju, dan berbisik, "Jubah bulu rubah Kaisar tertinggal di rumah kami. Saya melihatnya agak kotor, jadi saya membawanya untuk dicuci.""Bulu rubah sangat berharga dan sulit dirawat. Saya membutuhkan beberapa hari untuk mengembalikannya ke kondisi semula. Saya datang ke sini hari ini untuk mengembalikannya pada Yang Mulia.""Nggak ada orang lain yang tahu tentang ini, jadi saya nggak berani menitipkannya pada Anda. Mohon Tuan Toni bisa membawa saya menemui Yang Mulia agar bisa mengembalikannya secara langsung."Toni terdiam, memandangi jubah bulu rubah yang dipegangnya, dan berkata, "Aku ingat sekarang. Yang Mulia memang meninggalkan jubah di aula duka

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status