Beranda / Romansa / Malam Terlarang Bersama Dokter Pembimbingku / Bab 156 Logika Pria dan Hati yang Terpisah

Share

Bab 156 Logika Pria dan Hati yang Terpisah

Penulis: Alexa Ayang
last update Terakhir Diperbarui: 2025-12-05 09:48:57

Pagi merangkak naik di Cirebon, membawa serta aroma melati yang sesekali tersaput bau terasi dari dapur-dapur tetangga. Lidya Paramitha Wardhana menghela napas lega setelah menyelesaikan shift paginya yang padat di Puskesmas. Berjalan kaki menuju rumah dinasnya yang tak seberapa jauh, ia hanya berharap satu hal: ketenangan. Sebuah pagi yang tenang, secangkir kopi, dan mungkin membaca laporan penelitian medis yang selama ini tertunda. Namun, rupanya semesta punya rencana lain yang jauh lebih 'berisik' dan berkonsentrasi pada drama pribadi daripada ketenangan ilmiah.

Baru saja ia membelokkan kaki ke arah pintu gerbang rumah, sosok yang seharusnya ada ribuan kilometer jauhnya, kini duduk manis di teras rumahnya, seolah sedang menunggu jamuan teh. Kevin Abimanyu Wisesa, dengan raut wajah perpaduan antara anak kucing yang kehujanan dan agen asuransi yang mencoba meyakinkan calon klien, sudah nongkrong di sana. Ekspresinya penuh harap yang campur aduk dengan setumpuk rasa bersalah seukuran
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Malam Terlarang Bersama Dokter Pembimbingku   Bab 161: Bima Merusak Strategi

    Dr. Alvin Mahawira baru saja meletakkan pena favoritnya. Rasa tenang menyelimuti benaknya saat ia menyandarkan punggungnya di kursi ergonomis kantornya di Cendekia Medika, Jakarta. Di luar, siluet gedung-gedung pencakar langit mulai memudar diwarnai jingga senja, seiring hiruk-pikuk Ibu Kota yang tak pernah mati. Hari-hari terakhir ini memang cukup menguras tenaga, tapi ia bisa tersenyum simpul sekarang.Misi membawa Dr. Surya Baskara Hardiwan kembali ke Jakarta sukses. Kevin Abimanyu Wisesa juga sudah berhasil ditenangkan, lengkap dengan ancaman cerdik yang hanya orang seperti Alvin yang bisa merangkainya. Rahasia pernikahan Bima dan Lidya masih aman terkunci rapat, dan ia, sebagai Wakil Direktur Utama yang paling tahu isi dapur Cendekia Medika, sudah siap tempur menghadapi segala tuntutan hukum yang akan dilayangkan oleh Gabriel Wisesa. Ya, semuanya terkendali. Atau setidaknya, begitulah pikir Alvin.Tiba-tiba, ponselnya bergetar di atas meja kaca. ID penelepon menunjukkan nomor yan

  • Malam Terlarang Bersama Dokter Pembimbingku   Bab 160 Ranjang Terbuka Di tengah Kekacauan

    Cahaya lampu neon yang tiba-tiba menyala terasa brutal, menusuk retina Kevin Abimanyu Wisesa yang masih terkejut. Pintu kamar memang tak terkunci rapat, seolah Bima sengaja membuka kesempatan bagi siapa saja untuk menyaksikan ‘pertunjukan’ yang memilukan ini. Otaknya sejenak blank, sebelum pemandangan di depannya diproses. Di sana, di ranjang king size yang diselimuti seprai putih, Dr. Leo Bima Adnyana terbaring santai, punggungnya menyandar ke kepala ranjang, seprai putih hanya menutupi pinggangnya yang kekar. Di sebelahnya, bersandar pasrah—atau mungkin ketakutan?—ada Lidya. Gadis itu menatap kosong ke dinding di hadapan mereka, berusaha tak melakukan kontak mata dengan siapa pun, terlebih Kevin. Seolah ada palu godam menghantam ulu hatinya, mengobrak-abrik seluruh harapan dan sisa kewarasannya.Tiba-tiba, langkah kaki di belakangnya mengikis keheningan sesaat itu. Sebuah sosok lain muncul di ambang pintu, kepalanya mengintip penasaran. Dr. Surya Bas

  • Malam Terlarang Bersama Dokter Pembimbingku   Bab 159 Sebuah Deklarasi Kepemilikan

    Malam di Cirebon sangat sunyi, membelai setiap sudut kota dengan keheningan yang syahdu, jauh dari hiruk pikuk Jakarta yang tak pernah tidur. Di kamar rumah dinasnya yang sederhana, dr. Lidya Paramitha Wardhana terlelap pulas. Aroma bunga melati yang menguar samar dari halaman luar, menemaninya dalam tidur. Kelelahan mengurus pasien di Puskesmas, ditambah ketegangan akibat kedatangan Surya dan Kevin yang membuat hatinya kalut, menguras seluruh tenaganya hingga tetes terakhir. Kamarnya gelap, hanya menyisakan lampu baca kecil di atas nakas, memancarkan cahaya kekuningan lembut yang menimpa wajahnya, menonjolkan fitur lelah namun tenang.Saking lelahnya, Lidya sampai lupa mengunci pintu kamarnya, bahkan pintu depan. Tubuhnya hanya ingin rebah, menanggalkan semua beban pikiran dan menikmati rehat yang didambakannya.Dalam tidurnya yang lelap, Lidya mulai merasakan kehangatan yang asing. Hangatnya bukan dari selimut tipisnya, atau suhu kamar yang stabil. Sensasi itu terasa lebih pribadi,

  • Malam Terlarang Bersama Dokter Pembimbingku   Bab 158: De Javu Yang Memuakkan

    Desiran dingin seperti embun es langsung membekap Surya, memaksanya tersentak kembali ke realitas yang jauh dari bayangan mimpi. Napasnya terengah-engah, bau antiseptik yang menusuk hidung, dengungan monitor medis samar, dan hiruk-pikuk Cirebon di luar jendela seolah berpacu untuk membanjiri otaknya. Tangannya terangkat, menyentuh wajahnya sendiri. Keringat dingin. Seluruh tubuhnya basah kuyup. Dia tergeletak di tempat tidurnya di salah satu kamar perawatan di Cendekia Medika Cirebon, tempatnya kembali ‘diasingkan’ untuk beberapa hari ke depan, menunggu kepastian apakah dirinya boleh ‘dibebaskan’ untuk menemui Lidya lagi."Sialan Alvin," gumam Surya pahit. Perasaan ditarik paksa dari dekat Lidya, ditarik jauh kembali ke Cirebon hanya karena omongan Alvin Mahawira—dan disetujui Bima, tentu saja—memantik kobar api lama. Rasanya sama persis seperti tragedi itu, kejadian tiga tahun lalu di Bandung.Kilas Balik: Hotel Mewah di BandungTiga tahun lalu. Malam itu, Surya saat itu masih 'sang

  • Malam Terlarang Bersama Dokter Pembimbingku   Bab 157: Keledai dan Kesempatan Kedua

    Beberapa hari setelah pertarungan ‘ring dadakan’ di rumah dinas Kepala Puskesmas—sebuah acara yang Kevin sesali lebih karena memecahkan pot kesayangan Lidya daripada karena memar di wajahnya—dunia Cirebon kembali digemparkan oleh kedatangan dua residen lain dari ibu kota. Kali ini bukan dengan aura permusuhan, melainkan euforia ‘reuni dadakan’.Dr. Gerald, dengan senyum selebar buaya siap santap, dan Dr. Vito, yang terlihat lebih tenang tapi dengan mata penuh kenakalan yang tersembunyi, tiba di kota udang. Mereka memanfaatkan jatah libur singkat mereka, bukan untuk berekreasi, melainkan untuk melakukan 'sidak mendadak' kepada Kevin yang kini secara dramatis menjadi residen ‘lokal’ di sana. Mereka berdua bahkan membawa koper seolah-olah Cirebon adalah tujuan wisata impian, padahal tujuan utama mereka hanyalah menyaksikan drama hidup Kevin yang tidak pernah sepi.Tanpa sungkan, dan mengabaikan fakta bahwa ini adalah fasilitas kesehatan, Gerald dan Vito langsung melesat menuju Puskesmas

  • Malam Terlarang Bersama Dokter Pembimbingku   Bab 156 Logika Pria dan Hati yang Terpisah

    Pagi merangkak naik di Cirebon, membawa serta aroma melati yang sesekali tersaput bau terasi dari dapur-dapur tetangga. Lidya Paramitha Wardhana menghela napas lega setelah menyelesaikan shift paginya yang padat di Puskesmas. Berjalan kaki menuju rumah dinasnya yang tak seberapa jauh, ia hanya berharap satu hal: ketenangan. Sebuah pagi yang tenang, secangkir kopi, dan mungkin membaca laporan penelitian medis yang selama ini tertunda. Namun, rupanya semesta punya rencana lain yang jauh lebih 'berisik' dan berkonsentrasi pada drama pribadi daripada ketenangan ilmiah.Baru saja ia membelokkan kaki ke arah pintu gerbang rumah, sosok yang seharusnya ada ribuan kilometer jauhnya, kini duduk manis di teras rumahnya, seolah sedang menunggu jamuan teh. Kevin Abimanyu Wisesa, dengan raut wajah perpaduan antara anak kucing yang kehujanan dan agen asuransi yang mencoba meyakinkan calon klien, sudah nongkrong di sana. Ekspresinya penuh harap yang campur aduk dengan setumpuk rasa bersalah seukuran

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status