Share

BAB 8: Mulai Bergerak

Rania semakin meradang, tapi ia memilih tetap diam, biarlah adik iparnya itu semakin banyak membuat kesalahan hingga tiba waktunya nanti semua kesalahan–kesalahannya terbongkar di saat yang tepat. Rania diam-diam mengambil gambar kebersamaan Dinda dengan pacar gelapnya.

Acara pertunangan telah usai, Rania masih bungkam akan kebusukan keluarga sang suami dan adik iparnya.

Hari menjelang malam, Rania masih sibuk mencari tempat yang akan digunakan untuk tempat tinggalnya dan sekaligus usahanya dengan uang dari hasil menjual rumah peninggalan orang tuanya, wanita berparas cantik alami itu berdiri di depan ruko, letak ruko dua lantai itu sangat strategis, berada di kawasan padat penduduk, di sekitaran ruko juga terdapat perkantoran dan gedung apartemen, ini sangat cocok untuk usaha kuliner yang akan dijalankan oleh Rania.

“Bu Rania,” suara bariton seorang pria membuyarkan lamunan Rania. Seketika wanita  itu menoleh ke arah suara.

“Dokter Fathan.”

“Bu Rania sedang apa disini?”

“Saya sedang melihat ruko ini, untuk tempat usaha saya.”

Fathan melangkah mendekati Rania.

”Kebetulan sekali, apartemen saya  ada di sekitar sini,” balas Fathan.

“Kebetulan sekali ya, Pak,” Rania tersenyum

“Karena kita bertemu disini, bagaimana kalau kita ngobrol dan sambil ngopi di kafe apartemen,” ajak Fathan.

“Boleh.” Tanpa ragu Rania memenuhi tawaran dokter tampan di depannya.

Keduanya berjalan, dan menuju sebuah gedung apartemen, setelah memasuki loby, Rania dan Fathan menuju sebuah kafe yang menyatu dengan loby, keduanya duduk di sudut kafe, setelah memesan cake dan kopi, tampak berbincang ringan, Rania pun heran dengan dirinya sendiri belasan tahun, hanya berdiam di rumah dan ketika memutuskan untuk mulai mandiri, ia mudah sekali berkomunikasi dengan orang, ia tak menyangka bahwa kehidupan di luar rumah ternyata tidak seseram yang ia bayangkan. Tiba-tiba Dokter Fathan menghentikan pembicaraan, ketika matanya menangkap seseorang.

“Bukankah itu Pak Faiz, suami Bu Rania?”

Rania menoleh ke arah yang tunjukan Fathan, ia melihat suaminya sedang bercengkrama dengan Kinan, sangat mesra, terlihat jelas bahwa mereka sepasang kekasih.

“Bagaimana kalau kita panggil mereka, Pak Faiz dan temannya itu,” usul Fathan pada Rania.

“Tidak perlu Pak Fathan, biarkan mereka,” timpal Rania, lalu fokus pada cake di depanya sambil menyuap dengan begitu tenangnya.

Fathan pun tahu apa yang sedang terjadi. ”Maaf,” sahut Fathan.

“Bukan salah Dokter, kenapa harus meminta maaf, biarkan saja mereka, barangkali sedang membicarakan bisnis, atau sekedar mengobrol seperti kita saat ini.”

“Anda  benar Bu Rania.” Fathan menghargai keputusan Rania, untuk membiarkan Faiz bersama Kinan.

Setelah beberapa menit berlalu, Rania berpamitan, ia menaiki taksi duduk di jok belakang, sambil menahan tangis, mengingat lelaki yang berstatus suami itu berduan di kafe dengan kekasihnya.

Jangan salahkan aku, jika aku berubah menjadi kejam, dan tidak punya hati, batin Rania mengusap kasar air mata yang hampir jatuh ke pipinya.

Pagi hari Rania sudah tidak berada di rumah, akhir-akhir ini ia sering keluar untuk mempersiapkan kemandiriannya ketika akan berpisah dengan  Faiz. Sementara Faiz masih tertidur, padahal jam  delapan kurang lima belas menit lagi

Ketika pintu kamar terdengar Tok! tok!  “Pah, bangun pah sudah hampir jam delapan, kenapa tidak bangun, Safa juga terlambat ke sekolah,” teriakan Safa membangunkan Faiz.

Dengan mata yang masih berat, ia mengusap kasar matanya dan menatap jam dinding di kamarnya.

“Sial, kenapa Rania tidak membangunkan aku,” gerutu Faiz, langsung bangkit berdiri.

Safa, kau ke sekoah naik ojek online ya,” sahut Faiz, sambil berjalan ke kamar mandi.

“Baik Pah, Safa pergi dulu,” sahut gadis belia dengan seragam putih abu itu langsung menuruni tangga.

Dengan tergesa-gesa, lelaki berusia 40 tahun itu bergegas keluar kamar sembari merapikan kemejanya. Lalu membuat roti bakar untuk sekedar mengisi perutnya.

Faiz berjalan menuju pintu depan, tapi langkahnya berhenti tepat di kamar depan, kamar yang beberapa bulan ini di tempati Rania, kerena penasaran, ia pun membuka pintu itu, dan masuk.

Setelah membuka pintu, Faiz menatap seluruh isi kamar lalu menutupnya kembali.

“Kemana Rania sepagi ini, kenapa sekarang berubah, apa sih yang sedang ia rencanakan,” gumam Faiz sembari menutup pintu depan dan berjalan memasuki mobilnya.

Hari ini Faiz berada di gedung kantor pemerintahan tempat Faiz bekerja, Pria berseragam khas abdi negara itu, di sambut oleh beberapa temanya, desas-desus bahwa ia akan di promosikan kenaikan jabatan menjadi kepala departemen sudah terdengar.

“Pak Faiz, jika nanti benar Anda di angkat menjadi kepala  Departemen, jangan lupakan temanmu ini,” ujar seseorang setengah berbisik.

Faiz hanya tersenyum, wajah tersirat kebahagian. ”Beres, tetap dukung saya,” balas Faiz.

Sementara itu Rania mendatangi sebuah ruko yang semalam ia pantau, kali ini sedang bernegosiasi dengan penjualnya dan akhirnya kesepakatan pun di dapat. Rania berjanji akan segera menyelesaikan pembayaran ruko begitu uang hasi penjualan rumah  milik orang tuanya terbayar. Setelah itu Rania ke kantor notaris untuk menyelesaikan jual beli rumah dengan Dokter Fathan.

Setelah beberapa kali bertemu, Rania dan Fathan sudah tampak akrab.

“Bu Rania, administrasi sudah selesai, aku akan mentransfer uangnya di rekening Bu Rania.”

“Terima kasih Pak Fathan.”

“Kebetulan sudah waktunya jam makan siang, bagaimana jika kita makan siang,” ajak Fathan.

Rania pun tidak menolak ajakan dokter tampan di depannya, kebetulan kantor notaris ada di dekat sebuah mall, jadi Fathan mengajak Rania untuk makan di salah satu mall. Pilihan Fathan jatuh pada restoran Jepang.

“Kuliner Jepang baru trend saat ini, terutama anak-anak muda,” ucap Fathan seraya mengeser kursi dan duduk.

“Anda sepertinya hobby berwisata kuliner.”

“Saya suka sekali mencoba berbagai  kuliner, dan terus terang saja, masakan Bu Rania adalah yang terenak,” puji Fathan, membuat Rania tersipu malu.

Selama tujuh belas tahun, ia memasak untuk suaminya tak pernah sekalipun Faiz memuji masakan Rania, dan kali ini merasa tersanjung, seorang dokter, yang hobby kuliner memuji masakannya lezat.

“Anda sedang memuji aku harap tidak ada maksud tertentu di baliknya,” Rania berucap sambil tersenyum.

“Tentu saja ada maunya Bu Rania, aku memuji bukan sembarang memuji, itu kenyataan, dan Bu Rania masih ingat ‘kan, dengan tawaran saya, untuk menjadi staf dapur rumah sakit yang akan saya dirikan?”

“Tentu saja itu kehormatan bagi saya bisa bergabung di rumah sakit, Pak Fathan,” balas Rania, tak pernah menyanggka dirinya akan dihargai oleh seorang pria setelah suaminya menyia-nyiakannya.

Pembicaraan terhenti sejenak, ketika pramusaji membawakan menu, Sashimie dan sushi sudah terhidang di atas meja, ini adalah pertama kali Rania memakan menu itu, selama ini jarang makan di restoran, Faiz tak pernah mengajakanya makan di luar seperti pasangan pada umumnya, padahal untuk masalah materi, tentu saja suaminya tidak kekurangan uang dengan jabatan yang embannya.

“Silahkan makan Bu Rania, ini juga bisa Anda jadiakan referensi untuk usaha kuliner Bu Rania kedepannya.”

“Terima kasih Pak Fathan, saya sangat senang atas perhatian Pak Fathan,” balas Rania, seraya tersenyum.

Rania mulai menyuap dan merasakan menu yang sudah ada di dalam mulutnya. Hampir satu jam Rania dan Dokter Fathan makan siang sembari berbincang ringan.  Setelah selesai makan siang, mereka berpisah di halaman parkir mall.

Rania memilih memanggil ojek online, dan saat akan meraih ponselnya, ia melihat Safa bersama beberapa temannya sedang memasuki mall, Safa terlihat masih mengenakan sergam putih abu, tapi dilengkapi jaket untuk menutupi seragam putihnya.

“Ini masih jam sekolah ‘kan, kenapa Safa berjalan–jalan di mall,” gumam Rania  dengan langkah lebar menyusul putrinya yang telah memasuki mall, terlihat Safa menaiki lift menuju lantai 4, dengan gegas Rania pun menyusul kesana. Dan ternyata Safa dan beberapa temannya akan menonton bioskop.

“Safa,” panggil  Rania pada putri semata wayangnya yang tampak terkejut, ketika sang ibu sudah ada di belakangnya dengan wajah yang marah.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status