Share

Bab 4| Mencari pekerjaan

Seperti sudah menjadi kebiasaannya sejak dulu, saat alarm berbunyi dia langsung mematikan alarm itu lalu kembali membungkus dirinya dengan selimut tebal. Berbeda saat ia masih tinggal di rumah, pasti kakaknya itu yang akan datang ke kamarnya dan menjadi alarm keduanya.

Sudah sepuluh menit berlalu, tetapi Eros masih betah di dalam sana, sampai suara perutnya menyadarkannya untuk segera kembali ke kehidupannya yang sibuk.

"Sudah cukup bermalas-malasannya, boy," kata Eros kepada dirinya sendiri.

Dia beranjak pergi ke kamar mandi sebelum memenuhi keinginan cacing di perutnya yang sedari kemarin meronta ingin diberi makan.

Walaupun seorang pria, tetapi untuk urusan membersihkan diri pria itu membutuhkan waktu yang cukup lama, kurang lebih butuh waktu satu jam untuknya sampai benar-benar siap.

Setelah selesai dengan kegiatan mandi paginya, Eros berjalan menuju dapur untuk sarapan sebelum berangkat ke kantor.

Dia mengambil makanan instan di dalam lemari es, lalu memanaskannya ke dalam microwafe. Untung saja kemarin malam ia sempat berbelanja ke mini market jadi ia tidak harus menahan rasa laparnya.

Sebenarnya bisa saja dia makan di kafetaria kantor, tetapi Eros lebih nyaman sarapan di apartemen. Karena jika dia makan di sana, semua orang akan memperhatikannya dan itu adalah hal yang paling tidak ia sukai.

Menjadi pusat perhatian.

***

Hoam..

Wanita itu menggeliat kala merasakan pancaran cahaya dari si raja sinar menembus masuk ke dalam kamarnya.

"Bi! Tolong tutup gordennya," kata Zora tanpa berniat membuka matanya.

"Bi Minah!" panggilnya lagi sedikit meninggikan suaranya.

Karena orang yang sedari tadi ia panggil tidak menunjukkan batang hidungnya, Zora sedikit mendengkus lalu membalikan tubuh kurusnya berniat untuk menutup gordennya sendiri.

Namun, sebelum niatnya terlaksana, dengan sangat tidak elitnya hidung serta keningnya mendarat lebih dulu di atas lantai. Ya, lebih tepatnya wanita itu jatuh dari tempat tidur.

"Aw!" Pekik Zora lalu bangkit seraya memegang keningnya yang pasti sekarang ini sudah menjadi merah.

Dia menatap sekeliling ruangan itu dengan tatapan bodoh seperti orang linglung. Ia baru menyadari bahwa ini bukanlah kamarnya.

"Aku di mana?" tanya Zora entah pada siapa.

***

Zora berjalan-jalan menelusuri rumah itu seperti seorang wisatawan yang sedang melakukan karya wisata. Lalu ia pergi ke dapur karena biasanya jam segini ibunya sudah membuatkan sarapan untuknya.

Karena walaupun di rumah ada pembantu, tetapi untuk urusan memasak tetap ibunyalah yang memegang kendali.

"Kenapa tidak ada makanan di sini," gerutunya menatap meja makan yang bersih tanpa ada satupun makanan yang bisa ia makan.

Zora mengambil tempat duduk di salah satu kursi yang ada. Dia mengingat-ingat kenapa dia bisa ada di rumah ini?

Seingatnya kemarin ia pergi berbelanja ke mall bersama teman-temannya, pulang ke rumah dan menonton drama kesukaannya di kamar sampai ketiduran.

"Tunggu ..." ucap Zora berusaha mengingat sesuatu.

"Jadi ini bukan mimpi?!" pekiknya saat menyadari bahwa kemarin itu dia bukan sedang bermimpi. Dia benar-benar dihukum oleh ayahnya.

"Ibu, aku lapar," tutur Zora menatap meja makan itu dengan tatapan sedih.

***

Tok tok tok!

Tok tok tok!

"Masuk," kata Eros sedikit malas karena ia tahu betul siapa yang mengetuk pintu.

"Maaf, ini ada berkas yang harus Pak Eros tanda tangani." Orang itu memberikan dokumen yang harus ditanda tangani oleh CEO nya.

Eros mengangkat kepalanya saat mendengar suara seseorang yang ternyata adalah sekretarisnya.

Tebakannya kali ini salah, awalnya ia mengira bahwa yang datang itu adalah Arya, ternyata sekretarisnya, Chiko.

Mungkin sebagian besar orang-orang akan mencari sekretaris itu seorang wanita cantik dan seksi, tapi tidak dengan Eros.

Karena mengaca pada pengalamannya dulu saat memiliki sekretaris seorang wanita, dia tidak bisa fokus dalam pekerjaannya. Setiap menit sekretaris wanitanya itu terus menghubunginya hanya untuk berbasa-basi dan mencari perhatian darinya.

"Ok, nanti saya periksa," kata Eros melihat sekilas dokumen itu lalu menyimpannya kembali.

Eros kembali mendongak ketika melihat pria itu masih berdiri di depannya.

"Silakan, kau bisa kembali," tutur Eros.

"Ya, saya permisi." Pria bernama Chiko itu sedikit membungkukkan badannya kemudian pergi dengan langkah tegapnya. Saat di pintu keluar terdengar suara dengusan kecil dari hidungnya.

Pria sombong.

***

"KA Group." Tunjuknya bergantian ke bangunan yang ada di sebrangnya dan kertas yang ada di tangannya.

"Zora." Panggil Chiko melambai-lambaikan tangannya.

Zora tersenyum dan langsung menghampiri Chiko yang kini sedang tersenyum juga padanya.

"Aku kira kau bercanda, Zo," kata Chiko.

"Hmm ini semua gara-gara ayah menghukumku." Gerutu Zora mengerucutkan bibirnya.

"Jadi kapan aku bisa mulai bekerja?" tanya Zora tidak ingin berbasa-basi. Karena tujuannya datang jauh-jauh ke tempat ini ialah untuk mencari pekerjaan.

"Hari ini," jawab pria itu berhasil membuat Zora mengerjapkan matanya terkejut.

"Benarkah?" tanya Zora dengan mata berbinar. Chiko menganggukkan kepalanya lalu kembali tersenyum.

Tanpa merasa takut orang lain melihat, Zora langsung memeluk Chiko cukup erat membuat pria itu mematung karena keterkejutannya.

"Makasih. Kau memang sahabat terbaikku," kata Zora setelah melepaskan pelukannya.

"I-iya," balas Chiko dengan senyum yang sedikit dipaksakan.

"Suatu hari kau akan menganggapku lebih dari itu, Zo," ucap pria itu membatin.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status