“Shane…” Helena mencoba membantah ide itu. “Kenapa kita harus menikah?” Helena menelan salivanya dengan dahi berkerut. “Apa kau senang Pim disebut anak yang tak jelas asal usulnya?”Helena kembali bungkam. “Setelah pernikahan kita ia akan resmi menjadi anakku, ahli waris Digory.”Jari jemari Helena bergetar di pangkuannya mendengar nama Digory. Semua pengalaman mengerikan dengan keluarga itu masih terngiang jelas di ingatan nya dan sekarang Shane, orang yang paling dalam menancapkan trauma padanya berharap dirinya kembali menempuh jalan yang tak ingin ia lalui lagi. Helena mengangguk pelan, paham akan arti ucapan Shane. ‘Pernikahan ini hanya untuk dirinya memiliki ahli waris kan? Jangan berharap kisah romantis Helena.’“Kalau kita tak perlu menikah, bagaimana? Aku tak akan membatasimu menemui Pim, Shane. Dan aku juga akan mengganti nama keluarga Pim dengan,” Helena menarik napas sesaat sebelum mengucapkan nama belakang, “Digory.”Shane tercenung, ia menatap Helena tajam. Ia ingin m
Waktu berjalan bagai sekejap mata, rasanya baru beberapa jam yang lalu Helena selamat dari jebakan Athena, padahal itu telah terjadi dua hari yang lalu. Dan sekarang di sinilah Helena berdiri di sebuah ruang penuh kaca dengan baju warna putih tulang yang membingkai tubuhnya. “Mama seperti bidadari, di film hilangnya bidadari!” puji Primrose dengan suara lantang. Tak henti-hentinya ia dengan mata berbinar- binar memuji kecantikan ibunya sedari tadi. “Cantik sekali!”“Terima kasih, Sayang,” balas Helena sambil mencium puncak kepala Primrose dengan lembut. “Tapi kau benar-benar cantik sekali, Nyonya Helena!” Barbara yang sekarang mengenakan pakaian bridesmaid berwarna merah muda pucat juga ikut memujinya. “Nyonya? Sejak kapan kau memanggilku begitu, Barbara?”Wanita yang kali ini mengecat rambutnya agar senada dengan pakaian yang ia kenakan sekarang itu tertawa canggung. “Kau akan menikahi Shane -luar biasa- Digory, Helena- eh maksudku Nyonya Helena. Aku dan kau, Nyonya dan kami rakya
Fitur wajah Primrose memang sangat mirip sekali dengan Shane Digory. Gadis cilik itu memiliki iris mata yang berwarna coklat hazelnut dengan rambut kelabu gelap. Persis seperti Shane Digory, bahkan cara mereka tersenyum dan melihat seseorang begitu mirip. Hingga para tamu terkesiap sampai nyaris lupa bernapas ketika pertama kali melihat Primrose pagi ini. Selanjutnya Helena tampak sangat memukau di belakang putri kandungnya. Ia berjalan perlahan sambil melihat ke ujung altar dimana Shane Digory telah menunggunya. Helena teringat kakek Graham yang dulu mendampinginya ke altar sesaat sebelum ia mengikat janji suci dengan Shane. ‘Saat itu wajah Shane sangat tak bersahabat, dengan aura begitu kelam.’Helena bahkan sangat ketakutan menatap wajahnya sembilan tahun silam saat mereka mengucapkan janji suci di depan segelintir orang. ‘Tapi sekarang sungguh berbeda, Shane terlihat sangat tampan dan-.’ Tanpa sadar Helena tersenyum. ‘Manis saat ia tersenyum seperti itu.’Helena langsung menundu
“Wah lihat ekspresi mu. Kau harusnya bisa menjaga ekspresi wajahmu ketika bertemu aku! Kau harusnya tahu diri kalau Shane menikahimu lagi semata-mata karena anak.”Helena menaikan alisnya. ‘Yah aku juga tahu itu. Tapi adik tiri Shane ini masih saja menyebalkan.’Theresia Windsor berdecak sambil menatap Helena dari atas sampai bawah. “Apa kau tak tahu malu menggunakan anak kecil untuk kembali menjebak Shane?”Helena tak menanggapi apa pun. Ia hanya diam dengan rasa kesal yang dipendam. Selalu seperti itu. ‘Ini tak ada ubahnya seperti beberapa tahun lalu.’Theresia Windsor melambai pada pelayan yang membawa gelas-gelas berkaki tinggi berisi sampanye. Ia dan anaknya dengan sigap mengambil gelas yang dibawakan pelayan itu.“Ahh… enak sekali minuman ini. Sayang sekali minuman ini harus disia-siakan untuk pernikahan yang-.” Theresia Windsor melihat Helena dari ujung kaki hingga kepala sebelum melanjutkan ucapannya. “pengantin wanitanya tak kompeten ini.”“Kasian kakakku mendapat anak dari w
“Ta-tapi… .” Kate ingin membantah hanya saja ia terlalu takut membalas tatapan Shane sekarang. Ia hanya bisa menunduk pasrah sambil melihat gaun mewahnya berubah warna dengan perlahan karena terkena cairan. Shane berjalan mendekat ke arah Kate Windsor. “Bukankah kau harusnya bersikap sopan di depan kakak iparmu, Kate. Apa tanganmu sedang patah hingga tak bisa memegang gelas minummu sendiri?”Adik tiri Shane Digory itu langsung merundukkan kepalanya sambil nyaris bersembunyi pada ibunya. “Apa yang kau lakukan, Shane!” Theresia Windsor menggeram, tak tahan seseorang meremehkan anaknya. Tapi sepertinya Theresia lupa kalau orang yang ia lawan adalah Shand Digory. Shane menelengkan kepala, melayangkan tatapan tajam pada ibu tirinya. “Bukankah aku yang harusnya bertanya, kenapa kau bertindak tidak sopan dan ramah pada menantu sah keluarga Digory untuk memegang gelas minummu?” Mata Shane sampai berkedut menahan amarah, jika Theresia dan Kate adalah seorang pria sudah pasti lelaki itu mel
Shane langsung mengeluarkan ponsel dari kantong jas putihnya. Ia mencari nama kontak dan tak lama memencet tombol video. “Seseorang ingin bicara denganmu,” ucap Shane sambil menyodorkan ponselnya pada Helena. Wanita cantik dengan rambut hitam panjang itu terlihat ragu dan bingung sebelum mengambil ponsel milik suaminya itu. “Helena!” seru Jeremy di ujung panggilan. Terlihat ia sedang berada di dalam pesawat. Jeremy menggeser kamera ponselnya ke samping, ke tempat Primrose duduk. Gadis kecil itu tersenyum lebar karena diapit oleh Barbara dan Tatiana. Para wanita itu seakan sedang melayani apa pun yang Primrose inginkan. “Kalian dimana?” tanya Helena bingung melihat suasana di panggilan video dengan Jeremy. “Kami sedang menaiki pesawat pribadi milik Tuan Shane,” jawab Jeremy. “Mama!” panggil Primrose, setelah itu ponsel Jeremy berpindah tangan. “Shane mengajak kami berlibur ke pulau Rhee malam ini! Keren sekali kan! Kami bahkan menaiki jet pribadi ke sana!”Helena menoleh ke arah S
Helena langsung menggelengkan kepalanya. “Tidak. Aku pakai kamar mandi duluan ya.” Shane tersenyum melihat istrinya yang menghilang di balik pintu kamar mandi. Segera lelaki tampan itu juga membersihkan diri di kamar mandi yang berada di dalam kamar tidur. Shane sedang bersiap di ranjangnya. Ia memuji pegawai hotelnya yang sudah membangun suasana romantis di kamar hotel itu dengan sangat baik. Alunan lagu instrumen romantis perlahan terdengar dari piringan hitam yang tergesek gramophone, di sudut-sudut ruangan terdapat lilin-lilin dengan aroma terapi menenangkan tak lupa buket-buket bunga berjajar rapi di atas buffet dan kelopak bunga mawar bertebaran dimana-mana secara acak di dalam kamar itu. Sungguh sangat romantis, hingga membuat siapapun di dalam kamar itu merasa nyaman dan intim. Shane menunggu Helena di atas kasur kamar tidur. Ia sedang memeriksa laporan bisnis perusahaannya dari layar ponselnya saat ia menyadari Helena belum juga datang ke kamar tidur itu padahal waktu sud
“Pim… ,” panggil Helena masih dengan mata tertutup dan meraba-raba seseorang di sampingnya. “Kau harus bersiap-siap pergi sekolah.” Shane tersenyum melihat dadanya disentuh oleh Helena. Alis wanita itu bertaut ketika ia merasa ada yang aneh dari tubuh seseorang yang ia kira anak gadisnya. “Shane!” jerit Helena ketika sadar sepenuhnya dan melihat sosok yang tertidur di sampingnya. “Bagaimana aku bisa berada di kasurmu?” tanya Helena sambil melihat lelaki di sampingnya itu dengan was-was. Shane tersenyum sambil menaikkan sebelah alisnya. “Kau lupa?” Helena mengangguk. Seingatnya semalam ia tak mabuk hingga lupa diri. Dirinya hanya terlalu mengantuk dan berakhir tidur di sofa. ‘Bagaimana bisa pagi ini aku berada di ranjang Shane. Dan ia tidak marah?’ “Kau melompat ke ranjangku, Helena.” Manik mata Helena langsung membulat mendengar pernyataan Shane hal itu malah membuat lelaki itu semakin semangat untuk melanjutkan tipuannya. “Bahkan kau-.” Shane menggaruk tengkuknya yang tida