Tristan mengendarai mobilnya menuju ke rumah sahabatnya. Dia itu seorang Dokter Psikiater. Tristan sudah tak sabar ingin menceritakan semua yang dirasakannya saat bertemu kembali dengan Adelia. Sahabat Tristan bernama Gara. Mereka sudah lama bersahabat sejak Tristan berkonsultasi pribadi padanya. Sampai di rumah sahabatnya, Tristan segera turun dari mobil, berjalan menuju pintu rumahnya.
Tuk ... tuk ... tuk ...
Tristan mengetuk pintu rumah Gara. Kebetulan Gara sedang ada di rumah. Dia mempersilahkan sahabatnya itu masuk ke dalam rumahnya. Kebetulan Gara tinggal sendiri di rumah itu. Mereka duduk di sofa ruang tamu sambil berbincang.
"Tumben kamu datang kesini, biasa aku yang harus menemuimu."
"Ada hal penting yang ingin aku bicarakan."
Tristan terlihat memiliki masalah, membuat Gara ikut berpikir. Apa yang sedang membuat sahabatnya gundah gulana. Tidak biasanya Tristan asal menemuinya tanpa direncanakannya terlebih dahulu. Apalagi pekerjaan Tristan cukup banyak. Sebagai seorang CEO dari perusahaan besar, dia tak punya banyak waktu luang. Untuk menemui Gara, biasanya Tristan menunggu hari libur.
"Hal apa?" Gara penasaran.
"Kemarin aku bertemu Adelia, dia interview di perusahaan milikku."
"Terus, apa yang mau kau tahu?"
"Dulu waktu kami bercerai, aku memberi uang sebesar 5 Milyar untuk kompensasi perceraian. Tapi kenapa dia masih mencari kerja? padahal uang itu cukup besar."
"Walaupun dulu aku yang memilih Adelia di kencan aplikasi itu, tapi sebelum menyiapkan kencan butamu dengannya, aku sudah mencari tahu latarbelakang Adelia terlebih dahulu. Maka dari itu aku yakin Adelia gadis yang cocok untukmu. Dia baik, penyayang, pintar, dan pekerja keras."
"Lalu uang 5 Milyarnya kemana?"
Tristan masih penasaran mengenai uang 5 milyar yang diberikannya pada Adelia saat bercerai. Dia ingin tahu dikemanakan uang yang diberikannya. Uang itu sangat banyak. Tidak mungkin habis begitu saja. Seharusnya cukup untuk mencukupi kebutuhan Adelia.
"Mungkin Adelia menyumbangkannya atau kau bisa menyuruh orang untuk menyelidiki hal ini."
Tristan terdiam memikirkan ucapan Gara. Walaupun dipikirannya dipenuhi pertanyaan yang membuatnya ingin tahu jawabannya.
"Apa yang dikatakan Gara benar, apa aku harus menyelidikinya?" batin Tristan.
"Dulu aku pernah bilang padamu, jangan ceraikan Adelia karena traumamu. Tidak semua wanita seperti ibumu."
Tristan diam. Dia mengingat kembali saat-saat dia menceraikan Adelia. Dia tak berpikir akan jadi seperti ini.
"Aku selalu berharap setelah menikah dengan Adelia, akan menyembuhkan traumamu dan mengembalikan kepercayaan mu terhadap wanita."
Gara tahu betul keadaan Tristan. Dulu Gara yang menyarankan Tristan untuk menikahi seorang wanita sebagai terapi supaya Tristan bisa menghilangkan traumanya terhadap ibunya. Tapi Tristan malah menutup dirinya dari Adelia. Kalau bukan karena Ayah Tristan, Adelia mungkin sudah sangat tersiksa dengan sikap Tristan. Bahkan dulu Tristanlah yang menceraikan Adelia.
"Tristan, kembalinya Adelia dalam hidupmu mungkin sebagai kesempatan untukmu memperbaiki semuanya. Jangan sia-siakan kesempatan ini hanya karena traumamu itu. Traumamu tak akan sembuh jika kau tidak berusaha untuk menyembuhkannya sendiri. Aku hanya sebatas dokter psikiatermu yang hanya bisa mendengarkan masalahmu dan memberikan saran. Selebihnya kaulah sendiri yang harus bisa melawan traumamu itu. Bukalah lembaran baru, bawa Adelia kembali. Aku yakin hanya dia yang akan mengerti dan memahamimu."
"Aku ... aku hanya lelaki lemah yang selalu dibayangi mimpi buruk. Apa Adelia akan mau bersamaku kembali setelah semua yang aku lakukan padanya?"
"Itu karena kau tidak pernah cerita pada Adelia apa yang sebenarnya terjadi padamu. Kalau kau cerita yang sebenarnya pasti Adelia akan sangat mengerti dan mendampingimu sampai kau sembuh."
Tristan mulai menyesali kesalahannya di masa lalu. Dia tahu telah menyakiti perasaan Adelia hanya karena trauma di masa lalunya. Seharusnya dia tidak melakukan itu pada Adelia. Tidak semua wanita seperti ibunya. Tapi traumanya membuat Tristan sangat membenci wanita.
Tristan kembali ke rumahnya, ayahnya sudah menunggunya di ruang tamu. Ayah Tristan sudah lumpuh sejak lama. Dulu saat ada Adelia, ayahnya sangat bahagia karena selalu ada yang memasakkannya, menemaninya jalan-jalan pagi dan memberikannya obat secara rutin. Adelia selalu merawat ayah Tristan dengan baik. Ayah Tristan sangat menyayangi Adelia sebagai menantunya. Beliau sangat terpukul saat Tristan menceraikan Adelia.
"Tristan baru pulang?"
"Iya Pa, apa Papa mau ke kamar biar ku antarkan?"
Pak Tio melihat putranya terlihat lelah dan murung. Dia merasa putranya membutuhkan sosok istri yang bisa membuat hatinya tenang.
"Papa rindu dengan Adelia, apalagi dengan masakannya."
"Oya papa sudah makan?" Tristan mengalihkan pembicaraan.
"Sudah, Tristan bawa Adelia kembali sebelum Papa mati."
"Papa jangan ngomong begitu, Tristan akan berusaha membawa Adelia kembali."
"Terimakasih nak."
Tristan tahu ayahnya begitu merindukan Adelia. Adelia adalah menantu kesayangan ayahnya. Sudah 6 tahun Adelia pergi dari rumah itu. Rasanya rumah menjadi sepi dan sunyi.
Tristan naik ke lantai atas, masuk ke kamarnya. Dia melihat sarung dan sajadah yang jarang dipakainya. Selama ini dia sering melupakan Allah. Mungkin itu yang membuat hatinya tak tenang. Tristan ingat sarung dan sajadah itu pemberian Adelia. Dia menggenggam kedua barang itu. Mengingat Adelia yang selalu mengingatkannya sholat.
"Adelia, rumah ini sepi tanpa kehadiranmu, Papa merindukanmu, dia rindu masakanmu," batin Tristan.
Tristan melepas jas kerjanya. Lalu masuk toilet untuk berwudhu dan sholat. Dia berdzikir dan mengaji, kegiatan wajib yang jarang dilakukannya, sibuk dalam kehidupan duniawi.
"Ya Allah jika Adelia memang jodohku, dekatkanlah kami kembali. Mudahkanlah kami bersama kembali seperti dulu dalam ikatan pernikahan, amin."
Allah Maha Besar mendekatkan hambanya kembali dengan berbagai caranya yang indah.
***
Tristan sedang mengerjakan semua pekerjaan yang menumpuk di meja kerjanya. Semenjak perusahaannya semakin maju, pekerjaan Tristan semakin banyak. Tak jarang dia harus membawa kerjaan kantor ke rumah. Perusahaan yang dulu dirintis ayahnya dari nol sekarang sudah sangat besar dan cabangnya dimana-mana. Saat Tristan sedang menandatangani berkas-berkas itu, handphone Tristan berdering. Tristan langsung mengangkat telpon itu.
"Hallo."
"Saya sudah menyelidikinya Boss," ucap Agen rahasia yang disewa Tristan untuk menyelidiki Adelia.
"Bagaimana hasilnya?"
"Uang 5 Milyar itu didonasikan ke yayasan panti asuhan Boss."
"Terus apa informasi lainnya?"
"Setelah berpisah dengan Boss, Adelia sempat menikah dengan Irfan. Irfan memiliki seorang anak dari istrinya yang sudah meninggal. Adelia menikah dengan Irfan selama dua tahun setelah itu mereka bercerai. Sekarang Adelia tinggal di perumahan xxxx."
"Info yang bagus, selidiki lagi apakah Adelia masih punya hubungan dengan Irfan."
"Baik Boss."
Tristan terkejut mendengar informasi dari agen yang dibayarnya. Tristan tidak menyangka Adelia mendonasikan uang 5 Milyar itu untuk panti asuhan. Dia mengira Adelia sama seperti ibunya yang hanya menyukai uang dan kekayaan. Tapi ternyata Adelia tidak seperti itu.Benar kata Gara kalau Adelia gadis baik. Tidak seharusnya Tristan menyia-yiakannya hanya karena traumanya.
Suasana Restoran Kenanga yang dipadati pengunjung saat di sore hari tampak terlihat dengan jelas. Sepulang bekerja dari rumah sakit Eric pergi ke restoran itu untuk bertemu Sera. Sera adalah pacar Eric dari dia masih duduk di bangku SMA kelas 3. Eric dan Sera bak sepasang sejoli yang tak terpisahkan waktu itu. Di mana ada Eric di situ Sera berada. Mereka melewati hari-hari indah bersama. Bahkan mereka kuliah di universitas yang sama. Demi tetap bersama cintanya, Eric tetap kuliah kedokteran meskipun awalnya tidak menyukai bidang itu karena sebenarnya Eric lebih senang kuliah jurusan informatika. Begitulah cinta apapun akan dilakukan asal tetap bersama.Setelah lulus kuliah Eric dan Sera bertemu untuk membicarakan arah hubungan mereka. Tapi mereka tidak menemukan jalan keluar dari hubungannya yang tanpa arah dan tujuan itu. Keluarga Sera tidak merestui hubungan mereka karena Sera tergolong anak orang kaya. Dulu Eric hanya anak dari keluarga yang sederhana. Ayah d
Setelah pulang dari kampus Irfan selalu pergi ke kamar anak semata wayangnya. Qisya adalah buah cinta Irfan dan Tiara istri pertamanya yang sudah meninggal. Dulu saat bersama Tiara, Irfan merasa hidupnya sempurna. Memiliki seorang istri yang cantik, baik, ramah, sabar dan penyayang serta seorang bayi perempuan mungil yang cantik membuat Irfan sangat bahagia dan tidak ingin melewatkan sedikitpun hari tanpa mereka. Irfan selalu menghabiskan waktu bersama istri dan anak di rumahnya yang sederhana. Meskipun begitu Irfan dan Tiara selalu bahagia dan mencurahkan semua cinta mereka untuk buah cinta mereka.Tapi kini Tiara telah tiada, Irfan berusaha menjadi ayah sekaligus ibu untuk Qisya. Meskipun dulu Irfan pernah menikah dengan Adelia tapi Irfan tidak pernah bisa mencintainya. Irfan hanya menikahi Adelia untuk anaknya Qisya yang begitu menyayangi Adelia. Irfan menikah dengan Adelia selama 2 tahun. Itu juga karena Adelia yang selalu berusaha bertahan demi Qisya yang w
Eric sedang bersiap untuk berangkat bekerja. Dia menemui ibunya yang sedang sarapan di ruang makan. Ibunya mengajak Eric sarapan bersama. Eric duduk di kursi, ikut sarapan bersama ibunya. Ibu Hana mengajaknya berbincang tentang Adelia."Eric bagaimana kalau kita mengundang Adelia makan malam di rumah?""Terserah Ibu.""Kalau begitu sepulang kerja nanti jemput Adelia ya.""Baik Bu."Setelah sarapan Eric berangkat bekerja tak lupa dia mencium ibunya. Eric memang sangat menyayangi ibunya. Semenjak ayahnya meninggal ibunya adalah keluarga satu-satunya Eric. Apalagi sekarang ibunya semakin bertambah tua dan sering sakit-sakitan. Eric ingin sekali bisa membahagiakan ibunya. Dengan membawa Adelia kembali itulah cara membahagiakannya.***Irfan mengendarai mobilnya mengantarkan Qisya berangkat sekolah. Sebelum berangkat ke sekolah, Irfan pergi da
Setelah Tristan pergi, Adelia mengajak Eric untuk masuk ke rumahnya dulu untuk menunggu Adelia mandi dan berganti pakaian. Eric masuk ke dalam rumah dan bertemu dengan Ibu Ayu yang sedang berada di ruang tamu. Dia menyalami ibu Ayu, duduk di sofa dan mengobrol dengannya sambil menunggu Adelia."Nak Eric sudah lama tidak bersilaturrahmi seperti ini.""Iya Bu, maaf kemarin-kemarin saya sibuk. Ibu bagaimana kabarnya?""Baik, semenjak check up terakhir saya lumayan enakkan.""Yang terpenting ibu tidak boleh kecapean, stress, jaga pola makan, olahraga ringan dan istirahat yang cukup. Kalau ada keluhan bisa telpon saya langsung. Nomor telpon saya masih sama.""Terimakasih nak Eric."Mereka terus berbincang-bincang hingga Adelia keluar dari kamarnya. Adelia terlihat cantik dan anggun mengenakan dress berwarna merah. Eric melihat Adelia yang berjalan ke arahnya
Iya Bu," ucap Adelia ragu.Setelah mengobrol dengan Ibu Hana, Adelia pamit pulang karena sudah malam."Saya pulang dulu ya Bu," ucap Adelia."Biar Eric mengantarmu pulang," ucap Ibu Hana."Makasih sebelumnya Bu, tapi saya bisa naik taksi," ucap Adelia.Eric masuk ke ruang makan saat Adelia pamitan."Adelia biar aku yang mengantarmu pulang," ucap Eric."Iya Adelia, sudah malam. Biar Eric mengantar pulang," ucap Ibu Hana."Baik Bu," ucap Adelia.Eric mengantarkan Adelia kembali ke rumahnya. Sepanjang perjalanan Adelia terlihat murung. Mungkin karena ucapan ibunya membuatnya sepeti itu."Adelia tidak usah dipikirkan apa yang ibuku katakan, lakukanlah semua yang ingin kau lakukan jangan terbebani," ucap Eric."Terimakasih Kak Eric," ucap Adelia.&
Eric sedang istirahat di ruangannya saat jam istirahat datang. Dia sedang memikirkan sesuatu untuk mendekati Adelia. Tak mudah memulai kembali sebuah hubungan yang telah lama terputus apalagi meninggalkan luka mendalam. Pendekatannya kali ini harus penuh pertimbangan, dia tidak ingin membuat Adelia tak nyaman. Jangan sampai kedua mantan suaminya lebih unggul dan baik dari pada dirinya. Dia harus jadi winner.Eric sudah pernah pacaran tapi tidak tahu cara mendekati Adelia kembali. Dia takut salah tingkah dan aneh jika salah langkah. Di tengah kegalauannya, perawat masuk ke ruangan Eric untuk meletakkan berkas pasien di meja Eric."Suster Tari saya boleh bertanya?""Tanya apa Dok?" Suster Tari penasaran, dia merasa pertanyaan ini serius, terlihat dari ekspresi sang Dokter.Eric ingin tahu pendapat Tari karena dia seorang wanita seperti Adelia. Kebetulan Eric lumayan dekat dengan Tari.
Raisa melihat Adelia yang baru saja datang."Kak Adelia pas banget udah pulang, Kak ini Kak Frey," ucap Raisa menunjuk ke arah Frey."Adelia, perkenalkan saya Frey," ucap Frey mengenalkan diri pada Adelia."Iya, saya Adelia," ucap Adelia.Eric menatap lelaki yang ada di depannya. Dia mulai menyadari lelaki itu juga menginginkan Adelia, sekarang total rival menjadi tiga. Semakin sulit jalannya untuk jadi winner."Eh ada Kak Eric juga," kata Raisa."Iya, selamat sore Raisa," sapa Eric."Sore Kak Eric," balas Raisa.Frey menatap Eric, dia merasa lelaki di samping Adelia memiliki tujuan yang sama dengannya. Jalannya untuk mendekati Adelia tak akan mudah."Kak Frey, ini lho mantan suami pertama Kak Adelia, Kak Eric namanya," ucap Raisa memperkenalkan Eric pada Frey."Pe
Eric pulang dengan mobilnya selepas mengantarkan Adelia. Mukanya sedikit cemberut karena kesal bertemu dengan Frey tadi. Eric tak tahu kenapa ada rival lain lagi dalam memperebutkan Adelia. Dulu Adelia pernah jadi istrinya tapi sekarang mau menjadikannya istri kembali sepertinya tak semudah yang dibayangkannya. Rivalnya juga memiliki peran dan kelebihannya masing-masing. Tristan seorang CEO dari perusahaan besar, Irfan seorang Dosen Akuntansi di universitas ternama dan Frey seorang anggota kepolisian yang masih muda. Usaha Eric mendekati Adelia bisa saja gagal, Adelia mungkin akan memilih selain dirinya."Frey sepertinya juga menyukai Adelia, aku harus bersaing dengan tiga rival sekaligus. Bagaimana caranya aku mendekati Adelia?" Eric bingung, posisinya sekarang sulit, peluangnya satu banding empat. Adelia juga belum terlihat merespon perhatiaannya.Sampai di rumah Eric langsung pergi ke kamarnya. Eric mencari kembali foto pernikahanny