"Prank!"
Tiba-tiba gelas yang di pegang Adelia lepas dari tangannya. Adelia melihat ke arah jarum jam. Sudah lewat tengah malam Adrian belum pulang ke rumah. "Dimana mas Adrian sebenarnya," gumam Adelia. "Sudah jam segini tapi kenapa belum pulang." "Semoga tidak terjadi apa-apa, mana sedang turun hujan lagi." Adelia menyibak korden kamarnya, dari luar hujan turun amat deras. Ia khawatir sekaligus cemas jika suaminya terjebak macet di kala hujan. Padahal lelaki yang di khawatirkan tengah bergumul mesra dengan sekretarisnya. Adrian sedang memeluk tubuh polos Salsa. Wanita bertubuh seksi itu meringkuk ke dalam dekapan bosnya. "Bagaimana rasanya?" tanya Adrian. Salsa tersenyum malu, ia semakin mempererat pelukannya. Ia sudah pernah mendengar dari Dian jika bosnya itu mata keranjang. Dian yang waktu itu mengantarkan file ke ruang Adrian, merayu bosnya. Alhasil ia berciuman dengan bosnya dan lipstiknya menempel di kerah Adrian. Salsa tidak peduli, jika Adrian tidak serius padanya. Yang terpenting Adrian dapat mencukupi kebutuhannya. Mengenai status Adrian yang sudah beristri, tidak masalah buat Salsa. Untuk sementara waktu, bagi Salsa bosnya adalah atm berjalannya. "Besok, kamu kantornya pindah di ruanganku. Agar kita bisa bebas melakukannya," bisik Adrian. Salsa mengangguk, ia lalu mencium bibir Adrian dengan mesra. Dan Adrian tidak pernah puas hanya dengan ciuman. Ia melakukannya lagi hingga beberapa ronde. Apalagi milik Salsa masih sempit, tentu sangat menyenangkan bagi Adrian memasukkan miliknya di sana. "Bos tidak pulang?" tanya Salsa setelah selesai bermain. "Pulang, besok pagi saja. Lagi pula aku sudah bosan dengan istriku. Aku butuh wanita lain sepertimu," kata Adrian yang masih berada di atas Salsa. "Owwh!" desah Salsa. Adrian tiba-tiba menghujamkan miliknya kembali. Mendengar desahan Salsa, Adrian makin bersemangat. Deru derasnya hujan seperti tak terdengar. Mereka terlalu asyik bergulat menciptakan keringat dalam dinginnya malam. Tubuh mereka saling memeluk setelah penetrasi akhir. Dan tentu saja malam ini Adrian tidak pulang ke rumah. Ia memeluk Salsa yang tidak mengenakan apapun. Hanya selimut tebal yang berhasil menyembunyikan tubuh polosnya. Pagi pun tiba, Adelia terbangun kaget tidak mendapati Adrian di kamar. Ia ternyata tidur sendiri. Tiba-tiba ia mendengar pintu kamar terbuka. Adrian muncul dari balik pintu dengan wajah kelelahan. "Mas, kok baru pulang?" tanya Adelia sambil mengucek matanya. "Ya, semalam ada lembur di kantor dan aku ketiduran di sana," kata Adrian berbohong. "Oh, ya sudah. Aku siapkan air hangatnya agar pegal-pegal mas hilang," kata Adelia. Ia segera beranjak dari tempat tidurnya, karena tidak ingin Adrian menunggu lama. Setelah air hangat di bath up siap, Adelia memanggil suaminya. "Mas dah siap airnya," kata Adelia. "Ya," jawab Adrian. Ia pun melepaskan semua bajunya dan di berikan pada Adelia. Adelia sempat melirik tubuh sixpack suaminya. Harusnya semalam mereka melakukannya. Tapi, karena Adrian terlihat kelelahan, Adelia tidak tega untuk meminta jatah nafkah batinnya. Adelia mencium bau parfum wanita di kemeja Adrian. Hatinya berdebar-debar tak menentu. Berbagai prasangka mulai datang berkecamuk di dalam hatinya. Parfum itu tidak sama dengan parfum yang biasa Adrian pakai. Bau harum parfumnya bersifat feminim. "Sayang, ambilkan aku handuk," kata Adrian dari dalam kamar mandi yang mengagetkan lamunan Adelia. "I ... iya!" teriak Adelia. "Ini handuknya," kata Adelia. Mata Adelia membelalak tatkala di dada suaminya ia melihat bekas warna merah. Seorang yang biasanya melakukan hubungan suami istri pasti tahu apa arti tanda itu. Tapi, Adelia tidak yakin. Ia juga lupa-lupa ingat, apakah ia pernah memberi tanda merah itu saat melakukan hubungan dengan Adrian di hari kemarinnya. "Sayang, kok melamun. Berikan handuknya," kata Adrian mengambil handuknya dari tangan Adelia. "Eh, iya maaf," kata Adelia lirih. "Kamu kenapa sih, akhir-akhir ini melamun terus?" tanya Adrian. "Nggak, mungkin aku lagi kangen sama Mas," jawab Adelia. "Oh, maaf ya sayang, kerjaan mas banyak banget. Kalau pulang sudah kelelahan sehingga kita tidak jadi melakukannya," sesal Adrian. "Tidak apa-apa, Mas." "Aku ngerti kok," jawab Adelia mengalah. "Kamu memang istriku yang paling pengertian sayang," kecup Adrian di kening Adelia. "Ambilin kemeja kerjaku," kata Adrian. "Mau berangkat kerja lagi, Mas?" tanya Adelia. "Iya, mas takut di pecat kalau kerja seenaknya," jawab Adrian. "Iya sih, Mas. Cuman aku kasihan sama Mas. Kerjanya over gitu, takutnya mas kecapekan terus sakit," kata Adelia. "Huss, jangan bilang gitu. Doakan saja mas selalu sehat. Agar bisa kerja terus dan senengin kamu," kata Adrian. "Eh, iya mas. Maaf ya," ucap Adelia. "Yuk temani mas sampai depan pintu," ajak Adrian. "Loh, mas tidak sarapan?" tanya Adelia. "Tidak untuk hari ini. Karena ada klien yang mengajak bertemu pagi-pagi," terang Adrian. "Oh, kalau begitu aku bawakan bekal saja," tawar Adelia. "Maaf sayang, klienku sekalian mengajak sarapan. Maaf banget ya," kata Adrian memasang muka bersalah. Adelia menunduk, ia merasa Adrian mulai berubah. Sudah tidak menyukai masakan rumah. "Heh, kok melamun lagi. Ya sudah begini saja." Adrian tiba-tiba menutup pintu kamarnya kembali. Ceklek. "Loh, kok di tutup, Mas?" tanya Adelia tidak mengerti. "Kita lakukan saja sebentar," bisik Adrian. Mereka melakukannya dalam waktu cepat dan dalam keadaan berdiri. Adrian berhasil membuat Adelia lemas. Ia lalu memakaikan kembali kimono istrinya. "Makasih ya, Mas," kata Adelia. "Tentu sayang, sekarang kamu tidur saja. Tidak usah antar aku sampai depan rumah. Aku tahu kamu lelah," kata Adrian. "Iya, Mas," jawab Adelia patuh. Ia memang terasa lemas lunglai setelah Adrian memasukinya. Meskipun sebentar, tapi berhasil menyedot tenaga Adelia. Ia merasa beruntung karena Adrian mau melakukannya hari ini. Adelia sudah ingin sekali punya bayi. Kecurigaannya pada bau parfum wanita itu akhirnya sirna. Ia menepis semua praduganya. Adelia tidak percaya jika Adrian tega selingkuh. Terbukti pagi ini, pria itu bersikap mesra padanya. Di kantor sang sekretaris seksi sudah menunggu di dalam ruangan. Adrian tersenyum pada Salsa. Wanita itu langsung menutup pintu ruangan mereka. "Kau tidak sabaran rupanya," kata Adrian. "Benarkah?" kata Salsa manja sambil memilin dasi Adrian. Ia mengendorkan dasi itu kemudian melepaskannya. Jari-jari lentiknya nembuka satu persatu kancing baju Adrian. "Hemm, apa ini tidak terlalu pagi?" tanya Salsa menghentikan jarinya. "Pagi, aku butuh sarapan yang menyehatkan. Dan, aku suka memakanmu wanitaku yang paling seksi," rayu Adrian. "Lalu, bagaimana istrimu. Pagi ini apa kau tidak menyentuhnya?" tanya Salsa. "Sayang, kamu tahu sendiri kan. Aku manusia paling serakah, dan aku suka mencicipi berbagai rasa. Jadi, jangan berpikir hanya kau satu-satunya. Yang penting kau senangkan aku hari ini. Maka, kau akan mendapatkan hadiah hiburannya," kata Adrian percaya diri. ---Bersambung---Ariska merasa Bian memang sengaja memilih tempat yang jauh dari perkotaan agar dirinya tidak kemana-mana."Sialan, ia mengurungku di sini. Mana aku tidak tahu jalan keluarnya," gumam Ariska.Ariska baru sadar, sekarang saja babak pertama dia sudah kalah dari Bian. Pria itu diam-diam mengambil langkah yang tak dapat di prediksinya. Bian tidak dapat di remehkan. Pria itu bisa melakukan apapun untuk mendapatkan apa yang di inginkannya.'Kamu pikir bisa menembus benteng pertahananku, jangan harap,' batin Ariska."Aku harap kau betah tinggal di sini selama sembilan bulan ke depan," kata Bian yang sudah muncul di ambang pintu."Kerasan atau tidak, bukan urusanmu. Yang penting kau tidak menjebakku di sini," sindir Arista."Menjebak? Yang benar saja. Mana mungkin, aku bisa menjebak Nina Ariska yang cerdas ini," kata Bian."Aah, tidak usah basa-basi. Pergilah, aku mau istirahat," usir Ariska."Aku tidak akan pergi sebelum kamu makan dulu, aku tidak ingin bayiku kurus nantinya," kata Bian.Baru
"Apa! Tidak, ini tidak mungkin!" pekik Arista melempar uji tes kehamilannya ke lantai. Ia tidak percaya dengan apa yang di lihatnya. Memang akhir-akhir ini ia sering merasa kepalanya pusing, juga tidak enak badan. Kecurigaannya muncul karena ia sering muntah-muntah."Aku tidak mau hamil anak, Bian," tangis Arista. Ia benci pada suaminya itu. Tujuannya berhasil menggagalkan perceraian mereka. Kalau Arista hamil, pengadilan tidak akan mengijinkan adanya perceraian.Arista terduduk lesu, ia memukuli perutnya seolah janin yang di kandungnya itu anak haram. Padahal statusnya dengan Bian masih suami istri."Kau benar-benar brengsek Bian!""Arrgh!" Arista mengobrak-abrik kosmetiknya hingga tercecer di lantai. Ia tidak terima kalau dirinya sekarang hamil anak Bian."Kamu pikir aku akan tinggal diam, akan kugugurkan anak ini. Aku tidak mau hamil dari orang yang tidak pernah aku cintai," gerutunya.Arista sudah gila, ia tidak tahu kalau menggugurkan kandungan juga membahayakan nyawanya sendiri.
"Sayang, mama kan sudah pulang jadi aku dapet jatah dong," goda Arga."Dapetlah, jatahnya mijitin kakiku. Perutku makin besar, jadi aku gampang kecapekan, sayang," jawab Adelia mengalihkan."Bukan itu maksudku, jatah yang bikin suara huhah," canda Arga."Ooh, mau makan rujak?" kata Adelia mengalihkan perhatian Arga."Duh, gimana lagi mau menjelaskan pada istriku yang sangat cerdas ini. Punya perusahaan kosmetik terkenal, tapi kenapa istilah begitu saja gagal paham," kata Arga geleng-geleng kepala."Maksudmu kamu mau bilang kalau aku ini bodoh?" ucap Adelia pura-pura cemberut."Bukan begitu sayang, sudah... lupakan saja. Aku mau mandi dulu," kata Arga.Adelia ingin sekali tertawa melihat suaminya sudah menyerah kalah karena beradu argumen dengannya. Ia tahu Arga tidak mungkin bertengkar dengannya, lelaki itu memilih untuk mengalah.Usai Arga mandi, ia mencium bau harum parfum baru Adelia. Harumnya seperti vanila, di tambah lagi ia kaget dengan penampilan istrinya yang aduhai."Sayang,
Adrian pulang dengan rasa letih yang mendera tubuhnya. Pekerjaannya sebagai cleaning servis membuatnya kelelahan. Badan terasa pegal-pegal semua. Ruangan yang begitu luas ia bersihkan bersama teman-teman cleaning servisnya. Untung saja, dia tidak membersihkan bagian kaca gedung. Hal itu lebih sulit lagi.Rasa letihnya hilang manakala bertemu dengan putri kecilnya yang sudah genap tujuh bulan. Alangkah terkejutnya ia mendapati putrinya sudah bisa duduk dan tersenyum padanya."Eh, anak papa sudah bisa duduk," sambut Adrian."Pak Adrian sudah pulang? Alhamdulillah, putrinya tidak banyak menangis. Makannya juga banyak," kata yang nengasuh Alisa."Oh, bagus dong Alisa. Kamu memang anak papa yang hebat." Adrian mengendong Alisa."Terima kasih, Bu sudah menjaga Alisa hari ini. Ini bayaran hariannya," kata Adrian menyerahkan selembar uang."Saya juga terima kasih, dengan momong Alisa saya juga dapat pekerjaan," kata Bu Jum.Adrian membawa Alisa pulang ke rumah kontrakannya. Mereka tinggal ber
Hari ini adalah hari pertama Adrian bekerja sebagai cleaning servis. Ijasah S2-nya seolah tiada guna. Untuk saat ini ia hanya bisa pasrah menerima pekerjaan barunya. Daripada tidak memiliki uang sama sekali.Perusahaan yang dulu pernah membesarkan namanya, dan juga sebagai tempat perselingkuhannya dengan Salsa. Sampai dia di depak keluar dari perusahaan karena tidak mau menerima hukumannya sebagai cleaning servis.Sekarang ia tidak bisa menolak pekerjaan itu, karena tidak ada pilihan lain baginya, cari pekerjaan sangat sulit. Apalagi namanya yang sudah terlanjur tercoreng karena masa lalunya, membuatnya sulit mendapatkan pekerjaan yang bagus.Adrian menatap gedung pencakar langit di depannya. Ia memang harus tiba lebih awal ketimbang yang lainnya. Karena, pekerjaannya membersihkan seluruh ruangan di gedung bersama cleaning servis lainnya."Kamu karyawan baru?" tanya salah seorang cleaning servis."Iya, perkenalkan namaku Adrian."Adrian mengulurkan tangannya, namun pria di depannya it
Arga baru saja pulang dari kantor, ia pulang agak terlambat tidak seperti biasanya. Karena pekerjaan di kantor yang menumpuk serta pertemuan dengan para klien. Ada rasa bersalah memenuhi batin Arga karena tidak datang tepat pada waktunya.Suasana rumah tampak sepi karena memang sudah malam, para pelayan beristirahat di kamarnya masing-masing. Hanya satpam penjaga yang masih berjaga di pos penjagaan.Perlahan Arga membuka pintu kamarnya, tapi kenapa lampu kamar di matikan sehingga tidak terang benderang seperti biasanya. Arga sedikit tidak enak pada Adelia karena keterlambatannya. Ia takut Adelia berpikir macam-macam sehingga mempengaruhi kondisi janinnya.Arga menyalakan lampu kamarnya, kaget tidak ada siapapun di ranjangnya. Padahal Arga sudah membayangkan Adelia bergumul srlimut dan tertidur lelap di sana.Lalu dimana Adelia? Mengapa kamar tampak sepi. Padahal sudah larut malam.Rasa gelisah menghantui Arga, ia khawatir terjadi apa-apa pada Adelia. Segera ia keluar dari kamarnya dan