LOGIN"Plak!"
"Ini yang kamu bilang kerja, Mas!" kata Adelia. Ia dengan susah payah mengantarkan bekal untuk suaminya. Tapi, apa yang di lihat di depan matanya sekarang. Suaminya dalam tubuh setengah telanjang berpagutan di atas sofa. "Dasar wanita murahan!" Adelia menarik rambut Salsa hingga wanita itu meringis kesakitan. "Mas, tolong aku!" rintih Salsa. "Kamu jangan berani-beraninya sakiti Salsa!" perintah Adrian. "Oh, jadi wanita ini namanya Salsa. Yang membuatmu akhir-akhir ini kerja lembur di kantor! Dasar menjijikkan!" umpat Adelia. "Diam kau! Wanita tidak ada guna! Masih beruntung kau jadi istriku, tinggal makan enak di rumah. Kebutuhanmu juga aku cukupi, jangan mencoba ganggu kesenanganku!" sentak Adrian. "Mas, apakah ini sisi lain dirimu yang tidak aku ketahui?" teriak Adelia. "Jangan berani teriak di hadapanku!" Jari telunjuk Adrian mengarah pada wajah Adelia. Air mata Adelia sudah tidak tertahankan lagi, kejadian hari ini di luar dugaannya. Semua seakan mimpi. "Sekarang, angkat kaki dari sini! Atau aku akan menyuruh satpam untuk menyeretmu keluar!" perintah Adrian. "Lakukan apa yang membuatmu senang! Tapi ingat, karma dari Tuhan selalu ada, kau menyakitiku Mas," kata Adelia menahan perih hatinya. Adelia berbalik, menyeka air matanya yang turun tanpa ia minta. Ia tidak mungkin memperlihatkan tangisnya di depan karyawan suaminya. Samar-samar ia mendengar dari belakang Salsa mengadu kesakitan pada Adrian suaminya. Sungguh ironi sekali, pria yang selama ini di pujanya ternyata tak lain seorang pria berhati iblis. "Sayang, tadi siapa sih?" tanya Salsa. Ia membenarkan letak kancingnya. Lalu menurunkan rok spannya, sehingga penampilannya terlihat rapi kembali. "Istriku, tepatnya istri sahku. Tapi, sudahlah tidak usah khawatir. Dia tidak akan berani macam-macam padaku," kata Adrian percaya diri. Sesampainya di rumah, Adelia langsung menangis di kamarnya. Ia tidak menyangka jika suaminya yang selama ini di kira pria baik, soleh, taat beragama dan bertanggung jawab ternyata pria brengsek. Bantal Adelia basah oleh air mata. Entah sudah berapa lama ia menangis dan meratapi nasibnya. Tak ada yang tahu jika saat ini Adelia bersedih karena perselingkuhan suaminya. Cukup dirinya saja yang tahu, karena baginya hal itu adalah aib rumah tangganya. Sudah lima tahun mereka pacaran, tapi ia tidak pernah menemukan kekurangan Adrian. Adrian terlihat pria sempurna tanpa cela, selama ini ia terlihat sangat perhatian pada Adelia. Hanya saja Adrian memang terkadang mengatur penampilannya. Ia selalu memperingatkannya dari pola makan dan baju-baju yang di kenakan Adelia. Adelia melihat foto pernikahannya, saat itu ia dan Adrian terlihat bahagia. Haruskah kebahagiaannya itu hancur karena perselingkuhan suaminya? "Mas Adrian, kamu kejam! Selama ini aku setia padamu, kenapa kau begitu tega mencampakkanku?" tangis Adelia. Ia tak henti-hentinya meratapi nasibnya yang malang. Adelia menyeka air matanya, ia tidak menyangka ujian pernikahannya begitu berat. Ia merasa tidak pernah salah memilih, karena sejak dulu ia tidak tahu sisi lain Adrian yang suka selingkuh. Tapi sekarang, Adelia masih belum bisa mempercayainya juga. Bunyi telepon berdering, Adelia malas mengangkatnya. Pikirannya terlalu penat di penuhi ingatan peristiwa waktu di kantor. Sungguh memalukan, dengan mata kepalanya sendiri Adelia melihat suaminya menindih tubuh Salsa. Dan blouse wanita itu terbuka menunjukkan bagian gunung kembarnya yang menonjol. Adelia tidak habis pikir, apa yang ada di dalam pikiran Adrian. Kenapa laki-laki itu sampai tega melakukan hal memalukan itu di kantor. Terdengar suara pintu di ketuk dari luar, Adelia dengan malas beringsut turun dari ranjang. Ia membuka pintu kamarnya. Alangkah terkejutnya ia mendapati Adrian sudah berdiri di depan matanya. "Mas kok sudah pulang?" tanya Adelia. "Plak!" "Mas, kok_," "Itu balasan kamu karena tadi menamparku di kantor. Berani sekali kamu menampar suamimu, hah!" Adrian menerobos masuk ke dalam kamar menyenggol lengan Adelia. Adelia masih memegang pipi kanannya, rasanya nyeri sekali. Lebih nyeri hatinya sekarang. "Mas sendiri yang salah, selingkuh di kantor. Apa salahku mas, selama ini aku sudah setia padamu," kata Adelia. Matanya kembali memanas, buliran air mata mulai melintasi pipinya yang putih tanpa jerawat. "Aku bosan, aku butuh refresing. Seperti makan makanan, aku bosan jika menunya itu-itu terus! Sekarang kau paham, kan!" ucap Adrian kejam. Adelia benar-benar kaget mendebgar ucapan Adrian. Ia tidak menyangka jika laki-laki yang selama ini di kira baik hatinya tega mengatakan itu semua. "Mas, apa benar ini dirimu? Kenapa kau berubah, Mas?" Adelia menarik-narik kemeja Adrian. "Lepaskan tanganmu ini!" Adrian mendorong Adelia hingga jatuh tersungkur. "Asal kamu tahu, aku tidak suka wanita sederhana sepertimu. Yang aku sukai wanita yang pintar berdandan, berpakaian seksi, dan bisa menyenangkan laki-laki. Sedangkan kamu, kampungan! Sudah jadi istri Wakil Direktur saja masih seperti ini!" hina Adrian. "Kamu keterlaluan, Mas. Aku tidak menyangka jika kau benar-benar jahat!" balas Adelia. "Kenapa! Kau mau minta cerai?" ledek Adrian. "Jangan harap aku menceraikanmu! Kau istri sahku, dan aku hanya butuh bersenang-senang di luar sana. Kebutuhanmu aku cukupi, jadi tenang saja aku tidak akan menelantarkanmu," kata Adrian. "Kau kejam, Mas!" teriak Adelia. "Terserah apa yang kau bilang, aku kejam atau apalah. Itu tidak ada pengaruhnya buatku!" tunjuk Adrian. "Kau benar-benar sudah berubah, Mas. Kau berubah karena harta. Harta telah membuatmu buta ... sadarlah, Mas," tangis Adelia. "Hahaha, terima kasih sayang atas doanya. Sayangnya, aku terlalu menikmati hidup seenak ini. Dengan harta aku bisa membeli apapun yang kuinginkan, bahkan wanita sekalipun!" ucap Adrian sombong. Adelia hanya bisa menangis terus-menerus, hatinya sakit luar biasa. Seperti ada sebuah bongkahan batu yang menindihnya. "Mulai sekarang, kau harus biasakan jika aku pulang larut malam. Atau mungkin tidak pulang. Itu berarti aku bersama wanita mainanku." "Ah, lega sekarang... tidak perlu berpura-pura lagi," kekeh Adrian tanpa rasa bersalah. "Kamu sudah gila, Mas. Hatimu dimana? Kenapa kau menyakiti perasaanku? Apa salahku, Mas?" Pertanyaan bertubi-tubi terlontar di bibir Adelia. "Kamu terlalu baik, jadi ... harus ada sisi jahat seperti aku sayang." Adrian mengelus pipi Adelia mengusap air matanya. "Dan ... menjadi orang jahat termyata sangat menyenangkan. Aku menikmatinya, hahaha," tawa Adrian menggema di kamarnya. Lelaki itu menarik hendel pintu. "Kamu mau kemana, Mas?" tanya Adelia. Ia tidak habis pikir dengan sikap suaminya. "Aku mau bersenang-senang dulu. Kamu selesaikan dulu tangismu, jadi kalau aku sudah pulang kau harus bersiap-siap melayaniku," kata Adrian tanpa rasa bersalah. "Aku tidak sudi! Sudah berapa banyak perempuan yang menyentuhmu!" Adrian menghentikan langkahnya untuk keluar. Perkataan terakhir Adelia cukup mengusik jiwa laki-lakinya. "Kamu berani menghinaku! Rasakan ini!" Adrian mendorong tubuh Adelia hingga tak sengaja kepala Adelia terbentur pinggiran meja nakas. Kepala Adelia keluar darah, Adrian kelihatan ketakutan. "Sayang, kamu ... kamu tidak apa-apa kan?" Adrian menepuk-nepuk pipi Adelia. Tapi Adelia pingsan tidak mendengar apapun. ---Bersambung---"Adelia," panggil Arga.Perempuan cantik yang tengah menggendong putranya itu menoleh ke belakang memutar tubuhnya yang ramping hingga berhadapan dengan Arga. Arga mendekat, ia menyerahkan sepucuk kertas hasil tes DNA pada Adelia.Tangan Adelia gemetaran menerimanya, perlahan ia membuka kertas hasil tes DNA itu. Ia baca dengan hati-hati dan tak terlewat sedikitpun, air matanya lolos seketika."I ... ini benar kan, hasilnya positif. Aku tidak mimpi kan?" tanya Adelia sembari menangis.Tuan Dwinata yang ikut hadir di sana menyaksikan pertemuan mereka berdua ikut terharu di buatnya."Benar Adelia, dia memang suamimu, putraku dan juga papanya Langit.""Arga masih hidup, Adelia. Seperti keyakinanmu dulu yang tidak kami percayai."Tuan Dwinata ikut menangis haru, Arga langsung memeluk istrinya dan putranya. Tuan Dwinata melipir keluar pergi diam-diam memberi ruang dan waktu pada mereka."Mas... aku masih tidak percaya kamu masih hidup. Tolong jangan tinggalin aku lagi," isak Adelia.Arga me
"Maaf, aku terpaksa mengambil sedikit rambut putra kita untuk tes DNA," kata Arga.Adelia mengangguk setuju, ia juga penasaran apakah pria yang berdiri di depannya itu benar-benar suaminya atau bukan.Setelah mengambil sedikit potongan rambut Langit, Arga berpamitan pergi. Hati Adelia bergetar hebat menatap punggung pria yang mirip dengan suaminya. Ia berharap besar kalau pria itu memang benar suaminya. Meski ia tidak menunjukkannya pada Frans, namun di hati kecil Adelia sangat butuh kehadiran Arga.Di rumah sakit, Cika kelimpungan setengah mati karena tidak menemukan Frans di ruang perawatannya. Ia kemudian menanyakan keberadaan Frans pada perawat."Maaf, pasien yang biasanya di sini kok tidak ada? Apa sudah pulang?" tanya Cika."Harusnya belum, sebentar akan saya bantu mengecek," kata perawat. Di cari dimana-mana Frans tidak ada."Maaf, atas kelalaian kami. Pasien waktu itu masih dalam keadaan koma waktu kami tinggalkan. Jadi, kami tidak kepikiran kalau pasien akan meninggalkan ruma
Damian merasa kasihan melihat keadaan Frans yang terbaring lemah tak berdaya. Ia merasa Frans selalu saja mendapatkan musibah."Maaf, saya datang untuk memeriksa kondisi pasien," ucap Dokter yang tiba-tiba muncul dari balik pintu."Siapa Anda?" tanya Dokter."Oh, dia karyawan saya," jawab Damian."Terus, Nona tadi yang bersamanya?" tanya Dokter."Maaf, kalau saya bertanya terus. Saya hanya ingin tahu siapa yanh akan menanggung pembayarannya nanti," terang Dokter."Tenang saja, saya yang akan menanggung semua biaya perawatannya. Gadis yang Anda maksud adalah putri saya. Mereka mengalami musibah, ada penjahat yang menyerang terus pria ini menolong putri saya," ujar Damian."Kasihan sekali, untung saja fisik orang ini kuat. Kemungkinan komanya tidak akan lama, berdoa saja semua akan baik-baik saja," kata Dokter."Ya, semoga saja."Dokter itu telah selesai memeriksa, ia kemudian pamit keluar. Sementara Damian masih saja berdiri memandangi Frans yang tertidur di brankarnya."Aku tidak tahu
Asisten pribadi Tuan Dwinata kaget bukan main bertemu dengan Frans. Sosok yang sama dengan putra tuannya. Tubuhnya bergetar hebat, kakinya melangkah mundur ke belakang sampai membuat vas bunga yang di taruh di atas meja jatuh berantakan.Prang!Gendis maju ke depan, mau membereskan pecahan gelasnya. Namun di cegah Frans, dengan memberikan isyarat gerakan tangan."Ma ... maaf, Anda siapa?" tanya Asisten Dwinata gugup. Ia seolah melihat mayat hidup kembali."Perkenalkan, saya Frans utusan dari Tuan Damian." Frans mengulurkan tangannya. Asisten itu melirik tangan Frans sesaat lalu menatapnta dari atas hingga ke bawah."Tuan Arga, ini benar Anda?" tanya asisten."Maaf, Anda keliru. Nama saya Frans, bukan Arga," jelas Frans."Anda masih hidup? Atau kah saya tengah bermimpi?" Asisten Dwinata itu yang bernama Roy menampar pipinya sendiri. Hal itu malahan membuat Gendis tertawa."Tuan ini aneh, masa menampar diri sendiri," gumam Gendis."Aduh, sakit juga. Berarti ini tidak mimpi."Roy mengita
Asisten pribadi Tuan Dwinata kaget bukan main bertemu dengan Frans. Sosok yang sama dengan putra tuannya. Tubuhnya bergetar hebat, kakinya melangkah mundur ke belakang sampai membuat vas bunga yang di taruh di atas meja jatuh berantakan.Prang!Gendis maju ke depan, mau membereskan pecahan gelasnya. Namun di cegah Frans, dengan memberikan isyarat gerakan tangan."Ma ... maaf, Anda siapa?" tanya Asisten Dwinata gugup. Ia seolah melihat mayat hidup kembali."Perkenalkan, saya Frans utusan dari Tuan Damian." Frans mengulurkan tangannya. Asisten itu melirik tangan Frans sesaat lalu menatapnta dari atas hingga ke bawah."Tuan Arga, ini benar Anda?" tanya asisten."Maaf, Anda keliru. Nama saya Frans, bukan Arga," jelas Frans."Anda masih hidup? Atau kah saya tengah bermimpi?" Asisten Dwinata itu yang bernama Roy menampar pipinya sendiri. Hal itu malahan membuat Gendis tertawa."Tuan ini aneh, masa menampar diri sendiri," gumam Gendis."Aduh, sakit juga. Berarti ini tidak mimpi."Roy mengita
Asisten pribadi Tuan Dwinata kaget bukan main bertemu dengan Frans. Sosok yang sama dengan putra tuannya. Tubuhnya bergetar hebat, kakinya melangkah mundur ke belakang sampai membuat vas bunga yang di taruh di atas meja jatuh berantakan.Prang!Gendis maju ke depan, mau membereskan pecahan gelasnya. Namun di cegah Frans, dengan memberikan isyarat gerakan tangan."Ma ... maaf, Anda siapa?" tanya Asisten Dwinata gugup. Ia seolah melihat mayat hidup kembali."Perkenalkan, saya Frans utusan dari Tuan Damian." Frans mengulurkan tangannya. Asisten itu melirik tangan Frans sesaat lalu menatapnta dari atas hingga ke bawah."Tuan Arga, ini benar Anda?" tanya asisten."Maaf, Anda keliru. Nama saya Frans, bukan Arga," jelas Frans."Anda masih hidup? Atau kah saya tengah bermimpi?" Asisten Dwinata itu yang bernama Roy menampar pipinya sendiri. Hal itu malahan membuat Gendis tertawa."Tuan ini aneh, masa menampar diri sendiri," gumam Gendis."Aduh, sakit juga. Berarti ini tidak mimpi."Roy mengita







