Olivia seperti seorang remaja yang baru jatuh cinta menganggukkan kepalanya membalas pertanyaan Randika.Randika tersenyum, namun sorot matanya terlihat licik.“Kalau begitu, bagaimana kalau kita jalan-jalan? Masih terlalu awal untuk pulang, bukan?”Olivia tidak memikirkan suami dan putranya langsung mengangguk dengan antusias.Senyum di wajah Randika mengembang.....Rehan masih dalam keadaan marah menuju belakang rumah sakit untuk menenangkan dirinya. namun dia selalu teringat pada mantan istrinya dan kakak laki-lakinya. “Sialan!” Dia menendang tong sampah dengan marah hingga tong sampah itu terlempar beberapa meter dan sampahnya jatuh berserakan di atas tanah.Amarahnya masih belum juga reda, dia meninju dinding di dekatnya. Rasa sakit di buku-buku jarinya sedikit menjernihkan kepalan.“Sialan Amora!” Dia merutuk kesal melepaskan kancing kemejanya. Dia bersandar di dinding sambil memejamkan mata untuk menenangkan dirinya.Dia sungguh tidak menyangka hubungan Amora dan Giandra akan
“Olivia, apa yang sedang kamu lakukan di belakangku?” Rehan menggertak gigi kesal menendang ban mobilnya menyebabkan mobil itu membunyikan alarm.Orang-orang di tempat parkir menoleh ke arah Rehan dengan penasaran.Rehan acuh tak acuh membuka pintu mobilnya meninggalkan rumah sakit untuk menjemput putranya.....Olivia menghabiskan sepanjang waktu bersama Randika hingga dia lupa waktu. Dia pulang ke rumah dengan perasaan bahagia membawa kantong belanja dari mal.Olivia masih dalam euforia kebahagiaan hingga tidak pernah memikirkan putra dan suaminya. Dia bersenandung masuk ke dalam rumah.“Dari mana saja kamu.”Olivia tersentak ketika sebuah terdengar suara tiba-tiba begitu dia memasuki ruang tamu. Dia menoleh dan melihat suaminya duduk di sofa sambil menyilangkan tangan di depan dada, menatapnya tajam.“Rehan ....” Olivia tiba-tiba menjadi gugup dan tersenyum menyapa suaminya.“Sayang, kapan kamu pulang? apa operasi ayah berjalan lancar?” dia mendekati Rehan mencoba bersikap seperti
“Sayang, teganya kamu melakukan ini padaku dan menuduhku ....” ujarnya lirih.“Aku hanya ... aku hanya sedang banyak pikiran karena operasi ayah dan ibu kamu yang terus menyindirku karena tidak kunjung memberi keluarga Dwipangga seorang anak,” lanjutnya kemudian terisak.“Apa salah jika aku ingin menenangkan diri ....”Mendengar kata-kata Olivia dan istrinya menangis, kemarahan Rehan tiba-tiba surut.“Sayang ....”“Aku tahu kamu sudah baik padaku selama ini dan membantuku membesarkan Oliver, tapi ....” Suara Olivia terdengar parau.“Aku bukan mesin penghasil anak untuk memenuhi harapan keluargamu. Aku tahu Oliver bukan anak kandung kamu dan bukan darah daging keluarga Dwipangga. Tapi!” dia mendongak menatap Rehan tajam namun mengalirkan air mata.“Apa aku yang minta menikah dengan kamu?! kamu yang ingin menikah dengan aku dan menceraikan Amora! Tapi apa yang aku dapatkan setelah menikah dengan kamu? Ibumu terus menuntutku dan menyindirku tanpa henti! Jika kamu dan keluarga kamu tidak
Rehan mengerutkan keningnya mendengar ucapan Olivia.“Apa selalu memperlakukan kamu seperti itu?”Olivia membuang muka.“Kamu tahu sendiri ibu orang yang seperti apa. Sejak bisnis keluargaku menurun, ibu mulai menunjukkan sifat aslinya dan meremehkan aku. Aku takut ibu memperlakukan aku seperti yang dia lakukan pada Amora,” ujarnya dengan lirih.“Aku tidak ingin berakhir seperti Amora.” Dia menatap suaminya dengan mata berkaca-kaca, berpura-pura sedih.Ibu mertuanya makin menyebalkan dan tukang kompor. Dia ingin Rehan memblokir ibu mertuanya mencampuri urusan rumah tangganya.Rehan percaya dengan ucapan Olivia, dan memeluk istrinya. Dia tahu sendiri bagaimana sifat ibunya dan melihat sendiri perlakuan Sofia pada Amora ketika masih jadi istrinya. Dia tidak ingin Olivia, istrinya yang saat ini sangat dicintainya dianiaya oleh ibunya.“Jangan khawatir, apa pun yang terjadi aku akan selalu membelamu. Aku tidak akan membiarkan Ibu meremehkan kamu,” ujar Rehan meyakinkan Olivia sambil terus
“Giandra jangan kelewatan, apa kamu tidak lihat ayah masih sakit untuk mendengar omong kosongmu yang menjijikkan,” cemoohnya dingin menatap Amora dan Giandra tajam.Olivia menatap mereka dengan tatapan bingung melihat situasi tampak tegang. Dia tidak ada ketika Giandra mengumumkan pernikahannya dengan Amora.“Apa yang sebenarnya terjadi di sini?” Erlangga bertanya mewakili kebingunan Olivia."Sepertinya kalian berdua belum menceritakan tentang kemarin," kata Dokter Giandra pada akhirnya.Rehan masih menunggu."Jika kalian datang hanya untuk membuat keributan alih-alih mengobati pasien, lebih baik pergi saja!" Sofia tidak peduli. Meski dia menyayangi putra sulungnya, dia tidak akan membiarkan Giandra mempermalukan keluarga Dwipangga dengan menikahi mantan istri dari adiknya. Dia tidak mau menambah beban pikiran, dan berharap bisa melakukan apa saja agar bisa mengubah jalan pikir putra sulungnya itu."Kami akan menikah," lanjut Dokter Giandra, tidak peduli dengan pada ucapan ibunya.So
“Mengapa kamu menikahi Amora? Apa kamu tahu dia adalah mantan istri adikmu?”“Ya, aku tahu,” balas Giandra tegas.“Lalu kenapa kamu tetap ingin menikahi Amora? Kamu mengerti dengan konsekuensi keputusanmu itu? Keluarga akan ditertawakan karena kamu menikahi mantan istri dari adikmu.”Erlangga kemudian mengalihkan perhatiannya pada Amora.“Dan Amora, apa kamu tidak merasa malu? Kamu adalah mantan istri Rehan, namun kamu malah menikah dengan orang yang pernah menjadi kakak iparmu,” ujarnya dengan tajam.Amora menundukkan kepalanya tidak menjawab pertanyaan Erlangga.“Aku sangat berterima kasih kamu merawat dan mengoperasiku. Tapi aku tidak bisa membiarkan kamu mempermalukan keluarga Dwipangga seperti ini, apalagi mengorbankan masa depan Giandra. Apa yang dipikirkan orang lain jika mendengar tentang Giandra menikahi mantan istri adiknya sendiri! Apa kamu ingin membuatnya dipermalukan!” lanjutnya kemudian dengan suara tegas.Amora menegang. Dia tidak perpikir sejauh itu. Dia terlalu sibuk
Sofia tampak lemas dalam pelukan Rehan.Rehan menatap Giandra marah.“Giandra, teganya kamu melakukan ini pada Ibu.”Ekspresi Giandra tampak peduli.“Ini tidak akan terjadi jika ibu tidak terlalu membenci Amora. Penyakit hatilah yang membuatnya sakit.”“Giandra!” seru Rehan marah.“Cukup!” Erlangga berkata tegas untuk menghentikan pertengkaran mereka.Rehan menatap ayahnya."Jangan pernah memberi restu untuk mereka, Ayah. Amora itu wanita pembawa sial!." Seakan-akan perempuan yang sedang dia hina tidak ada di dekatnya, dia menjelek-jelekkan.Ekspresi Giandra dan Amora sangat jelek mendengar penghinaan Giandra.“Benar!” Sofia menyahut tiba-tiba dan berdiri tegak.“Aku tidak membiarkan mereka menikah bahkan jika aku mati sekalipun!”“Cukup!” Erlangga membentak.Semua orang di kamar rawa itu terdiam, tampak tegang.Erlangga menatap putra sulungnya tajam.“Giandra aku tanya sekali lagi, kamu akan tetap menikah dengan Amora?” ujarnya melirik Amora dengan ekspresi suram.Amora mencoba tetap
“Apa kamu yakin dengan keputusanmu? Jika kamu ingin tetap menikah dengan Amora dan mempermalukan keluarga Dwipangga, maka kamu akan kehilangan hak-mu sebagai pewaris Abdi GWP Group,” ancam Erlangga serius.Rehan menegang.Bukankah sekarang dia yang menjadi CEO Abdi GWP Group, mengapa ayahnya mengatakan Giandra sebagai pewaris Abdi GWP Group?!”“Namun sebaliknya, jika kamu meninggalkan Amora, kamu akan tetap menjadi pewaris.”Amora membelalak tak percaya. Erlangga sampai mengancam warisan Giandra hanya karena mereka ingin menikah.Dia melirik Giandra tatapan tak terbaca. Dia menundukkan kepalanya sambil mengepalkan tangannya.Ini adalah balas dendamnya, Giandra tak seharusnya berkorban demi dirinya. karena ingin menantang keluarga Dwipangga, pria itu akan kehilangan hak waris yang seharusnya dimilikinya.Amora menunduk, Giandra tak seharusnya kehilangan hak warisnya, dan tidak mungkin pria itu rela meninggalkan hak warisnya demi dirinya yang hanya seorang janda yang dicampakkan adiknya