Share

3. Kafe Mutiara

Dan azan berkumandang. Kami mengikuti Ibu panti ke mesjid yang dimaksud dan melaksanakan shalat berjamaah. Setelah shalat, semua melakukan doa bersama yang ditujukan kepadaku aku dan Ibuku.

"Aamiin, semoga apa yang didoakan akan dikabulkan dan di permudah oleh Allah," batinku sambil mengusapkan kedua telapak tanganku ke wajahku.

Setelah selesai semua urusan di panti, Rangga mengantarku dan Ibu pulang. Sesampainya dirumah, Rangga membukakan pintu buat Ibuku karena Ibu duduk dibelakang, sedangkan aku duduk disamping Rangga membuka pintu untuk diriku sendiri.

"Sudah sampai Bu De," ucapnya.

"Ma kasih ya Nak Rangga udah capek-capek ngantarin kita. Mampir dulu Nak,"tambah ibuku.

"Sama-sama Bu De. Rangga langsung pamit ya. Kan ntar malam mau kesini lagi jemput Bella. Rangga juga mau bantuin mama di kafe buat ntar malam," tolak Rangga sopan.

"Abel, setelah isya ya gue jemput Lo," tambahnya.

Aku menggangguk.

"Pamit Bu De, assalamualaikum," ucapnya

"Walaikumsalam," ucapku dan Ibu bersamaan.

Setelah kepergian Rangga aku gegas kekamar membawa gawaiku. Kucari kontak Mira. Ketemu. Kutelpon. Tapi nihil. Kucoba lagi hingga 5x. Hasilnya tetap nihil. Aku pikir pasti sedang jalan sama papanya, jadi aku chat saja. Toh nanti juga dibalas.

"Hai, calon ilmuwan. Sibuk banget Bu?" Tanyaku. Cuma mau bilang Rangga tumben kerumahku. Silaturahmi katanya. Dan sebelom kesini dia kerumah Lo tapi ternyata Lo sedang keluar kota ya. Gak bilang-bilang lagi ma gue, having fun ya" chat ku panjang lebar. Dan masih centang satu yang artinya Mira memang belom mengaktifkan gawainya.

Pukul 18.00 waktunya shalat maghrib. Aku dan ibu berjamaah di kamar. Selesainya tak lupa kami berdoa dan aku mencium punggung tangan ibu.

"Bu, minta restunya ya. Semoga Abel bisa menyelesaikan kuliah tanpa hambatan apapun agar cepat dapat gelar Dokter dan bisa membantu sesama yang membutuhkan," pintaku.

"Inshaallah Nak. Doa ibumu ini tidak putus setiap waktu. Cuma kamu yang Ibu punya. Harta peninggalan yang paling berharga dari ayahmu," jawab Ibuku seraya meneteskan air mata.

Aku juga tak luput dari tangisku. Hingga suara ibu menyadarkanku.

"Jam 7 Rangga jemput lho Nak, jangan lupa," ingat Ibu kepadaku.

"Iya Bu, mau siap-siap dulu ini," jawabku.

Aku pun membuka lemari memilih baju yang pantas. Aku pikir cuma acara hang out biasa jadi pilihanku jatuh pada celana jeans dan kaos casual berkerah aja. Tak lupa aku poleskan sedikit libbalm di bibir mungilku. Selesai deh.

"Udah siap?" Notif di gawaiku berbunyi.

Ternyata dari Rangga.

"Udah," balasku singkat

"Otw ya, bidadari," ombalnya.

Aku hanya membalas dengan icon smile.

Tak berselang lama

Tok..tok..tok..

"Assalamualaikum," suara dari luar.

"Walaikumsalam," jawabku.

"Masuk dulu Ngga, pamit sama Ibu," pintaku.

Rangga masuk dan Ibu segera keluar dari kamar.

"Bu De, Rangga izin bawa Abel ke kafe Mama ya," izin Rangga.

"Iya, tapi pulangnya jangan lama-lama ya  Bu De gak terbiasa jauh dari Abel," jawab Ibuku.

"Siap Bu De. Inshaallah jam 10 udah disini lagi," jawab Rangga.

"Berangkat Bu," izinku sambil menyalami tangan beliau.

"Assalamualaikum".

"Walaikunsalam," jawab Ibu.

Rangga membukakan pintu depan untukku.

"Enggg....gue duduk di belakang aja ya. Gak enak diliat orang," pintaku.

"Emang gue sopir Lo?! Nggak ada!! Ayo buruan masuk!" tolaknya.

"Iya deh,"jawabku sambil memasuki mobilnya Rangga.

Bagaimanapun ada rasa gak enak karena baru kali ini aku jalan dengan cowok dan pake mobil pula. Sungguh sesuatu yang canggung bagiku.

Di mobil, "Pacar Lo gak marah Ngga?"Ntar salah sangka gimana? Aku gak mau ya ada ribut-ribut," tanyaku.

"Nggak,aman koq! Playboy insaf ini,"ucap Rangga, ha...ha...ha...,"tambahnya.

Aku cuma bisa tersenyum. Dalam benakku, senang sih rasanya jalan berdua dengan laki-laki yang diam-diam aku kagumi.

Perlahan mobil Rangga menepi. Ternyata sudah sampai di kafenya Mama Rangga.

Kami naik ke lantai dua dimana acara temu pisah akan dilaksanakan. Tidak ada yang istimewa, cuma sekedar ngobrol dan makan minum seperti anak muda kebanyakan.

"Korban baru, Ngga," celetuk salah satu temen Rangga yang mungkin juga satu sekolahan denganku. Ah.. aku mana tau karena temanku cuma Mira. Yang lain hanya tegur sapa aja kalau ketemu. 

Mendengar itu, Rangga seperti menahan amarahnya. Mukanya memerah. Tapi dengan santai dia menjawab,

"Gak, temen biasa. Bakal satu universitas. Temen kayak kalian jugalah," jawabnya.

"Yakin lho?" Celetuk yang lain sambil tertawa.

"Hati-hati Bel, Lo tau kan gelar dia di SMU kita apa. Playboy berprestasi, ha...ha...ha....,"timpal salah satu cowok yang ternyata mengenalku.

"Dasar Lo pada ya, gak bisa liat gue bawa cewek aja, Abela adek gue tau!" Jawabnya kesal.

"Adek ketemu gede,ha...ha...ha...," jawab temen-temen Rangga sambil tertawa.

"Jangan dengerin Bel, resek pada!" Ucap Rangga kesal.

"Waduh, asyik nampaknya,"Suara Mama Rangga membuyarkan keriuhan kami.

"Ini Tante, Rangga bawa adik," jawab temennya.

"Adik?? Adik apa Ngga?" Tanya mama Rangga.

"Adik ketemu gede, Tan," jawab mereka serempak.

"Nggak koq Mah, temen. Swear deh temen. Ya kan Bel,?" Ucap Rangga ke arahku meminta pembelaan.

Aku cuma mengangguk aja karena merasa sungkan sama mamanya Rangga. 

Tiba-tiba dari arah tangga muncul seorang cewek sambil menangis.

"Ngga, gue gak terima Lo putusin gitu aja. Tanggung jawab gak Lo!" Cerca cewek itu.

Seketika suasana menjadi hening.

"Tanggung Jawab?" tanya mama Rangga.

"Tanggung jawab gimana ya?" Tambahnya.

"Iya Tan, tanggung jawab sama hati aku. Tercabik-cabik nih dibuat sama Rangga,"jawab cewek itu.

Kulihat mama Rangga bernafas lega.

"Kalo gitu tante gak ikutan deh, lanjutin jamuan kalian. Kalo kurang bilang saja sama pelayan ya. Tante mau lanjutin kerjaan dulu," jawab mama Rangga.

Setelah mama Rangga berlalu.

"Apaan sih Ngel, gila lho ya. Lagian siapa suruh naksir ma gue" ujar Rangga kesal.

Dan ternyata,

"Buaha...ha...ha... kena Lo. Makanya jangan suka ngobral rayuan. Kagok juga ternyata playboy, ha...ha...ha...," tawa Angel lepas.

"Lagian bikin acara gak ngajak-ngajak gue. Kan Lo pada temen gue juga, dasar!!" tambahnya.

"Jadi, Lo ngeprank kita?" tanya Rangga.

"Ngeprank Lo aja kali!" Jawab temen Rangga sambil menonyor kepala Rangga.

"Sialan Lo Ngel. Ini apaan juga, emang kepala gue bola!" balas Rangga sambil balik nonyor kepala temennya.

Seketika suasana menjadi riuh kembali. Dan masing-masing dengan kegiatannya. Ada yang ngobrol gak jelas, main game, macam-macam tingkah lah.

Dan waktu menunjukkan hampir pukul 10 malam.

"Oiya, gengs, gue nganterin Abel pulang dulu ya. Gak enak sama Bu De Warsih. Udah janji tadi," izin Rangga kepada teman-temannya.

"Awal nih Bro," jawab yang lain.

"Barang antik nih, harus dijaga,"jawab Rangga sambil melirikku.

Aku hanya bisa tertawa kecil. Rasanya diberi perhatian kecil seperti itu cukup membuat hatiku berbunga-bunga.

"Ya udah ya semua, pamit," izinku.

"Ngga...ngga... tunggu. Gue nebeng donk," pinta Angel.

"Ogah ah, Lo kesini pake apa tadi. Lagian gak diundang juga. Noh minta antar sama gebetan Lo, Radit," jawab Rangga ketus.

"Apaan sih Ngga," jawab Angel sambil meninju perut Rangga.

"Aw...sakit tau. Dit...Radit... antar Angel pulang gih. Dia ada perhatian lho sama Lo semenjak putus dari gue," teriak Rangga kepada Radit.

"Rangga, mulut elo ya, minta cabe apa?" bisik Angel dengan muka memerah.

"Halah, emang gue gak tau Lo kesini dengan tujuan apa. Moddduzzzz," jawab Rangga dengan mulut monyongnya.

"Sana samperin. Ntar ilang, nyesel Lo!" jawab Rangga acuh.

"Iiih...ih.. Ngel, Radit kemari, hi...hi...hi...," bisik Rangga, sambil menyikut tangan Angel.

Muka Angel memerah. Menahan malu mungkin.

" Cie...cie...kepiting rebus," goda Rangga.

Radit semakin mendekat.

"Mau pulang Ngel?" tanyanya sambil menggaruk kepala yang nggak gatal.

"Iya nih, gue nebeng Rangga aja. Boleh kan Ngga?" tanya Angel sambil melotot.

"Ogah, Radit aja yg nganterin elo. Pake pura-pura lagi. Padahal seneng kan. Berbunga kan elo?!" Cerca Rangga.

"Mulut elo ya. Awas aja ntar giliran elo gue kerjain lagi," ancam Angel.

"Yuk ah Ngel, jangan lama-lama, ntar muka elo tambah merah, gue gak punya obatnya," jawab Radit iseng.

"Ish... siapa bilang gak ada obatnya? Obat Angel ada disini ni," jawab Rangga sambil menunjuk dada Radit.

"Hi...hi...hi...," aku tertawa kecil melihat tingkah mereka.

"Udah yuk Bel. Gue gak mau nyokap elo kehilangan kepercayaan ma gue. Gak bisa ngapel lagi ntar. Udah mau jam 10 neh," ajak Rangga seraya menarik tanganku.

"Antar sampe depan rumah Dit," awas kalo nyimpang kelain," ujar Rangga sambil tertawa.

"Ha...ha...ha...Rasain," emang enak dikerjain," ujarnya lagi.

Aku dan Rangga berlalu dari hadapan Angel dan Radit.

Tinggallah dua insan manusia yang malu-malu.

"Buruan Ngel, mau gue antar nggak?" Ajak Radit.

"Engggg... Mau lah. Lagian kalo order grab pasti kelamaan nunggu juga. Takut gue dimarahi bokap," jawab Angel.

Mereka pun meninggalkan Kafe Mutiara, kafe mama Rangga sesuai namanya. Ya, tante Mutiara adalah mama Rangga. Terkenal dengan kesupelannya dan mudah bergaul dengan teman-teman anak semata wayangnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status