Share

2. Berbagi

Acara penutupan selesai dan kami pun menuju rumah masing-masing dengan menyimpan sejuta kenangan. 

Sesampai dirumah, Ibu langsung duduk  bersujud, menangis bahagia. Aku terharu dan ikut meneteskan air mata. 

"Alhamdulillah, ya Gusti Allah. Engkau kabulkan permohonan hambamu," ucapIbu sambil menarikku ke dalam pelukannya. 

Aku terisak juga melihat bidadariku menangis. Bukan karena sedih, tapi aku yakin karena keberhasilanku mendapatkan beasiswa yang aku idamkan selama ini. Aku sadar bahwa seandainya aku tidak berhasil mendapatkan beasiswa itu, rasanya mustahil untuk duduk di bangku kuliah.

"Ibu bangga denganmu Abel," ucap Ibu. "Ini juga berkat doa Ibu," aku mengeratkan pelukanku. Terima Kasih ya Allah!

"Bel, besok kita sedekah yuk. Kita buat jualan nasi uduk kayak biasa dan jualan lainnya, tapi sesiapa yang datang jangan kita ambil uangnya. Kemudian, kita bikin lebih untuk panti asuhan langganan kita. Anak-anak disana pasti seneng, " ucap Ibu.

"Terserah Ibu aja mana baiknya. Abel ngikut aja dan pasti bantu Ibu," balasku.

Besoknya, aku dan Ibu bangun lebih awal dari biasanya karena porsi yang akan kami buat kurang lebih 2x lipat dari porsi sehari- hari jualan kami.

Seperti biasa aku menanak nasi terlebih dahulu. Setelah setengah matang, aku masukkan santan dan bumbu lainnya. Tinggal menunggu nasinya masak. Sambil menunggu, aku memotong kacang panjang, wortel, dan kol serta paprika untuk bahan sayurnya. Sementara Ibu menggoreng kerupuk, kacang dan ikan terinya. Setelah selesai memotong sayuran, aku langsung menumisnya menjadi satu. Harum semerbak memenuhi dapur reot kami. Dan Ibu selesai menggoreng, langsung menuju cabe yang sudah direndam dengan air hangat, meniriskannya dan memasukkannya ke dalam blender. Dan  menambahkan bumbu lainnya. Setelah itu, dimasaklah ke dalam kuali hingga matang.

Nasi sudah masak, sayuran sudah jadi, ikan teri dan kacang juga sudah selesai. Hanya tinggal menunggu sambalnya saja.

Azan subuh berkumandang. Aku izin melaksanakan 2 rakaat dulu. Lalu bergantian dengan Ibu. Dan tak terasa sudah jam 06.30. Aku bersiap menurunkan semua nasi uduk yang sudah jadi ke warung kami. 

"Pelan-pelan Bu," ucapku melihat Ibu yang  tergopoh mengangkat panci nasi uduk.

"Iya, santai neng," jawab Ibu. Aku cuma bisa tersenyum.

Sudah beres semua, waktu memasuki pukul 06.00. Pelanggan kami satu persatu mendatangi warung kami. 

Ada yang makan ditempat, ada yang membawa rantang, ada juga yang sengaja membawa plastik putih. Katanya untuk beli sambal nasi uduknya. Jadi, jika tidak ada lauk dirumah, cukup goreng telor dan makan dengan sambal buatan Ibuku. Sambal Ibuku memang tiada duanya di komplek kami. 

"Berapa semua Bu Warsih?" Tanya salahsatu pelanggan kami.

"Gak usah Bu. Khusus hari ini semua gratis Bu," jawab Ibuku.

"Lho apa gak rugi?" tanya yang lain.

"Gak, inshaallah saya ikhlas," jawab Ibu.

"Waaah... dalam rangka apa Bu?" tanya bapak yang masih duduk menikmati kopi dan nasi uduknya.

"Ini, Si Abel dapat beasiswa Pak, di kedokteran Umum Trisakti," jawab Ibuku bangga.

"Oalah, selamat ya Abel. Nanti kalau sudah jadi dokter kita bisa gratisan ya, "jawab Ibu yang lain.

Dan satu persatu mereka menyalami aku dan Ibuku seraya mengucapkan selamat. Aku tersenyum bangga. Begitu juga Ibu. Entah dengan kata-kata apa bisa mengekspresikan kebahagiaan kami berdua.

Nasi uduk sudah habis dibagikan. Tinggal kami membereskan nasi untuk anak-anak panti.

"Bel, ini dibungkus pelan-pelan aja kalau capek. Jangan cepat-cepat. Gak buru-buru juga koq. Setelah zuhur kita ke baru ke panti," titah Ibuku.

Dengan telaten aku memasukkan nasi uduk dan lauk pauknya ke dalam bungkusan nasi yang sudah kami lapisi dengan daun pisang. Juga sayur, dan kerupuknya. Tak terasa sudah satu jam lebih aku membungkusnya. Kurang lebih ada sekitar 300 nasi uduk yang akan kami berikan ke  Panti asuhan langganan kami.

Tiba-tiba dari luar terdengar suara mobil berhenti. 

"Assalamualaikum," sapa suara dari luar.

"Walaikumsalam," jawabku sambil bangkit dari dudukku.

"Rangga?!" Teriakku.

"Ngapain?" sambil kepalaku celingak celinguk gak karuan.

"Sendirian?" Todongku lagi.

"Haduh, bawel. Satu-satu napa nanyanya? Bukan disuruh masuk. Haus nih. Panas diluar!" Ucapnya acuh tak acuh.

"Eeh iya, masuk dulu. Duduk ya. Aku ambilin es teh mau?" tawarku.

"Ya maulah, panas gini," balasnya.

Aku gegas ke dapur. 

"Bu, ada teman Abel diluar," ucapku kepada Ibu 

"Siapa Bel?" tanya Ibu penasaran.

"Itu, yg lolos beasiswa Trisakti juga. Cuma Rangga ngambilnya Fakultas Ekonomi,"jelasku.

"Rangga?" Cowok Bel? Tumben dapat tamu cowok?" tanya Ibu. Biasanya juga Mira..mira..dan Mira lagi yang kesini.

"Cowoklah Bu, namanya kan Rangga,masa cewek,"jawabku.

Gak tau juga ya Bu, gak pernah lho dia kesini. Ini pertama kalinya. Abel juga heran Bu,"tambahku.

"Minum Ngga. Teh es doank. Udah makan siang belom? Ini kebetulan ada nasi uduk, mau?" Tawarku.

"Gak, ma kasih. Udah kenyang. Ini aja es lagi.  Kurang juga kayaknya,"jawab Rangga sambil meneguk habis es teh yang aku sodorkan kepadanya.

"Bocor," ujarnya sambil memberikan gelas kosong kepadaku.

Aku geleng-geleng kepala melihat tingkahnya. Lalu kembali ke dapur sambil membawa gelas kosong tadi dan kembali dengan seceret penuh es teh tadi.

Rangga terbahak melihatku.

"Beneran ditambahin lagi, ha...ha...ha...,"tawanya renyah.

"Tumben Ngga, ada apa kemari?"tanyaku.

"Hemmmm.. emang silaturahmi nggak boleh?" dia balik bertanya.

"Nggak, bukan gitu. Rasanya Lo gak pernah deh kemari. Bukannya gimana ya, Lo kan playboy kakap, atau jangan-jangan Lo jadiin gue target berikutnya,ya?" Selorohku. Meskipun dalam hatiku berharap suatu saat bisa menjadi kekasihnya.

"Ha...ha...ha... asal deh Lo. Nggak lah. Gue  kemari cuma pengen ngajak Lo sama-sama ngurusin berkas beasiswa kita. Sebenarnya tadi gue ke rumah Mira, tapi Tante Siska bilang Mira lagi diajak Papanya keluar kota sebagai hadiah," ucap Rangga.

"Oooh," jawabku. Tapi Mira gak chat gue tumben ya,"tanyaku

"Tau,"jawab Rangga. Bye the way, itu untuk apa nasi bungkus sebanyak itu?"tanyanya lagi.

"Ini, buat syukuran keberhasilanku. Mau dibagi ke panti asuhan," aku berkata seraya memasukkan nasi-nasi tersebut ke keranjang.

"Gue bantuin ya," tawar Rangga.

Aku mengangguk.

Tiba-tiba dari kamar Ibu berteriak. "Bel..Abel...Grab udah di order belom? Ntar keburu sore?" Tanya Ibu.

Sambil menepuk jidat tanda lupa, " Oww ya Bu. Maaf lupa karena sibuk gini," jawabku.

"Pake mobil gue aja, nanggung mah pake grab. Ongkos lagi. Mending ongkosnya buat gue," tawar Rangga kepadaku.

"Boleh?"tanyaku. Berapa ongkosnya?" tambahku lagi. 

Rangga cuma tertawa.

"Bayarannya ntar malam aja. Dinner sama gue ya,di kafe Mama, mau?"ajaknya.

"Boleh Bu?" Tanyaku kepada Ibu.

"Boleh aja tapi jangan berdua,"jawab Ibuku.

"Gak koq Bu de, kami rame disana. Ngerayain kelulusan. Tadinya Rangga mau ngajak Mira juga, tapi Mira keluar kota sama Papanya. Jadi Rangga langsung kesini aja," jelas Rangga.

"Trus, ini dibawa kemana Bu de,"tanya Rangga sambil menunjuk nasi yang sudah aku masukkan ke keranjang.

"Ke panti Nak. Di jalan Nusa Indah sana,"jawab ibuku.

"Owh.. di perempatan itu ya Bu de,?" tanyanya.

"Ya, tau kan?" tanya Ibu lagi.

"Tau donk. Kan langganan Mama juga kesana," jelas Rangga.

"Ya udah, buruan yuk," ajak Ibu.Dan kamipun mengangkat keranjang nasi tersebut ke dalam mobil Rangga.

Sesampai di panti, Ibu panti menerima kami dengan ramah.

"Masuk Bu Warsih,"ajaknya.

"Ada acara apa ini?"tambahnya.

"Ini Bu. Mau nganterin nasi uduk rumahan buat anak-anak. Masih hangat Bu. Tolong dibagikan ya,"jawab Ibu.

"Oalah, dalam rangka apa?" Tanya Bu panti.

"Ini Abel keterima beasiswa di Trisakti kedokteran umum, jadi bagi-bagi rezeki.  Cuma ini yang bisa kami bagi buat anak- anak dan ini sedikit untuk panti asuhan ini," tanbah Ibuku sambil menyerahkan amplop berwarna kuning.

"Alhamdulillah, ini juga udah cukup Bu,saya terima ya," ujarnya.

"Dan inikan udah mau masuk Ashar ya.  Shalat berjamaah dulu yuk. Nanti kita baca doa selamat untuk Abella. Rame2 biar diijabah oleh Allah. Aamiin," ujar Bu panti lagi.

"Aamiin," jawab kami bertiga serempak.

Dan azan berkumandang. Kami mengikuti Ibu panti ke mesjid yang dimaksud dan melaksanakan shalat berjamaah. Setelah shalat, semua melakukan doa bersama yang ditujukan kepadaku dan Ibuku.

"Aamiin, semoga apa yang didoakan akan dikabulkan dan di permudah oleh Allah," batinku sambil mengusapkan kedua telapak tanganku ke wajahku.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status