Share

Bab 5: Mawar yang Hilang

Penulis: Rizki Adinda
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-27 12:11:03

"Baik, Pak. Ada satu hal lagi," suara asisten itu lirih, nyaris seperti bisikan yang takut mencederai ketegangan di ruangan.

Ia berdiri kaku di depan meja besar berlapis kayu jati yang mengkilap, tempat Mahesa bersandar dengan tatapan gelap.

"Bicara," jawab Mahesa datar, matanya menyipit, penuh amarah yang ditahan.

Asisten itu menelan ludah, menarik napas panjang sebelum memberanikan diri melanjutkan, "Penyelamat misterius Wulandaru Group yang muncul beberapa hari lalu… ternyata adalah Nona Nadira Wulandaru."

Alis Mahesa melompat tinggi seakan tertarik oleh benang tak kasat mata. Suasana ruangan terasa menegang, seakan udara mengental.

Bukankah dia sudah mati tiga tahun lalu? Pertanyaan itu bergaung di kepala Mahesa, membuat jantungnya berdetak sedikit lebih cepat.

Sementara itu, di markas besar Wulandaru Group, badai perubahan mulai mengempas. Nadira datang bukan sebagai bayang-bayang masa lalu, tapi sebagai badai yang menghempaskan pohon-pohon lapuk.

Para eksekutif senior, direktur tua, dan semua yang selama ini menjadi benalu dibabatnya tanpa ampun.

Meja-meja kosong, foto-foto lama dilepas dari dinding, dan koridor yang dulunya riuh kini lengang, hanya berisi bisikan takut para pegawai yang tersisa.

Sebelum kabar itu menyebar liar, Nadira memanggil Rafka. Mereka berdiri di ruang rapat puncak, dinding kaca memperlihatkan hamparan Jakarta yang mulai redup disapu senja.

Nadira meletakkan map hitam tebal di atas meja, lalu mendorongnya ke arah Rafka. Tangannya mantap, matanya menyorot dingin.

"Paman Rafka, perusahaan ini sudah jauh berbeda dari dulu," ucapnya lembut namun tajam, seperti sutra yang menutupi pedang.

"Kita tak bisa terus menanggung pegawai yang cuma menghisap keuntungan tanpa kontribusi. Tabungan saya hampir habis untuk mempertahankan operasi. Kalau terus begini, mungkin kita harus menjual beberapa properti."

Senyum tipis mengembang di sudut bibirnya, nyaris seperti ejekan. "Saya dengar, Paman baru saja membeli sebidang tanah di Sentul untuk membangun lapangan golf, ya?"

Rafka, yang tadinya duduk santai, kini merapatkan kening. Urat halus di pelipisnya tampak berdenyut.

Ancaman halus itu menohok langsung ke kepentingan pribadinya. Bibirnya sempat terbuka, namun tak ada kata yang keluar.

Akhirnya, dengan suara serak ia mengangguk.

Nadira menahan senyum puas. Ternyata mereka lebih mudah dikendalikan daripada yang ia bayangkan.

Namun badai sesungguhnya baru datang keesokan paginya. Kantor Rafka berubah menjadi lautan amarah.

Suara sepatu menghentak-hentak lantai marmer, sorak sorai penuh protes memenuhi lobi.

Seorang pria bertubuh tambun dengan wajah memerah meledak, "Saya nggak peduli lagi! Saya sudah kerja keras bertahun-tahun. Justru Anda yang sibuk berantem sama keponakan sendiri. Kenapa saya yang malah dipecat?"

Suasana semakin memanas. Beberapa orang lain ikut bersuara, mata mereka menyala seperti bara. Wajah-wajah yang biasanya penuh basa-basi kantor kini memerah, rahang mengeras, tangan mengepal.

Rafka mencoba berdiri tenang di tengah kerumunan itu. "Tenang dulu, teman-teman. Ayo kita bicarakan baik-baik," suaranya berusaha meredam gelombang emosi, meskipun di dalam hati ia sama sekali tidak peduli.

Selama kursi komisaris utamanya aman, badai apapun boleh datang.

Di sudut ruangan, Elvano duduk santai di kursinya, memutar tasbih kayu cendana dengan jemarinya.

Senyum tipis menghiasi wajahnya, seolah badai kemarahan itu hanya alunan musik latar baginya. Ia merasa kebal, terlindungi oleh gelar wakil komisaris utama yang sulit digeser.

Sementara mereka bergulat dengan kekacauan itu, Nadira melangkah pergi. Sepatu haknya berketuk ritmis di koridor, meninggalkan kantor yang bergolak tanpa sedikit pun menoleh.

Baginya, pertarungan utama baru saja dimulai, bukan di kantor, tapi di rumah tua warisan keluarganya.

Villa Melati, begitu orang-orang Jakarta Selatan menyebutnya. Sebuah vila mewah dengan taman mawar yang dulunya jadi kebanggaan mendiang Leo Wulandaru.

Di sanalah Nadira menghabiskan masa kecilnya, berlarian di antara kelopak mawar merah jambu dan putih yang menguarkan wangi manis ke udara sore.

Jakarta mulai menghangat. Bulan Mei biasanya menjadi panggung keindahan taman mawar itu, ketika kelopak-kelopaknya merekah sempurna di bawah matahari cerah.

Namun kini, saat Nadira melajukan mobilnya melewati gerbang besi berukir itu, ada sesuatu yang lain.

Sesuatu yang mengusik naluri lamanya.

Begitu ia mematikan mesin dan keluar dari mobil, pandangannya terpaku pada taman yang dulu begitu hidup.

Kini, hamparan tanah gundul menyambutnya, digantikan oleh batu koral putih dan semak-semak tropis yang tak beraturan.

Aroma khas mawar lenyap, berganti dengan bau lembab dedaunan mati.

Darah Nadira berdesir naik. Amarah menggelegak di dada, seperti gelombang pasang yang siap menerjang.

Tiba-tiba, suara cekikikan melengking memecah keheningan. Nadira menoleh cepat. Di teras utama, sepupunya, Tina Wulandaru, melangkah keluar dengan gaun satin merah muda yang berkilau di bawah cahaya sore.

Di sampingnya, berdiri seorang pria yang sangat dikenalnya: Aidan Satriya, mantan kekasih yang kini tampak begitu akrab dengan Tina.

Mereka bercanda ringan, saling bersentuhan lengan, seolah halaman vila itu sepenuhnya milik mereka.

Mata Aidan menangkap keberadaan Nadira, namun hanya tersenyum tipis, nyaris seperti penghinaan.

Nadira berdiri kaku, rahangnya mengeras. Angin sore berembus pelan, seakan ikut menertawakannya. Ada perang yang harus dimenangkan, pikirnya dalam hati.

Dan ia sama sekali tidak berniat kalah.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Mantan Suami Memohon Cintaku Lagi   Bab 12: Aroma Mawar di Tengah Badai

    Lantai marmer putih mengilap menyambut langkah-langkah Nadira yang mantap. Lorong kantor Wulandaru Group memanjang seperti galeri seni, dengan lukisan-lukisan modern abstrak menggantung di dindingnya, memantulkan cahaya lampu gantung kristal yang berkilau halus.Aroma samar lavender dari diffuser yang tersembunyi di sudut-sudut ruangan bercampur dengan wangi parfum mewah Nadira, menciptakan atmosfer elegan yang nyaris sakral.Para karyawan pura-pura tenggelam dalam layar komputer mereka, jemari menari di atas keyboard, tetapi mata mereka sesekali mencuri pandang.Ada gelombang kecil kekaguman yang bergetar di udara, seperti bisikan angin yang tak tertangkap telinga.“Wah, Bu Wulandaru itu memang punya aura luar biasa,” bisik seorang staf muda, suaranya nyaris seperti desis kagum.Hari itu, Nadira membungkus dirinya dalam jumpsuit biru navy yang jatuh pas mengikuti lekuk tubuhnya, mempertegas siluet ramping namun tegas.Bahannya b

  • Mantan Suami Memohon Cintaku Lagi   Bab 11: Serangan Balasan

    "Nadira," suara Rafka terdengar nyaris seperti bisikan, nyaris tenggelam di antara deru samar AC yang tak lagi berfungsi."AC-nya sudah rusak beberapa hari ini. Kapan bisa bener? Dingin banget."Udara di ruang keluarga itu memang terasa ganjil, lembab sekaligus menggigit. Bau anyir dari karpet wol tua bercampur aroma kopi sisa pagi tadi, membuat suasana semakin tidak nyaman.Di tengah ruangan yang temaram, Nadira melangkah pelan, jemarinya membelai punggung kursi kulit sambil melemparkan senyum kecil, nyaris sinis."Aku bukan tukang servis. Mana aku tahu," sahutnya santai, seakan percakapan itu hanya angin lalu. Tawa pelannya terdengar seperti serpihan es yang jatuh ke lantai dingin.Ia berbalik, gaun tidurnya yang sutra mengibas lembut mengikuti gerakannya saat ia melangkah keluar ruangan, meninggalkan mereka dengan pikiran masing-masing.Tina berdiri di samping ayahnya, matanya menyipit, rahangnya mengeras. "Ayah, lihat sendiri kan sikap dia..."Suaranya penuh protes, telunjuknya me

  • Mantan Suami Memohon Cintaku Lagi   Bab 10: Ini Rumahku

    Nadira menatap kosong layar ponselnya. Cahaya dari gawai itu memantul redup di mata lelahnya, memperjelas lingkaran gelap di bawah kelopak.Jemarinya sesekali menggulirkan berita yang sama: kabar pertunangan Mahesa dan Naura terpampang di mana-mana, seakan mengejeknya.Ia menghela napas, berusaha menepis rasa nyeri yang berdenyut di dadanya."Sudahlah, aku sudah move on," bisiknya, namun suara itu nyaris tak meyakinkan dirinya sendiri.Bayangan hari pernikahannya dengan Mahesa kembali menghantuinya. Hanya ruangan sempit KUA, tanpa hiasan, tanpa gaun putih, tanpa tamu, tanpa restu.Semuanya serba diam-diam. Bahkan surat nikah itu pun diurus sendiri, seperti menandatangani kontrak rahasia dengan takdir.Begitu kontras dibandingkan dengan pesta mewah Naura yang kini disorot media.Nadira menarik selimut tebal hingga ke dagu, mencoba mengurung dirinya dari hiruk pikuk dunia. Namun suara musik dari kamar sebelah justru mengoyak keheningan malam.Bass berdentum menghantam dinding tipis kont

  • Mantan Suami Memohon Cintaku Lagi   Bab 9: Gaun yang Tak Pernah Kupilih

    "Bagaimana? Aku kelihatan cantik, Mahesa?" suara Naura melayang ringan, nyaris berbisik, di antara gemerlap lampu butik pengantin mewah di sudut Senopati.Di balik cermin besar berbingkai emas, bayangannya berputar anggun. Gaun putih itu jatuh mengikuti lekuk tubuhnya, menyisakan kilau samar dari manik-manik halus yang memantulkan cahaya temaram.Wajahnya berpendar, rona merah muda menyembul malu-malu dari pipi yang biasanya pucat. Sesekali jemarinya merapikan rambut ikal yang kini diluruskan rapi, seakan tiap helai helai rambut itu sudah dirundingkan dengan waktu.Ada kerlip antusiasme di matanya, meski di benaknya terselip secuil cemas.Mahesa hanya menatap. Sepasang matanya seperti menembus cermin, menembus Naura, dan berhenti di kenangan yang tak pernah benar-benar ia kubur.Nadira. Bayangannya menyeruak pelan. Senyum Nadira dulu selalu hadir, tulus dan sederhana, seperti embun pagi yang menempel di ujung dedaunan.Tapi akhir-akhir ini, embun itu perlahan menguap, tersapu panas ya

  • Mantan Suami Memohon Cintaku Lagi   Bab 8: Retakan Halus

    Dengan tarikan paksa, Rafka memaksa sudut bibirnya melengkung menjadi senyum. Mata hitamnya berusaha menyalurkan ketulusan yang bahkan ia sendiri ragukan.“Nadira, beri kami sedikit waktu. Masih banyak hal yang harus kami benahi,” ucapnya dengan nada merendah, seperti aktor yang sudah berkali-kali memainkan peran ini di hadapan mendiang Arum.Di hadapannya, Nadira berdiri dengan anggun dingin. Cahaya lampu kristal di ruang tamu memantulkan kilaunya pada gaun satin lembut yang membalut tubuhnya.Senyumnya tak lebih dari bayangan tipis di ujung bibir, menyiratkan ejekan halus. Dulu, Rafka sempat berpikir bahwa Nadira dan ayahnya, Arum, adalah orang-orang berhati lapang, penuh welas asih.Tapi kenyataan menamparnya keras. Mereka bisa ramah, tentu, tetapi hanya ketika keadaan berpihak pada mereka.“Baiklah,” suara Nadira keluar lirih, seperti alunan biola di ujung kesabaran. “Aku beri kalian waktu.”Namun, di sudut hatinya yang beku, ia menanam benih lain. Waktu itu bukan hadiah, melainka

  • Mantan Suami Memohon Cintaku Lagi   Bab 7: Badai Baru Dimulai

    Teriakan Aidan merobek keheningan malam, menggema di lorong panjang vila mewah itu. Udara pekat dengan aroma logam darah yang menguar dari pelipisnya yang robek.Tubuhnya sedikit gemetar, tapi sorot matanya mencoba bertahan, menatap sosok perempuan yang kini berdiri hanya beberapa langkah di depannya.Nadira melangkah perlahan, langkahnya mantap, nyaris angkuh. Gaun hitam sederhana yang membalut tubuhnya berkilau samar di bawah sorotan lampu gantung kristal.Bayangannya menari-nari di dinding marmer, seolah ikut menikmati kejatuhan lawan.“Nikmatin aja, Aidan,” ucapnya datar, nyaris berbisik, namun penuh racun. “Hari-hari indahmu sudah selesai.”Suara hak sepatunya beradu dengan lantai, mengiringi tatapannya yang dingin. Tanpa perlu menoleh, Nadira memberi isyarat kecil dengan tangannya.Dua pria berjas hitam yang sejak tadi berdiri tegak di sudut ruangan langsung bergerak. Tubuh Aidan diseret tanpa ampun, suara gesekan sepatu kulitnya meninggalkan jejak panjang di lantai mengilap.Na

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status