MasukTalia pergi dari rumah itu. Dia tidak bisa mengendalikan emosi. Rasanya, kata maaf selama lima tahun bersama itu sudah cukup. Andai dia berikan lagi kesempatan, pasti Guntur akan melakukan hal yang sama lagi.
Guntur mengejar Talia yang pergi hanya mengandalkan sandal jepit. Tidak ada motor apalagi mobil yang membantunya berlari. Dia hanya seorang diri. “Talia, jangan gil* kamu, ya? Kamu mau nyakitin hati orang tua kamu? Kalau kamu ketahuan mau cerai, mereka pasti akan sangat sedih. Kamu mau mereka sakit?” Di tepi gerbang Guntur menarik tangan istrinya dan bicara dengan suara keras. Tentu saja tetangga dekat rumah bila sedang ada di luar pun, pasti mendengar perdebatan mereka. “Luapkan saja amarah dan alasan kamu, Mas. Gak ada alasan lagi untuk aku bertahan. Aku sudah muak sama kamu!” tandas lagi Talia dengan nanar. Tangannya pun langsung melambai pada sosok pengendara ojek di kejauhan sana. “Arkh, kamu benar-benar, ya? Oke, silahkan saja kamu pergi! Aku gak akan merayu lagi agar kamu kembali lagi ke rumah. Dan ingat, tidak ada harta gono-gini di perceraian kita. Aku gak akan kasih kamu apapun!” Guntur yang terpancing emosinya itu, kini lagi-lagi memutuskan dengan tegas. “Harta saja yang kamu pikirkan. Makan saja harta kamu dengan selingkuhan kamu, Mas. Aku lebih sayang sama hati dan perasaanku. Apa kamu pikir aku juga gak mampu tanpa kamu? Ingat ya, aku juga pernah kerja, hanya resign setelah kamu suruh!” Guntur semakin mengangkat dadanya. Dia melihat kali ini istrinya itu benar-benar marah besar. Kenapa tidak seperti dulu lagi yang mudah dibujuk dan dirayu dengan kata maaf? Ah, ini benar-benar menyebalkan. Guntur mengumpat dan menggerutu dalam hatinya. “Mbak, panggil saya? Mau ngojek, Mbak?” Roda dua yang tadi dipanggil itu mendekat. Orangnya bicara. “Iya, Mas. Antar saya pergi.” Talia langsung meminta helm pada pemilik motor itu. Dia pun langsung naik dan duduk di jok dengan keadaan wajah yang nyaris masih basah kuyup. Guntur hanya melihat dengan tatapan yang mengerikan. Dia tidak berbuat apa-apa lagi, karena pikirnya, dia gengsi di depan orang harus memohon istrinya kembali. Baiknya dia membiarkan Talia dibawa oleh ojek itu. Dan akhirnya istri yang dia selingkuhi itu benar-benar pergi. “Arkh!” Guntur melayangkan tangannya dengan gerakkan memukul keras. Taringnya terlihat seperti gen deruwo yang melihat musuh. Kini dia pun kembali masuk lagi ke dalam rumah dua lantai miliknya itu. Guntur langsung berinisiatif untuk menghubungi ibunya. Dia ingin meminta bantuan untuk membujuk Talia. Bagaimanapun juga, seharusnya Talia tidak meminta cerai darinya. Dia tidak ingin pisah, karena maunya nambah istri saja. Bukan seperti ini jadinya. “Halo, Tur?” sahut seorang wanita paruh baya di seberang sana. Tidak lain dan tidak bukan, tentu saja dia adalah ibu kandung Guntur. “Halo, Ma. Ma, Talia pergi dari rumah.” Tanpa basa-basi Guntur langsung bicara. Mendengar aduan tersebut, tentu saja ibunya Guntur yang bernama Lastri di jauh sana pun terkejut. “Apa? Pergi dari rumah?” Wanita yang sedang asyik-asyiknya menonton serial drama di televisi itu pun bangkit. Dia simpan wadah kacang almond yang dipegang, di atas meja. “Iya, Ma.” “Kenapa bisa? Dia kabur sama laki-laki lain?” tanya Lastri yang sangat penasaran. “Em, bukan, Ma. Tapi … tapi aku yang ketahuan selingkuh lagi. Tapi kali ini dia gak bisa dibujuk. Talia malah pergi.” Guntur menghempaskan tubuhnya di sofa dengan keras. Nafasnya berembus dengan garang. Sesekali ia pun menggaruk tempurung kepalanya yang tak gatal. “Ya ampun, Guntur, Guntur. Kamu jangan-jangan selingkuh lagi sama si Ineu itu, ya?” ucap Lastri sambil menggelengkan kepala. “Ya. Tolong jangan sampai Talia minta cerai dari aku, Ma.” “Lho, kenapa juga kamu gak mau bercerai? Itu salah kamu juga lah.” Lastri menarik kedua ujung bibirnya. “Ma, apa yang akan orang kantor katakan tentang aku? Aku pasti disangka laki-laki yang gak bisa urus keluarga. Pasti juga berita ini akan menyebar. Aku pasti dibuat malu.” Guntur menjelaskan dengan kesal. “Salah kamu sendiri sih, Tur. Ya sudah kalau gitu kamu nikah aja sama si Ineu itu. Gak usah pikirin soal omongan orang,” saran ibunya. “Ma, tolong dong, Ma. Nanti aku akan kasih Mama uang buat belanja. Tolong bujuk Talia.” Alih-alih setuju, Guntur malah memohon pada ibunya. “Jadi Mama musti gimana?” tanya Lastri sambil meninggikan kedua alisnya. “Ya datang ke rumah orang tua Talia. Bujuk Talia dan mereka, dan pastikan Talia mau memaafkan aku,” pungkas Guntur. “Kalau gak berhasil?” ujar Lastri lagi. Lalu kini tangannya merayap lagi untuk mengambil cemilan. Dengan enteng dia bicara sambil mengunyah, seakan putranya itu tidak sedang melakukan kesalahan besar. “Ya coba dulu, Ma.” “Hem, ya sudahlah. Tapi, Mama butuh buat bayar air sama listrik. Transfer dulu uangnya, Mama akan ke sana malam ini juga.” Akhirnya Guntur sedikit tersenyum mendengar jawaban ibunya. “Oke, Ma. Oke. Aku transfer setelah ini.” “Kamu juga ke sana, kan?” Lastri memastikan lagi. “Mama saja lah. Aku tadi udah terlanjur ngusir dia juga.” “Ya ampun. Ya sudah deh. Dasar kamu ini. Masalah beginian, musti Mama yang turun tangan!” “Kan waktu itu juga Mama berhasil, Ma. Semoga sekarang juga berhasil. Soalnya Talia itu istri penurut. Dia juga bisa urus rumah tanpa pembantu.” “Iya bener. Dia juga sering Mama panggil kan buat bantu-bantu di sini, dan dia baik-baik aja. Gak pernah kelihatan marah apalagi kesal. Sayang banget sih dia itu. Kan rajin. Cantiknya juga lumayan lah.” “Nah kan? Tolong ya, Ma?” “Oke, Tur. Mama nanti ke sana. Jangan lupa ya?” “Iya, iya. Uang aja, cepet.” “Ya mau apalagi? Segalanya butuh uang.” “Oke, oke.” Seperti perpaduan cocok antara ibu dan anak. Tidak ada sama sekali dari mereka yang bisa bertindak dewasa apalagi berlaku bijak. Ting! Akhirnya Lastri tersenyum setelah melihat notifikasi dari m-banking yang dia miliki. Nominal uang yang lumayan sudah masuk ke dalam rekeningnya. [Ok, Mama otw] Pesan itu dikirim Lastri untuk putranya yang telah berselingkuh. Pergi ke kamar untuk bersolek dan berganti pakaian, Lastri pun segera pergi menuju rumah orang tua Talia. Menggunakan mobil hatchback yang dia dapat tentu dari putranya sendiri. Sejak dulu memang dia sudah bisa mengemudi. Jadi, meski usia sudah dibilang paruh baya, dia tidak kesulitan. Meski seorang janda, dia bisa pergi ke mana-mana sendiri. Tak berselang lama, Lastri sudah tiba saja di rumah besannya. Rumah satu lantai yang sangat campernik, asri dan juga tanaman di depannya tertata rapi. Tapi, omong kosong dengan itu semua. Dia datang bukan untuk mengapresiasi kondisi rumah besannya. Tapi, untuk mengajak kembali menantunya pulang. “Lihat saja, Mama akan berhasil, Guntur. Lagian, Mama juga masih butuh Talia. Daripada harus bayar pembantu, lebih baik mempertahankan menantu. Hemh.” Dengan menaikkan leher sedikit, Lastri berjalan dengan sangat elegan. Tas kecil ditentengnya, dan kini dia pun sudah melepas sandal untuk menginjak teras rumah besannya."Sudah hampir satu bulan, Ardhya, kamu belum juga tepati janji kamu bawa calon istri ke rumah. Apalagi Mama sudah tahu, kalau pacarmu itu selingkuh kan? Semua yang terjadi di kafe itu cukup menjelaskan."Wanda, ibunya Ardhya duduk dengan jumawa di sofa tunggal. Tatapannya menantang dan menyepelekan.Ardhya tampak resah dan hanya berkali-kali menghela nafas panjang. Intinya, dia masih bingung. Belum ada wanita yang akan dibawanya untuk menghadap sang ibu."Jujur saja sama mamamu ini. Banyak wanita mendekatimu cuma harta kamu doang, kan? Lihat yang selingkuh sama anak DPR itu. Sadar kan? Dia itu wanita yang cuma nyari uang dari sana-sini. Artinya juga, kamu tidak bisa, kamu tidak akan mampu mencarikan mamamu ini seorang menantu." Wanda kembali berucap dengan sangat jelas. Di usianya yang sudah tak lagi muda, memang sudah saatnya melihat putranya menikah. Oh, apalagi soal keturunan. Sudah pantas kalau Wanda memiliki seorang cucu.Ardhya coba melepas penat. Melepas dosa yang dia terima at
Ineu bangkit dari tempat tidur. Ranjang yang akan menjadi saksi malam pertama mereka pasca menikah itu ditinggalkannya sebentar, untuk bicara dengan ibu mertua."Ibu, maaf ya, Bu. Darimana aturan isi amplop akan dibagi dua? Ini milik pengantin lho, Bu. Orang tua gak ada hak." Dengan melipat lengan di dada, Ineu menanggapi keinginan mertuanya. Guntur yang melihat momen inipun hanya bisa memijat kepala."Hey, kamu belum tahu, ya? Guntur sudah perjanjian sama ibu, kalau isi amplop ya dibagi dua. Pokoknya, kamu musti setuju. Ingat ya, ini rumah siapa? Kamu menantu baru. Dulu, Talia itu apa-apa ikut saja apa kata saya." Ibunya Guntur malah kesal sambil membawa-bawa Talia yang sudah tak ada lagi di rumah itu. Bukan Ineu namanya kalau harus tinggal diam."Ibu, lebih baik Ibu keluar. Gak ada ya bagi dua. Oke nanti aku kasih ibu, tapi bukan dibagi dua. Kebutuhan ibu ini yang udah tua apa sih? Paling cuma makan aja. Ibu denger ya, kebutuhan aku banyak banget. Udah ya makan, skincare, arisan, in
Pernikahan Ineu dengan Guntur telah selesai dilaksanakan. Mulai dari acara akad nikah sampai resepsi pernikahan, dilanjutkan mengabadikan foto pernikahan mereka, telah berjalan dengan mulus.Tamu undangan yang hadir juga nyaris satu persen. Hanya saja, tidak ada pihak mantan dari Ineu. Anak semata wayang Ineu juga tidak ada. Hanya sanak keluarga Ineu terdekat saja yang hadir.Selesai acara tentu saja banyak hal yang dinanti. Meski masih ribet beberes barang-barang yang menjadi aksesoris dan pelengkap di acara pernikahan, tuan rumah tidak ikut mengerjakan. Apalagi Lastri, ibu kandung Guntur itu memiliki pikiran khusus di malam hari ini.Belum terlalu larut, bahkan senja baru saja lenyap dari pandangan mereka. Baru saja terdengar adzan Maghrib. Lastri pun belum memutuskan untuk pulang dari rumah putranya. Dia masih ingin tetap ada di sana untuk ikut serta membuka isi amplop dari para tamu undangan.Dia berharap Guntur–putranya segera mengganti uang yang dipinjam. Ditambah lagi nanti dib
“Hah, Mas mau dijodohin sama saya? Apa saya nggak salah dengar?” Setelah termenung beberapa saat, Talia mengutarakan keterkejutannya. Bukan ke-gr-an tapi memang dia ingin mengkonfirmasi takutnya salah dengar.“Iya. Entah kamu punya apa sampai Mama saya ngebet pengen jodohin saya sama kamu. Padahal nilai plus kamu cuma karena pernah nolongin Mama saya.” Dengan enteng tanpa beban, Ardhya mengatakan hal itu kepada Talia. Apalagi matanya yang melarak lirik kesana kemari. Membuat Talia merasa bahwa laki-laki dihadapannya itu tidak dewasa sama sekali.“Ya ampun, Mas, Saya yakin itu hanya gertakan Ibu Mas saja. Mungkin ibu Mas Ardhya mengatakan hal itu karena kesal sama anaknya yang nggak kawin-kawin, Mas. Apalagi kalau beliau sampai melihat kejadian tadi. Saya yakin Mas Ardhya akan dihukum di rumah.”Ardhya langsung mengangkat dagunya.“Kamu jangan berani-berani ya katakan hal tadi sama mama saya. Lagi pula saya juga udah putus sama perempuan gak tau diri itu. Dasar perempuan matre!” pekik
“Itu, semuanya sudah saya ganti rugi. Beres kan?” Ardhya nampak sudah mengotak-atik handphone miliknya. Sedangkan orang yang berseteru di sana sudah tidak ada lagi. Bahkan, kendaraannya pun sudah enyah. Ya, hanya Ardhya yang sanggup dan mampu bertanggung jawab di cafe plus resto itu.“Terima kasih. Tapi bukan berarti Mas nanti bisa porak-porandakan lagi kafe ini ya, Mas? Ini peringatan. Kalau sampai terjadi lagi, saya gak akan segan-segan bawa Mas ke kantor polisi!” kata manajer itu sedikit mengancam. Dia terlihat sudah melihat nominal uang masuk, untuk memperbaiki barang-barang yang rusak. Di sana ternyata sudah ada Talia. Dia tadi maju ke depan dan ikut menengahi. Apalagi Talia juga merasa kalau itu sebuah perikemanusiaan. Talia datang untuk meredam suasana. Sayangnya, perempuan yang masih diakui Ardhya masih pacarnya itu sudah pergi dengan pria yang berseteru dengan Ardhya. Mereka juga seperti menghindar, tak mau ganti rugi.Ardhya sudah
Talia menepikan kendaraan. Dia seperti melihat Ardhya yang ada dalam perkelahian itu. Ada juga seorang wanita yang menjerit-jerit, seakan berusaha menengahi. Ditambah orang-orang sekitar, mereka meraih keduanya masing-masing untuk menghentikan perseteruan.“Cukup, kalian kayak anak kecil!” pekik wanita yang memakai pakaian seksi itu. Talia melihat dengan jelas, memang benar di sana Ardhya. Apa sedang memperebutkan wanita?“Sudah-sudah, kalian akan kami bawa ke kantor polisi kalau terus membuat gaduh!” Salah seorang warga berkata. Keduanya pun kini memang nampak sejenak meredam emosi.Talia semakin mendekat. Dia sangat penasaran, kenapa sampai mereka beradu? Padahal tadi Ardhya baik-baik saja, malah marah-marah pada Talia. Sekarang berhenti di tempat berbeda, dan sudah berkelahi?“Mas, bagaimana, kalian mau kami bawa?” tanya salah seorang warga lagi yang sedang menahan pria asing yang satunya. Mereka tampak sebaya, pasti sedang memperebutkan sesuatu.“Oke, kita pergi saja. Dasar orang







