"Alunaaaaa!!!"
"Aaaaaaa!!!"Byuur!!Seketika air di dalam gelas Aluna pun tumpah ke atas keyboard.Aluna sontak melotot menatap Flora, yang sedang berdiri membalas tatapannya sambil nyengir."Asem. Flo!! Ngagetin aja sih!" Sungut Aluna sambil membersihkan air tumpah yang berasal dari gelas yang ia pegang."Maaf ya, Aluna yang cantik. Lagian dari tadi dipanggil-panggil diem aja sih. Malah bengong di depan monitor!" Tukas Flora mengedikkan bahu santai tanpa merasa berdosa sama sekali."Barusan Pak Gevan bilang kalau notulen yang tadi langsung di-print aja. Dia sudah kirim lewat e-mail," cetus asistennya itu memberitahu kepada Aluna."Loh, kok Pak Gevan nggak langsung bilang ke aku sih?" protes Aluna sebal."Tadi si bos udah telepon, tapi karena Tuan Putri Aluna sedang bengong manja, ya akhirnya hamba-lah yang mengangkat teleponnya," balas Flora dengan penuh kesabaran sambil sambil berdecak pelan.Ooh. Jadi bosnya itu tadi sudah telepon...Hfffhhh... gara-gara Aluna terus teringat dengan apa yang terjadi di toilet tadi, ia malah melamun dan tidak konsentrasi dengan situasi di kantor.Pak Gevan sialan!Bikin anak orang overthingking aja!!Tapi...Apa iya Pak Gevan... melamarnya?? Ooh stop, Aluna. Mungkin si bos ganteng tapi nyebelin itu cuma becanda saja!Ya kan? Mana mungkin cowok tajir dan sukses modelan begitu mau melamar Aluna yang biasa-biasa aja. HAMIL PULA!!Tanpa sadar Aluna pun kembali mengelus perutnya sembari mendesah pelan.Dan lamunannya pun kembali terbang, pada kejadian sebulan yang lalu sebagai momen dari titik balik yang serta merta mengacaukan semua rencana dalam hidupnya.***((SATU BULAN SEBELUMNYA))"Tom, aku nggak nyaman banget deh di sini..." tutur Aluna sambil mengernyit dan cemberut menatap sekelilingnya.Dentuman musik serta aroma alkohol disertai asap rokok begitu kuat menguar di udara. Tata cahaya remang-remang pun turut membuat suasana semakin intens. Udara terasa berat dan tebal, membuat tenggorokan Aluna seperti tercekik karenanya."Kita cari restoran biasa aja yuk?" Ajak gadis itu lagi dengan setengah merengek.Aluna bukan tipe cewek yang suka ke klub. Dia tidak betah dengan bau rokok, dan sama sekali tidak pernah menyentuh alkohol. Ugh, rasanya dia sudah benar-benar tidak tahan di sini!Tommy, sang kekasih, tersenyum lalu merengkuh bahu Aluna dengan lembut. "Nggak apa-apa, Sayang! Kita ke sini tuh biar kamu tahu nightclub itu seperti apa. Dan kamu nggak usah takut gitu ah, kan ada aku?" Rayunya sambil membawa langkah ragu gadisnya ke arah meja bartender."Joe, satu mojito dan..." Tommy melirik Aluna sesaat, "...satu long island ice tea," pintanya kepada bartender yang ia kenal.Aluna mengerutkan keningnya mendengar salah satu nama cocktail itu. "Tom, aku kan nggak minum alkohol?" Protesnya. "Ganti ah minumannya," perintahnya dengan bibir yang semakin cemberut.Tommy pun tertawa pelan. "Iya deeh... Joe, yang long island ganti cola aja deh," ralatnya pada bartender yang tersenyum dan mengacungkan jempol pada mereka."Kok kamu bisa kenal sama bartendernya ya? Jadi sering ke sini? Sama siapa? Cewek?" Rentetan pertanyaan bernada interogasi pun keluar dari bibir merah Aluna dengan manik lebar gadis itu yang memicing curiga."Nggak, Sayaaang... Joe itu teman satu kos waktu aku masih kuliah dulu. Kita suka kontak-kontak gitu deh sampai dengan sekarang. Jadi waktu dia bilang keterima kerja jadi bartender, ya aku suka ke sini cuma buat main aja. Nggak pernah sama cewek kok," terang Tommy sembari mengusap rambut panjang Aluna.Bibir merah gadis itu pun bertambah maju dua senti. "Huum... bohong."Tommy tak bisa menahan gemas melihat bibir basah yang menggiurkan itu. Tanpa ragu, ia pun langsung mengecupnya sekilas. "Aku jujur sama kamu, Lun...""Isssh! Malu!" Bisik Aluna sambil memukul pelan bahu pacarnya itu dan melirik cemaa ke kiri dan kanannya."Kamu gemesin, sih," sahut Tommy sambil senyum-senyum senang karena berhasil mencuri satu kecupan.Aluna itu tipe cewek yang sulit sekali diajak bermesraan. Padahal mereka berpacaran sudah hampir setahun, tapi hanya bisa dihitung dengan jari berapa kali Tommy bisa mengecup bibir manis yang menggemaskan itu."Uhm, Tom... aku ke toilet dulu ya?" Ucap Aluna tiba-tiba membuyarkan lamunan Tommy."Mau aku anter?" tawar Tommy."Nggaklah. Deket ini kok," tolak Aluna sambil cepat-cepat turun dari bangku bartender.Tommy menatap Aluna yang berjalan menuju ke toilet wanita sambil mendesah. Sebenarnya tujuannya membawa Aluna ke sini agar pacarnya itu bisa lebih santai, lebih rileks dan mau siapa tahu mau sedikit bermesraan dengannya.'Bermesraan' dalam pengertian skinship yang lebih intens, atau minimal grepe-grepe deh. Huuft berpacaran dengan Aluna itu rasanya flat banget, meskipun Tommy sebenarnya juga sangat sayang pada gadis itu.Tapi Tommy pun hanyalah lelaki normal yang membutuhkan sentuhan."Kusut banget, bro?" tegur Joe sambil membawa minuman untuk Tommy dan Aluna."Cewek gue alim banget, bro," timpal Tommy lesu. "Nggak bisa diapa-apain. Baru mau pegang dikit, udah diomelin panjang lebar."Joe tertawa pelan, tapi kemudian dia pun berbisik pada Tommy. "Obatlaaah. Gue ada nih stoknya. Mau?"Tommy menatap Joe waspada. "Obat apa nih maksud lo? Gue nggak pake nark*ba.""Bukan nark*ba, boss! Tapi Spanish fly..." bisiknya dengan suara rendah.Sontak kedua mata Tommy pun membulat sempurna. "Spanish fly? Obat perangsang maksud lo?"Joe terkekeh pelan. "Yang ini mantep banget, bro. Cuma setetes juga sudah pasti bikin blingsatan! Dijamin deh, pokoknya."Tommy berpikir sebentar, membayangkan Aluna dengan tubuh gitar spanyolnya yang sensual itu akhirnya bisa ia miliki. "Bolehlah. Berapa harganya?""Setetes doang kan? Gratis buat elu deh. Tapi gue boleh icip cewek lu ya? Cantik banget cewek lu."Tommy pun langsung melemparkan tissue ke wajah Joe. "Enak aja! Cuman gue yang boleh nyicip dia!" Sergahnya kesal. "Lagian gue butuhnya buka setetes, tapi satu botol!"Joe pun melongo. "Eh, buset! Mau bikin cewek lo mabok selama tiga hari ya? Biar puas gitu? Sadis lo, bro!" Decaknya sambil geleng-geleng kepala.Tommy mendengus pelan seraya mengeluarkan dompetnya. "Pake seberapa pun lo butuh, Joe. Balikin besok," tukasnya santai sambil menyerahkan secarik gold card kepada bartender temannya itu.***"Tom, aku pusing..." Aluna merebahkan kepalanya di bahu Tommy. Bukan cuma pusing, tapi ia juga merasakan ada hal yang aneh di tubuhnya.Seperti ada yang gatal tapi tidak tahu dimana yang gatal. Seperti ada sesuatu yang ingin dituntaskan tapi karena Aluna yang masih polos, ia tidak mengerti dengan reaksi seksual tubuhnya sendiri."Ummnn..." Aluna merengek sambil meremas dress hitam kerah sabrina yang membalut pas tubuhnya. "Tommy...""Yes, honey?" Tommy mendekatkan wajahnya di dekat wajah Aluna yang sudah merona akibat Spanish fly. Ia sengaja memancing gairah wanita itu dengan menghembuskan napasnya di leher Aluna.Aluna menggigit bibirnya, merasa tak wajar saat terpaan napas Tommy malah membuatnya semakin gelisah. "Gatal... panas... aku kenapa sih?""Hm? Mana yang gatal? Sini aku garukin." Tangan nakal Tommy mulai bergerilya menggaruk punggung Aluna, lalu bergeser ke pinggangnya dan sekarang bertengger di sisi dadanya.Jemarinya sengaja digerakkan naik turun menaiki sisi samping bukit kembar Aluna, memberikan sensasi meremang di seluruh tubuhnya."Uhnnn... stop. A-anterin aku ke dokter, Tom. K-kayaknya aku sakit..." Aluna memegang tangan Tommy dan menjauhkan dari tubuhnya."Sakit ya? Ya udah yuk, aku anterin ke dokter?"Aluna mengangguk, lalu turun dari kursi di depan bartender dengan pinggang rampingnya yang dipeluk erat oleh Tommy.Sebelum mereka melangkah menuju pintu keluar, Tommy melirik sepintas ke arah Joe yang menyeringai sambil mengacungkan dua jempol kepadanya.'Berhasil,' sorak Tommy dalam hati. Kali ini ia akan menikmati tubuh seksi Aluna sampai puas, dan pacarnya itu tidak akan mampu menolak!***Aluna cepat-cepat menghapus krital bening yang mulai menitik dan hampir jatuh di pipinya saat mengingat malam yang mengerikan itu.Entah kerasukan setan apa, dirinya bisa-bisanya menyerahkan mahkota paling berharga yang selama ini sangat ia jaga keutuhannya.Saat Aluna terbangun waktu itu, buka hanya selaput daranya yang telah robek, tapi hati dan perasaannya pun ikut hancur.Dan dari satu malam yang naas itu... Aluna mengandung.Sambil menggigit bibirnya keras-keras, Aluna pun berusaha ikut mengeraskan hatinya.Sudahlah! Nasi sudah menjadi bubur, menyesali apa yang sudah terjadi pun tak ada gunanya lagi.Sambil mendesah perlahan, Aluna berdiri ke arah printer untuk mengambil notulen rapat yang tadi diminta oleh Pak Gevan.Aluna menyelipkan notulen itu ke dalam map hitam tebal khusus untuk tanda tangan, lalu membawanya ke dalam ruangan CEO."Permisi Pak," Aluna menyembulkan wajahnya dari balik pintu dan melihat Gevan sedang menunduk di atas dokumen tebal yang entah apa isinya, rasanya Aluna belum pernah melihatnya."Masuk, Al!" Perintah Gevan sambil menutup dengan keras dokumen setebal bantal itu lalu menaruhnya ke dalam laci meja kerjanya.Aluna pun berjalan masuk ke dalam ruangan mewah yang didominasi warna monokrom yang sangat maskulin dan terkesan dingin tak tersentuh, benar-benar mirip dengan sifat bosnya itu.Aluna sering berpikiran iseng seperti menaruh boneka pink hello kitty atau my little pony di situ hanya karena ingin melihat Pak Gevan terkejut. Lebih bagus lagi kalau dia sampai pingsan, kan seru tuh. Haha."Ngapain senyum-senyum sendiri?!" Ledek Gevan yang dari tadi memperhatikan Aluna. "Kenapa? Kamu pasti GR ya saya lamar, hm? Ngerasa cantik??"Aluna pun langsung manyun mendengar sarkastik kejam bosnya. "Gimana mau GR, bapak aja menghina saya terus!"Gevan menaruh bolpennya setelah menandatangani notulen yang tadi diberikan Aluna, lalu menutup map hitam itu dan menyerahkannya kembali kepada gadis itu."Jadi gimana keputusan kamu? Jangan kelamaan! Lagian apa susahnya menerima lamaran saya? Kamu jadi nggak perlu takut lagi anak dalam kandunganmu itu tidak punya ayah, kan?" Sorot hazel Gevan menghunus tajam ke dalam mata Aluna, membuat gadis itu sedikit gentar.Gevan Ahza Samudra memang paling bisa membuat orang ketakutan."M-maksud bapak, anak saya ini akan menyandang nama Samudra di belakangnya, gitu?""Ck. Ya kalau kamu jadi istri saya, otomatis anak kamu juga jadi anak saya jugalah! Sudah pasti dia akan menyandang nama Samudra," cetus Gevan tegas.Aluna sontak termangu mendengarnya. Ini sangat aneh.Tadinya ia mengira yang terjadi di toilet tadi itu hanya mimpi. Lamaran dari Gevan ini hanya bunga lamunannya saja yang kadang keseringan overdosis baperan.Tapi..."Kenapa?" Tanya Aluna tak mengerti. "Kenapa Pak Gevan melamar saya yang tidak cantik, tidak perawan, dengan kondisi hamil pula?"Seringai tipis terukir di bibir pink memikat dengan belahan di tengahnya itu. "I have my own reason," kilah Gevan cepat. "So, would you be my marriage partner, Aluna?"Suara Gevan yang sedikit serak entah kenapa terdengar begitu seksi di telinga Aluna, meskipun istilah 'marriage partner' yang digunakan Gevan itu sebenarnya sangat mengganggunya.See?Gevan nyebelin ini memang melamarnya, tapi bukan berarti karena dia mencintai atau minimal menyukainya!Seharusnya kan Gevan bilangnya gini, "would you be my wife", bukannya "my marriage partner"!Seolah-olah yang Aluna tangkap, pria gila ini cuma butuh istri hanya untuk status. Issssh!!! Kalau saja Gevan si mulut lemes ini bukan bosnya, udah Aluna cekek kali!"Uhm... saya pikir-pikir dulu ya, Pak?" Cetus Aluna berusaha mengulur waktu.Mendingan dia usaha dulu ke Tommy deh. Toh, ini kan anaknya juga. Aluna akan coba membuat Tommy bertanggungjawab dan segera menikahinya.Decakan keras yang bernada meremehkan kembali keluar dari bibir Gevan, namun ia tak berkata apa-apa lagi. Lelaki itu berdiri dari kursinya, lalu mengambil dasi biru navy yang selalu ia lepas jika telah selesai dari rapat."Pasangin," perintahnya dingin sembari mengulurkan dasi itu kepada Aluna.Sementara Aluna masih sibuk berkutat untuk memasangkan dasi di leher bosnya, Gevan pun meraih ponselnya untuk menelepon seseorang."Bunda? Ya, ini Gevan. Bunda lagi apa?""...""Oh, nggak ada apa-apa, sih. Kalau Bunda lagi di rumah ya bagus. Gevan mau ke rumah Bunda kira-kira setengah jam lagi ya? Mau ngenalin calon mantu..."Ucapan Gevan itu pun sontak membuat Aluna diam terpaku.Apa katanya??? Calon mantu???Tunggu-tunggu...Siapa pula yang dimaksud Gevan-si-bos-gila ini calon mantu Bundanya??!!!***"Oh, nggak ada apa-apa, sih. Kalau Bunda lagi di rumah ya bagus. Gevan mau ke rumah Bunda kira-kira setengah jam lagi ya? Mau ngenalin calon mantu...""Aaaahh!!!" Perkataan Gevan pun terputus dan pria itu refleks berteriak, karena Aluna yang tanpa sadar telah mengikat dasinya terlalu kuat hingga lehernya pun tercekik. Di seberang sana, terdengar nada heran bundanya yang bertanya ada apa gerangan yang membuat Gevan tiba-tiba saja berteriak."Oh? Enggak Bund, tadi ada kucing nakal nyakar kaki Gevan. Udah Gevan usir kok," tukasnya sambil mendelik kesal dan menoyor kepala Aluna dengan sadis.Aluna pun hampir saja menjerit dan mengaduh akibat toyoran bar-bar bosnya itu, namun Gevan cepat-cepat menutup mulut sekretarisnya dengan satu tangannya yang bebas.Tatapan dari manik hazel pria itu menyorot tajam ke arah Aluna dengan penuh ancaman, agar gadis itu tidak mengeluarkan suaranya. "Iya, Bun. Kalau begitu Gevan siap-siap dulu. Sampai ketemu di rumah. Bye..." Gevan pun akhirnya mengakhiri s
TOK TOK TOK!!"Buun... please buka pintunya dong?" "NGGAK! Bunda nggak mau buka! Bunda malu punya anak laki-laki yang sudah menghamili anak orang! Mau taruh dimana muka Bunda, Gevan?!" Desti berteriak kesal dari balik pintu kamarnya yang dikunci dari dalam.Gevan menghembuskan napas gusar. Pasti Bunda sedang marah dan kecewa padanya, setelah ia mengatakan kalau Aluna hamil. Tadi saja Bunda langsung melotot menatap Gevan dan Aluna berganti-gantian, membuat kedua orang yang mendapatkan tatapan tajam itu pun otomatis menundukkan kepalanya. Lalu tanpa berucap sepatah kata pun, wanita paruh baya itu beranjak berdiri dan naik ke kamarnya di lantai dua. Ia pun lalu mengurung diri di sana.Gevan akhirnya menyerah dan memilih untuk membiarkan Bundanya yang masih kesal. Padahal ia pun belum sempat menjelaskan duduk perkara yang sebenarnya."Gimana, Bunda masih marah, ya?" Tanya Aluna dengan wajah risau, saat Gevan memutuskan untuk turun kembali ke ruang tamu lantai bawah lalu duduk di sofa sa
Tentu saja Aluna ingin melayangkan protesnya atas permintaan bosnya yang sangat tiba-tiba serta nyeleneh itu.Namun sayangnya belum juga ia sempat berucap, bibir pink pucat dengan bagian tengahnya yang terbelah itu malah sudah keburu menyambar bibirnya.Gadis itu pun serta merta terhenyak, terdiam dalam keterpakuannya saat menyadari bahwa... Pak Gevan ternyata benar-benar menciumnya!!Aluna refleks menarik dirinya untuk menjauh, namun ia tak mampu berkutik saat kedua tangan Gevan tengah merangkum wajahnya yang mungil, membuatnya bahkan tak bisa sekedar memalingkan wajah.Awalnya memang terasa aneh, tak wajar, rikuh dan merinding di sekujur badan. Aluna tak bisa menampik semua perasaan yang tengah berkecamuk di dalam dirinya atas kedekatan intensnya dengan Gevan.Bibir yang biasa berucap sinis, ketus, meledek dan mengoloknya dengan kata-kata sadis itu kini malah menyesap bibirnya.Namun... Jika dipikir-pikir lagi, mungkin ada benarnya juga perkataan bosnya ini tadi tentang bagaimana m
"Jadi kamu ngusir aku, Van?" Tanya Adam dengan ekspresi tidak percaya.Gevan tertawa sumbang. "Sudah kubilang kalau Aluna itu calon istriku, Dam! Dan aku juga tidak akan ragu untuk memecat kamu kalau masih juga berusaha mendekati Aluna!"Lalu dengan langkahnya yang panjang dan pasti, Gevan pun bergerak menuju pintu keluar dan langsung membukanya dengan kasar. Tatapan tajamnya kembali terhunus ke arah Adam yang masih berdiri mematung dalam diam."Tunggu apa lagi? Silahkan keluar, Mr. Adam James Wrighton," ucap Gevan dengan nada sedingin es kutub utara.Adam menggeleng-gelengkan kepalanya sambil menghela napas pelan. Tak ada gunanya melawan Gevan yang sedang emosi, itulah yang Adam sadari setelah delapan tahun berteman dengannya.Gevan memang sangat temperamental dan mudah meledak-ledak, apalagi jika sedang emosi. Amarahnya yang berkobar itu ibarat badai besar yang akan menyapu segalanya hingga porak-poranda. Lebih baik jika kita diam dan menyingkir sejauh mungkin daripada ikut hilang
Saat ini Aluna sedang mengobati luka-luka di wajah Gevan akibat pukulan serta tamparan dari ayahnya, Andromeda. Gadis itu benar-benar tidak menyangka kalau mantan bosnya itu bisa sesadis ini memukul putranya sendiri, anak satu-satunya pula!"Apa Pak Andro sering melakukan ini pada Pak Gevan?" Guman Aluna pelan. Ia sebenarnya bermaksud mengatakan kalimat itu hanya di dalam hati, namun tanpa sadar malah terucap pelan dari mulutnya.Namun Gevan yang mendengarnya pun hanya diam saja, sama sekali tidak berniat untuk menjawab pertanyaan itu. Ia tahu kalau Aluna shock melihat sikap kejam ayahnya, karena selama ini pasti yang Aluna tahu hanyalah tentang Andromeda Samudra yang baik hati dan ramah. Aluna menatap dalam-dalam lelaki itu saat ia telah selesai mengobati wajah Gevan."Pak... bolehkan kalau saya bertanya?" Gevan masih diam dan membalas tatapan gadis itu dengan wajahnya yang penuh lebam. "Silahkan saja, tapi aku tidak akan menjawabnya."Kening Aluna pun seketika mengernyit. "Setid
Keesokan harinya, hanya Gevan yang datang ke kantor. Aluna benar-benar dilarang keras untuk bekerja. Selain karena Andro dan Desti khawatir kalau putra mereka itu akan kembali 'menyerang' Aluna seperti semalam, Desti juga ingin mengajak calon menantunya itu mencari oleh-oleh untuk dibawa ke Jogja sebagai buah tangan untuk orang tua Aluna.Ya, besok rencananya Andro dan Desti akan berkunjung ke Jogja dengan tujuan untuk melamar Aluna. "Capek, Lun?" Tanya Desti penuh perhatian, saat mereka sedang melihat-lihat syal sutra yang akan diberikan sebagai oleh-oleh untuk Mamanya Aluna.Aluna menggeleng. "Nggak, Bun. Aluna baik-baik saja, kok," sahutnya sambil tersenyum.Baru kali ini Aluna shopping dengan Desti, dan mereka ditemani oleh Mbak Sella asisten pribadi calon mertuanya itu."Ini Mbak Aluna, jus alpukat dengan gula sedikit." Sella menyodorkan segelas jus ke hadapan Aluna yang hanya bisa garuk-garuk kepala sambil meringis.Masalahnya, sedari tadi Desti terus saja menyuruh Sella memb
"Mas Gevan?!" Aluna benar-benar kaget saat Gevan tiba-tiba saja masuk ke dalam ruang periksa kebidanan, dan sontak ia pun menjerit. Gimana nggak kaget? Masalahnya tadi itu sebenarnya Aluna dan Gevan sudah mencapai sebuah kesepakatan, kalau yang akan masuk ke dalam ruang periksa dokter ini hanyalah Aluna. Sedangkan Gevan hanya akan menunggunya di luar hingga kandungan Aluna selesai diperiksa. Aluna bahkan sudah merekam diam-diam semua percakapannya dengan dokter kandungan dengan menggunakan ponselnya. Tujuannya adalah agar Gevan dan Bunda bisa mendengar langsung kondisi anak yang ada di kandungan Aluna. Tapi kenapa lelaki ini malah tidak melakukannya sesuai kesepakatan?Aluna pun mendelik menatap Gevan yang dengan santainya berjalan masuk ke dalam, lalu pria itu melemparkan senyum datar pada dokter wanita yang sedang memeriksa Aluna. "Permisi dokter, saya adalah ayah dari janin yang dikandung Aluna. Gimana kondisi anak saya?" Tanya Gevan sambil berjalan ke arah Aluna yang berbar
'Apartemen Mas Gevan besar banget.'Aluna melangkah masuk dengan ragu, namun ia tak bisa menampik kekagumannya pada unit milik calon suaminya itu. Gevan membawanya masuk dan duduk di ruang tamu yang didominasi warna-warna monokrom--mirip seperti ruang kerjanya. Namun yang Aluna sukai di apartemen ini adalah hiasan dinding berupa lukisan-lukisan abstrak aneka corak warna yang membuat suasana jauh lebih hidup.Aluna tampak tertarik dan terus berdiri memandangi sebuah lukisan abstrak berwarna perpaduan kuning, putih dan abu-abu. "Kamu suka sama yang itu?" Tanya Gevan yang baru datang dari dapur membawa jus alpukat untuk Aluna, dan ia meletakkannya di atas meja tamu.Aluna mengangguk pelan dengan mata yang masih tertuju pada lukisan itu. "Suka banget sama warnanya. Meskipun bentuknya mirip tumpahan cat, tapi kelihatan artistik banget," komentarnya.Dengus tawa pun terdengar dari Gevan. 'Tumpahan cat, katanya? Belum tahu aja si Aluna kalau lukisan itu pernah ditawar seharga mobil SUV.'"