Share

3. Mimpi Nggak Sih?

"Alunaaaaa!!!"

"Aaaaaaa!!!"

Byuur!!

Seketika air di dalam gelas Aluna pun tumpah ke atas keyboard.

Aluna sontak melotot menatap Flora, yang sedang berdiri membalas tatapannya sambil nyengir.

"Asem. Flo!! Ngagetin aja sih!" Sungut Aluna sambil membersihkan air tumpah yang berasal dari gelas yang ia pegang.

"Maaf ya, Aluna yang cantik. Lagian dari tadi dipanggil-panggil diem aja sih. Malah bengong di depan monitor!" Tukas Flora mengedikkan bahu santai tanpa merasa berdosa sama sekali.

"Barusan Pak Gevan bilang kalau notulen yang tadi langsung di-print aja. Dia sudah kirim lewat e-mail," cetus asistennya itu memberitahu kepada Aluna.

"Loh, kok Pak Gevan nggak langsung bilang ke aku sih?" protes Aluna sebal.

"Tadi si bos udah telepon, tapi karena Tuan Putri Aluna sedang bengong manja, ya akhirnya hamba-lah yang mengangkat teleponnya," balas Flora dengan penuh kesabaran sambil sambil berdecak pelan.

Ooh. Jadi bosnya itu tadi sudah telepon...

Hfffhhh... gara-gara Aluna terus teringat dengan apa yang terjadi di toilet tadi, ia malah melamun dan tidak konsentrasi dengan situasi di kantor.

Pak Gevan sialan!

Bikin anak orang overthingking aja!!

Tapi...

Apa iya Pak Gevan... melamarnya?? Ooh stop, Aluna. Mungkin si bos ganteng tapi nyebelin itu cuma becanda saja!

Ya kan? Mana mungkin cowok tajir dan sukses modelan begitu mau melamar Aluna yang biasa-biasa aja. HAMIL PULA!!

Tanpa sadar Aluna pun kembali mengelus perutnya sembari mendesah pelan.

Dan lamunannya pun kembali terbang, pada kejadian sebulan yang lalu sebagai momen dari titik balik yang serta merta mengacaukan semua rencana dalam hidupnya.

***

((SATU BULAN SEBELUMNYA))

"Tom, aku nggak nyaman banget deh di sini..." tutur Aluna sambil mengernyit dan cemberut menatap sekelilingnya.

Dentuman musik serta aroma alkohol disertai asap rokok begitu kuat menguar di udara. Tata cahaya remang-remang pun turut membuat suasana semakin intens. Udara terasa berat dan tebal, membuat tenggorokan Aluna seperti tercekik karenanya.

"Kita cari restoran biasa aja yuk?" Ajak gadis itu lagi dengan setengah merengek.

Aluna bukan tipe cewek yang suka ke klub. Dia tidak betah dengan bau rokok, dan sama sekali tidak pernah menyentuh alkohol. Ugh, rasanya dia sudah benar-benar tidak tahan di sini!

Tommy, sang kekasih, tersenyum lalu merengkuh bahu Aluna dengan lembut. "Nggak apa-apa, Sayang! Kita ke sini tuh biar kamu tahu nightclub itu seperti apa. Dan kamu nggak usah takut gitu ah, kan ada aku?" Rayunya sambil membawa langkah ragu gadisnya ke arah meja bartender.

"Joe, satu mojito dan..." Tommy melirik Aluna sesaat, "...satu long island ice tea," pintanya kepada bartender yang ia kenal.

Aluna mengerutkan keningnya mendengar salah satu nama cocktail itu. "Tom, aku kan nggak minum alkohol?" Protesnya. "Ganti ah minumannya," perintahnya dengan bibir yang semakin cemberut.

Tommy pun tertawa pelan. "Iya deeh... Joe, yang long island ganti cola aja deh," ralatnya pada bartender yang tersenyum dan mengacungkan jempol pada mereka.

"Kok kamu bisa kenal sama bartendernya ya? Jadi sering ke sini? Sama siapa? Cewek?" Rentetan pertanyaan bernada interogasi pun keluar dari bibir merah Aluna dengan manik lebar gadis itu yang memicing curiga.

"Nggak, Sayaaang... Joe itu teman satu kos waktu aku masih kuliah dulu. Kita suka kontak-kontak gitu deh sampai dengan sekarang. Jadi waktu dia bilang keterima kerja jadi bartender, ya aku suka ke sini cuma buat main aja. Nggak pernah sama cewek kok," terang Tommy sembari mengusap rambut panjang Aluna.

Bibir merah gadis itu pun bertambah maju dua senti. "Huum... bohong."

Tommy tak bisa menahan gemas melihat bibir basah yang menggiurkan itu. Tanpa ragu, ia pun langsung mengecupnya sekilas. "Aku jujur sama kamu, Lun..."

"Isssh! Malu!" Bisik Aluna sambil memukul pelan bahu pacarnya itu dan melirik cemaa ke kiri dan kanannya.

"Kamu gemesin, sih," sahut Tommy sambil senyum-senyum senang karena berhasil mencuri satu kecupan.

Aluna itu tipe cewek yang sulit sekali diajak bermesraan. Padahal mereka berpacaran sudah hampir setahun, tapi hanya bisa dihitung dengan jari berapa kali Tommy bisa mengecup bibir manis yang menggemaskan itu.

"Uhm, Tom... aku ke toilet dulu ya?" Ucap Aluna tiba-tiba membuyarkan lamunan Tommy.

"Mau aku anter?" tawar Tommy.

"Nggaklah. Deket ini kok," tolak Aluna sambil cepat-cepat turun dari bangku bartender.

Tommy menatap Aluna yang berjalan menuju ke toilet wanita sambil mendesah. Sebenarnya tujuannya membawa Aluna ke sini agar pacarnya itu bisa lebih santai, lebih rileks dan mau siapa tahu mau sedikit bermesraan dengannya.

'Bermesraan' dalam pengertian skinship yang lebih intens, atau minimal grepe-grepe deh. Huuft berpacaran dengan Aluna itu rasanya flat banget, meskipun Tommy sebenarnya juga sangat sayang pada gadis itu.

Tapi Tommy pun hanyalah lelaki normal yang membutuhkan sentuhan.

"Kusut banget, bro?" tegur Joe sambil membawa minuman untuk Tommy dan Aluna.

"Cewek gue alim banget, bro," timpal Tommy lesu. "Nggak bisa diapa-apain. Baru mau pegang dikit, udah diomelin panjang lebar."

Joe tertawa pelan, tapi kemudian dia pun berbisik pada Tommy. "Obatlaaah. Gue ada nih stoknya. Mau?"

Tommy menatap Joe waspada. "Obat apa nih maksud lo? Gue nggak pake nark*ba."

"Bukan nark*ba, boss! Tapi Spanish fly..." bisiknya dengan suara rendah.

Sontak kedua mata Tommy pun membulat sempurna. "Spanish fly? Obat perangsang maksud lo?"

Joe terkekeh pelan. "Yang ini mantep banget, bro. Cuma setetes juga sudah pasti bikin blingsatan! Dijamin deh, pokoknya."

Tommy berpikir sebentar, membayangkan Aluna dengan tubuh gitar spanyolnya yang sensual itu akhirnya bisa ia miliki. "Bolehlah. Berapa harganya?"

"Setetes doang kan? Gratis buat elu deh. Tapi gue boleh icip cewek lu ya? Cantik banget cewek lu."

Tommy pun langsung melemparkan tissue ke wajah Joe. "Enak aja! Cuman gue yang boleh nyicip dia!" Sergahnya kesal. "Lagian gue butuhnya buka setetes, tapi satu botol!"

Joe pun melongo. "Eh, buset! Mau bikin cewek lo mabok selama tiga hari ya? Biar puas gitu? Sadis lo, bro!" Decaknya sambil geleng-geleng kepala.

Tommy mendengus pelan seraya mengeluarkan dompetnya. "Pake seberapa pun lo butuh, Joe. Balikin besok," tukasnya santai sambil menyerahkan secarik gold card kepada bartender temannya itu.

***

"Tom, aku pusing..." Aluna merebahkan kepalanya di bahu Tommy. Bukan cuma pusing, tapi ia juga merasakan ada hal yang aneh di tubuhnya.

Seperti ada yang gatal tapi tidak tahu dimana yang gatal. Seperti ada sesuatu yang ingin dituntaskan tapi karena Aluna yang masih polos, ia tidak mengerti dengan reaksi seksual tubuhnya sendiri.

"Ummnn..." Aluna merengek sambil meremas dress hitam kerah sabrina yang membalut pas tubuhnya. "Tommy..."

"Yes, honey?" Tommy mendekatkan wajahnya di dekat wajah Aluna yang sudah merona akibat Spanish fly. Ia sengaja memancing gairah wanita itu dengan menghembuskan napasnya di leher Aluna.

Aluna menggigit bibirnya, merasa tak wajar saat terpaan napas Tommy malah membuatnya semakin gelisah. "Gatal... panas... aku kenapa sih?"

"Hm? Mana yang gatal? Sini aku garukin." Tangan nakal Tommy mulai bergerilya menggaruk punggung Aluna, lalu bergeser ke pinggangnya dan sekarang bertengger di sisi dadanya.

Jemarinya sengaja digerakkan naik turun menaiki sisi samping bukit kembar Aluna, memberikan sensasi meremang di seluruh tubuhnya.

"Uhnnn... stop. A-anterin aku ke dokter, Tom. K-kayaknya aku sakit..." Aluna memegang tangan Tommy dan menjauhkan dari tubuhnya.

"Sakit ya? Ya udah yuk, aku anterin ke dokter?"

Aluna mengangguk, lalu turun dari kursi di depan bartender dengan pinggang rampingnya yang dipeluk erat oleh Tommy.

Sebelum mereka melangkah menuju pintu keluar, Tommy melirik sepintas ke arah Joe yang menyeringai sambil mengacungkan dua jempol kepadanya.

'Berhasil,' sorak Tommy dalam hati. Kali ini ia akan menikmati tubuh seksi Aluna sampai puas, dan pacarnya itu tidak akan mampu menolak!

***

Aluna cepat-cepat menghapus krital bening yang mulai menitik dan hampir jatuh di pipinya saat mengingat malam yang mengerikan itu.

Entah kerasukan setan apa, dirinya bisa-bisanya menyerahkan mahkota paling berharga yang selama ini sangat ia jaga keutuhannya.

Saat Aluna terbangun waktu itu, buka hanya selaput daranya yang telah robek, tapi hati dan perasaannya pun ikut hancur.

Dan dari satu malam yang naas itu... Aluna mengandung.

Sambil menggigit bibirnya keras-keras, Aluna pun berusaha ikut mengeraskan hatinya.

Sudahlah! Nasi sudah menjadi bubur, menyesali apa yang sudah terjadi pun tak ada gunanya lagi.

Sambil mendesah perlahan, Aluna berdiri ke arah printer untuk mengambil notulen rapat yang tadi diminta oleh Pak Gevan.

Aluna menyelipkan notulen itu ke dalam map hitam tebal khusus untuk tanda tangan, lalu membawanya ke dalam ruangan CEO.

"Permisi Pak," Aluna menyembulkan wajahnya dari balik pintu dan melihat Gevan sedang menunduk di atas dokumen tebal yang entah apa isinya, rasanya Aluna belum pernah melihatnya.

"Masuk, Al!" Perintah Gevan sambil menutup dengan keras dokumen setebal bantal itu lalu menaruhnya ke dalam laci meja kerjanya.

Aluna pun berjalan masuk ke dalam ruangan mewah yang didominasi warna monokrom yang sangat maskulin dan terkesan dingin tak tersentuh, benar-benar mirip dengan sifat bosnya itu.

Aluna sering berpikiran iseng seperti menaruh boneka pink hello kitty atau my little pony di situ hanya karena ingin melihat Pak Gevan terkejut. Lebih bagus lagi kalau dia sampai pingsan, kan seru tuh. Haha.

"Ngapain senyum-senyum sendiri?!" Ledek Gevan yang dari tadi memperhatikan Aluna. "Kenapa? Kamu pasti GR ya saya lamar, hm? Ngerasa cantik??"

Aluna pun langsung manyun mendengar sarkastik kejam bosnya. "Gimana mau GR, bapak aja menghina saya terus!"

Gevan menaruh bolpennya setelah menandatangani notulen yang tadi diberikan Aluna, lalu menutup map hitam itu dan menyerahkannya kembali kepada gadis itu.

"Jadi gimana keputusan kamu? Jangan kelamaan! Lagian apa susahnya menerima lamaran saya? Kamu jadi nggak perlu takut lagi anak dalam kandunganmu itu tidak punya ayah, kan?" Sorot hazel Gevan menghunus tajam ke dalam mata Aluna, membuat gadis itu sedikit gentar.

Gevan Ahza Samudra memang paling bisa membuat orang ketakutan.

"M-maksud bapak, anak saya ini akan menyandang nama Samudra di belakangnya, gitu?"

"Ck. Ya kalau kamu jadi istri saya, otomatis anak kamu juga jadi anak saya jugalah! Sudah pasti dia akan menyandang nama Samudra," cetus Gevan tegas.

Aluna sontak termangu mendengarnya. Ini sangat aneh.

Tadinya ia mengira yang terjadi di toilet tadi itu hanya mimpi. Lamaran dari Gevan ini hanya bunga lamunannya saja yang kadang keseringan overdosis baperan.

Tapi...

"Kenapa?" Tanya Aluna tak mengerti. "Kenapa Pak Gevan melamar saya yang tidak cantik, tidak perawan, dengan kondisi hamil pula?"

Seringai tipis terukir di bibir pink memikat dengan belahan di tengahnya itu. "I have my own reason," kilah Gevan cepat. "So, would you be my marriage partner, Aluna?"

Suara Gevan yang sedikit serak entah kenapa terdengar begitu seksi di telinga Aluna, meskipun istilah 'marriage partner' yang digunakan Gevan itu sebenarnya sangat mengganggunya.

See?

Gevan nyebelin ini memang melamarnya, tapi bukan berarti karena dia mencintai atau minimal menyukainya!

Seharusnya kan Gevan bilangnya gini, "would you be my wife", bukannya "my marriage partner"!

Seolah-olah yang Aluna tangkap, pria gila ini cuma butuh istri hanya untuk status. Issssh!!! Kalau saja Gevan si mulut lemes ini bukan bosnya, udah Aluna cekek kali!

"Uhm... saya pikir-pikir dulu ya, Pak?" Cetus Aluna berusaha mengulur waktu.

Mendingan dia usaha dulu ke Tommy deh. Toh, ini kan anaknya juga. Aluna akan coba membuat Tommy bertanggungjawab dan segera menikahinya.

Decakan keras yang bernada meremehkan kembali keluar dari bibir Gevan, namun ia tak berkata apa-apa lagi. Lelaki itu berdiri dari kursinya, lalu mengambil dasi biru navy yang selalu ia lepas jika telah selesai dari rapat.

"Pasangin," perintahnya dingin sembari mengulurkan dasi itu kepada Aluna.

Sementara Aluna masih sibuk berkutat untuk memasangkan dasi di leher bosnya, Gevan pun meraih ponselnya untuk menelepon seseorang.

"Bunda? Ya, ini Gevan. Bunda lagi apa?"

"..."

"Oh, nggak ada apa-apa, sih. Kalau Bunda lagi di rumah ya bagus. Gevan mau ke rumah Bunda kira-kira setengah jam lagi ya? Mau ngenalin calon mantu..."

Ucapan Gevan itu pun sontak membuat Aluna diam terpaku.

Apa katanya??? Calon mantu???

Tunggu-tunggu...

Siapa pula yang dimaksud Gevan-si-bos-gila ini calon mantu Bundanya??!!!

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status