Share

Kabar Bahagia

Sepanjang jalan raya Jakarta, pikiran Isna bercampur ke mana-mana. Membuat Andro yang mengemudi di sebelahnya pun kebingungan. Masalahnya saat kakaknya ditanya akan ke mana, Isna adanya menyuruhnya untuk jalan terus. Andro tidak bisa menunggu lagi, ia menepikan mobilnya dan berhenti. Membuat Isna yang sedari tadi melamun melihat keluar mobil langsung menoleh ke Andro.

"Kok berhenti, Ndro?" Tanya Isna kebingungan.

"Kak Isna nggak ada tujuannya, Andro juga bingung Kak kita mau ke mana sebenarnya."

Isna diam sejenak, ia terlihat tengah menimbang sesuatu dalam pikirannya. "Kita ke rumah sakit Tante Reta ya, Ndro. Kakak pengen ke sana."

Mata Andro melotot, karena saking terkejutnya ia tidak bisa berkata-kata lagi. "Jangan bilang kalau Kakak-"

"Cuma mau mastiin Ndro. Nggak ada salahnya kan? Ayo kita coba ke sana dulu. Kakak nggak mau makin kepikiran."

Andro mendengus kesal, masalah ini seharusnya diselesaikan dengan Indra, bukan dengan dirinya. Sesekali ia menatap Isna yang duduk di sebelahnya. Sepertinya kakaknya itu sedang banyak pikiran. Andro paham, jika dugaannya benar, pasti ada ketakutan dalam diri kakaknya. Andro merutuk dalam hati, ini semua karena perjanjian itu yang membuat kakaknya menderita.

Setelah menempuh waktu hampir satu jam perjalanan, mereka tiba di tempat Tante Reta. Mereka berdua langsung disambut Tante Reta, karena sebelum kedatangan mereka Andro sudah lebih dulu menghubungi Tante Reta. Tante Reta memeluk kedua keponakannya bergantian.

"Apa yang membuat kalian datang ke sini?"

Isna menggigit bibir bawahnya, sejujurnya ia ragu. Tapi kalau tidak dipastikan mereka tak akan tau.

"Isna mau memastikan Tante. Beberapa hari ini ada yang berubah dalam diri Isna, Isna kayak jadi pemalas. Cepet lapar, dan mood Isna juga sering berubah. Isna takut kalau ternyata Isna-"

"Nggak perlu takut sayang," Tante Reta menyela kalimat Isna, beliau tersenyum dan mengajak Isna ke ruang prakteknya. "Ayo, kita pastikan bersama ya." Tante Reta membantu Isna berbaring di brankar, kemudian Isna diminta untuk menaikkan kemejanya. Tante Reta mengoleskan gel kemudian meratakan dengan alat USG.

"Sudah ada kantongnya Isna. Kau lihat titik itu?"

Isna mengangguk setelah melihat ada sebuah kantong seperti bergeral-gerak dilayar. Tanpa sadar, bulir bening mulai berjatuhan dari pelupuk matanya. Tante Reta tersenyum melihat Isna yang menangis hari.

"Sepertinya sudah menginjak enam minggu. Kok nggak langsung diperiksa kalau gejalanya sudah muncul beberapa minggu lalu?" Tanya Tante Reta sambil membersihkan perut Isna. Isna berjalan mendekati Tante Reta dan mengambil hasil USG nya.

"Isna baru berani sekarang, Tan. Kemarin-kemarin Isna masih ragu."

Ucapan Isna hanya dibalas tawa dari Tante Reta. "Selamat ya Isna sayang, Tante ikut senang. Jangan lupa segera beritahu keluarga kita, terutama keluarga suamimu. Mereka pasti sangat bahagia karena akhirnya keluarga Mahardika akan memiliki seorang penerus."

Isna tersenyum, mereka berdua keluar menemui Andro. Andro memang sengaja menunggu di luar, karena bagaimana pun perempuan mempunyai privasi.

"Ndro, lihat!" Isna menyodorkan hasil USG kepada Andro.

Andro terkejut, ia langsung memeluk Isna dan menangis haru. "Selamat Kak Isna, Andro nggak nyangka udah mau jadi Om."

Setelah perbincangan hangat mereka, Andro memutuskan untuk membawa Isna pulang. Andro pikir Indra pasti sudah menunggunya di rumah karena hari mulai sore.

"Kak Isna nggak nginep di rumah kita aja? Keluarga kita kan harus tau kabar bahagia ini."

"Kalau Mas Indra udah tau, nanti Kakak yang ngasih tau ke keluarga kita. Kamu harus jaga mulut, aku masih berusaha mencari solusi ngasih tau kabar ini supaya nggak yakitin Mbak Arini."

Andro terdiam, kakaknya ini terlalu baik jadi orang. Arini saja selalu bersikap sinis dan hanya berpura-pura baik di depan orang. Tapi kakaknya selalu memikirkan perasaan istri pertama suaminya.

Andro melajukan mobilnya membelah jalan raya supaya segera sampai rumah. Ia selalu berdoa supaya kakaknya selalu baik-baik saja dan terjaga. Andro tak ingin ada kejadian buruk menimpa kakaknya.

****

Mereka tiba di kediaman Indra menjelang magrib, Andro mengantar Isna sampai masuk ke dalam rumah. "Kamu nggak mampir dulu, seenggaknya ayo ikut malam bersama kita."

Andro mengangguk, lagipula Andro juga ingin tau bagaimana kakaknya memberitahukan kabar bahagia itu kepada Indra. "Kalau Andro menginap di sini malam ini gapapa Kak?"

Mendengar pertanyaan yang dilontarkan Andro, seketika membuat lengkungan di wajah Isna. Isna langsung memeluk Andro. "Kakak akan lebih senang lagi kalau kamu menginap malam ini."

Memasuki kediaman Indra, Andro melihat Indra datang dari arah dapur, Andro mencium tangan Indra setelah Isna.

"Andro nggak langsung pulang kan? Mau makan malam bareng?"

"Andro mau nginap di sini, bolehkan?" Tanya Isna mendekati Andro, Isna tau saat ini Indra pasti tengah marah padanya karena pergi meninggalkan kantor begitu saja. Hal itu tentunya membuat pekerjaannya menjadi keteter.

"Boleh, Andro boleh menginap kapanpun dia mau." Indra kemudian menatap Isna yang berdiri di sampingnya. "Bersihkan dirimu, Isna. Nanti kita makan bersama."

Isna mengangguk dan menaiki tangga, netra Andro terus mengikuti langkah Isna. Memastikan supaya kakaknya tetap aman, setelah Isna masuk ke kamarnya, Andro mengikuti Indra yang akan menunjukkan kamarnya.

Andro menghela napas pelan, apakah Indra tak pernah romantis kepada kakaknya, kenapa perasaannya tak pernah yakin dengan laki-laki yang sekarang ini sudah menjadi kakak iparnya ini.

Kali pertama Andro makan malam di kediaman Indra, rasanya ia ingin muntah melihat pemandangan yang ada di depannya. Apakah kakaknya selalu mendapat pemandangan seperti ini setiap hari? Andro tak percaya. Ia menoleh ke samping, Isna terlihat makan dengan santai.

"Ini Mas, aku sengaja memasak makanan favoritmu hari ini. Kamu suka?" Arini menyuapkan makanan ke mulut Indra.

Ayolah di sini tak hanya mereka berdua saja, di mana hati mereka. Apalagi sekarang kakaknya sedang hamil. Tangan Andro terkepal erat di bawah meja. Tubuhnya sedikit ia condongkan supaya dekat dengan kakaknya.

"Apa pemandangannya selalu seperti ini setiap hari?" Tanya Andro setengah berbisik.  Isna hanya menganggu sebagai jawaban. Andro mengumpat dalam hati, terlihat wajahnya sangat kesal dengan kelakuan Indra dan juga Arini.

Isna meminum susu hamil yang baru saja ia beli sore tadi. "Susu apa yang kamu minum?"

Isna terperanjat, hampir saja dirinya tersedak. Setelah menghabiskan segelas susu hingga tandas, Isna menoleh ke sumber suara.

"Ini susu diet. Kamu mau Mas?" Isna menyodorkan gelas kosong ke arah Indra.

Indra menggeleng pelan, "Minum kamu saja Isna. Saya nggak mau diet, tubuh saya ideal." Indra melenggang pergi, begitupun dengan Isna. Isna langsung pergi ke kamarnya untuk istirahat.

Setelah kepergian Isna, Andro menghampiri Arini yang menuju dapur. "Mbak Arini!" Andro mencekal lengan Arini.

"Ada apa Ndro?" Arini tak kaget dengan sikap Andro, sejak awal bertemu Andro memang seperti sudah mengisyaratkan perang dengannya.

"Jaga Kakakku jangan sampai kau macam-macam. Aku tau, apa yang kamu lakukan hanya supaya membuat kakakku iri. Kamu iri dengan kakakku yang memiliki segalanya kan?"

Arini terdiam, ia terlihat sangat kesal. Setelah berhasil melepaskan tangannya dari Andro, Arini berlari menuju kamarnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status