Share

Terungkap Kehamilan Isna

Andro bersiap pulang ke rumah, semalam setelah mendapat telepon dari Mama Sukma, Andro bilang kalau dirinya sedang menginap di rumah kakanya. Andro yang sedang di dapur melihat kakaknya yang sudah siap dengan setelan kerja tengah membuat susu. Sebenarnya Andro sangat kasihan terhadap Kakak satu-satunya itu. Kakaknya terlalu baik untuk menjadi istri kedua, seharusnya kakaknya bisa mendapatkan laki-laki yang lebih baik dari Indra yang sudah beristri. Andro mendekati kakaknya.

"Kapan kakak akan mengatakannya? Mereka aja nggak mikir perasaan Kakak gimana, egoislah sesekali. Itu nggak akan membuat Kakak rugi."

Mendengar kalimat yang dilontarkan Andro, Isna menghentikan kegiatannya. Ia sadar, memang beberapa hari ini perasaannya terasa lebih sensitif dari biasanya. Ingatannya juga kuat apalagi saat beberapa hari lalu dirinya melihat Indra yang berciuman dengan Arini di ruang tamu. Sekarang Isna tahu kalau dirinya tengah mengandung pewaris Mahardika, Isna sudah menyusun rencana semalam bagaimana memberitahu Indra bahwa dirinya tengah hamil.

Isna menatap Andro, kemudian mengajaknya keluar karena hari ini Isna ingin diantarkan oleh Andro. "Aku sudah memikirkannya, akan kukatakan hari ini, Ndro."

Mereka masuk ke dalam mobil, Andro melajukan mobilnya meninggalkan pekarangan rumah Indra.

"Bagaimana Kakak mau kasih tau Kak Indra?" Tanya Andro setelah mereka melaju cukup jauh dari rumah.

"Nanti di kantor. Kamu tenang saja, aku takkan menyembunyikannya terlalu lama." Isna menjawab dengan senyuman yang lebar menghiasi wajahnya.

Andro ikut tersenyum, meskipun dalam hati ia tahu kalau kakaknya tak benar-benar benar bahagia. Ada banyak pertimbangan yang kakaknya pikirkan, mungkin saat ini isi kepalanya tengah berkecamuk menjadi satu.

Andro merasa sedih karena kakaknya mengalami banyak perubahan setelah menikah, sangat berbeda ketika di rumah. Kalau saja tak ada perjanjian sialan seperti itu, mungkin hingga kini Andro masih melihat wajah cerah yang terpancar dari wajah kakaknya.

Sedangkan di kediaman Indra, sepasang suami istri itu sedang menikmati sarapan mereka. Mereka sarapan berdua karena Isna sebelumnya sudah bilang ingin berangkat bareng Andro dan sarapan di luar.

"Kita udah lama ya, Mas nggak berdua kayak gini. Kapab-kapan kita liburan yuk, udah lama juga kan kita nggak liburan."

Arini terlihat sangat bahagia menikmati sarapannya kali ini. Sedangkan Indra seperti biasanya menikmati makanan tanpa ekspresi.

"Aku tanya Isna dulu ya Ar, dia mau atau nggak."

Mendengar jawaban Indra, Arini langsung menghentikan makannya. Ia meletakkan sendok cukup keras sehingga menimbulkan bunyi.

"Kok tanya Isna, Mas? Aku pengennya kita liburan berdua. Aku pengen kita menikmati waktu kita berdua tanpa Isna."

"Tapi Isna juga butuh liburan Ar, dulu waktu awal kita nikah juga kita sering liburan bareng. Tapi sekarang dengan Isna? Aku sama sekali belum pernah ngajak dia liburan, malahan dia kerja keras di kantor terus. Aku pikir dia juga butuh liburan."

Arini menghela napas panjang, ia terlihat tak setuju dengan ucapan Indra. "Kalau kamu ngajak Isna, sekalian aja kita gausah pergi Mas. Kalian berdua aja yang pergi, aku nggak mau pergi bertiga. Aku maunya kita pergi berdua. " Arini tak menghabiskan sarapannya, ia pergi meninggalkan meja makan tanpa berucap lagi. Indra mengikuti ke mana Arini pergi, kedua matanya terpejam kala Arini menutup pintu kamarnya cukup keras.

Setelah perdebatan kecil mereka pagi ini, Indra juga tak melanjutkan sarapannya. Indra mengambil tas kerjanya yang tergeletak di sofa dan segera berangkat, ia mengabari Arini lewat ponselnya karena Indra tahu, seberapa kuat dirinya membujuk Arini, hanya akan sia-sia dan berujung dirinya telat ke kantor.

Setibanya di kantor, Indra melewati ruang kerja Isna yang sudah ada penghuninya. Tak jauh dari tempat kerja Isna, Aswin baru datang dan menyapa Isna. Sebenarnya Indra ingin menghampiri istri mudanya, namun ia urungkan. Indra berpikir akan menyuruh Isna ke ruangannya nanti.

****

Isna menutup mulutnya setelah beberapa kali menguap lebar. Rasanya ia semakin malas mengerjakan pekerjaannya saat ini, Isna berdiri sejenak. Isna melihat sekeliling, lorong yang biasanya banyak orang berlalu lalang kini nampak sepi. Aswin juga sedang ada tugas ke luar kantor. Isna tersenyum, ia segera mengambil map yang sudah ia siapkan dan pergi ke ruangan Indra.

"Pak Indra."

Isna masuk ke ruangan Indra, dapat ia lihat Indra terlihat sedang fokus dengan laptopnya. Isna duduk di depan Indra dan menyodorkan sebuah map.

"Apa ini Isna?" Tanya Indra menerima map pemberian Isna.

"Dilihat dulu dalamnya Pak. Nanti juga tahu sendiri kok."

Indra mengamati gambar yang ada di tangannya, tatapannya beralih membaca kertas yang juga ia pegang. Indra terdiam, ia berdiri memeluk Isna, dirinya merasa euforia terjadi padanya saat ini.

Indra tak ada henti-hentinya menghujani wajah Isna dengan ciumannya. "Terima kasih Isna, terima kasih." Indra menyeka sudut matanya yang terasa berair.

Akhirnya, setelah sekian lama. Indra merasakan kebahagiaan seperti orang lain. "Ternyata seperti ini rasanya bahagia setelah penantian lama Isna." Indra langsung menuntun Isna supaya duduk di sofa yang berada di ruangannya. Indra membaringkan badannya dengan pangkuan Isna sebagai bantalannya. Indra berkali-kali mencium perut Isna yang masih rata.

"Kenapa kemarin nggak langsung bilang, Na?" Tanya Indra dengan tangan yang masih setia mengelus perut Isna.

"Nunggu waktu yang pas. Lagi pula sekarang sudah taukan?"

"Isna kamu tau seberapa bahagia diriku saat ini? Aku sangat bahagia Isna, penantian panjang ini akhirnya kamu akan mewujudkannya. Kamu akan melahirkan anakku Isna, aku akan menjadi orangtua." Indra bangkit dan kembali memeluk Isna.

Isna tersenyum, ia bahagia karena dirinya akan menjadi seorang ibu. Tapi di sisi lain ia juga khawatir bagaimana kalau Arini tidak menerima kehamilannya.

Tak berselang lana, tiba-tiba pintu ruangan Andro terbuka. Ternyata Bu Bertha datang menemui mereka, Bu Bertha langsung memeluk Isna.

"Selamat sayang, Mama benar kan? Pilihan Mama nggak mungkin salah." Bu Bertha bersukacita karena pada akhirnya setelah penantian bertahun-tahun, Bu Bertha akan memiliki seorang cucu.

"Mama tau dari mana? Kita belum kasih tau ke keluarga yang lain soalnya." Tanya Isna kebingungan.

"Tante Reta, setelah kepergianmu dengan Andro. Tante Reta langsung menghubungi Mamamu. Itu sebabnya Mama langsung mencarimu. Tadi Mama ke rumah kalian, tapi Arini bilang kalau kamu lagi kerja. Mama langsung nyusul ke sini."

Isna paham, kemarin ia lupa meminta Tante Reta untuk menjaga rahasia ini. Itu sebabnya, berita ini begitu saja langsung menyebar ke Keluarga Rakabumi dan Mahardika.

Bu Bertha beralih menatap Indra yang terlihat fokus dengan ponselnya.

"Ndra, jangan meminta Isna kerja lagi. Ia harus banyak istirahat di rumah. Kamu harus cari sekretaris yang baru secepatnya. Mama nggak mau menantu dan calon cucu Mama kenapa-kenapa."

"Iya, Ma." Indra segera menghubungi Aswin untuk mencari seseorang untuk menggantikan tugas Isna.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status