Share

Bab 4

Saat mempersiapkan makanan dari lauk, nasi dan minumannya, Andra menyarankan Aris di jodohkan.

"Betul banget yah, lagian apa gunanya pacaran buang-buang waktu aja. Terus ganggu kosentrasi kamu," ujar Inez setuju dengan permintaan Andra, suaminya.

Aris meletakkan sendoknya. "Aris sudah besar, kenapa harus di jodohkan? Aris sudah bisa membuat pilihan sendiri," bantah Aris, zaman Situ Nurbaya sudah berlalu kan?

"Aris, perempuan yang kami jodohkan itu baik, dan kamu pasti suka," ucap Andra meyakinkan Aris. 

"Tapi yah, Aris gak suka di jodohin gini," bantah Aris tak mau tau. 'Aku udah tertarik sama dia,' bayangan adik kelasnya yang telat di hari Senin itu. 

"Apa kamu sudah punya pacar?" tanya Andra curiga, Aris jarang membawa perempuan ke rumah. 

"Kalau punya kenapa?" 

"Putusin dia, mending yang pasti aja," ucap Inez, janji terus ngilang lagi sakit hati kan? Sama aja.

"Dia cantik, manis, ceria. Kamu bakalan suka ris," Andra menambah-nambahi. 

"Pingin ketemu deh sama calon mantu mama. Yah, coba telepon dong," pinta Inez. 

'Siapa sih? Yang ada cuman karena harta doang kan?' batin Aris, mustahil perempuan sekarang mencintainya tulus daripada uang dan uang.

Andra menelepon Allister. Saat tersambung, Andra ingin merencanakan pertemuan besok di sebuah restoran ternama. Allister menyetujuinya. 

"Besok kamu yang rapi, ganteng, gak usah pasang wajah cemberut kayak centong sayur," nasehat Andra, Aris mahal senyum.

"Centong sayur, wajah Aris sayur gitu?" Aris cemberut. Andra terkekeh begitu pun Inez. Aris akan lebih ramah dengan kedua orang tuanya daripada geng-nya, Death Night. 

"Tiap hari wajah kamu cemberut, ya sama lah kayak centong sayur. Gak ada senyum-senyumnya," ledek Andra. 

"Udah yah, mending makan. Aris yabg sabar ya, ayah kamu emang gitu," Inez mendukung Aris. 

"Yang sabar gak ada yang di sayang," ucap Aris njelimet. (Rumit).

***

Apakah Allister harus berbicara dengan Allisya mengenai perjodohan ini? Bagaimana dengan perasaan Daniel nantinya?

Selena yang tau Allister memikirkan itu pun mengusap tangan suaminya. "Mas, mereka selama ini udah banyak bantu kita," Selena meyakinkan Allister. 

Allister menoleh menatap istrinya khawatir. "Tapi ma, Daniel?" 

"Tidak perlu di kasih tau. Aku yakin perjodohan ini lebih baik daripada pacaran. Allisya bakalan bahagia," Selena mendukung, tak peduli dengan Daniel yang tiba-tiba berkenalan sebagai pacar Allisya. 

Allister tidak bisa menolaknya. "Baiklah, kita tunggu besok apa Allisya setuju," disini Allister tidak akan memaksa Allisya. 

Allisya menuruni tangga, ia mendengar semuanya. 

'Gimana sama Daniel? Aku masih sayang sama dia, ngapain sih harus di jodohin segala ah. Kayak apa cowok yang bakalan di kenalin ke aku?' Allisya penasaran, kalau terlalu tua ia tolak. 

Allisya bergabung di meja makan, bersikap biasa saja setelah tau semuanya. 

"Mau lauk apa sya?" tawar Selena mengambilkan sebuah piring dan nasi. 

"Ayam geprek aja ma, sama sambelnya," jawab Allisya se-enteng angin. 

"Gak! Kamu daridulu suka makan pedes, kalau sakit perut lagi gimana?" omel Allister.

Allisya menghela nafasnya. "Gak enak yah, kalau gak pakai sambelnya. Kan gak tiap hari makan pedes," elak Allisya, tapi di sekolah iya mumpung tidak di pergoki makan pedas. 

Allister mengambil mangkuk kecil yang berisi sambel khusus ayam geprek. "Ini buat ayah doang. Kamu makan ayamnya aja." 

'Gak papa, di sekolah masih bisa yah. Hehe, tidak semudah itu menghalangi aku makan sambel,' batin Allisya menahan senyumnya. 

"Kenapa senyum?" Allister menatap Allisya curiga. "Mikirin Daniel ya?" tebak Allister.

Pipi Allisya merona se-habis di tampar dolar. 

"Sejauh apa hubungan kamu sama Daniel?" tanya Selena mengintrogasi dengan wajah dingin. 

Allisya terpaku, apakah mamanya sudah tau? 

'Ayah sih di bocorin segala. Jadi ketauan mama kan,' inilah yang Allisya takutkan, mamanya tidak setuju ia pacaran.

"Udah dua tahun ma. Kenapa?" setenang mungkin Allisya menjawabnya. Ia akan tau akhirnya seperti ini...

"Putusin Daniel, fokus dulu sama sekolah kamu. Yang pinter, bikin nilai kamu jelek aja sih," kesal Selena yang tau perkembangan nilai bulanan Allisya naik-turun ke puncak gunung Welirang.

'Terus kalau di jodohin apa bedanya ma?' sayangnya rangkaian kata itu Allisya penjarakan di hatinya.

"Iya ma, nanti Allisya pikirin." 

'Apa bakalan di putusin gitu aja ya? Semoga besok Allisya nolak,' batin Allister. Pilihan hati tidak ada yang tau, kadang pindah tanpa pamit enak yang di tinggalin gitu aja. 

***

Allisya masih di dalam kamar. Selena mengetuk pintunya berkali-kali. 

"Sya, bangun. Udah pagi nih, kamu harus siap-siap. Mau ke restoran ketemu sama jodoh kamu," ucap Selena tak sabaran.

Allisya menggerutu. 'Ketemu sama jodoh? Emang bisa? Mama ada-ada aja,' dengan langkah malas Allisya ke kamar mandi.

Setelah 10 menit, Allisya sudah siap. 

"Siapa sih emang? Paling biasa aja, lebih ganteng Daniel," ucap Allisya membuka pintu kamarnya.

"Mama? Masih nunggu?" Allisya terkejut mamanya masih setia di depan pintu kamarnya.

"Iyalah, siapa tau tadi tidur lagi. Siap-siap bawa air nih siram-siram," tekan Selena kesal.

"Ayo ma, katanya mau ke restoran. Allisya laper nih," bukan prioritas jodohnya tapi makan. 

"Kirain gak sabar ketemu sama calonnya," lirik Selena malas. "Ayo. Ayah kamu udah nungguin di bawah."

Saat menuruni tangga, Allister menatap Allisya takjub.

"Cantik banget, apalagi kalau dandan gini." 

Allisya selalu natural, mamanya-lah yang melarangnya berdandan. "Nanti kalau jadi pengantin gak pangling," begitulah nasehatnya. 

"Ayo berangkat. Mama gak sabar pingin ketemu sama dia." 

'Bilang aja pingin ngeliat brondong,' batin Allisya malas, mamanya terkadang khilaf suka cogan muda ingin kembali menjadi remaja. 

Setelah memasuki mobil, Selena terus meminta Allister mempercepat lajunya agar lebih sampai di restoran yang sudah di bicarakan.

"Ma kalau ngebut gak baik. Kalau kenapa-napa gimana," tolak Allister halus. 

"Kan biar cepet sampainya." 

'Mama gak sabaran banget sih. Aku jadi kepo gimana ya cowok yang di jodohin sama aku,' batin Allisya penasaran. 

Setelah 5 menit akhirnya sampai di sebuah restoran ternama. 

"Apa sudah datang yah?" tanya Selena lagi. 

"Sebentar, aku telepon saja," Allister menghubungi Andra. 

"Kami sudah datang, meja nomor tujuh," jawab Andra setelah Allister menanyakan dimana kebaradaan dirinya. 

"Baiklah, kami akan kesana" Allister menutup teleponnya. "Ayo masuk, mereka udah dateng." 

"Ayo sya, kamu senyum ya? Biar cantiknya nambah," pinta Selena menoel pipi Allisya. 

Tapi Allisya memasang wajah cemberut si centong sayur. 

Sesampainya di dalam restoran, Allister, Selena dan Allisya duduk di meja nomor tujuh. 

Allisya masih tidak tau kalau ia di pertemukan dengan OSIS ganteng, Aris. Sama halnya dengan Aris yang masih sibuk berkutat dengan ponselnya. 

"Ris, taruh ponselmu itu," ucap Andra tegas. 

Aris memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku. "Iya yah," pandangannya bertemu dengan Allisya. 

"Kakak?"

"Kamu?" 

Keduanya sama-sama terkejut. 

"Kalian udah kenal?" tanya Selena. "Wah bagus dong," ujarnya senang.

'Kak Aris? Jadi aku di jodohin sama dia? Aaaa demi apa?! Kalau gini mah aku gak bakalan nolak,' pekik Allisya senang dalam hatinya, tidak memikirkan Daniel. 

"Kalau udah kenal, pasti setuju kan di jodohin," goda Inez. 

'Dia? Kalau gini sih aku terima aja. Maaf ya niel, kamu lebih baik mundur dan gak usah perjuangin dia,' Aris mengangkat sudut bibirnya. Akhirnya perjodohan ini membuatnya tenang, tidak perlu menyatakan cinta, pdkt, dan sok kenal dekat. 

"Setuju," ucap Aris tiba-tiba. 

"Kamu setuju nak?" tanya Inez terkejut, padahal belum ngomong apa-apa. Anaknya ini tidar sabar rupanya. 

"Iya, Aris setuju di jodohkan sama dia," Aris mengangguk mantap.

"Sama," lirih Allisya dengan rona merah di pipinya. 

'Allisya setuju? Bagaimana bisa? Daniel bagaimana perasaannya?' batin Allister bertanya-tanya. 

"Ya sudah kalau begitu, kita makan-makan dulu nanti ngobrol lebih dekat lagi," ucap Andra menyudahi. 'Aris Aris, ayah belum ngomong apa-apa udah setuju gitu aja. Kalau udah cinta bisa apa ya,' batinnya. 

Selama makan, Aris memandangi Allisya. Cewek itu menunduk. 

'Duh kak Aris ngapain sih ngeliatin aku terus? Kan gak baik buat kesehatan jagung eh jantungku,' batin Allisya tersipu. 

'Cantik, dan polos,' beruntungnya hari ini ia bisa bertemu dengan cewek idamannya. 

Selesai makan, Andra memberikan ruang untuk Aris dan Allisya berbicara. 

"Kami ada urusan di kantor. Jadi kalian ngobrol aja ya?" Andra melempar kode kedipan pada Allister dan Selena. Keduanya mengangguk faham. 

"Ma, yah. Masa aku disini sendiri?" Allisya tidak rela berdua dengan Aris, mau bicara apa ya nantinya. 

"Kan ada Aris," jawab Andra. "Kami pergi dulu ya. Selamat pdkt," goda Andra mengedip genit. 

Setelah semuanya pergi, Allisya masih makan dengan pelan. Sengaja, agar Aris tidak mengajaknya bicara. 

"Siapa namamu?" Aris masih belum tau namanya. Pdkt? Daniel mengamuk mengalahkan auman singa, iya. 

"Allisya kak," jawabnya tanpa memandang Aris. 

"Nama panjangnya?" biar gampang kalau ijab qobul nanti, batin Aris. 

"Allisya Lesham Shaenette," jangan-jangan buat ijab qobul? Aaa kak Aris sweet, batin Allisya menjerit. 

"Nama yang cantik, sama kayak yang punya," puji Aris. Allisya semar-mesem hati adem. 

"Boleh minta nomormu?" Aris nakal, biar kangennya tidak tertahan tanpa di batasi si Daniel. 

"Boleh," Allisya mengangguk. 

Aris memberikan ponselnya pada Allisya. Cewek itu mengetikkan nomornya dengan menamai my candy. 

"Nih kak. Buat apa emangnya?" Allisya berpura-pura tidak tau. Buat telepon dan chat lah. 

"Biar gak kangen." 

'Daniel aja gak pernah telepon, apalagi bilang kangen,' batin Allisya tanpa sadar membandingkan Daniel. 

"Kelas kamu apa? Biar nanti aku bisa ajak ke kantin bareng," setelah nomor, tanya kelasnya. Sikat teros. 

"Sebelas IPS satu kak. Kalau kakak?" 

"Jangan panggil kak, Aris saja." 

"Iya Aris," tapi Allisya kurang nyaman. Sudah biasa kakak kelas dengan julukan 'kak' sebagai ciri khasnya. 

"Duabelas IPA satu."

'Duh udah ganteng, anak OSIS, pasti pinter nih,' menurutnya kelas IPA adalah unggulan. 

"Boleh kan ke kantin bareng?" tanya Aris memastikan kalau nanti Daniel mengamuk. 

Allisya mengangguk. "Boleh banget kak eh-Aris," Allisya terkekeh. 

"Ok, besok tungguin loh. Jangan pergi." 

Bersiaplah kelas Allisya akan di datangi ketos ganteng. 

"Mau pesan lagi?" tawar Aris, makanan Allisya sudah habis. 

"Iya. Laper nih," Allisya mengangguk tanpa malu kalau di depannya calon husband. 

"Ok. Mbak! Satu lagi ya, yang sama," panggil Aris kepada writers. 

Writers itu menatapi Aris tanpa kedip. 

"Ganteng banget. Apa punya pacar ya?" bertanya tanpa sadar kalau calonnya sudah ada. 

Aris kesal. "Ehm," dehemnya keras. 

Writers itu tersadar. "Eh, iya ya," ia berlalu.

"Setelah makan, jalan-jalan yuk sya," ajak Aris. 

Allisya tidak akan menolaknya. "Boleh banget kak. Kemana?" 

"Es krim kamu suka?" biasanya cewek kan suka yang manis-manis, batin Aris. 

"Suka banget. Emang boleh?" kalau sama Daniel gak di bolehin, nanti sakit lah, batuk, panas. Beda sama kak Aris, batin Allisya. 

"Boleh sya. Apapun yang kamu mau. Aku gak akan ngelarangnya selagi itu bikin kamu seneng," ucap Aris dengan senyum se-manis gula aren. 

"Yeay!! Akhirnya bisa makan es krim tanpa di omelin," pekik Allisya senang, pengunjung restoran menatapnya heran. 

'Berarti Daniel ngelarang Allisya makan es krim?' kesempatan ini Aris gunakan agar hati Allisya berpindah kepadanya. 

***

Next part Senin depan 》 》 》

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Lutvia Balqis
makin lama makin menarik ceritanya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status