Cyra tampak termenung menatap beberapa hamparan bintang yang bersinar terang malam ini.
"Ayah, ibu, kalian sedang apa disana? Aku sangat merindukan kalian. Maafkan aku yah, bu. Maafkan aku karena sudah mengecewakan kalian."
"Aku lelah. Aku lelah hidup ku di perlakukan seperti ini oleh suami ku sendiri. Bisa kah kalian menjemput ku? Bisa kah kalian membawa ku pergi dari mimpi buruk ini?"
Cyra menunduk ketika airmata itu keluar dengan sendirinya. Ia sudah seperti orang yang berputus asa. Seolah, mati adalah jalan satu-satunya untuk meninggalkan semua luka yang Alvon berikan.
"Kenapa kamu berbicara seperti itu nak?"
Spontan, Cyra mendongak dan segera memutar tubuh nya.
"Mama?" cicit nya pelan.
Revani menatap Cyra sendu. Segitu terluka nya kah Cyra, hingga berani mengatakan itu?
"Jangan berbicara seperti itu." Revani menggenggam tangan Cyra, "Maafkan Alvon.”
"Mama mohon, jangan mencoba pergi dari rumah ini ya? Jujur, mama sangat senang mempunyai menantu seperti mu nak.” Revani tersenyum lembut seraya mengusap rambut Cyra.
"Kamu itu sudah seperti anak mama. Jika ada masalah, tolong ceritakan pada mama. Apapun itu." Tambah Revani.
Hati Cyra menghangat mendapat perlakuan manis dari mama mertua nya.
"Boleh aku peluk mama?"
Tanpa berkata pun, Revani langsung saja mendekap tubuh mungil sang menantu.
"Terimakasih mah."
"Kamu ingin berjanji pada mama?"
"Apa?"
"Jangan pernah meninggalkan rumah ini, jangan pernah tinggalkan keluarga ini nak.”
"Aku-“
"Katakan 'iya'."
"Mah-“
"Mama mohon.."
"I..iya."
Revani melepas pelukan nya. Lantas, ia tersenyum dan memberikan kecupan singkat pada puncak kepala Cyra.
"Istirahat lah, tidak usah menunggu Alvon. Ini sudah pukul sembilan, dan mungkin saja Alvon akan lembur."
"Tidak mah, aku akan menunggu Alvon sampai pulang.”
"Kamu harus banyak-banyak istirahat, kasihan janin mu."
Cyra mengangguk mengerti, "Aku akan menghubungi Alvon, dan bertanya pada nya."
"Baik lah. Mama permisi dulu kalau begitu. Ayo masuk ke dalam, tidak baik angin malam untuk mu."
Cyra menurut ketika Revani menarik nya masuk kedalam kamar.
Sepeninggal Revani, Cyra pun mengambil ponselnya untuk menghubungi Alvon.
Namun, tetap saja. Lagi lagi Alvon tidak menjawab telfon nya.
"Kamu membuat ku khawatir Al.."
***
"Sudah lah Al, jangan terlalu di pikirkan. Mungkin saja Alice bukan jodoh mu kan? Maka nya sekarang kamu menikah dengan Cyra." Ujar Rezka, seraya menepuk bahu Alvon.
"Jangan menyebut nama itu, aku sangat membencinya" Ujar Alvon dingin.
Roy seketika terkekeh, "Jangan terlalu membenci nya nanti bisa-bisa kamu suka. Ingat Al, cinta itu berawal dari benci."
Alvon hanya diam mendengar ucapan Roy. Mata nya menatap kosong pada gelas coffe late nya.
"Sudah pukul sembilan tiga puluh. Kamu tidak pulang? Pasti Cyra menunggu mu di rumah." Ujar Rezka, seraya melihat arloji nya.
"Aku tidak perduli."
Rezka dan Roy saling pandang. Merasa kesal pada Alvon, sekaligus merasa kasihan pada Cyra.
"Cyra itu wanita yang baik Al seharusnya kamu tidak menyia-nyiakan nya. Ketika kamu menghamili nya, Cyra tidak berfikiran untuk melaporkan kau pada polisi atas kasus pemerkosaan. Bahkan, dia lebih memilih untuk pergi dari rumah mu dan ingin mengurus diri nya sendiri. Dia tidak mengharapkan tanggung jawab mu, jika bukan tante Revani dan om Tian yang tetap kekeuh memaksa nya untuk menikahkan kalian. Karena ya, bagaimana pun Cyra saat ini sedang mengandung anak mu." Ujar Roy panjang lebar.
"Benar kata Roy. Jangan terlalu sering mengabaikan Cyra, nanti kamu yang akan menyesal sendiri." Rezka membenarkan.
"Lupakan saja yang telah berlalu, dan mulai yang baru bersama Cyra." Tambah Roy, sedangkan Alvon hanya diam mendengarkan celotehan kedua temannya tersebut.
***
Alvon keluar dari mobil nya lalu berjalan memasuki rumah. Sekarang sudah pukul sebelas malam. Lampu-lampu besar di penjuru ruangan sudah di matikan dan hanya tersisa lampu-lampu kecil saja sebagai penerang.
Melepas jas, Alvon pun berjalan menaiki tangga dengan jas tersebut yang ia sampirkan di bahu kanan nya.
Alvon segera memasuki kamar. Tatapan nya seketika jatuh pada sosok Cyra yang terlelap di sofa dalam keadaan duduk.
"Jangan terlalu mengabaikan nya, nanti kau yang akan menyesal."
"Lupakan saja yang telah berlalu, dan mulai yang baru bersama Cyra."
"Aish, sialan!" Alvon berdecak ketika ucapan kedua sahabat nya terngiang begitu saja di pikiran nya.
Haruskah ia menuruti keinginan kedua sahabat nya itu? Memulai cerita baru bersama Cyra, dan melupakan masa lalu nya?
"Alvon.."
Alvon tersadar dan segera menoleh ke arah Cyra yang kini tengah berjalan perlahan kearah nya.
"Maaf aku tertidur, kamu baru pulang? Dari mana saja?" Tanya Cyra dengan suara serak khas bangun tidur.
Alvon hanya menatap Cyra sekilas, kemudian berjalan menuju tempat tidur dan melempar jas nya di sana.
"Ingin aku hangatkan makanan nya Al?"
Alvon diam. Dirinya sibuk melepaskan kancing kemeja nya.
"Atau aku buatkan coklat hangat?"
Alvon masih diam. Seakan, Cyra itu adalah seorang makhluk yang tidak dapat ia lihat dan ia dengar suara nya.
"Al, aku sedang berbicara pada mu. Bisa tolong balas ucapan ku?" Tanya Cyra lirih.
"Kamu tau kan jika aku sangat membenci mu? Maka dari itu, diam.” Alvon menatap Cyra tajam, sebelum akhirnya ia pergi kedalam toilet untuk membersihkan diri.
Cyra memejamkan matanya. Harus dengan cara apalagi supaya Alvon menerima kehadiran nya?
"Jika nanti kamu lahir di dunia, jangan pernah membenci papa mu ya. Kamu jaga papa, sayangi dia. Walaupun mungkin nanti ketika kamu lahir mama tidak bersama mu, namun mama sangat menyayangi mu. Mama juga sangat menyayangi....papa mu."
Cyra mengusap perut rata nya. Ia bersyukur, di kehamilan nya yang masih memasuki bulan ke satu, mengidam nya tidak pernah menginginkan yang aneh-aneh.
"Terimakasih kamu sudah pengertian pada mama nak.."
Weekend adalah hari yang cukup di nantikan oleh beberapa orang, karena mereka bisa bersantai-santai di rumah, berkumpul dengan keluarga, atau pun hangout bersama teman dan kekasih.Sama hal nya dengan Alvon, lelaki itu pun kini tengah bersiap ingin menemui sang kekasih. Ah ralat, mungkin lebih tepat nya mantan kekasih karena waktu itu Alice berkata untuk mengakhiri hubungan dengan nya.Melipat lengan kemeja putih nya, Alvon lantas melirik arloji yang kini menunjukkan pukul delapan pagi. Ia segera mengambil kunci mobilnya kemudian bergegas turun ke lantai bawah.Ketika langkahnya telah sampai di akhir tangga, suara Cyra menggema memanggil nama nya."Al!" Cyra berjalan menghampiri Alvon. Matanya menatap Alvon dari atas hingga bawah."Kamu ingin kemana? Bukankah ini hari minggu, dan ituartinya kamu libur di kantor?"
Cyra menatap wajah pucat Alvon dengan sendu. Sudah hampir delapan jam Alvon belum sadarkan diri setelah dirinya di pindahkan di ruang rawat VIP.Akibat kecelakaan itu, satu kaki Alvon terluka lumayan parah, begitupun dengan bagian kepalanya. Dan dokter mengatakan jika Alvon harus mendapatkan penanganan dan perawatan yang khusus."Nak, istirahat lah. Sejak tadi kamu duduk di situ terus."Revani berdiri di sebelah Cyra yang duduk di kursi samping brankar Alvon. Sejak tadi, sejak di pindah kan nya Alvon ke ruang rawat, Cyra dengan setia nya duduk di situ menunggu Alvon tersadar."Aku tidak apa mah."Revani dapat melihat kekhawatiran yang begitu mendalam dari tatapan Cyra. Bahkan, bercak air mata pun masih terlihat di sekitar mata dan pipinya."Nak, Alvon pasti akan baik-baik saja." Ujar Revani sambil mengelus bahu Cyra."Iya mah. Aku sangat m
Gadis itu tampak begitu sibuk memasukkan barang-barang nya kedalam sebuah koper yang ia letakkan di samping lemari.Mengalihkan pandangan, gadis itu spontan terdiam memandang figura foto yang menetap diatas meja panjang yang terletak di samping lemari tersebut.Ia berdiri. Tangan nya meraih figura itu dan memeluknya sambil memejamkan mata."Kenapa hubungan kita harus berakhir menyakitkan seperti ini Al? Seandainya kamu tidak melakukan kesalahan besar itu.."Airmata gadis itu jatuh hingga mengenai kaca figura yang tengah di peluknya. Mungkin, semalam adalah hari terakhir nya ia melihat sang mantan kekasih, karena pagi ini ia harus terbang ke Jerman bersama kedua orangtua nya untuk urusan pekerjaan.Tok!Tok!"Alice, cepatlah nak, papa sudah menunggu mu di bawah!"Alice berkesiap. Menghapus airmata, ia pun lantas memandang figura it
"Kenapa kamu seperti ini sih Al? Kamu sangat kasar pada Cyra." Rezka menggelengkan kepala nya menatap Alvon yang terdiam duduk diatas brankar."Apa kamu tau? Semalam om Tian melarang Cyra untuk menemani mu di sini. Namun apa? Cyra tetap kekeuh ingin menemani mu Al."Benar apa yang dikatakan oleh Roy. Sejak insiden semalam, Tian memang melarang Cyra untuk menemui Alvon. Ia tidak ingin menantu nya di sakiti lagi oleh putranya.Namun, Cyra tetaplah Cyra sang keras kepala. Wanita itu dengan niatnya yang tulus selalu menemani Alvon tidur walaupun dengan posisinya yang duduk.Dan sejak pagi tadi, Cyra di paksa pulang oleh Revani dan Tian setelah pagi-pagi sekali ia muntah-muntah."Cyra itu lelah mengurus mu Al. Kata tante Revani, sejak kamu sakit Cyra selalu tidur dengan posisinya yang duduk. Apa kamu sama sekali tidak memikirkan nya Al? Kamu sama sekali tidak memikirkan anak mu yang di kandung
Terhitung satu minggu sudah Alvon di rawat di rumah sakit. Dan kini, waktunya ia untuk pulang.Di dalam ruangan tersebut hanya ada Cyra dan Alvon, karena Revani sedang keluar membayar administrasi.Cyra tampak sibuk memasukkan beberapa barang-barang milik nya dan milik Alvon ke dalam sebuah tas besar, sementara Alvon hanya duduk termenung diatas brankar dengan tatapan mengarah pada ponselnya.Cyra menghela nafas berat melihat itu. Merasa tak tega sekaligus merasa bersalah kepada Alvon."Cyra?"Cyra berkesiap ketika seseorang menepuk bahu nya. Ia menoleh, dan mendapati sang mama mertua dengan dua orang pria berbadan besar di sisi kanan dan kirinya."Mama." Ujarnya tersenyum."Sudah di masukkan semua?""Sudah mah."Revani mengangguk, lantas ia pun menatap kedua asisten pribadi nya bergantian."Tol
Sup iga yang dibelikan oleh Robby beberapa menit yang lalu kini tandas di lahap oleh Alvon. Kedua sahabatnya dan Cyra hanya melempar senyum melihat itu. Entah memang Alvon lapar, atau memang ia sangat menyukai dan menginginkan nya."Biar aku simpan dulu di dapur." Cyra meraih mangkuk tersebut, kemudian bergegas untuk menyimpannya di dapur."Kau lapar hah?" Kekeh Rezka."Berisik!" Balas Alvon, seraya menyimpan gelas nya diatas nakas."Melihat kamu di layani oleh Cyra, aku merasa iri Al. Rasanya aku ingin cepat-cepat menyusul mu untuk menikah." Ujar Roy."Menikah saja, memang siapa yang melarang?" Tanya Alvon santai."Justru itu, aku belum ada calon. Jika kamu berbaik hati boleh lah kau mencarikan ku calon. Secara, para wanita kan selalu mengantri pada mu.""Itu sih tergantung pada mereka, mau tidak dulu dengan mu?" Ejek Rezka, membuat Roy menatapnya tajam.
Cyra tersenyum menatap sekitar taman sambil mendorong kursi roda milik Alvon. Banyak anak-anak kecil yang berlarian, bermain, bahkan tertawa bersama orangtua nya.Cyra menghentikan kursi roda Alvon di dekat sebuah bangku taman. Ia duduk di bangku tersebut."Ramai ya Al, anak-anak itu sangat lucu." Ujar Cyra, dengan mata yang mengarah pada beberapa anak kecil yang sedang berlarian itu.Alvon terdiam seraya menatap lekat beberapa anak kecil itu. Memang, terlihat sangat menggemaskan.Flashback on."Kau berjanji kan tidak akan pernah meninggalkan ku?" Tanya Alice seraya menatap lekat wajah sang kekasih.Alvon terkekeh, ia mengacak gemas rambut Alice sambil merangkul nya."Iya sayang. Aku sangat mencinta
Tiga minggu telah berlalu. Dan keadaan Alvon selama tiga minggu ini mengalami perubahan yang baik. Lelaki itu sudah mulai beraktivitas kembali seperti biasanya, tanpa menggunakan kursi roda lagi.Selain itu, sikap nya pada Cyra pun selama tiga minggu ini mengalami perubahan. Ia cenderung bersikap baik, walaupun nada bicara nya masih datar dan dingin. Namun, percayalah. Cepat atau lambat pasti nada bicara itu akan berubah lembut seiring waktu.Ketika Cyra berada di dekatnya, Alvon tidak lagi marah atau mengusirnya. Bahkan, membentak nya pun kini jarang. Dan yang paling ajaib, lelaki itu kini mulai mau untuk tidur satu tempat tidur dengan Cyra.Seperti nya, Alvon memang benar-benar ingin membuktikan ucapannya wajtu itu bahwa ia akan membuka hatinya untuk Cyra."Al?"Alvon berkesiap. Kedua tangan nya ia keluarkan dari saku celana, kemudian menatap Cyra yang terlihat menggemaskan mengena