Share

Part 4

Cyra tampak termenung menatap beberapa hamparan bintang yang bersinar terang malam ini.

"Ayah, ibu, kalian sedang apa disana? Aku sangat merindukan kalian. Maafkan aku yah, bu. Maafkan aku karena sudah mengecewakan kalian."

"Aku lelah. Aku lelah hidup ku di perlakukan seperti ini oleh suami ku sendiri. Bisa kah kalian menjemput ku? Bisa kah kalian membawa ku pergi dari mimpi buruk ini?"

Cyra menunduk ketika airmata itu keluar dengan sendirinya. Ia sudah seperti orang yang berputus asa. Seolah, mati adalah jalan satu-satunya untuk meninggalkan semua luka yang Alvon berikan.

"Kenapa kamu berbicara seperti itu nak?"

Spontan, Cyra mendongak dan segera memutar tubuh nya.

"Mama?" cicit nya pelan.

Revani menatap Cyra sendu. Segitu terluka nya kah Cyra, hingga berani mengatakan itu?

"Jangan berbicara seperti itu." Revani menggenggam tangan Cyra, "Maafkan Alvon.”

"Mama mohon, jangan mencoba pergi dari rumah ini ya? Jujur, mama sangat senang mempunyai menantu seperti mu nak.” Revani tersenyum lembut seraya mengusap rambut Cyra.

"Kamu itu sudah seperti anak mama. Jika ada masalah, tolong ceritakan pada mama. Apapun itu." Tambah Revani.

Hati Cyra menghangat mendapat perlakuan manis dari mama mertua nya.

"Boleh aku peluk mama?"

Tanpa berkata pun, Revani langsung saja mendekap tubuh mungil sang menantu.

"Terimakasih mah."

"Kamu ingin berjanji pada mama?"

"Apa?"

"Jangan pernah meninggalkan rumah ini, jangan pernah tinggalkan keluarga ini nak.”

"Aku-“

"Katakan 'iya'."

"Mah-“

"Mama mohon.."

"I..iya."

Revani melepas pelukan nya. Lantas, ia tersenyum dan memberikan kecupan singkat pada puncak kepala Cyra.

"Istirahat lah, tidak usah menunggu Alvon. Ini sudah pukul sembilan, dan mungkin saja Alvon akan lembur."

"Tidak mah, aku akan menunggu Alvon sampai pulang.”

"Kamu harus banyak-banyak istirahat, kasihan janin mu."

Cyra mengangguk mengerti, "Aku akan menghubungi Alvon, dan bertanya pada nya."

"Baik lah. Mama permisi dulu kalau begitu. Ayo masuk ke dalam, tidak baik angin malam untuk mu."

Cyra menurut ketika Revani menarik nya masuk kedalam kamar.

Sepeninggal Revani, Cyra pun mengambil ponselnya untuk menghubungi Alvon.

Namun, tetap saja. Lagi lagi Alvon tidak menjawab telfon nya.

"Kamu membuat ku khawatir Al.."

***

"Sudah lah Al, jangan terlalu di pikirkan. Mungkin saja Alice bukan jodoh mu kan? Maka nya sekarang kamu menikah dengan Cyra." Ujar Rezka, seraya menepuk bahu Alvon.

"Jangan menyebut nama itu, aku sangat membencinya" Ujar Alvon dingin.

Roy seketika terkekeh, "Jangan terlalu membenci nya nanti bisa-bisa kamu suka. Ingat Al, cinta itu berawal dari benci."

Alvon hanya diam mendengar ucapan Roy. Mata nya menatap kosong pada gelas coffe late nya.

"Sudah pukul sembilan tiga puluh. Kamu tidak pulang? Pasti Cyra menunggu mu di rumah." Ujar Rezka, seraya melihat arloji nya.

"Aku tidak perduli."

Rezka dan Roy saling pandang. Merasa kesal pada Alvon, sekaligus merasa kasihan pada Cyra.

"Cyra itu wanita yang baik Al seharusnya kamu tidak menyia-nyiakan nya. Ketika kamu menghamili nya, Cyra tidak berfikiran untuk melaporkan kau pada polisi atas kasus pemerkosaan. Bahkan, dia lebih memilih untuk pergi dari rumah mu dan ingin mengurus diri nya sendiri. Dia tidak mengharapkan tanggung jawab mu, jika bukan tante Revani dan om Tian yang tetap kekeuh memaksa nya untuk menikahkan kalian. Karena ya, bagaimana pun Cyra saat ini sedang mengandung anak mu." Ujar Roy panjang lebar.

"Benar kata Roy. Jangan terlalu sering mengabaikan Cyra, nanti kamu yang akan menyesal sendiri." Rezka membenarkan.

"Lupakan saja yang telah berlalu, dan mulai yang baru bersama Cyra." Tambah Roy, sedangkan Alvon hanya diam mendengarkan celotehan kedua temannya tersebut.

***

Alvon keluar dari mobil nya lalu berjalan memasuki rumah. Sekarang sudah pukul sebelas malam. Lampu-lampu besar di penjuru ruangan sudah di matikan dan hanya tersisa lampu-lampu kecil saja sebagai penerang.

Melepas jas, Alvon pun berjalan menaiki tangga dengan jas tersebut yang ia sampirkan di bahu kanan nya.

Alvon segera memasuki kamar. Tatapan nya seketika jatuh pada sosok Cyra yang terlelap di sofa dalam keadaan duduk.

"Jangan terlalu mengabaikan nya, nanti kau yang akan menyesal."

"Lupakan saja yang telah berlalu, dan mulai yang baru bersama Cyra."

"Aish, sialan!" Alvon berdecak ketika ucapan kedua sahabat nya terngiang begitu saja di pikiran nya.

Haruskah ia menuruti keinginan kedua sahabat nya itu? Memulai cerita baru bersama Cyra, dan melupakan masa lalu nya?

"Alvon.."

Alvon tersadar dan segera menoleh ke arah Cyra yang kini tengah berjalan perlahan kearah nya.

"Maaf aku tertidur, kamu baru pulang? Dari mana saja?" Tanya Cyra dengan suara serak khas bangun tidur.

Alvon hanya menatap Cyra sekilas, kemudian berjalan menuju tempat tidur dan melempar jas nya di sana.

"Ingin aku hangatkan makanan nya Al?"

Alvon diam. Dirinya sibuk melepaskan kancing kemeja nya.

"Atau aku buatkan coklat hangat?"

Alvon masih diam. Seakan, Cyra itu adalah seorang makhluk yang tidak dapat ia lihat dan ia dengar suara nya.

"Al, aku sedang berbicara pada mu. Bisa tolong balas ucapan ku?" Tanya Cyra lirih.

"Kamu tau kan jika aku sangat membenci mu? Maka dari itu, diam.” Alvon menatap Cyra tajam, sebelum akhirnya ia pergi kedalam toilet untuk membersihkan diri.

Cyra memejamkan matanya. Harus dengan cara apalagi supaya Alvon menerima kehadiran nya?

"Jika nanti kamu lahir di dunia, jangan pernah membenci papa mu ya. Kamu jaga papa, sayangi dia. Walaupun mungkin nanti ketika kamu lahir mama tidak bersama mu, namun mama sangat menyayangi mu. Mama juga sangat menyayangi....papa mu."

Cyra mengusap perut rata nya. Ia bersyukur, di kehamilan nya yang masih memasuki bulan ke satu, mengidam nya tidak pernah menginginkan yang aneh-aneh.

"Terimakasih kamu sudah pengertian pada mama nak.."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status