Flash on.
"Kamu serius? Beneran kita mau liburan ke Pantai, Mas?" Tanya Senja sambil berusaha menahan rasa sakit di tenggorokannya karena tersedak. Senja sempat tersedak saat sang suami mengatakan kepadanya, jika besok laki-laki itu akan mengajaknya berlibur ke Pantai. Tentu saja, Senja menghiraukan rasa sakit di tenggorokannya berganti rasa bahagia yang tiada tara. Bagaimana bisa suami secuek Langit bisa membuat hatinya membuncah bahagia. Ah, kalau begini caranya, dia tidak akan bisa menghilangkan rasa cintanya kepada Langit. "Tadi siang, Pak Rektor ngasih liburan gratis ke saya untuk tiga hari, hadiah pernikahan kita katanya. Tadinya saya mau nolak, tapi nggak enak." "Ish, ngapain di tolak, Ini tuh rezeki, Mas. Lagian, Pak Rektor udah baik sama kita. Jangan bikin beliau kecewa," kata Senja. "Ngomong-ngomong, kenapa pengen nolak hadiah dari Pak Rektor? Kamu takut khilaf saat kita berada di sana?" Wajah Langit tiba-tiba merona. "Bener 'kan Mas? Kamu takut kalau kamu tiba-tiba menyentuh aku." Langit tidak menjawab, laki-laki itu justru memindahkan channel TV nya terus menerus. Merasa kesal dengan tingkah suaminya itu, Senja meraih tangan Langit agar matanya bisa melihat ke arahnya. "Ish, Mas Langit! Jawab dulu pertanyaan aku, kenapa kamu mau nolak hadiah dari Pak Rektor?" Rengek Senja. Bukanya menjawab, Langit malah beranjak dari tempat duduknya. "Ish, kamu mau kemana Mas?" "Saya ngantuk, mau tidur!" Mata Senja membulat sempurna, bisa-bisanya sang suami meninggalkan dia begitu saja, dengan rasa penasaran yang sangat besar. Percuma jua berharap lebih terhadap suaminya, toh tetap saja, suaminya tidak akan bersikap manis, seperti yang diharapkannya. Tapi walaupun begitu, Senja bersyukur, karena dia bisa liburan berdua dengan sang suami. Meskipun dia tidak tahu, akan seperti apa liburan mereka nanti di sana. Apakah akan membuat Senja bahagia? Atau sebaliknya? Kita lihat saja nanti. ***** Dewi tersenyum bahagia saat tiba-tiba ponselnya berdering. Ternyata Senja, sang sahabat yang menghubunginya malam ini. "Assalamualaikum." "Waalaikumsalam. Gue nganggu nggak Wi? Lo udah tidur?" "Nggak kok, gue belum tidur. Ada apa lo malem-malem nelpon gue? Mau curhat lo?" "Ish, kenapa kalau gue mau curhat? Nggak boleh?" "Nggak boleh kalau Lo curhatnya bikin gue sedih. Soalnya malem ini mood gue sedang ancur banget, Senja." "Lo kenapa?" "Argh...masa gue mau dijodohin sama orang tua gue!" "Hah, seriusan Lo? Kenapa nggak Lo terima aja perjodohan itu. Setidaknya, Lo nggak jomblo lagi 'kan?" "Enak aja Lo! Gue nggak mau ya! Gue masih pengen bebas. Nggak mau dipusingkan dengan masalah rumah tangga. Lihat rumah tangga Lo aja udah bikin gue mikir, nggak mau nikah sebelum gue benar-benar siap. Oh iya gue hampir lupa, Lo nelpon gue mau ngapain sebenarnya?" "Besok gue diajak Mas Langit liburan ke Pantai, Wi." "Hah serius Lo? Kok bisa?" "Entar deh kalau gue udah pulang liburan, gue cerita sama Lo ya." "Oke deh kalau begitu, semoga liburan Lo sama Mas Langit pertanda kalau suami Lo itu udah ngebuka hatinya buat Lo." "Aamiin, semoga ya Wi. Gue tutup dulu telponnya ya. Assalamualaikum." "Waalaikumsalam." Klik...!!! ***** Tepat pukul sembilan pagi, pasangan suami istri itu, sudah bersiap untuk liburan ke Pantai. Mereka menggunakan mobil pribadi untuk berangkat ke sana, karena akan lebih nyaman untuk mereka berdua. Mobil melaju dengan kecepatan sedang. Senja benar-benar menikmati perjalanannya, karena sejak tadi mulut gadis itu tidak berhenti berbicara. Hingga tak terasa waktu tujuh jam sudah mereka lewati. Mereka berdua sudah sampai di tempat tujuan. Senja yang sejak tadi tidak berhenti bicara, ternyata sejak dua jam yang lalu tertidur. Bahkan gadis itu kini masih terlelap. Langit membiarkan Senja tertidur di mobilnya. Laki-laki itu lebih memilih keluar mobil untuk mengeluarkan barang-barang yang dibawa oleh mereka berdua. Dan setelah selesai, baru, Langit masuk kembali untuk membangunkan Senja. Entah kenapa, Langit masih enggan untuk membangunkan istrinya itu. Ketika sedang tidur, Senja begitu damai dengan mata yang masih terpejam. Sungguh, istrinya itu terlihat cantik saat kondisi seperti ini, membuat Langit ingin sekali menyentuh pipi mulus sang istri. Kalau kamu tenang seperti ini, kamu terlihat cantik, Senja. Tapi, maafkan saya, saya belum bisa mencintai kamu sepenuhnya. Masih banyak yang harus saya selesaikan di masa lalu. Maafkan saya, saya masih belum bisa menghilangkan nama seseorang di hati saya. Saya masih belum sanggup melupakan semua yang terjadi si masa lalu saya. Saya hanya ingin kamu bisa memahami saya, sampai saya benar-benar bisa menghilangkan nama seseorang di hati saya. Tapi saya tidak bisa menjamin pula, kalau saya bisa jatuh cinta sama kamu. Senja, saya tidak bisa memaksakan kehendak saya saat ini. Jika kamu merasa lelah dengan segala apa yang sudah saya perbuat, saya ikhlaskan kamu untuk pergi dari hidup saya. Karena saya menyadari, saya tidak akan pernah bisa membuat kamu bahagia. Apalagi, kamu sudah terlalu banyak bersabar untuk pernikahan kita ini. "Ish, kamu kenapa liatin aku kayak gitu, Mas?" Senja menegakkan tubuhnya saat tahu, mobil sudah berhenti, apalagi saat matanya terbuka, ada wajah sang suami yang sedang memperhatikan dirinya. Tentu saja, Langit tampak terkejut karena tidak tahu jika sang istri malah terbangun saat dirinya menikmati wajah cantiknya. Argh, untung Senja masih belum sadar sepenuhnya setelah tadi tertidur, kalau sampai dia tahu apa yang sedang dilakukannya, bisa malu dia. Langit berdehem beberapa kali, untuk menormalkan jantungnya yang masih berdebar. Kemudian dia kembali melihat sang istri yang mengusap-usap wajahnya. "Kita sudah sampai hotel, ayo turun!!!" Senja pun turun dari mobil milik sang suami. Kemudian dia mengikuti Langkah suaminya itu dengan gontai. Maklum dua jam tidur di dalam mobil membuatnya masih sedikit pusing. Setelah sampai kamar hotel, mata Senja membulat sempurna. Bahkan rasa lelahnya hilang begitu saja, saat melihat kamarnya yang cantik. Bagaimana tidak, kasur hotel itu di taburi bunga mawar yang cukup banyak. Juga ada handuk yang dibentuk menyerupai burung angsa yang sedang berciuman menambah cantik kamar hotel itu. Namun entahlah, wajah Senja menjadi terasa panas. Melihat semua yang ada di hotel ini, mengingatkannya seolah, Senja dan Langit akan berbulan madu. Mengingat itu, Senja menggelengkan kepalanya untuk menghalau harapannya yang mungkin saja tidak akan terjadi malam ini. "Kamu kenapa malah berdiri di situ? Ayo cepat kita bereskan barang-barang kita ke dalam lemari!" Entahlah, beda halnya dengan sang suami. Langit terlihat biasa-biasa saja saat melihat penampakan hotel yang akan ditempatinya. "Badan aku lengket, Mas. Aku mau mandi dulu. Nanti setelah selesai mandi, baru aku beresin pakaiannya." "Nggak bisa, kamu harus beresin pakaiannya dulu, baru mandi." Senja Pasrah. Dia pun kini membuka koper yang dibawanya bersama langit. Kemudian satu persatu di masukan ke dalam lemari dengan rapi. Tanpa sadar, Senja mendengar sang suami sudah terlelap. Wajar, selama tujuh jam laki-laki itu menyetir tanpa lelah. Bahkan hanya dua kali beristirahat di rest area. Itu pun karena Senja ingin buang air kecil. Setelah selesai membereskan pakaian kedalam lemari, Senja masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Tujuh jam perjalanan, membuat badannya terasa lengket. Hingga membutuhkan waktu lima belas menit, Senja sudah selesai dan sudah tampak segar. Beruntungnya Senja karena sore ini disuguhkan dengan pemandangan yang sangat indah. Hotel tempat dia dan suaminya menginap tepat di depan pantai Barat. Hingga dia bisa menikmati indahnya Sunset sore ini. Tidak di sia-sia kan, Senja memotret indahnya sore ini dengan ponselnya. "Sya, Rasya, saya mohon jangan tinggalin saya. Saya masih cinta sama kamu, Rasya!" Deg...!!!Semakin hari interaksi Langit dan Senja semakin sering mereka lakukan. Jika waktu luang, Langit sering menyempatkan diri untuk mengobrol dengan Pak Andika. Dan setelahnya, laki-laki itu selalu menyempatkan berbincang juga dengan Senja pula. Senja pun sudah merasa, jika Langit sudah benar-benar menjadi sahabatnya. Karena semakin hari, Langit semakin terbuka untuk sekedar ngobrol masalah pribadi kepada Senja. "Tumben nggak nemuin pacar kamu, Dek?" Tanya Bintang, kakak satu-satunya Senja. Senja menggeser tubuhnya saat sang Kakak kini ikut duduk di sampingnya. "Maksud Abang Mas Langit?" "Iya siapa lagi kalau bukan dia," ucap Bintang seraya mengambil cemilan yang ada ditangan Senja. "Mas Langit lagi bahas sesuatu yang penting sama Ayah. Jadi Adek nggak mau ganggu obrolan mereka. Lagian Adek 'kan sudah bilang sama Abang...Adek itu nggak pacaran sama Mas Langit." "Yakin? Kok Abang nggak percaya kalian nggak pacaran. Secara, Mas Langit sering banget datang ke rumah kita. kalau nggak pac
Flashback."Mas Langit?""Assalamualaikum, Pak Dika-nya ada?""Walaikumsalam. Mas Langit mau ketemu Ayah?" Tanya Senja seolah tidak mendengar apa yang menjadi alasan tetangganya itu datang ke rumahnya. Langit menganggukkan kepalanya. Laki-laki itu tidak berniat menjawab pertanyaan gadis yang ada dihadapannya itu, karena tadi sudah sangat jelas jika dia ingin bertemu dengan ketua Rt di kompleks perumahan tempat tinggalnya."Maaf Mas, sejak tadi pagi, Ayah sudah berangkat ke kantor. Bagaimana kalau nanti sore atau malam saja, Mas Langit datang lagi kemari," usul Senja."Baiklah kalau begitu. Ngomong-ngomong kamu sudah rapi pagi-pagi begini, mau kemana?" Tanya Langit agak heran, karena belum pernah lihat Senja berpakaian formal seperti saat ini."Oh, saya mau kuliah Mas. Kenapa?""Kalau begitu Kebetulan saya juga mau ngajar pagi ini. Mau sekalian saya antar kamu kuliah?.""Beneran Mas? Mau...mau, Alhamdulillah," ucap Senja senang. "Tapi ngerepotin nggak?""Nggak lah, saya yang ngajak ka
"RASYA…!!!"Langit terbangun dari tidurnya dengan nafas memburu. Mimpi yang baru saja dialaminya membuatnya frustasi. Kenapa Rasya kembali hadir di mimpinya? Argh…Langit sangat kesal saat ini, karena harus mengingat kembali wanita yang masih ada di hatinya sampai saat ini.Namun, Langit sadar saat dia melihat Senja sedang berdiri mematung dengan air mata yang mengalir di pipinya. Ini pasti karena dirinya yang tanpa sengaja menyebut nama Rasya di saat gadis itu percaya, jika Langit akan berusaha membuka hatinya.Refleks, Langit menghampiri Senja dan langsung memeluk tubuh mungil istrinya itu. Ini semua diluar kendalinya, dan dia pun menyesal. Ini pertama kalinya, laki-laki itu memeluk sang istri, setelah enam bulan lebih menjalani pernikahannya."Maaf, maafkan saya, Senja," ucap Langit sambil mempererat pelukannya.Bukannya menghentikan tangisannya, Senja justru semakin terisak. Sungguh, senja merasakan sakit di bagian dadanya, saat sang suami menyebut wanita lain dihadapannya."Makany
Flash on."Kamu serius? Beneran kita mau liburan ke Pantai, Mas?" Tanya Senja sambil berusaha menahan rasa sakit di tenggorokannya karena tersedak.Senja sempat tersedak saat sang suami mengatakan kepadanya, jika besok laki-laki itu akan mengajaknya berlibur ke Pantai. Tentu saja, Senja menghiraukan rasa sakit di tenggorokannya berganti rasa bahagia yang tiada tara. Bagaimana bisa suami secuek Langit bisa membuat hatinya membuncah bahagia. Ah, kalau begini caranya, dia tidak akan bisa menghilangkan rasa cintanya kepada Langit."Tadi siang, Pak Rektor ngasih liburan gratis ke saya untuk tiga hari, hadiah pernikahan kita katanya. Tadinya saya mau nolak, tapi nggak enak.""Ish, ngapain di tolak, Ini tuh rezeki, Mas. Lagian, Pak Rektor udah baik sama kita. Jangan bikin beliau kecewa," kata Senja. "Ngomong-ngomong, kenapa pengen nolak hadiah dari Pak Rektor? Kamu takut khilaf saat kita berada di sana?"Wajah Langit tiba-tiba merona. "Bener 'kan Mas? Kamu takut kalau kamu tiba-tiba menyent
"Sekali lagi, terima kasih ya, Nak Langit, sudah menolong anak saya," ucap Ayah Dika."Sama-sama Pak. Saya tadi kebetulan lewat, dan melihat anak Bapak tergeletak di pinggir jalan.""Saya tidak tahu, bagaimana caranya kami membalas semua kebaikan Nak Langit. Maaf sudah merepotkan.""Jangan bilang seperti itu Bu. Bapak dan Ibu juga sering membantu saya. Kalau begitu, saya pamit pulang dulu ya. Semoga, Senja cepat sembuh.""Aamiin ya Rabbal'alamiin. Sekali lagi terima kasih ya Nak Langit."Langit tersenyum," Assalamualaikum""Wa'alaikum salam."*****Keesokkan harinya, Senja sudah merasa lebih baik. Namun memang dia masih belum bisa beraktivitas seperti biasanya. Hari ini pun terpaksa dia harus izin kuliah karena tubuhnya masih terasa sakit."Bunda lagi ngapain?" Tanya Senja saat melihat sang Bunda sibuk membuat kue."Kamu kenapa kesini, sayang? Kamu 'kan belum pulih.""Justru badan Senja makin sakit kalau tiduran terus, Bunda," ucap Senja sambil duduk di kursi meja makan. "Bunda belum
Flashback."Ayah, tamu tadi siapa? Kok, Senja baru lihat ya?" Tanya Senja saat mereka menikmati makan siang bersama."Oh itu, namanya Langit. Dia tetangga baru kita yang membeli rumah Pak Agus, di blok C5. Kenapa? Tumben kepo?"Senja pura-pura santai, padahal dalam hati dia begitu senang karena ternyata laki-laki tampan itu adalah tetangga barunya. Bahkan hanya terhalang satu rumah saja dengan rumah milik ayahnya itu."Habisnya, tamu ayah ganteng sih, makanya Senja kepo." "Ganteng? Bukanya kamu bilang cowok paling ganteng sedunia itu, Ayah?" Ucap Bunda Ayu seraya meletakkan air minum untuk Ayah Andika."Paling kalau ada maunya anak bungsu Bunda mah bilang begitu sama Ayah. Sekarang udah kegeser tuh sama tetangga baru kita," ucap ayah Dika pura-pura kesal.Yang sedang jadi bahan pembicaraan hanya tersenyum melihat tingkah sang ayah yang terlihat cemburu."Ish, kegantengan ayah mah nggak akan tertandingi. Tetap, Ayah adalah cowok paling ganteng sedunia raya. Nah tamu yang tadi, cowok t