Share

Sel Amygdala

Penulis: AishaPena
last update Terakhir Diperbarui: 2023-09-11 21:19:34

Suara Danu terdengar kentara dari belakang. Sialnya, pria itu memang tipe orang yang tidak suka saat barang pribadinya dibongkar orang lain termasuk oleh istrinya sendiri.

"Sedang apa kau di sana?" Posisinya yang semula terlentang, kini beranjak dan berdiri tegak di belakang Widia. Tak ada cara lain lagi bagi wanita itu agar selamat dari ancaman suaminya selain berbohong. Widia menghela napas tenang, berusaha bersikap biasa.

"Aku nggak bongkar-bongkar, Bang. Cuma benerin resletingnya aja."

"Coba lihat aku ...," titah Danu tak percaya. Ia berniat mencari petunjuk sebuah gerak mata tanda bahwa seseorang yang berbicara dengannya itu berdusta. Widia pun berhati-hati dengan hal itu, ia tak akan mungkin memperlihatkan kegugupannya.

"Akh, sakit sekali kepalaku ...." Sambil mengerjapkan kelopak matanya, Widia juga membuat jemarinya menutupi sebagian wajah.

"Kau sakit?" Pria itu mulai khawatir. Bagi Danu, wanita cantik yang berdiri di hadapannya itu adalah segalanya. Danu pernah mati-matian mengejar dan membuktikan cintanya kepada wanita yang memiliki julukan kembang desa itu. Hanya saja, ia tak pandai menyembunyikan sikap tempramentalnya meski kepada wanita yang ia cintai. Sehingga tak jarang, sifat jeleknya itu membuatnya lepas kendali sampai menyakiti hati dan fisik Widia.

"Sepertinya aku butuh air hangat, Bang." Widia beranjak sambil berniat menyembunyikan perhiasan yang masih di genggamannya. Namun, Danu tak membiarkan istrinya pergi. Dengan bahasa tubuhnya pria itu memegangi bahu Widia, lalu membuat istrinya melangkah mundur sehingga terduduk di tepi ranjang tempat tidur.

"Biar aku saja yang ambilkan." Danu setengah berlari ke arah dapur. Sementara Widia secepat kilat menyembunyikan perhiasan itu ke bawah tumpukan pakaian yang tersusun rapi di dalam lemari. Setelah merasa aman, ia pun duduk kembali dan terus meyakinkan suaminya bahwa kepalanya masih sakit.

Danu kembali dengan membawa segelas air putih hangat. "Ini, minum lah!" titahnya.

Widia pun menerima dan meminumnya dengan baik. Danu duduk di sebelah Widia, memiringkan posisi duduknya sehingga lebih condong ke arah sang istri.

"Kau sudah memaafkan aku?" Kedua netra Danu memancarkan tatapan hangat.

"Iya," ucap Widia pelan seraya meliriknya sekilas.

"Aku mau jujur sama kamu." Deg, jantung Widia hampir lepas setelah mendengar ucapan Danu.

"Emm, perihal daging itu ...."

Benar saja dugaan Widia, suaminya akan mengungkap perihal daging aneh itu. Namun, kali ini Widia tidak sedang menipu suaminya. Setelah mendengar kata 'daging' perut dan mulut Widia yang sudah terkoneksi dengan pikiran buruk segera memperlihatkan reaksinya. Widia menutup mulut dan mengintruksikan kepada suaminya untuk tidak dulu menceritakan perihal daging itu.

Widia pun berlari ke arah kamar mandi. Ya, rasa mual itu kembali lagi. Apalagi saat ini, perut kosong yang sejak tadi diajak hilir mudik bepergian. Tentu saja membuat tubuhnya diserang gejala flu.

Danu tak menyusul Widia, ia hanya duduk dan memaklumi kondisi tubuh Widia yang sedang tidak baik-baik saja. Niat Danu menyampaikan klarifikasi tentang daging itu pun urung dan sengaja ia tunda sampai kondisi istrinya membaik.

Lima menit kemudian, Widia kembali dari kamar mandi dengan telapak tangan menutup mulut. Widia tak ingin bicara, ia sudah sangat muak dengan sel amygdala di dalam otaknya yang selalu mengirim bayang-bayang warna, bentuk, dan bau daging itu.

"Mungkin kau terlalu sibuk bepergian ke sana ke mari. Sampai lupa makan! Makan dulu, sana!" ucap Danu. Namun, Widia tak berselera menyantap apa pun gara-gara keadaan kesehatannya ditambah bayang-bayang tentang daging itu.

"Aku tak selera, Bang." Kerutan tipis tampak di dahi Widia.

"Ya udah, tidurlah!" Danu melengos pergi ke luar rumah. Sementara perut Widia semakin melirit, ia memutuskan untuk menyeduh minuman sereal guna meredakan sakit di bagian perut.

***

Malam semakin larut. Keduanya tertidur di tempatnya masing-masing. Widia di dalam kamar, sementara Danu terlelap di kursi sofa ruang tamu. Hingga malam pun berganti, suara lantunan sholawat mulai terdengar dari beberapa mushola di kampung tersebut. Widia terbangun lebih dahulu setelah mendengar lantunan syahdu seorang muadzin (penyeru panggilan ibadah).

Mumpung Danu masih terlelap, Widia segera menuju tempat beribadah. Sesampainya di mushola, Widia berpapasan dengan seorang pria yang tak lain adalah muadzin di kampung itu. Satya namanya, dia merupakan teman se-almamater Andi-Kakak laki-laki Widia-yang telah meninggal.

"Wid ...," sapa pria itu kepada wanita yang baru saja tiba. Widia hanya tersenyum dan mengangguk membalas sapaan. Tak ingin banyak berinteraksi dengan pria itu. Widia pun langsung mengambil shaf (barisan shalat) yang sudah menggunakan sekat pemisah antara laki-laki dan perempuan. Keduanya melirik kiri kanan. Muncul pertanyaan di dalam benak keduanya, mengapa tak ada orang lain selain mereka? Meski jarak keduanya berjauhan tetap saja ada perasaan tidak nyaman.

"Mulai saja sekarang, Bang," pinta Widia karena sudah cukup lama warga lain tak kunjung datang. Memang warga kampung ini terbilang sulit sekali mengunjungi tempat suci yang difasilitasi oleh pemerintah daerah setempat. Sehingga, jika bukan Satya atau pria itu sedang tak ada di kampungnya. Maka, penduduk setempat tidak akan mendengarkan seruan adzan.

Satya menyetujui permintaan Widia untuk menjadi imam dan memulai ibadah shalat sebelum fajar menyingsing.

Beberapa menit kemudian.

"Assalamualaikum, warahmatullah," desis sang imam menuntaskan ibadahnya dengan bacaan salam. Widia mengikuti gerakan dan bacaan tersebut dari belakang. Detik itu juga terdengar derap langkah tegas di teras mushola. Keduanya reflek menoleh ke belakang.

"Widiaa!" teriak Danu di ambang pintu masjid. Sontak saja, keduanya terkejut dengan kehadiran Danu. Kelopak mata Widia pun terbuka lebar, sungguh situasi tersebut membuat Widia tak berkutik dan hanya mampu bersiap menerima amarah suaminya.

"Sejak kapan kau shalat di masjid, hah?" Danu menghampiri istrinya sambil menyambar lengan yang masih terbalut mukena.

"Agh, sakit, Bang. Aku minta maaf," pekik Widia kesakitan saat pria itu memaksanya berdiri.

"Oh, ternyata memang benar ya dugaanku selama ini, kalian selingkuh? Kalian berdua janjian untuk bertemu di sini, hah?" bentak Danu yang begitu tersulut emosi.

Satya adalah teman SMA kakak laki-laki Widia yang juga saingan Danu saat berlomba mendapatkan cinta Widia. Widia yang sering dijuluki kembang desa itu memang memiliki banyak fans dari kalangan pria, termasuk pria yang baru saja menjadi imam shalatnya.

Sebelum Danu melamar dan menikahi Widia, Satya pernah menyatakan cinta kepada perempuan itu. Namun, meski bebet bibit bobot pria bernama Satya Bagaskara itu jauh lebih baik daripada Danu karena terlahir dari keluarga terhormat. Namun, Widia lebih memilih Danu karena Widia hanya menganggap Satya sebagai 'abang' karena ia adalah sahabat kakaknya, tidak lebih. Sementara, Danu adalah pria yang paling menonjolkan diri atas keseriusannya dalam mengejar cinta Widia.

Lambat laun, Ibu Kandung Widia pun lebih menyetujui putrinya menikah dengan Arkhan Danu . Seorang pria yang mengaku bahwa dirinya adalah anak semata wayang dari pasangan orang tua yang sudah tiada.

"Danu! Lepaskan, dia! Kami hanya melaksanakan sholat saja, tidak lebih," bela Satya. Sebisa mungkin ia memasang badan untuk meredam amarah Danu terhadap.

"Diam, lu! Oh ... gua tau, lu masih penasaran 'kan sama istri gua, hah? Ayo ... ngaku!" Bola mata Danu membulat sempurna, sementara dada lapangnya kembang kempis. Rupanya, Danu terbakar api cemburu. Pria itu kembali menarik kasar lengan istrinya.

"Hei! Jangan kasar sama perempuan!" Rahang tegas Satya tampak saat pria tampan itu memperingatkan Danu. Danu tak terima ditunjuk-tunjuk oleh pria yang membuatnya cemburu.

"Gua peringatin sekali lagi, kalau sampai gua lihat kalian seperti ini sengaja atau pun tidak sengaja. Gua gak bakalan segan melenyapkan kalian berdua!" ancam Danu tak kenal tempat berucap.

"Bang, sudah lah. Ayok, kita pulang!" Kini, Widia yang meminta pria itu menjauh dari sahabat kakaknya. "Awas, lu ya ...," ancam Danu dengan tatapan tajam menghujam me arah Satya.

Setelah keduanya berlalu meninggalkan Satya. Danu melirik istrinya yang begitu ketakutan dengan seringai sinis.

"Kau sudah berani berbohong, Widia. Kau harus dihukum...," bisik Danu di telinga perempuan yang masih lengkap mengenakan mukena itu.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Mrlyn
Ngeri banget gak ngurus tempat ibadah kau Danu 🫣
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Masak Daging Misterius   Kehadiran Buah Hati

    "Kamu kenapa,Widia?" Danu menempelkan punggung tangannya pada dahi yang berkeringat. Widia menggigil kedinginan dan seperti yang ingin muntah."Gak tau, Bang. Aku ... pusing dan mual. Aku juga meriang." "Ah, mungkin kamu masuk angin, Widia." "Iya, Bang. Tolong ambilkan air hangat aku ingin minum air hangat." "Sebentar." Danu segera pergi ke dapur dan mengambilkan air minum. Namun, belum juga sampai dapur. Widia muntah-muntah di lantai kamar. Danu panik dan berfikir untuk membawa Widia ke klinik terdekat. Di klinik, Widia menjalani serangkaian pemeriksaan yang dilakukan oleh tenaga medis yang berpengalaman. Mereka memeriksa kondisi fisik Widia dengan seksama dan melakukan tes yang diperlukan.Setelah hasil tes keluar, tenaga medis memberikan kabar yang mengejutkan kepada Danu dan Widia. Widia dinyatakan hamil! Mereka berdua merasakan kombinasi antara kegembiraan, kejutan, dan sedikit kecemasan. Namun, perasaan bahagia mereka jauh lebih dominan karena mereka telah lama menginginkan

  • Masak Daging Misterius   Bersama Lagi

    "Keluarlah dan mulailah hidup baru. Jalani kehidupan dengan baik," ucap seorang pria berseragam coklat yang bertugas mengeluarkan Danu dari penjara. Tiba saat yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Setelah menjalani tiga tahun di balik jeruji besi, Danu akhirnya bebas dari penjara yang telah membatasi kebebasannya. Dengan hati yang penuh harap, Danu melangkah keluar dari pintu penjara dan menuju ke tempat yang telah lama dinantikannya.Tidak ada waktu yang terbuang sia-sia bagi Danu. Begitu kaki-kakinya menyentuh tanah yang bebas, pria itu segera bergegas menemui Widia, orang yang selalu ada di pikirannya selama masa penahanannya. Dalam hati, ia berharap bahwa Widia masih setia menantikannya.Dengan langkah tergesa-gesa, Danu berjalan menuju rumah Widia. Detak jantungnya semakin cepat ketika ia mendekati pintu rumah yang sudah sangat akrab baginya. Dalam sekejap, Danu berdiri di depan pintu dan mengetuk dengan penuh harap."Assalamualaikum," sapa Danu dari luar. Bak seperti mimpi di sia

  • Masak Daging Misterius   Akankah Mereka Bersama lagi?

    "Mulai tani lagi, Mbak Wid?" tanya beberapa warga yang berpapasan dengannya saat hendak pergi ke ladang. "Iya, Bu. Hari ini aku mau panen kacang." "Oh, boleh bantu gak , Mbak?" "Tentu saja, Bu. Ayok. Kebetulan saya tidak ada teman untuk memanen kacang." Dua orang wanita sahabat Ibundanya dulu mendekati langkah Widia dan akhirnya mereka pun ikut ke ladang Widia. Ada hal yang berbeda dengan Widia saat ini yang tampak enak dipandang oleh warga sekitar. Yaitu, Widia yang kembali tersenyum dan berwajah ceria. Widia kembali ke ladang pertaniannya dengan semangat yang membara. Dia memiliki tujuan yang jelas dalam pikirannya: untuk mensukseskan hasil pertanian dan membuat ibunya yang telah tiada bangga.Setiap hari, Widia bekerja keras di ladangnya. Dia memberikan perawatan yang cermat kepada tanaman, memastikan mereka mendapatkan nutrisi yang cukup, air yang cukup, dan perlindungan dari hama atau penyakit. Widia juga memantau perkembangan tanaman dengan seksama, memastikan mereka tumbu

  • Masak Daging Misterius   Semua Telah Berakhir

    "Assalamualaikum," sapa Widia saat memasuki rumahnya kembali setelah seharian berpetualan dengan pengalaman menegangkan dan penuh dengan resiko kematian. Hening, tiada sesiapa yang bisa ia ajak bicara di sana. Semua sudah pergi. Dia sendirian. Setelah peristiwa yang melelahkan dan menegangkan, Widia pulang ke rumah dalam keadaan lelah. Langkahnya terasa berat saat ia memasuki pintu rumah. Tubuhnya terasa lelah setelah melewati berbagai emosi dan perjuangan selama hari itu.Widia melepas sepatu dan duduk di sofa dengan nafas yang terengah-engah. Wajahnya mencerminkan kelelahan dan ketegangan yang masih terasa. Matanya terlihat lelah dan berat, mungkin akibat dari kurangnya istirahat dan ketegangan yang ia alami."Ahhh, apakah ini benar-benar akan selesai? Semuanya pergi meninggalkanku," Dia merasakan tubuhnya yang tegang dan otot-ototnya yang kaku. Setelah melewati hari yang penuh dengan emosi dan perjuangan, Widia merasakan kelelahan yang mendalam. Dia merasa butuh istirahat yang b

  • Masak Daging Misterius   Ternyata kamu

    Di tengah kesibukan seorang petani yang tak pernah rehat, Widia memutuskan untuk melarikan diri sejenak dari kesibukan. Mereka berdua, duduk berdampingan di atas motor tua berwarna hitam milik Danu, bersiap untuk memulai perjalanan mereka."Apa harimu menjadi lebih baik?" "Sedikit," jawab Widia santai berusaha melalui hari ini dengan tenang meski akan terasa sangat diluar eksptasi. Widia, seorang gadis berjiwa bebas dengan rambut panjangnya yang berombak, duduk di belakang Danu. Matanya yang cemerlang menatap jauh ke depan, seolah-olah dia bisa melihat apa yang akan terjadi di masa depan. Sementara itu, Danu, pemuda yang tenang namun penuh semangat, memegang setir dengan erat, siap untuk membawa mereka berdua ke tempat yang belum pernah mereka kunjungi sebelumnya.Mereka berdua memulai perjalanan mereka di tengah malam, saat bintang-bintang di langit mulai berkelip, seolah-olah mereka sedang menunjukkan jalan bagi Widia dan Danu. Suara mesin motor yang berdengung seirama dengan det

  • Masak Daging Misterius   Membujuknya

    "Jadi lu punya rencana apa?" tanya Danu yang sudah sangat tidak sabar ingin mengetahui rencana Mita. "Ntar, gua harus tau dulu apa yang dilakukan Widia akhir-akhir ini?" Mita mencoba mengumpulkan Informasi terlebih dahulu dari pria di hadapannya. "Sekarang dia tinggal di rumah Bu Siti sendirian. Ia juga sering datang ke ladang ibunya untuk melanjutkan usaha tani ibunya yang sudah meninggal." "Oke, gua catat apa yang dilakukan Widia akhir-akhir ini. Tapi, gimana hubungan lu sama dia sekarang?" tanya Mita mendikte."Buruk, Mit. Sangan buruk." Memang seperti itu adanya. Danu tidak sedang berbohong hari ini. "Oke. Berarti lu bisa gua perintah dengan baik. Sebaiknya kita pancing dia dalam urusan pertanian seputar pekerjaannya sekarang. Misal dia lagi ada keperluan ke pasar. Lu tabrak aja dia!" "Maksud lu?" "Atau, kita bakar saja tanamannya di ladang. Gimana?" tanya Mita penasaran dengan jawaban Danu. "Apa ini tidak terlalu sadis?" "Heh, dodol! Dimana ada penjahat memikirkan sadis a

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status