Home / Romansa / Mawar Hitam Berdarah / Bab 5. Siapa Ibu kandung Maria.

Share

Bab 5. Siapa Ibu kandung Maria.

Author: Irna flo
last update Huling Na-update: 2021-07-27 22:21:59

Gimana rasanya?" Sela bertanya dengan mimik wajah bahagia. Rasanya Sela ingin tertawa keras saat menyaksikan Fiko menghukum Maria. Dia puas, benar-benar puas.

Maria mendongak ke arah Sela yang berdiri sambil menyender di tiang pintu. "Kamu kan, yang melakukannya?"

"Apa?" Sela pura-pura tidak mengerti.

"Kamu yang menambah garam pada sayurnya kan, Sela!" Maria menunjuk Sela penuh perhitungan.

Sela tertawa puas sampai sudut matanya mengeluarkan air mata. "Ya ampun, aku kira kamu bodoh sampai tidak mengetahui kalau aku yang sabotase sayur itu. Ternyata kamu cukup cerdik juag."

Setelah puas mentertawakan kemalangan Maria, Sela melenggang pergi dengan langkah ringan. Sedangkan Maria hanya bisa mengepalkan tangannya kuat sambil terus mengucap istigfar dalam hati.

Maria turun dari bak mandi dalam keadaan tubuh bergetar kedinginan sampai jari-jarinya mengkeriput. Setelah membilas tubuhnya sekilas, Maria keluar dari kamar mandi dengan baju basah. Sesekali dia mengusap air mata yang tak kunjung berhenti.

Kenapa mencintaimu begitu sakit,Mas?

***

Biasanya Maria langsung bergegas membereskan rumah lalu lanjut memasak setelah menunaikan Shalat subuh.  Namun, kini wanita berusia 24 tahun itu masih berbaring dan menyelimuti dirinya dengan selembar kain tipis yang di bawanya dari gorden jendela.

Paginya badan Maria menggigil hebat. Sesekali tubuh kecil itu bergetar akibat bersin yang tidak ada hentinya. tanngan Maria sesekali menggosok hidungnya yang gatal dan mengelap ingus yang keluar. Mau bangkit duduk saja rasanya susah karena berat kepalanya seolah bertambah berkilo-kilo.

Samar-samar dia mendengar percakapan orang dari luar pintu. Maria mengenali suara itu, itu suara Fiko dan Ibu mertuanya.

"Mas Fiko!" Maria memanggil nama suaminya pelan. Dia berusaha duduk walau kepalanya bertambah pusing. Setelah berhasil mendudukan tubuhnya sambil menyender pada tembok, maria kembali memanggil nama suaminya. "Mas Fiko!" Kali ini suaranya lumayan kenceng dan memungkinkan orang yang berdiri di luar pintu akan mendengarnya.

Maria tersenyum senang ketika pintu kamar terbuka. Namun, senyum itu lenyap ketika yang muncul bukan Fiko suaminya, melainkan Marni dengan tampang judesnya.

"Ngapain kamu manggil-manggil anak saya?" Marni berucap ketus. Begitu melihat kain yang di pakai Maria untuk menyelimuti tubuhnya, Marni memelototkan mata marah. "Dasar kurang ajar! Kenapa kamu copot itu kain gorden? Cepat pasang balik!"

"Bu, aku kedinginan. Minjam sebentar, ya!" Maria memelaskan ucapannya berharap Maria merasa simpati. Namun, harapannya itu harus Maria buang jauh-jauh. Jangankan untuk simpati, melunakan sedikit wajahnya saja tidak.

Marni memutar kursi rodanya menghampiri Maria. Ketika sudah berhadapan dengan Maria, Marni mendudut Kain gorden dari tubuhnya Maria. Marni lalu menggulung kain gorden itu dan melemparkannya pada muka Maria. "Pasang balik itu kain gorden. Kalau sampai ada yang rusak, bajumu saya gunting."

Perlahan Maria mengambil kain gorden yang ada di wajahnya. Walau badannya lemah, Maria tetap memaksakan dirinya untuk berdiri dengan berpegangan pada tembok. Dia sedikit linglung ketika ingin menyampirkan kain gorden pada pengait yang akhirnya menyebabkan Maria terjatuh dan kain gorden menimpa di atasnya. Namun, akibat jatuhnya itu, kini kain gordennya robek akibat tertarik oleh Maria.

Maria mencengkram kain gorden di tangannya erat. Dia tidak berani mendongakkan wajahnya karena takut dengan ekspresi Marni. Tidak lama Maria menjerit sakit ketika sebuah benda tumpul mengenai punggungnya.

Bukan hanya sekali, namun berkali-kali Marni memukul Maria menggunakan tongkat yang selalu Marni pakai apabila ingin ke kamar mandi.

"Sakit,bu. Jangan pukul lagi!" Maria mengiba sambil melindungi tubuhnya dari serangan Marni. "Sakit."

Marni yang sudah di liputi emosi tak mendengar lenguhan kesakitan menatunya. Marni terus memukul Maria sampai kemarahan di dadanya sedikit mengurang. "Dasar menantu sialan! Kenap anak saya harus menikahi wanita yang lahir dari seseorang yang kotor sepertimu? Saya benci melihatmu, saya sangat membenci Ibumu! Kenapa kamu tidak mati saja seperti Ibumu yang sialan itu? Ah, dasar." Marni menjerit meluapkan emosinya yang selama ini dia pendam ketika melihat Maria.

"Apa maksud ibu?" Walaupun kesakitan, Maria tetap memberanikan diri melihat wajah ibu mertuanya. "Apa ibu mengenal wanita yang melahirkan aku?" Maria melihat Marni dengan tatpan penuh harap.

"Untuk apa kamu mengetahui wanita yang melahirkanmu. Dia sudah mati." Marni melengos enggan melihat wajah Maria yang memelas. Sejujurnya, di lubuk hatinya yang paling dalam, Marni menyayangi Maria. Namun, kebencian akan pakta bahwa Maria adalah alasan dia menjalani kehidupan penuh kesedihan menutup pintu kasih sayang itu. Marni menyayangkan, kenapa dia baru tahu pakta itu setelah pernikahan anaknya dan maria sudah berjalan setengah tahun lamanya, dimana Marni sudah meyimpan sayang untuk sosok menantunya itu yang begitu perhatian dan sabar dalam mengurus dirinya.

"Ibu!" Maria memanggil lembut, bahkan kini dia sudah bersimpuh di bawah kaki Marni. "Tolong kasih tau aku." Maria menitikan air mata putus asanya. Begitu banyak pertanyaan yang bersarang di pikirannya. Siapa Ibunya, bagaimana wajahnya, kenapa tidak pernah menemuinya, apakah Ibunya menyayangi dirinya? Dan madih banyak lagi pertanyaan yang Maria sendiri tidak tau harus menyanyakannya pada siapa selain Marni.

Marni menyentak tangan Maria yang bertengger di atas tangannya. Dia mengusap kasar bekas sentuhan tangan Maria pada kulitnya seolah itu adalah hal yang menjijikan. "Berapa kalipun kamu memohon, bahkan sampai bersujud di kaki saya, saya tetap tidak akan memberitahumu secuil informasi apapun. Biar saja kamu mati penasaran. Saya gak peduli."

Maria menurunkan bahunya lemas. Dia tidak tau lagi harus memohon seperti apa agar ibu mertuanya itu mau membagi informasi tentang ibu kandungnya. Maria hanya bisa terisak lirih.

Marni yang melihat Maria tidak memohon-mohon lagi di kakikya memutar roda kursinya menjauhi Maria. Marni perlu menjernihkan akal dan hatinya dari segala keruwetan yang telah terjadi. Dia memang membenci Maria, sangat benci malah. Tapi, Marni juga susah mendeskripsikan hatinya yang kini merasakan perasaan ingin merengkuh punggung bergetar Maria yang rapuh. Marni benci dia bisa lemah, maka untuk mencegah hal itu agar tidak terjadi, Marni terus memupuk kebencian dalam hatinya dengan mengingat Mina, mantan sahabatnya sekaligus Ibu kandung Maria.

Sela yang mengintip di balik pintu sontak menyingkir terburu-buru untuk bersembunyi di balik tembok begitu melihat Marni memutar roda kursinya hendak keluar. Sela mendengar semua kejadian di dalam dari awal sampai akhir membuatnya tidak dapat menahan senyum lebar. Dia pastikan akan mengetahui tentang informasi mengenai Ibu kandung Maria yang selama ini dicarinya untuk membuat Maria mau  bersujud di kakinya. Yah, bukan hal mudah sih. Tapi dia bisa membujuk wanita tua itu agar mau buka suara dan membeberkan informasi itu sampai tuntas. Sela menyeringai licik.

Tunggu saja Maria! Akan aku pastikan kamu bersujud di kakiku dan menciumnya berkali-kali.

***

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Mawar Hitam Berdarah   Bab 46. Tamat

    Dua bulan kemudianGudy menggeliat merubah posisi tidurnya untuk mencari kenyaman, tapi saat satu tangannya meraba tempat di samping yang selalu menjadi kebiasaan Maria tidur ia tidak dapat menemukan istrinya itu. Gudy langsung membuka matanya, untuk memastikan. Benar saja, Maria tidak ia temukan di mana-mana."Sayang," Gudy memanggil serak.Tidak ada jawaban. Gydy turun dari ranjang, mencari keberadaan istri yang baru ia nikahi dua bulan lalu itu. Kini dirinya dan Maria sudah tinggal di rumah mereka, tidak lagi tinggal bersama orang tua Maria.Drama menjengkelkan dengannya Arkan tidak mau mengijinkan Maria untuk pindah membuat Gudy ingin menggigit habis sosok kakak iparnya itu. Pada akhirnya setelah sang nyonya besar Kinanti menjewer telinga Arkan, barulah ia dapat membawa Maria lepas dari sosok kakak yang selalu memonopoli istri tersayangnya itu.&

  • Mawar Hitam Berdarah   Bab 45. Pagi pertama

    Gudy terbelalak begitu bangun di pagi hari. Menengok kanan kirinya, ia tidak menemukan Maria ada di mana-mana. Apa yang terjadi? Apa semalam memang tidak terjadi apa-apa?Gudy menunduk melihat penampilannya sendiri, baju kemeja dan celana bahan yang kemarin ia pakai untuk resepsi pernikahan. Melihat sekeliling, kamarnya masih kamar pengantin.Kemarin Gudy dan Maria melaksanan akad nikah sekaligus resepsi di hotel, jadi saat ini Gudy seharusnya bersama Maria masih ada di hotel untuk malam pertama. 3 hari menginap Gudy rasa itu adalah waktu sebentar sebelum kemudian mereka memutuskan untuk tinggal di mana.Gudy membaringkan kembali tubuhnya, berguling memeluk guling di samping kirinya. Menguyel-nguyel untuk menyalurkan rasa gregetnya. Kenapa bisa semalam ia ketiduran?CklekSaat pintu kamar mandi terbuka, Maria

  • Mawar Hitam Berdarah   Bab 44. Sah

    "Bagaiamana saksi sah?"Seorang penghulu melirik beberapa saksi yang duduk di sisi dan belakang Gudy dengan pandangan penuh penilaian. Bibirnya menyunggingkan senyuman tipis menunggu para saksi mengucapkan kata yang akan merubah Gudy menjadi seorang suami bagi Maria."Sah," serempak para saksi mengucapkan 'sah' setelah saling pandang."Alhamdulillahirobiolalamain," Sang penghulu mengucap hamdalah sambil dilanjutkan dengan doa, begitu pula orang-orang yang hadir menjadi saksi pernikahan, mereka mengangkat tangan untuk ikut berdoa."Sekarang sang mempelai wanita bisa di bawa ke sini," sang penghulu menatap Bagus yang duduk di depan Gudy.Bagus mengangguk, melepaskan jabatan tangannya dengan Gudy. Ia harus menjemput putrinya yang sudah bersuami lagi. Betapa bahagianya ia sekarang karena akhirnya dapat menyaksika

  • Mawar Hitam Berdarah   Bab 43. Lamaran yang diterima

    Gudy mengambil air yang tersedia di depannya, menengguk untuk membasahi kerongkongannya yang mendadak kering. Ia melihat kanan kirinya, ada tiga pasang mata yang sedang mengawasinya. Ia menelan ludah, mencoba tersenyum di tengah kekalutan hatinya sendiri."Bagaimana kabar Nak Gudy sekarang?"Gudy mentap Kinanti dengan senyum tak terbaca. "Baik."Kinanti tersenyum, "sekarang Nak Gudy sudah mampir, apa..,""Ya Tante saya sudah siap mendengar jawaban dari lamaran pada Maria." Gudy berkata cepat dan hanya dalam satu tarikan napas. Ia sedikit mendongak dan itu hanya untuk mendapati semua orang menatapnya dengan wajah tercengang.Kinanti yang pertama menyadari kegugupan Gudy, ia tertawa renyah karena merasa terhibur dengan tingkah gugup Gudy. "Padahal Tante hanya mau mengajakmu makan loh.""Ma-makan?" Gu

  • Mawar Hitam Berdarah   Bab 42. Kegelisahan Gudy

    Gudy mengerjap, tidak menyangka dengan pertanyaan mendadak dari Kinanti. Kalau di tanya begitu, memang Gudy menunggu, tapi kalau jawaban dari Kinanti yang cepat malah hanya berupa penolakan, maaf saja Gudy masih waras untuk memilih nanti saja. "Kalau Tante mau menjawab iya, maka sekarang boleh banget, tapi kalau jawabannya tidak, mohon maaf Tante, nanti saja ya. Moga-moga kalau diundur, jawaban Tante jadi berubah." Gudy tersenyum manis. Senyum dengan tujuan menenangkan diri dari goncangan dahsyat keputusan sang calon ibu mertua. Kinanti tertawa renyah, merasa lucu dengan tingkah dan ucapan pemuda di depannya. "Apa benar begitu?" Gudy mengangguk semangat, "benar Tante." Buru-buru Gudy menambahkan di saat melihat Kinanti hendak membuka mulut. Terlalu parno, Gudy takut kata yang keluar dari mulut Kinanti adalah berupa penolakan. "Maaf sekali Tante karena tidak bisa berlama-lama lagi. Saya ada meeting di perusahaan." "Lagi pula siapa yang ingin kamu berla

  • Mawar Hitam Berdarah   Bab 41 Mengunjungi calon ibu mertua

    "Apa yang kamu katakan?" Bagus menatap tajam Arkan. Namun, Arkan sama sekali tidak terpengaruh dengan peringatan Bagus, dia kini menatap satu persatu orang-orang yang menatap serempak ke arahnya."Saya tidak mau adik saya menikah dengan dia kalau tidak menyiapkan pelangkah.""Pelangkah apa?" Maria bertanya heran. Kenapa kakaknya ini bertingkah aneh? Setaunya Arkan bukan orang yang suka meminta hal-hal seperti ini.Arkan melipat tangan di depan dada, senyum menyebalkan tersungging di wajah angkuhnya. Dia terkekeh jahat dalam hati. Kalau laki-laki ini ingin mengambil adik kesayangannya, maka dia juga bisa mengambil hal paling berharga milik Gudy."Kak?" Maria memanggil untuk menyadarkan Arkan dari khayalannya.Arkan menatap lembut Maria, kemudian menoleh ke arah Gudy dengan seringaian kurang ajar. "Saya ingin pelangkah berupa mini market milikmu. Entah kenapa, saya merasa ada ketertarikan dengan mini market itu, mungkin jodoh."Gudy berkedip.

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status