"Tio Henry!” pekik Felipe yang baru pulang sekolah.
'Hola, Bro!" sambut Henry sambil sedikit menunduk dan merentangkan kedua tangannya, bersiap menggendong Felipe yang sedang meleparkan dirinya padanya,“Tío Henry nginep lagi?” tanya Felipe, kedua tangan kecilnya melingkari leher Henry.“umm, tergantung. Apa kamu mau Tío tidur di kamarmu atau tidak,” jawab Henry sambil mencubit gemas hidung Felipe.“Aku tanya Mamá dulu, karena aku sudah besar jadi aku harus tidur sendiri.”“Claro, kamu memang harus menghormati Mamámu. Ok, kabari tío kalau Mamámu memberikan lampu hijau untuk kita.”“Henry!" sapa William yang sedang melangkah pelan ke arahnya.“Your Grace,” balas Henry.“Sudah bertemu dengan Belle?”“Oh, sudah. Kalau anda mengizinkan, saya mau mengajak Belle keluar malam ini,” izin Henry dengan ragu-ragu.Karena William yang baru saja menemukan kembali keluarganya itu terlihat sangat protektif pada mereka, terutama pada Belle dan juga Felipe.“Berdua saja?” tanya sang Duke.“Ya, Your Grace. Tapi kalau anda menginginkan seseorang untuk menemani kami, saya tidak akan keberatan."“Kamu adalah tunangan Belle sejak cucu saya itu lahir, yang berarti juga suami Belle. Pergilah kalian berdua saja, kalian membutuhkan itu untuk saling mengenal lagi. Sudah lama juga Belle tidak keluar kamar, tolong jaga dan hibur dia.”Henry yang awalnya menolak saat sang Duke mengungkit masalah pertunangannya dengan cucunya itu, kini menerima pertunangan itu dengan senang hati, malah cenderung tidak sabar menuju ke tahap pernikahan.Yaa, dulu ia menolak karena tidak tahu kalau pewaris Duke of Deshire yang hilang itu adalah wanita yang ia cintai, Belinda. Dan setelah mengetahuinya, ia sangat berterima kasih pada leluhur yang telah menjodohkan mereka itu.“Baik, Your Grace. Saya akan menjaga Belle dengan nyawa saya sendiri.”“Aku boleh ikut?” tanya Felipe.“No, Bro! Tugasmu di rumah saja, belajar. Saat liburan nanti Tïo janji akan mengajakmu ke taman bermain, bagaimana?”“Aku sudah besar, aku tidak mau ke taman bermain lagi.”“Lalu kamu mau kita pergi ke mana?” tanya Henry, seulas senyum tersungging di bibirnya.Felipe nampak memikirkan tempat yang mau ia tuju, sebelum akhirnya menjawab,“Entahlah, nanti aku pikirkan lagi.”William terkekeh pelan mendengar jawaban cicitnya itu, anak yang satu bulan lagi berusia enam tahun itu selalu merasa kalau ia bukan lagi anak kecil, tapi pria dewasa.“Felipe, kamu ganti baju dulu ya, GG mau bicara dengan Tïomu.”Anak itu mengangguk cepat, sebelum bergerak turun dari gendongan Henry dan lari menghampiri Cecil yang telah menunggunya sejak tadi.“Kita bicara di ruang kerja saya!" seru William sebelum jalan mendahului Henry.“Duduklah, kamu mau minum apa?” tanya sang Duke setelah mereka sampai di ruangan kerjanya.“Karena saya akan mengendarai mobil sendiri, jadi saya tidak minum, Your Grace.”“Bagus! Tetap jaga keselamatanmu terutama saat sedang membawa cucu saya. Begini, jika nanti Belle bertanya tentang penyebab kecelakaannya, jangan memberitahunya dulu penyebab yang sebenarnya. Saya tidak mau cucu saya kembali dpresi lagi.”“Saya pun tidak ingin melihat Belle tersiksa lagi, Your Grace.”William mendesah pelan sambil bersandar pada sofanya, kedua tangannya saling mengait di atas perutnya yang sedikit buncit itu,“Dari apa yang saya dengar tentang perlakuan buruk Rino pada Belle selama cucu saya itu menjadi tawanannya, saya sangat memahami kenapa pria itu bisa menghilang dari memori Belle. Karena Belle tidak hanya tersiksa secara fisik tapi juga psikisnya!"“Belum lagi Rino memperlakukannya seolah-olah cucu saya itu seorang jalang! Mungkin itulah cara Belle untuk mengobati dirinya sendiri dengan menghilangkan bagian yang sangat menyakitkan untuknya.”“Saya tidak dapat berkomentar banyak tentang masa lalu Belle, Your Grace. Dan saya pun tidak akan pernah mengungkitnya lagi baik di depan Belle maupun di depan Felipe. Saya sangat menyayangi keduanya dan tidak ingin membuat trauma keduanya kembali lagi," tekad Henry.“Ya, sebaiknya memang begitu. Itu makanya saya menegaskan pada siapapun untuk tidak pernah memberitahu Belle mengenai kecelakaannya.”“Tapi, bagaimana kalau suatu saat nanti ingatan Belle tentang Rino kembali lagi?" tanya Henry.“Semoga saja saat itu terjadi kamu telah menikahi Belle. Jangan tunda lagi pernikahannya, segera tentukan tanggalnya secepatnya sebelum ingatan Belle kembali.”Memang untuk saat ini belum ada tanda-tanda Belle ingat pada Victorino, tapi tidak ada salahnya berjaga-jaga dari sesuatu yang tidak ingin Henry alami lagi. Ia pernah kehilangan Belinda, dan tidak ingin kehilangan wanita itu lagi.“Baiklah, saya akan mendiskusikannya dengan keluarga saya. Berapa mahar yang anda minta untuk Belle, Your Grace?”“Saya tidak meminta apapun darimu, Henry. Cukup jaga dan bahagiakan cucu saya hingga saat ingatan buruknya kembali lagi, kebahagiaan yang telah kamu berikan lah yang akan lebih membekas di hatinya. Dan Belle tidak akan merasakan kesedihan itu lagi.”“Saya akan membahagiakan Belle, Your Grace. Saya akan selalu menempatkan kebahagiaannya di atas kebahagiaan saya. Anda bisa pegang janji saya ini.” tegas Henry tanpa ragu lagi.“Seandainya saja saya tidak berhutang budi pada Rino karena telah menemukan Ralf dan keluarganya, serta membalas semua kejahatan Lorenzo pada keluarga saya, mungkin saat ini saya telah mengirim Rino ke neraka. Saya membiarkannya hidup hanya karena hutang budi itu dan juga karena dia yang sialnya adalah ayah biologis Felipe.”“Jika nanti saya berhasil menikahi Belle, saya tidak akan pernah memutus pertalian darah antara Rino dan Felipe. Bagaimanapun juga darah lebih kental dari air. Saat ini Felipe memang sedang benci pada Rino, tapi dengan berjalannya waktu saya yakin rasa benci itu pasti akan segera memudar.”William berdecak kagum pada kebaikan hati Henry, ia menatap penuh tunangan cucunya itu,“Saya sangat bersyukur Foxmoor telah berhasil mendidikmu dengan sangat baik. Kamu tetap menerima pertunangan ini meski kamu tahu kalau Belle telah memiliki seorang anak dari pria lain. Kamu benar-benar seorang gentleman, Henry," pujinya.“Saya tahu saat itu Belle sangat terdesak pada kebutuhannya, Your Grace. Belle telah berburu dengan waktu untuk menyelamatkan Mamánya yang pada akhirnya membawanya ke jalan buntu dengan menjual dirinya pada Victorino. Belum lagi hutang-hutang palsu yang Lorenzo buat untuk menjerat Belle. Ya, saya tidak akan pernah menghakimi masa lalunya itu.”Tak terasa air mata mengalir keluar dari mata tua William. Hatinya membuncah dengan kebahagiaan mendapati pria yang telah dijodohkan dengan cucunya sejak kecil itu memiliki hati yang lapang. Jika itu orang lain, mungkin saja mereka akan memeras William karena skandal keluarganya itu. Bagaimana tidak menjadi skandal jika seorang cucu Duke of Deshire menjual dirinya hanya demi uang.Orang lain tidak akan mau mengerti jika uang itu untuk biaya pengobatan mamá Juana. Yang mereka tahu hanyalah perbuatan keji cucunya yang telah menjebak seorang pria hanya demi uang. Apalagi pria itu seorang Don yang memiliki posisi kuat di negaranya.“Terima kasih untuk kebaikan hatimu, Henry," ucapnya dengan suara parau.“Saya yang seharusnya berterimakasih pada anda, Your Grace. Karena anda telah mempercayakan cucu anda yang berharga itu pada saya."Belinda terlihat sangat cantik saat dengan anggun menuruni satu persatu anak tangga untuk menghampiri Henry yang telah menunggunya di bawah.Henry bahkan menahan napasnya saat senyum manis Belinda terarah padanya, sudah lama ia tidak melihat senyum menawan wanita itu lagi, senyum yang tanpa beban seperti yang ia lihat saat di Spanyol.Gaun warna hitam dengan model sederhana tidak dapat menutupi betapa indahnya lekuk tubuhBelinda. Gitar Spanyol, itulah kata yang tepat untuk menggambarkan lekuk tubuh wanita itu.“Aku sudah siap,” ucap Belinda sesaat setelah wanita itu berdiri tepat di depan Henry yang masih terpukau pada kecantikannya itu,“Ah ya, Kita jalan sekarang,” balas Henry sambil mengulurkan tangannya untuk rangkul Belinda.“Kami pergi dulu, má!” seru Belinda pada mamá Juana yang menuntunnya saat turun tangga tadi.“Ya, hati-hati. Henry, tolong jangan ngebut-ngebut bawa mobilnya,” pinta mamá Juana.Henry mengangguk pelan, lalu mengedarkan matanya ke segala arah sebelum bertanya,
Di sebuah Apartement mewah yang berada di pusat kota Madrid, Don Victorino menatap landscape kota besar itu sambil duduk santai di balkon kamarnya dengan sebuah cerutu yang terselip di jemari tangannya. Meski terlihat santai, pikirannya sangatlah kacau. Tidak bisa satu detik pun ia tidak memikirkan Belinda dan juga putra mereka, Felipe. Ia Amat merindukan keduanya. Seandainya waktu dapat diputar kembali, Victorino tidak akan menyiaka-nyiakan kesempatan yang telah diberikan tuhan padanya, saat pada akhirnya ia bertemu dengan putranya dan juga Belinda. Ia akan langsung melamar wanita itu dan memberikan keluarga yang utuh untuk Felipe. Mungkin saja saat ini mereka tengah becanda dan tertawa riang di salah satu ruangan di Palazzonya, atau di Apartement ini, di manapun istri dan putranya itu ingin tinggal. Tapi dendam telah membutakan mata dan hatinya. Dendam yang pada akhirnya tidak hanya membuat Belinda melupakannya, tapi juga Felipe yang bisa dipastikan sangat membencinya. Victorino
“Itulah yang Belle akui pada Lilian di hari pertama mereka bertemu dan berbincang lama di ruang kuning. Dan astaga, kenapa kamu menghancurkan Palazzo itu, Rino?” “Fokuslah pada masalah Belle, Vic. Jangan merembet ke yang lain!” sungut Victorino. Ia telah tidak Sabar ingin mengetahui kelanjutan ceritanya. “Lo siento, (Maafkan aku,) Ok, kita kembali ke Belle. Jadi Belle menceritakan semuanya pada Lilian saat mereka di ruang kuning itu. Awalnya Belle berencana untuk menggagalkan rencana Hose itu. Tapi … “ “Tapi kenapa dia tetap melanjutkannya?” tanya Victorino dengan tidak sabar. “Bisakah tidak menginterupsiku sampai aku selesai menceritakan semuanya? Atau aku akan menghentikannya sampai di sini.” “Aku bisa mati penasaran! Lanjutkan, aku tidak akan memotong pembicaraanmu lagi!” seru Victorino sambil merubah posisi duduknya agar lebih nyaman lagi, dan Victor pun kembali melanjutkan, “Tapi setelah mengetahui kalau pria yang akan mereka jebak itu adalah kamu dan terlebih lagi Hose akan
“Aku mengingatnya!” seru Belinda dengan kedua mata yang membola dan tubuhnya yang sedikit gemetar. ‘Apa ingatannya telah kembali?’ tanya Henry dalam hati sambil menepikan mobilnya. Suaranya terdengar ragu-ragu saat bertanya, “Apa tepatnya yang kamu ingat?” Belinda menatap lurus ke arah depannya, seolah ia tengah melihat langsung kejadian itu, “Aku … Kenapa aku dan Felipe keluar dari Mansionmu dengan mengendap-endap? Dan … Kenapa aku membawa putraku ke tempat yang berbahaya seperti itu? Bissa saja yang jatuh terguling saat itu adalah Felipe alih-alih aku,” jawabnya sebelum menatap penuh Henry, “Di mana kamu saat itu? Kenapa aku seolah-olah sedang berusaha melarikan diri darimu? Aku ingat betul salah satu penjagamu mengejar kami sampai akhirnya aku dan Felipe berhasil naik taksi.” Henry bingung harus menjawab apa, tidak mungkin ia mengatakan kebenarannya kalau alih-alih melarikan diri darinya, Belinda sedang melarikan diri dari Victorino yang telah menculiknya. Saat itu mereka berm
“Mamá … “ panggil Belinda dengan suara serak saat ia melihat mamá Juana yang tengah tertidur di sisinya, yang langsung terbangun saat mendengar suara putrinya itu. “Ya, Sayang?” “Jam berapa ini, Má?” Mamá Juana melirik jam di meja nakas, “Jam sepuluh malam, Sayang.” “Kenapa aku di sini? Bukankah tadi aku dan Henry sedang … “ Belinda terdiam. Sepertinya ia mulai ingat pada alasan kenapa ia berada di kamarnya lagi. “Apa Henry marah?” tanyanya. “Tidak, Mi Hija. Lord Henry tidak marah. Kenapa kamu bertanya seperti itu?” Belinda mengangkat bahunya, “Aku tidak tahu.” “Belle, Mamá selalu ada untukmu. Kalau ada sesuatu yang mengganjal, tanyakan saja pada Mamá.” Belinda terlihat ragu-ragu saat akan mengatakan atau bertanya sesuatu. Dan mamá Juana dengan senyum lembut namun mampu menguatkannya itu kembali menepuk punggung tangannya, “Kalau kamu tidak mau cerita juga tidak apa-apa. Jangan paksakan dirimu untuk mengatakan yang tidak ingin kamu katakan.” Dan saat itulah akhirnya Beli
“Kalian tidak bisa tidur?" tanya William saat mendapati Belinda dan mamá Juana yang sedang makan di dapur, di tengah malam buta. “Anda juga belum tidur, Your Grace?” mamá Juana balik nanya. Bukan hal yang mengherankan melihat sikap tak bersahabat mamá Juana pada ayah mertuanya itu. Sejak hari di mana William membawa mereka di bawa ke London, ke Mansion mewahnya ini mamá Juana telah menujukkan ketidaksukaannya. Untuk alasan apa? Belinda pun tidak mengetahuinya. “Saya memang biasa terjaga setiap tengah malam seperti ini. Saya selalu mencari udara di halaman belakang. Dan apa yang sedang kalian makan itu?” “Patatas bravas," jawab Belinda. Ia menggeser cemilan khas Madrid berupa kentang goreng yang dipotong menjadi potongan tidak beraturan dengan saus patatas bravas berbahan dasar saus tomat, cuka dan cabai, seperti cabai rawit yang dituangkan di atas kentang gorengnya itu ke arah William, “GG mau mencobanya?” tanyanya. “Tidak, terima kasih. Perut tua saya sudah tidak bisa menerima
Dengan dibantu Henry, Belinda melepas manset panjangnya untuk ia serahkan pada salah satu pelayan rumah keluarga Nelson sebelum memasuki rumah besar itu. Henry memberikan lengannya untuk Belinda rangkul dan Belindapun tanpa ragu lagi mengapit lengan Henry itu dengan lengannya, lagipula itu bagus mengingat kondisi kesehatannya yang belum sepenuhnya pulih. Mereka mengikuti langkah pelayan lainnya yang mengarahkan mereka ke ruangan tempat pesta berlangsung, yang ternyata pestanya berlangsung di sebuah aula besar dengan banyaknya tamu undangan yang telah hadir di sana. Terlihat beberapa pasangan yang sedang berdansa di tengahnya. Dengan sesekali sang pria memutar wanitanya, membuat gaun mereka yang sangat cantik dengan bermacam warna itu mengembang indah menyapu kaki pasangan mereka. Deja Vu … Belinda seperti pernah mendatangi pesta seperti ini, tapi di mana? Ia menekan keningnya yang secara tiba-tiba merasa nyeri. Langkahnya yang seketika itu terhenti membuat perhatian Henry tertuju
Ini adalah hari pertama Victorino berada di London, di sebuah Mansion mewah yang berada tidak jauh dari Mansion Duke of Deshire tempat Belinda dan juga putranya berada. Pemilik Mansion itu merupakan sahabat baiknya saat di perguruan tinggi dulu, yang dengan senang hati meminjamkan Mansionnya untuk Victorino, tapi alih-alih meminjamnya, Victorino justru membeli Mansion itu dengan harga dua kali lipat dari harga pasaran. Tentu saja sang pemilik Mansion tidak dapat menolak tawaran menggiurkan itu, lagipula biaya perawatan Mansion itu pun kian tahun kian bertambah, sementara pemasukannya sedikit berkurang. Dengan tempat tinggalnya yang berada tidak jauh dari Mansion Belinda, Victorino dapat terus mengawasi wanita itu, juga putra mereka, Felipe. Sambil mencari waktu yang tepat untuk mendekati mereka. Dan terutama Felipe, ia sama sekali belum tahu apa yang harus ia lakukan untuk mengambil hati putranya itu. Karena sejak pertama mereka bertemu, putranya itu telah sangat membencinya dan me