9 tahun yang lalu...
Pram berdecak kesal mengutuk kemacetan panjang yang sudah sekitar satu jam melanda. Ia melirik arlojinya. Seharusnya dia sudah tiba di tempat pertemuan setengah jam yang lalu. Namun kemacetan yang tak terduga ini justru membuatnya akan terlambat!
Klien yang akan ditemuinya sangat penting, dan bagaimana bisa Pram memberikan kesan buruk dengan datang terlambat pada pertemuan pertama mereka?!
Sekretaris Pram, Ammar, Wiguna, menelepon klien tersebut dan memberitahu mengenai perihal keterlambatan mereka. Dan beruntungnya, ternyata sang klien juga sedang terjebak kemacetan panjang di ruas jalan yang berbeda. Keduanya pun memutuskan untuk mengundur waktu pertemuan mereka.
Pram menarik napas lega. Ia meminta dokumen yang akan mereka bahas nantinya pada Ammar. Ia ingin mempelajarinya sekali lagi sebelum bertemu dengan sang klien.
Tiba-tib
Dua bulan sudah berlalu sejak acara peresmian itu. Dan sudah dua bulan ini pula sesuatu telah berubah dari Pram. Ia selalu tampak kurang bersemangat. Memang ia tetap mengerjakan segalanya dengan baik, namun setelah itu ia lebih sering menyendiri dan terlihat merenung menikmati kesendiriannya.Ammar menjadi khawatir melihat keadaan tuannya. Tentu ia tahu apa penyebabnya.Gadis itu. Anara Aryasena...Perusahaan Sanjaya memang masih mengikutsertakan organisasi Himpunan Pemuda Peduli Negeri dalam setiap kegiatan bakti sosial mereka. Hanya saja Pram-lah yang tidak lagi langsung berpartisipasi. Dia hanya menyerahkan segala urusan pada staffnya saja.Ammar tahu pasti. Pram pasti berat hati untuk bertemu Anara lagi...Ammar tersenyum. Tuannya ini benar-benar sosok yang baik hati. Meskipun cakap dalam berbisnis, namun kalau urusan hati, tuannya ini polos sekali.Anara masih muda. Dan hubungannya dengan pemuda itu m
Pram menyambut kaku uluran tangan dari seorang wanita cantik yang sedang tersenyum di hadapannya. Tangan yang lembut dari seorang wanita berparas jelita dengan rambut panjang bergelombangnya yang dibiarkan tergerai indah. Gaun panjang putih gading bertabur kristal Swarovski dan berpotongan sabrina di atasnya semakin menambah keeleganan wanita ini.Namun sayangnya, tak satupun dari semua keindahan ini mampu membuat Pram berdebar-debar. Sederhana saja, karena wanita di hadapannya bukanlah Anara Aryasena. Melainkan sosok lain bernama Amira Aryasena."Amira ini baru saja pulang dari Korea Selatan. Dia diundang secara khusus oleh Seona Kim untuk berkolaborasi dengannya di acara resital piano miliknya di sana. Ini sungguh suatu kehormatan untuk puteri kami," Ujar Jeanita memperkenalkan puterinya dengan penuh kebanggaan. Amira tersenyum malu sambil curi-curi pandang ke arah Pram di depannya meskipun saat ini raut wajah pria itu justru berubah datar."
"APA?? MENOLAK AMIRA??!"Suara Sinta terdengar menggelegar ke seluruh ruangan tepat setelah Pram mengatakan maksudnya untuk membatalkan perjodohannya dengan Amira Aryasena. Pengakuannya membuat Sinta berang."Tenanglah sayang," Suaminya, Bakrie Sanjaya berusaha menenangkannya. Ia melirik ke arah puteranya memberi kode agar berhenti membuat ibunya semakin marah."Ibu, bukan Amira yang kucintai. Aku tidak ingin menikah dengannya!" Tegas Pram, mengabaikan kode keras dari ayahnya. Sinta kembali duduk dengan lemas sambil memijit pelipisnya."Tapi Pram, ini semua akan sulit. Perjodohanmu sudah kami atur dan sudah banyak kolega kita yang mengetahuinya," Ujar Bakrie turut membujuk puteranya."Ini masih belum terlambat, Ayah. Kita hanya perlu mengonfirmasi bahwa Ibu telah menjodohkanku dengan gadis yang salah. Ini semua hanya salah paham.""Gad
"Pak Direktur...?"Suara yang lamat-lamat terdengar masuk ke telinga Pram membuatnya perlahan-lahan membuka matanya. Namun pandangannya masih mengabur dan kepalanya sedikit pusing.Ia perlahan bangkit dan tersadar bahwa kini ua sedang berada di atas ranjang, namun ini bukan ranjangnya. Masih dengan mata yang mengabur, ia mengitari pandangannya ke sekeliling ruangan. Ya, ruangan ini asing baginya...Sebenarnya ada di mana dia sekarang...?"Pak Direktur... Sudah sadar?"Sebutan yang sangat familiar bagi Pram namun entah kenapa tidak dengan suaranya. Entahlah apakah ini efek dari kepalanya yang masih pusing.Pram menatap ke sumber suara. Bayangan seorang wanita bergaun midi coklat keemasan dan rambut dikuncir satu ke belakang akhirnya membuatnya familiar."Anara??"Sosok itu semakin mendekat. Pram mengerjapkan matanya berkali-kali untuk mencoba melihat lebih jelas namun gagal."Kelihatannya Pak
Dan pada akhirnya Pram memang harus menikahi Amira!"Nak, percayalah pada Ibu. Meskipun pernikahan ini diawali dengan kurang baik, tapi pasti pernikahan ini adalah yang tepat untukmu. Amira adalah jodohmu. Jadi Ibu mohon lupakanlah perasaanmu untuknya adiknya itu, dan mulailah hidup berbahagia bersama Amira dan calon anak kalian yang sedang dikandungnya."Sinta memeluk puteranya sambil menangis. Meskipun ia tahu Pram tidak bahagia atas pernikahan ini, tapi sebagai seorang ibu dia tetap berusaha untuk membesarkan hati puteranya.Pram membalas pelukan ibunya dengan erat. "Tenanglah, Bu. Aku akan tetap menjalani pernikahan ini dengan baik."Ya, Pram sudah bertekad untuk bertanggung jawab atas segalanya. Dan ia akan melupakan cintanya pada Anara.Pernikahannya dan Amira dilangsungkan dengan begitu meriah. Amira sendiri tampil sangat cantik dengan gaun pernikah
Pram menatap kaku mobil yang sudah hancur di hadapannya. Sejak mendapat telepon dari pihak kepolisian yang mengatakan bahwa istrinya tewas dalam sebuah kecelakaan lalu lintas, jiwanya serasa mati. Bahkan hingga kini.Pram menatap darah yang tercecer di sekitar mobil yang hancur dengan pilu.Darah Amira.Pram memejamkan matanya sambil menggigit bibirnya pilu. Dan hatinya menjadi luar biasa sakit. Ia memang tidak menyukai Amira, namun bukan berarti ia menginginkan kematiannya.Untuk pertama kalinya, air mata Pram tumpah karena Amira.Di rumah sakit, sembari menunggu kedatangan para keluarga, Pran merenung sambil menenangkan Lila yang sedang menangis di sampingnya.Amira tidak tewas sendirian dalam kecelakaan itu. Melainkan bersama mahasiswa selingkuhannya. Pram secara khusus meminta Ammar menyelidiki segalanya lebih cepat mengenai
"Pak Direktur... "Sapaan lembut Anara membuat Pram terjaga. Ia menengadah. Anara tersenyum samar padanya. Matanya masih sembab karena sudah terlalu banyak menangis.Pram hanya membalasnya dengan tersenyum samar juga. Ia pun masih sama berdukanya. Pemakaman Amira baru saja selesai dan kini mereka semua sedang berkumpul di rumah Pram. Di ruang tengah, orang tua Pram sibuk menghibur besan mereka. Sementara Pram memilih menyendiri di taman samping rumahnya."Boleh saya duduk disini?" Tanya Anara sopan. Pram mengangguk. Anara pun duduk di sampingnya."Saya tahu pasti berat bagi Pak Direktur karena kehilangan Kak Mira. Kalian berdua saling mencintai. Keluarga kecil kalian sangat bahagia." Ucap Anara lembut. Sementara Pram hanya tersenyum samar sambil merasa perih di dalam hatinya karena apa yang dikatakan Anara samasekali tidak benar."Pak Direktur akan butuh w
"Tidak!!" Tolak Pram tegas. Masih kurang dari sebulan sejak kematian Amira, bagaimana bisa kini keluarganya memintanya menikahi Anara??Pram tidak bereaksi apapun saat ibunya mengatakan rencana itu di bandara. Meskipun kemarahan langsung membara dalam hatinya, namun ia tidak mau membuat keributan di sana. Jadi ia membawa ibunya ke restoran terdekat untuk membicarakannya."Apa maksudmu, Pram? Bukankah seharusnya kau bahagia dengan rencana ini?""Ibu, makam Amira bahkan masih basah. Bagaimana mungkin aku langsung terpikir untuk mencari penggantinya?""Tapi, Nak. Bukankah kau tidak mencintai Amira?"Pram terdiam. Ia menarik napas sebelum kembali menjawab, "Memang aku tidak mencintainya, Ibu. Tapi aku masih menghormatinya sebagai ibu dari puteriku."Tiba-tiba Sinta langsung bersemangat. "Karena itulah kami ingin menikahkanmu lagi, Pram!"