Home / Romansa / Membakar Dunia Untukmu / [ 3 ]-luka yang tak pernah sembuh

Share

[ 3 ]-luka yang tak pernah sembuh

Author: Lunaraelle
last update Last Updated: 2025-04-25 20:23:55

Reihan duduk lebih lama dari biasanya di kafe itu, pandangannya tertancap ke arah Ryan yang tadi berbincang santai dengan Alea. Ia tidak menyukai cara pria itu berbicara terlalu akrab, terlalu nyaman, seolah mereka sudah saling kenal lama. Terlebih, Reihan bisa membaca bahasa tubuh Alea. Meski gadis itu tampak tenang, ada kegelisahan samar di matanya reaksi instingtif terhadap sesuatu yang tak ia pahami sepenuhnya.

Dan Reihan mempercayai insting Alea, bahkan lebih dari dirinya sendiri.

Setelah Ryan pergi, Reihan mendekat ke meja bar.

“Alea, tadi cowok itu siapa?” tanyanya pelan, tapi tatapannya tajam.

Alea sedikit terkejut. “Gak tahu juga. Kayaknya pelanggan baru. Tapi dia bawa buku-buku aneh, gambar-gambar zaman dulu gitu…”

Reihan menyipitkan mata. “Dia pernah datang ke sini sebelumnya?”

Alea menggeleng. “Baru belakangan ini sering nongkrong. Tapi gak ganggu kok, paling cuma ngobrol bentar.”

Reihan mengangguk perlahan, tapi pikirannya berputar cepat. Ia bukan hanya sekadar peduli karena menyukai Alea ada sesuatu dalam firasatnya yang tidak bisa ia abaikan. Dan pengalaman hidupnya mengajarinya untuk tidak menyepelekan firasat.

Setelah keluar dari kafe, Reihan berdiri di sisi jalan, menyandarkan tubuhnya ke tiang lampu. Ia mengeluarkan ponsel, membuka aplikasi kamera, dan memperbesar salah satu foto Alea yang sempat ia ambil beberapa hari lalu secara diam-diam.

Foto itu tampak biasa saja Alea sedang tertawa ringan sambil membawa nampan. Namun, ada satu hal yang baru ia sadari bayangan di belakang Alea tidak sinkron dengan arah cahaya.

Bayangan itu terlalu gelap. Terlalu... padat.

Wajah Reihan menegang. Ia memperbesar gambar itu lagi dan lagi, lalu menyimpannya ke dalam folder khusus. Ia tak tahu apa yang terjadi, tapi sesuatu yang besar sedang bergerak perlahan di sekitar Alea.

Dan ia tak akan diam saja melihatnya.

Malam itu, Reihan membuka kembali catatan pribadinya di laptop. Di dalamnya, sudah tertulis nama-nama yang ia telusuri termasuk Alea, Zio, dan pria-pria misterius yang pernah ia temui di sekitar kafe.

Namun, ada satu nama yang belum bisa ia pastikan kebenarannya. Nama yang hanya muncul di satu artikel sejarah lokal yang telah dihapus dari situs aslinya.

Selthara.

Dikenal sebagai wanita bangsawan terakhir dari tanah yang hilang, dan dipercaya menghilang setelah perang besar beberapa abad lalu. Disebut-sebut memiliki kemampuan merasuk mimpi dan mengikat jiwa dalam perjanjian kuno.

Reihan mengusap wajahnya. Apa mungkin ada hubungan nya dengan Alea?”

Tak jauh dari tempatnya duduk, lampu jalan kembali berkedip.

Dan bayangan itu muncul lagi. samar di jendela luar kafe yang kini kosong.

---

Hari-hari berikutnya, Reihan makin sering muncul di kafe. Tak lagi beralasan untuk kuliah atau sekadar ngopi. Ia benar-benar mulai menikmati kehadiran Alea senyumnya yang sederhana, sikapnya yang cuek tapi tulus, bahkan caranya menghela napas saat lelah. Perasaan itu tumbuh perlahan nyaris tanpa ia sadari.

Tapi bersamaan dengan itu, kecurigaannya terhadap pria bernama Ryan makin besar. Ia mulai menguntit pria itu dari kejauhan, mengikuti hingga ke gang-gang sepi dan pasar loak tempat Ryan sering berkunjung. Suatu malam, Reihan melihat Ryan berbicara sendiri di dalam hutan kota, memegang ponsel tua aneh berbingkai perak. Tak ada sinyal di sana, tapi Ryan terus berbicara dengan nada sopan, seolah sedang bicara pada seseorang yang sangat dihormatinya.

Reihan memotret diam-diam, merekam suara samar dari kejauhan.

“...dia semakin menunjukkan tanda-tanda, Nyonya. Tapi kakaknya, aku belum menemukan nya”

Nyonya? Siapa yang dia maksud?

Malam itu, Reihan kembali ke apartemennya dengan kepala penuh tanya. Ia mencetak semua gambar yang ia kumpulkan, termasuk satu lukisan tua yang pernah Ryan tunjukkan ke Alea. Dengan bantuan kenalannya yang ahli sejarah, Reihan berhasil mendapatkan informasi lebih jauh tentang wanita dalam lukisan gaun merah, gubuk tua, dan dua anak yang digambarkan sebagai titisan dari kekuatan yang hilang.

Nama itu muncul lagi:

Selthara.

Dan Reihan semakin yakin ini bukan kebetulan.

---

Di kafe, Alea mulai merasa lebih nyaman dengan Reihan. Meski awalnya ia anggap hanya pelanggan cerewet, sikap Reihan yang perhatian dan tidak pernah memaksa membuat Alea membuka sedikit demi sedikit lapisan dirinya. Ia mulai bercerita tentang ibunya yang kata nya sudah meninggal sejak melahirkannya, tentang Zio yang sakit tapi tetap memaksa bekerja, tentang rasa tidak aman yang akhir-akhir ini kian menjadi.

Reihan mendengarkan semua itu tanpa menyela. Matanya tak pernah meninggalkan wajah Alea. Bukan hanya karena ia mulai jatuh hati, tapi juga karena ia tahu gadis ini memikul sesuatu yang jauh lebih berat dari yang ia ceritakan.

“Alea,” ucap Reihan suatu sore, “kalau suatu hari kamu ngerasa butuh bantuan, bahkan buat hal-hal aneh yang susah dijelaskan... aku ada, ya.”

Alea terdiam. Lama.

Matanya menatap Reihan seolah ingin berkata banyak, tapi yang keluar hanya satu kata, pelan.

“Kenapa?”

Reihan menunduk sejenak, lalu menatapnya langsung.

“Karena kamu bukan orang biasa. Dan aku rasa kamu belum tahu itu sepenuhnya.”

Alea mengernyit bingung.

---

“Aku rasa ada yang mendengarkan pembicaraan kita tadi malam.”

“Siapa? Tak ada seorang pun tadi malam,” ucap Ryan bingung.

“Kamu tak menyadari itu.”

“Kau harus lebih berhati-hati lagi,” sambungnya.

Ryan mengangguk paham dan mulai duduk untuk menceritakan yang terjadi hari ini.

“Aku tadi ke kafe tempat Alea bekerja. Aku memperlihatkan gambar kuno tentang dirimu dan masa lalunya, dan dia bereaksi seperti mengingat sesuatu,” jelas Ryan.

Selthara mulai tertarik dengan apa yang diucapkan Ryan.

“Lanjutkan, seolah-olah kamu sedang memperlihatkan barang-barang antikmu yang kau beli. Dia tidak akan menolak untuk melihat.”

“Ya, benar. Lagian dia seorang pelayan kafe, dan dia harus melayani pelanggan tanpa harus menolak,” balas Ryan.

“Bagus,” Selthara berbisik, senyumnya menyayat. “Alea sedang mulai mengingat. Jika Alea sudah mengingat, tinggal Lucanir yang harus kau cari dan buat ingatannya kembali.”

“Lucanir? Siapa dia?”

“Anak yang pertama. Aku tak tahu apakah dia terlahir bersama dengan Alea atau tidak. Yang jelas, mereka berbeda ibu,” jelas Selthara.

---

Reihan merebahkan dirinya sambil memikirkan Alea dan hubungannya dengan wanita bangsawan terakhir yang bernama Selthara.

“Siapa sebenarnya Alea? Dan Selthara?”

“Alea punya ciri fisik berbeda dari gadis lokal lainnya. Rambut hitam ikal dan kulit putih itu bisa dari mana saja.”

“Dan bola mata keabuan? Dari mana dia berasal? Sedangkan Zio tidak mirip dengan Alea sedikit pun,” pikir Reihan, pusing.

Di sisi lain, Reihan senang karena dengan cara ini, ia bisa membuat Alea penasaran dan bisa lebih dekat dengannya.

Reihan membuka ponselnya dan berhasil mentautkan lokasi Alea lewat nomor telepon yang ia minta.

“Ini baru lokasi, belum semuanya. Siapa pun Alea, aku tidak peduli,” ucapnya dengan senyuman sulit diartikan.

---

Sementara itu, Alea yang duduk sambil menunggu Zio dan ayahnya pulang mulai bosan.

Hanya ponsel retak yang menemaninya di kala ia kesepian.

“Kapan ayah dan Kak Zio pulang? Semakin lama, rumah ini agak sedikit menyeramkan,” gumam Alea pelan.

Dan benar saja, bayangan hitam menembus ke arah cermin di dinding ruang tamu, membuat Alea terkejut sekaligus takut.

Alea memberanikan diri mendekat ke cermin untuk melihat.

“Syukur deh gak ada apa-apa.”

Tak lama, bayangan itu keluar dan menampilkan Alea dengan gaun perang serta luka mengerikan di sekujur tubuhnya. Spontan Alea berteriak.

Bayangan itu menatap balik ke arah Alea—bukan hanya menatap, tapi seolah… mengenalnya. Seolah dia sedang melihat dirinya sendiri, tapi dari masa yang asing dan penuh darah.

“Apa… itu aku?” bisik Alea, tubuhnya gemetar. Napasnya memburu, matanya tak berkedip menatap sosok dalam cermin yang kini mulai memudar, seperti kabut yang tertiup angin.

Gaun perang itu sobek di beberapa bagian, tubuh bayangan itu berlumuran darah kering, dan mata keabuannya bersinar tajam. Di tangannya tergenggam sebilah pedang tua yang berdenyut seperti hidup. Tapi yang paling membuat Alea terpaku adalah luka membelah pipi kanan sosok itu luka yang sama dengan yang ia alami di mimpinya.

“Tidak mungkin… ini tidak nyata,” Alea memundurkan langkah, tapi lututnya lemas.

Cermin itu mulai retak sedikit, seperti merespons kehadiran sesuatu yang tak seharusnya muncul.

Tak lama, suara ketukan pintu membuat Alea tersadar dan langsung membuka pintu.

“Ayah? Kenapa ayah pulangnya lama?” tanya Alea khawatir.

“Ayah tadi menggantikan teman ayah yang sakit. Lumayan, uangnya bisa ditabung,” ucap ayahnya.

“Mana Zio? Apa belum pulang?” tanyanya bingung.

“Belum. Aku takut Kak Zio kenapa-napa,” balas Alea cemas.

Pintu kembali diketuk, menandakan seseorang ingin masuk.

“Zio? Kenapa kamu pulang larut malam? Kamu gak boleh kelelahan,” tanya ayahnya khawatir.

“Tadi atasan aku mentraktir semua karyawannya, termasuk aku. Dan dia juga ngasih bingkisan makanan,” ucap Zio sambil mengangkat tas lumayan besar.

Alea memperhatikan tas Zio dengan penasaran.

“Apa itu, Kak? Kok tumben kakak bawa tas besar?”

“Ini bahan makanan yang dikasih dari atasan kakak. Lumayan untuk seminggu ke depan,” jawab Zio santai.

“Ya sudah, kita makan malam dulu, terus kita istirahat. Zio, kamu bawa bahan makanan ke dapur dan tata semua,” ujar ayahnya yang langsung disambut anggukan Zio.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Membakar Dunia Untukmu   [ 8 ]-Mengingat Yan Terlupa

    Zio menatap kalung itu lama, seolah hendak menolak untuk mempercayai semua ini adalah nyata. Tapi sorot mata Ryan terlalu yakin, terlalu tahu, hingga sulit untuk dianggap sekadar omong kosong.“Kenapa kamu tahu nama adikku… dan semua hal ini?” bisiknya, nyaris tak terdengar.Ryan tidak langsung menjawab. Ia malah menyimpan kembali kalung itu ke saku dalam jaketnya, lalu menoleh ke arah Zio dengan senyum samar.“Kadang, jawaban nggak datang dalam satu percakapan, Zio. Tapi bisa muncul… kalau kamu berani mengingatnya sendiri.”Zio mengernyit. “Mengingat apa?”“Dirimu. Yang dulu.” Ryan mengedip pelan. “Dan juga siapa Alea sebenarnya.”Zio makin gelisah. Tapi sebelum ia sempat bertanya lebih jauh, Ryan berbalik, seolah semuanya hanyalah obrolan ringan yang bisa dilupakan begitu saja.“Oh iya,” ucap Ryan santai, mengeluarkan map coklat dari tas kecil yang dibawanya. “Hampir lupa. Ini semua berkas untuk pembelian mobilnya. Surat-surat identitas, bukti transfer, NPWP. Kamu bisa langsung pros

  • Membakar Dunia Untukmu   [ 7 ]-Mereka yang terhubung

    Langit malam kian berat. Di atas kota, awan menggulung gelap, seakan menahan sesuatu yang tak bisa lagi dibendung. Alea baru membuka ponselnya setelah sepanjang hari tak membuka ponsel. “Reihan? Kenapa dia bisa tau kalau aku sakit?“ »”Alea kamu sakit? Apa aku boleh menjengukmu?“ »”Tadi aku mau ke rumahmu tapi sepertinya kamu gak mau di ganggu.“ »”Kalau masih sakit jangan paksakan kerja, Oke.“ Pesan yang Reihan kirimkan membuat hati Alea tersentuh. “Kalau aku gak kerja nanti di potong banyak.“ Alea mulai berpikir. “Reihan ternyata perhatian juga” batin Alea. Alea menghela napas perlahan, menatap layar ponselnya yang menyala dalam temaram kamarnya. Ia merasa tubuhnya masih lemah, tapi beban pikirannya jauh lebih berat dari rasa sakit itu sendiri. Jari-jarinya sempat ragu. Ia mengetik balasan, lalu menghapusnya. Mengetik lagi, menghapus lagi. Seolah tak ada kata yang cukup tepat untuk menjawab perhatian tulus yang tiba-tiba datang dari Reihan. Akhirnya, ia membiark

  • Membakar Dunia Untukmu   [ 6 ]-Menyusuri bayang-bayang Alea

    ___Sementara di sisi lain Reihan mencari sosok yang ia cari untuk mengisi hari-harinya.“Alea tumben gak kelihatan” batin Reihan .Reihan langsung memesan Americano Coffe sambil mencari sosok yang ia cari.“Maaf kak, hari ini Alea libur?“ Tanya Reihan hati-hati.“Alea hari ini izin karena demam, dan lagian Alea baru ini izin sakit” jawab rekan kerja Alea.Reihan mengangguk mengerti, seharusnya kemarin dia ke kafe agar melihat kondisi Alea sebelum demam.Reihan duduk di pojok kafe yang biasa ditempati Alea saat istirahat. Kursi itu kosong, tapi seolah masih menyimpan kehadiran gadis itu, senyum tipisnya, suara tawanya yang jarang tapi menenangkan, dan tatapan matanya yang kadang melamun, kadang menusuk.Ia menyeruput Americano-nya pelan, tapi pahit kopi tak bisa menyaingi kegelisahan di dadanya. Pandangannya tertuju ke luar jendela, menyusuri jalanan, berharap Alea muncul tiba-tiba sambil tertawa dan berkata bahwa dia hanya bercanda.Tapi tidak. Tidak hari ini.Dan entah kenapa, hatin

  • Membakar Dunia Untukmu   [ 5 ]-pantulan dari kehidupan lain

    Nyanyian dengan bahasa asing yang tidak di mengerti Alea seolah mengingatkan sesuatu tapi Alea belum bisa mengingat.Perempuan bergaun merah itu mengayunkan ayunan saat Alea sedikit lagi mendekat ke arahnya.“Lucanir, Lunathys di mana kalian?“Ucap pelan perempuan itu.Alea tercengang mendegar nama Lucanir dan Lunathys.Perasaan campur aduk anatara terkejut dan seperti tak asing baginya.Alea melanjutkan langkah nya yang terhenti agar mengetahui siapa wanita itu.Langkah demi langkah Alea paksakan karena rasa penasarannya lebih besar dari rasa takutnya.Ketika beberapa langkah lagi, kabut tebal langsung menyerbu perempuan itu dan akhirnya menghilang. Hanya ayunan kayu tua yang tertinggal.“Apa benar dia hantu? Kenapa tiba-tiba menghilang” gumam Alea panik.“Ayah, tolong Lea”“Lea gak tau ini dimana”“Kak Zio, tolong aku” Alea mulai menangis dan memanggil orang-orang yang ada di benaknya.Alea perlahan melangkah perlahan mencoba menenangkan diri. Kabut tebal yang semakin lama menipis m

  • Membakar Dunia Untukmu   [ 4 ]-nyanyian di kabut sejarah

    Reihan duduk termenung sambil menyantap sarapan seadanya, roti panggang setengah gosong dan kopi hitam yang sudah dingin. Tak ada kegiatan kampus hari ini, dan ia pun tak terikat pada pekerjaan tetap seperti orang kebanyakan. Hidupnya… lebih menyerupai bayangan digital yang tak tercatat. Ia bekerja di jaringan bawah tanah sebagai penyedia jasa IT independen untuk hal-hal yang tak ingin dibicarakan orang secara terbuka: pemulihan akun yang dibobol, peretasan ringan untuk kepentingan pribadi, hingga menghapus jejak digital seseorang tentu jika bayaran cocok. Laptopnya menyala di meja, menampilkan beberapa permintaan yang masuk. Satu di antaranya meminta bantuan untuk mengambil kembali akun milik pacarnya yang “diretas mantan.” Yang lain menginginkan akses ke server kantor untuk "pengecekan data kecurangan internal." Reihan tak banyak bertanya. Ia memilih klien berdasarkan insting, bukan empati. Namun pagi ini, pikirannya lebih tertuju pada satu hal: Alea. Ia membuka folder khusus ya

  • Membakar Dunia Untukmu   [ 3 ]-luka yang tak pernah sembuh

    Reihan duduk lebih lama dari biasanya di kafe itu, pandangannya tertancap ke arah Ryan yang tadi berbincang santai dengan Alea. Ia tidak menyukai cara pria itu berbicara terlalu akrab, terlalu nyaman, seolah mereka sudah saling kenal lama. Terlebih, Reihan bisa membaca bahasa tubuh Alea. Meski gadis itu tampak tenang, ada kegelisahan samar di matanya reaksi instingtif terhadap sesuatu yang tak ia pahami sepenuhnya.Dan Reihan mempercayai insting Alea, bahkan lebih dari dirinya sendiri.Setelah Ryan pergi, Reihan mendekat ke meja bar.“Alea, tadi cowok itu siapa?” tanyanya pelan, tapi tatapannya tajam.Alea sedikit terkejut. “Gak tahu juga. Kayaknya pelanggan baru. Tapi dia bawa buku-buku aneh, gambar-gambar zaman dulu gitu…”Reihan menyipitkan mata. “Dia pernah datang ke sini sebelumnya?”Alea menggeleng. “Baru belakangan ini sering nongkrong. Tapi gak ganggu kok, paling cuma ngobrol bentar.”Reihan mengangguk perlahan, tapi pikirannya berputar cepat. Ia bukan hanya sekadar peduli kar

  • Membakar Dunia Untukmu   [ 2 ]-di balik tatapan mereka

    Hari-hari berjalan lambat bagi Alea, tapi ia sudah terbiasa dengan ritmenya. Pagi bekerja, sore membantu di rumah, malam meringkuk di kasur tipis dengan pikiran-pikiran yang tak pernah benar-benar pergi. Namun, sejak beberapa hari terakhir, perasaan tak nyaman mulai menghantuinya. Seolah ada yang mengintai... tapi selalu menghilang saat ia menoleh.Zio pun tak banyak bicara akhir-akhir ini. Wajahnya pucat, dan beberapa kali Alea melihatnya muntah diam-diam di kamar mandi. Saat ditanya, kakaknya hanya menjawab pendek, “Masuk angin biasa.”Tapi Alea tahu itu bukan hal biasa.Sore itu, saat kafe sedikit lengang, Reihan kembali datang. Tapi kali ini, ia tak sendiri. Bersamanya ada seorang perempuan tinggi berambut panjang, tampak seperti dosen atau kakak tingkat. Mereka terlihat akrab, namun pandangan Reihan tetap sempat terlempar ke arah Alea yang tengah menuang kopi ke gelas pelanggan.Setelah perempuan itu pergi, Reihan menghampiri meja bar.“Alea,” panggilnya pelan.Alea menoleh, sedi

  • Membakar Dunia Untukmu   [ 1 ]-sunyi yang diawasi

    Matahari mulai terbenam menandakan hari mulai helap. Alea baru saja pulang dari kafe tempatnya bekerja untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Wajah lelah tergambar jelas di paras polosnya.Ia bekerja sebagai pelayan di sebuah kafe tak jauh dari rumah yang ia tinggali bersama ayah dan kakak laki-lakinya.Dalam perjalanan pulang, ia melihat anak-anak seumurannya yang masih mengenakan seragam putih abu-abu. Seharusnya Alea juga masih sekolah dan mengenakan seragam yang sama, namun karena keterbatasan ekonomi, ia harus ikut membantu keluarganya.Tatapan Alea teduh, penuh kerinduan akan kehidupan seperti mereka bersekolah dan memiliki banyak teman sebaya.Namun hidup tak pernah memberinya banyak pilihan. Ayahnya, yang dulunya seorang teknisi listrik, terpaksa banting setir menjadi buruh harian. Sementara kakaknya, Zio, belum juga mendapatkan pekerjaan tetap. Alea memilih menunda sekolahnya menggenggam mimpi dengan satu tangan, dan menahan kenyataan dengan tangan yang lain.Ia menunduk sam

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status