Home / Rumah Tangga / Membalas Hinaan Mantan Suami / Bab 4. Pemikiran Gila Mas Bagas

Share

Bab 4. Pemikiran Gila Mas Bagas

Author: Eka Sa'diyah
last update Last Updated: 2024-02-01 10:10:11

Aku tidak menyangka dengan jalan pikiran Mas Bagas dengan mengirim pesan itu padaku.

“Apa dia keracunan makanan sampai tidak bisa berpikir jernih?” Gumamku sambil menghapus pesan dari Mas Bagas. Aku juga segera memblokir nomor ponselnya.

“Kamu kenapa ngedumel sendiri?” 

“Mas Bagas, Bu. Setelah melihat kesuksesanku, tiba-tiba mengajak rujuk. Padahal tadinya menghina penampilanku!” Ibu menggeleng pelan sesekali terdengar lantunan istighfar dari bibirnya. Mungkin Ibu juga terkejut dengan sikap yang diambil mantan suamiku ini.

“Ibu tidak ingin kamu rujuk dengan Bagas. Ibu sudah terlalu kecewa dengannya, Ris!”

“Rista juga tidak mau, Bu. Kalau Rista sampai rujuk, sama saja menjadi pelakor. Lagian Rista tidak mau jatuh ke lubang yang sama. Rista cukup bahagia menjalani hidup seperti ini. Membesarkan anak dan melanjutkan usaha keluarga!” 

Tidak banyak yang aku minta setelah perceraian. Jika setelah perceraian banyak yang menginginkan pasangan yang lebih baik. Namun bukan itu yang aku inginkan. Aku hanya ingin membesarkan anakku dengan baik serta memberikan pendidikan yang terbaik untuk Ara. Ditambah membesarkan usaha keluarga sudah membuatku tidak berhenti bersyukur akan hidupku yang sekarang.

Malam ini aku bisa tidur dengan nyenyak karena tidak ada gangguan dari Mas Bagas. Ponsel aku nonaktifkan supaya tidak ada yang menghubungiku.

Keesokan harinya, aku dikejutkan dengan panggilan dari karyawanku. 

“Bu. Pak Bagas tidak mau membayar makanan yang dia pesan bersama keluarganya. Katanya pembangunan restoran memakai uangnya!” Aku tidak heran Mas Bagas tidak mau membayar harga makanan dengan alasan masih ada hak dalam pembangunan restoran. Pasti dia ingin mengambil keuntungan dari restoran.

“Suruh dia bayar! Restoran tidak ada sangkut pautnya dengan Mas Bagas!” balasku pada karyawan yang mengirim kabar padaku. Aku mencari pemukul kasti milik Ara, kuganti gamisku dengan kostum olahraga syar’i. Aku lajukan mobilku ke restoran tempat Mas Bagas makan bersama keluarganya. Untung saja lokasi tidak terlalu jauh dari komplek perumahanku. 

Aku tenteng pemukul bola kasti ke dalam restoran. Beberapa pengunjung heran melihatku berdiri di samping keluarga Mas Bagas yang lagi asik menikmati sarapan.

"Enak ya?" Aku melihat mereka bertiga makan lahap seperti tidak pernah makan enak.

“Rista, aku senang kamu datang. Kita makan bersama!” Mas Bagas tidak malu mengajakku makan bersama padahal ada Dara di sampingnya. Benar-benar tidak tahu malu atau kemaluannya sudah putus.

“Sudah bayar makanannya?” Aku menyandarkan pemukul kasti itu di pundak seakan bersiap memukul seseorang.

“Untuk apa aku bayar. Aku mantan suami dan restoran ini ada andil dariku!” Mas Bagas berdiri dan mengedarkan pandangan ke pelanggan restoran berlagak seorang bos.

Aku dorong dada Mas Bagas menggunakan pemukul kasti yang kubawa. Tidak lupa aku tunjukkan senyum meremehkan padanya. Bukan karena sombong, tapi peringatan supaya tidak lagi meremehkan aku dan tidak mengaku pemilik restoran keluargaku.

“Kamu nggak keracunan makanan sampai membuat otakmu sedikit miring? Nafkah saja cuma dua puluh ribu, sok sok an ikut andil dalam pembangunan restoran. Jangan mimpi!” Mas Bagas terdiam mendengar ucapanku. Ditambah lagi pelanggan restoran menertawakan Mas Bagas. Tidak sedikit ada yang mengambil foto dan video Mas Bagas.

“Nafkah dua puluh ribu tetap harus disyukuri, Rista!” Mulut mantan mertuaku ini semakin membuatku gemas.

“Kamu yang sopan dong sama mantan suami kamu. Mas Bagas ikut andil juga dalam restoran ini!” Dara ikut nyolot juga, mulut wanita ini ingin sekali aku sumpal dengan ember berkarat.

“Mau aku sumpal mulutmu pakai pemukul ini. Sepertinya diameternya sesuai ukuran mulutmu!” Wajah Dara berubah ketakutan ditambah lagi dia kini menjadi pusat perhatian pelanggan restoran. Aku menatap kembali wajah Mas Bagas dengan tatapan nyalang. 

“Bayar atau aku pukul kepalamu pakai pemukul kasti? Aku bukan Rista yang mudah kau bodohi seperti saat menjadi istrimu!” Wajah Mas Bagas seketika berubah pucat dengan gayaku yang sekarang. Kudorong dadanya lagi pakai pemukul kasti. Beberapa karyawan memberikan acungan jempol padaku karena mungkin kedatangan keluarga Mas Bagas kurang menyenangkan.

“Bu, Pak Bagas tadi meminta uang lima juta pada kasir. Katanya bagi hasil keuntungan!” Aku tatap sekali lagi wajah mantan suamiku yang sudah lempeng ini.

“Cepat serahkan!” Kaki kananku aku angkat ke kursi. Tidak masalah aku dibilang preman syar’i atau apalah. Asalkan benalu-benalu di depanku pergi.

“Ti-tidak bisa, Rista. Aku–

Brak

Meja tempat makan aku tendang hingga roboh dan piring-piring di atasnya berjatuhan. Aku sama sekali tidak peduli dengan kerugian di meja ini asalkan mereka enyah dari restoran ku.

“Cepat berikan sebelum aku mematahkan kakimu supaya tidak lagi datang ke restoran ku!” Dengan tangan gemetar, Mas Bagas mengambil sejumlah uang yang diambil dari balik jas hitam yang dikenakannya kemudian menyerahkan padaku. 

“Aris, mana bill makanan dia?” Aku memanggil salah satu karyawanku untuk memberikan bill yang aku minta.

“Bayar semua total makanan itu!” Karyawan memberikan bill pada Mas Bagas. Mas Bagas akhirnya membayar makanan yang dia makan bersama Dara.

“Cepat pergi!” Usai mendengar hentakan suaraku, mereka bertiga ngacir begitu saja tanpa permisi. Benar-benar tidak tahu diri jadi orang.

Terdengar riuh tawa dan tepukan tangan dari beberapa karyawanku dan juga pelanggan restoran. 

“Bu Rista, hebat! Bisa membuat tiga benalu itu takut!” Salah satu karyawanku memberikan pujian padaku.

“Tadi aku sudah mikir bakal mengganti uang yang diambil Pak Bagas, Bu. Alhamdulillah, Bu Rista akhirnya menolong kami!” Nana, Kasir yang ketakutan karena khawatir akan diminta ganti rugi sejumlah uang yang diminta Mas Bagas.

“Cetak foto Mas Bagas dan sebarkan di cabang restoran yang lain. Beri keterangan kalau dia tidak boleh datang ke restoran kita alias dilarang!” Pihak admin segera mengerjakan tugasku membuat foto yang aku perintahkan. 

“Rista!” 

Aku menoleh ke sumber suara orang yang memanggilku. Dia terlihat melambaikan tangan padaku. Bibirku tersenyum melihat wanita yang sudah lama sekali tidak aku temui. 

“Maya!” Aku berbalik melambaikan tangan padanya. Maya, salah satu temanku yang juga sedang merintis usaha sandal jepitnya datang ke restoran.

“Maya, bagaimana kabarmu?” Aku menghamburkan pelukanku pada salah satu teman yang dulu selalu membuatku tertawa. Meskipun tidak terlalu dekat, namun aku selalu merindukan gaya kocaknya yang selalu membuatku tertawa.

Aku mempersilahkan teman lamaku ini duduk di ruang kerjaku. Tanpa diminta, karyawanku menyuguhkan minuman dan cemilan untuk kami.

“MasyaAllah, kamu tetap paling keren, Ris. Kamu bisa memajukan usaha restoran ayahmu yang dulu hampir bangkrut!” Dia selalu mendukung kemajuan aku sejak dulu. Meski tidak bisa membantu secara materi, namun dia selalu memberikan semangat serta solusi. Hanya saja di saat restoran mulai berkembang ketika aku bercerai, aku dan dia kehilangan kontak karena dia kehilangan ponselnya saat ikut pelatihan di luar kota.

“Alhamdulillah, May. Sejak aku berpisah dengan Mas Bagas, aku fokus melanjutkan usaha ayah serta membesarkan Ara!” Aku sebenarnya malu mengatakan perihal rumah tanggaku.

“Jadi kalian bercerai?” Aku mengangguk pelan sambil tersenyum kecut.

“Biasa aja kali, Ris. Lagian aku juga bersyukur banget kamu bercerai dari lelaki model benalu. Aku sudah kenal sama ibunya Bagas jadi tidak heran kamu bakal tidak betah!” Begitulah Maya, gaya bicaranya ceplas ceplos apa adanya tetapi sering benar adanya. Dia dulu yang paling tidak setuju aku berhubungan dengan Mas Bagas. 

Ting

Sebuah pesan dari nomor baru bernada ancaman. 

Siapa yang mengirim pesan ancaman pada Rista?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Membalas Hinaan Mantan Suami   Bab 41. Akhir Kisahku

    Singkat cerita, setelah kepergian Mas Bagas pergi merantau, kami pun memberi tahu kabar ini kepada Ara termasuk bebasnya Mas Bagas. “Terima kasih, Ma. Terima kasih ayah! Ara bangga sama kalian!” Aku memeluk Ara dengan suka cita. Kabar baik ini telah memberikan semangat untuknya.“Sama-sama, Ara. Ayah dan Mama sudah janji padamu!” Sungguh, kebahagiaan yang luar biasa setelah melihat semua kembali baik-baik saja. Ara yang mulai menerima sang ayah, ditambah Mas Bagas yang sudah kembali ke jalan yang benar.Sejak menikah dengan Angga, hidupku dipenuhi kebahagiaan. Usaha yang kami jalankan berdua berjalan lancar, usaha toko agen sembako miliknya juga berjalan lancar. Semua tidak lepas dari dukungan serta doa Ibu dan Ibu mertuaku.Untuk masalah mantan Ibu mertuaku, aku tidak tahu kabarnya sampai saat ini. Dimanapun keberadaannya semoga diberikan kesehatan dan kembali ke jalan yang benar. Angga menggandeng tanganku berjalan di tepi pantai menikmati senja. Sepulang dari asrama, Angga menga

  • Membalas Hinaan Mantan Suami   Bab 40. Mencari sebuah jawaban

    Aku melihat gadis mirip Dara itu bersikap layaknya Dara yang aku kenal. Hanya saja Dara sesekali mengarahkan rambutnya di sekitar wajahnya. Mungkin saja dirinya tidak mau dikenali. “Lihat apa, Sayang?” Angga menggenggam tanganku yang tengah asik mengamati sosok Dara.“Tidak lihat apa-apa!” Sahutku kemudian melanjutkan menikmati es krim terkenal ini. Sementara aku buang dulu pikiran soal kemunculan wanita yang mirip sekali dengan Dara. “Haruskan aku meminta Mas Bagas menceritakan kronologinya? Tapi kapan bisa kesana?” Aku berbicara pada diriku sendiri. Jika aku bicara pada Angga, aku tidak enak. Karena dia sekarang sudah resmi menjadi suamiku.Aku melihat wanita mirip Dara itu pergi dengan seorang pria paruh baya atau jauh lebih tua dari usia Dara. Aku menghubungi salah satu temanku yang turut hadir saat takziah.[Kami datang, hanya saja peti jenazah tidak dibuka karena alasan wasiat dari jenazah] Sahut Rosma, yang saat itu dia hadir takziah.Tidak hanya Rosma, aku juga mencari jawab

  • Membalas Hinaan Mantan Suami   Bab 39. Hari bahagia

    Hari ini acara pernikahan digelar. Tidak banyak tamu undangan karena aku ingin digelar secara sederhana. Hanya beberapa saksi dan teman dekat Ibu saja ditambah pihak keluarga Angga. Gamis berwarna putih ditambah sedikit sentuhan aksesoris membuatku terlihat cantik. Ara pun memakai gamis berwarna senada sepertiku. “Anakku, cantik sekali!” Ibu membingkai wajahku dengan kedua tangannya.“Ibu, Rista akan menikah. Doakan Rista ya, Bu!” Tangisku kembali pecah di pelukan Ibu saat acara akad sebentar lagi digelar.Terdengar suara Ibu-ibu yang mengatakan jika pengantin lelaki datang. Itu artinya Angga sudah datang bersama Tante Mira. Degup jantung berdetak begitu kencang karena sebentar lagi dia akan mengucapkan janji suci di depan penghulu dan saksi.“Ayo kita keluar, Bu!” Ara dan Ibu mengantarku ke ruang tamu yang dijadikan tempat akad nikah. Semua bernuansa putih, Tante Mira dengan gaya khasnya terlihat sangat cantik. Aku duduk di kursi berada di samping Angga. Sesekali dia mencuri pandan

  • Membalas Hinaan Mantan Suami   Bab 38. Lamaran

    Dikeluarkannya sebuah kotak kecil berwarna biru beludru terlihat sangat indah sekali. Sebuah cincin bertahtakan berlian di atasnya begitu indah. Berlian itu terlihat berkilau terkena sinar lampu.“Asal kamu tahu, selama berbulan-bulan aku mencari siapakah sosok dirimu yang selalu hadir dalam setiap mimpi. Atas doa yang kulantunkan, akhirnya aku kembali menemukanmu dan sekarang aku melamarmu. Aku tidak ingin lagi jauh darimu!” Bibir bergetar, aku terharu melihat keseriusannya di depanku. “Ris. Kenapa diam?” Aku sempat terdiam sejenak karena aku merasa ini hanya sebuah mimpi. Lelaki pernah lupa ingatan ternyata bisa kembali pulih dengan beberapa bantuan dari Ibunya.“Bismillahirrahmanirrahim. Aku menerima lamaranmu, Angga!” Aku tidak tahu jika Ibu ternyata berdiri tidak jauh dariku, turut menyaksikan Angga melamarku.“Alhamdulillah, terima kasih, Rista. Terima kasih sudah mau menerimaku.” Tante Mira dan Ibu terlihat menitikkan air mata ketika aku menerima lamaran Angga.Angga memakaika

  • Membalas Hinaan Mantan Suami   Bab 37. Seminggu diganti 2 hari

    Dua hari kemudian, keadaan Ibu sudah membaik dan diperbolehkan pulang. Melihat Ibuku sehat kembali membuat semangatku kembali muncul. Aku lajukan mobil hitamku menuju ke rumah masa kecil kami. Aku tidak heran dengan kondisi halaman rumah yang penuh dengan dedaunan kering. Ini sangat terlihat kotor sekali dan tidak enak dipandang.Aku membantu Ibu masuk ke dalam rumah, urusan halaman rumah yang kotor biar nanti saja aku urus.“Zainab!” Teriak Bu Fatma, tetangga depan rumah. Wanita paruh baya itu datang bersama bu Yuni menghampiri kami berdua.“Bu Fatma, Bu Yuni. Mari masuk!” Aku mempersilahkan kedua tetangga yang begitu baik pada kami.“Zainab, bagaimana keadaanmu?” kedua teman Ibu menyalami Ibuku yang baru pulang dari rumah sakit.“Alhamdulillah. Saya sudah sehat!” “Ini tadi aku masak soto. Dimakan ya!” Bu Fatma yang sedari kemarin bertanya kapan ibu pulang kini datang membawa rantang berisi soto ayam.“Ini, aku bawakan tumis daun pepaya sama ayam goreng. Dimakan ya, Nab?” Bu Yuni me

  • Membalas Hinaan Mantan Suami   Bab 36. Ungkapan Hati Angga

    Aku berbalik dan dia tepat berada di hadapanku. Detak jantung kembali berdegup begitu kencang. Tidak ada lagi alasan aku menghindar darinya.“Siapa anda dan kenapa kedua mata anda mengingatkanku pada seseorang?” Bibir terasa kelu, suara seakan tidak bisa aku keluarkan.“Nona, kenapa anda hanya diam?” Aku bingung harus menjawab apa padanya.“Sepertinya anda salah orang. Saya tidak kenal dengan anda!” Sahutku padanya. Wajahnya berubah sayu seolah kecewa karena tidak mendapatkan jawaban. Mungkin ini yang dikatakan Tante Mira. Angga tengah merindukanku namun lupa denganku.“Anda berbohong. Tatapan anda terlihat jika anda sedang berbohong!” Dia tidak percaya padaku. Aku harus pergi darinya sebelum Tante Mira menemukan kami.“Saya tidak berbohong, Tuan. Permisi!” Aku berlalu begitu saja meninggalkannya seorang diri. Aku berjalan cepat menuju ke ruang rawat inap Ibuku. Ternyata Tante Mira sudah bersiap untuk pulang. Aku tenang bisa sendirian lagi tanpa ada yang mengganggu saat menjaga Ibu.C

  • Membalas Hinaan Mantan Suami   Bab 35. Pesan dari Tante Mira

    Keesokan harinya, aku dikejutkan dengan keadaan ibu yang mendadak demam. Tidak ada kata lain selain membawa Ibu ke klinik terdekat. Aku harap hanya demam biasa. Mobil melaju dengan kecepatan sedang menuju ke sebuah klinik yang tidak terlalu besar. Klinik sebagai andalan warga untuk berobat selain puskesmas.Sesampai disana, perawat dengan sigap membawakan kursi roda untuk Ibu. Wajah Ibu bahkan terlihat pucat sekali. Melihat keadaan seperti ini membuatku takut. Takut kehilangan seseorang yang harusnya mendampingiku merawat Ara. Ibu dibawa ke IGD. Sedari tadi Ibu merintih menahan sakit di bagian perutnya. Bibir tidak bisa berhenti melafalkan istighfar melihat Ibu yang tengah merintih. Seorang Ibu yang tidak pernah mengeluh sakit, kini harus terbaring lemas di ranjang.Setelah dilakukan pemeriksaan, ternyata Ibu harus opname karena setelah diperiksa, ternyata asam lambung Ibu sedang naik. Rencana melanjutkan berkebun pun aku batalkan demi menjaga Ibuku.Jarum infus pun mulai dipasang di

  • Membalas Hinaan Mantan Suami   Bab 34. Kedatangan Ustad Fahri

    Aku benar-benar tidak mau ambil pusing lagi dengan semua orang di kota. Aku tetap pada pendirianku, menghilang sejenak dari hiruk pikuknya kota.[Bilang saja, urusan saya sedang tidak bisa diganggu] Aku tambahkan pesan untuk karyawanku. Sebenarnya aku ingin bertemu Tante Mira, hanya saja aku tidak ingin mendapat luka dari Angga. Sudah cukup semua yang aku rasakan, kini aku ingin membuka lembaran baru di kampung.[Baiklah, orangnya sudah kembali setelah memesan kue kering] Cukup lega setelah mendapat kabar dari karyawanku. Bersyukur sekali memiliki rekan kerja yang bisa dipercaya serta bisa diandalkan.Terlihat sosok lelaki berjalan cepat ke arahku yang tengah menikmati bakwan sayur di belakang rumah.“Mbak Rista, ini ada pisang goreng dari Ibu. Semoga suka ya!” Belum juga habis gorengan buatan Ibu, kini ustadz Fahri datang membawa sepiring pisang goreng.“Terima kasih, Ustadz. Sepertinya enak sekali!” Aku memuji penampilan pisang goreng yang diberikan padaku.“Alhamdulillah jika suka.

  • Membalas Hinaan Mantan Suami   Bab 33. Menjauh

    Pagi ini aku sudah disibukkan dengan proses pindah ke rumah lama. Rumah penuh kenangan di masa lalu. Ara juga sudah tahu semua alasanku untuk pindah. Rumah belum lama aku tinggali telah menorehkan banyak kenangan buruk.Sebuah truk sudah bersiap melaju ke rumah lama dengan jarak lebih lama. Hati terasa tenang, menjauh dari semua yang pernah mengenalku. Mungkin aku akan dianggap seperti anak kecil yang akan pergi ketika ada masalah. Tapi ini pilihan, aku ingin lepas dari belenggu luka yang pernah mereka torehkan.Untuk pekerjaan hari ini, aku menyerahkan semuanya pada karyawanku. Aku hanya ingin fokus pindah rumah dan menikmati masa berjayanya usahaku saat ini. Usaha kue kering berjalan lancar seperti usaha restoran.Bibirku tersenyum ketika mobil yang aku kendarai sudah memasuki halaman rumah. Hatiku begitu gembira ketika melihat pohon mangga yang ada di depan rumah berbuah lebat. Dulu, Ayah akan mencari buah mangga yang sudah tua kemudian memeramnya di dalam beras. Hanya dalam waktu

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status