Share

Bab 4

Penulis: Dayana Quiins
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-19 19:30:35

Pagi itu, langit mendung menggantung di atas atap rumah keluarga Widiani. Udara dingin terasa terasa menusuk tulang, seperti beban yang selama ini ditahan oleh Widiani. Perlahan, beban itu mulai memadat di dada.

Widiani sudah bersiap dengan blus biru laut dan celana kain hitam, rambut dikuncir dan riasan tipis seperti biasa. Dihadapannya, sudah tersedia satu cangkir teh hangat dan satu tangkup roti bakar untuk mengganjal perut. 

Setelah selesai menghabiskan sarapan, Widiani berjalan menuju kamar. Tampak Rendy masih di tempat tidur, berbaring sambil memainkan ponselnya.

"Mas," panggil Widiani, "kita ke ruko hari ini, banyak pekerjaan yang harus diselesaikan!"

Rendy melirik sekilas, lalu berdecak malas. "Ck! Aku mau di rumah aja."

"Tapi itu tanggung jawab kamu, Mas!" ujar Widiani kesal.

"Kamu kenapa cerewet banget, sih? Kamu aja sana yang urus!" hardik Rendy pada sang istri.

Widiani mengangguk pelan, berusaha menelan rasa kecewa yang menggelayut di ujung lidahnya. Widiani tak ingin memaksa, ia sudah tahu bagaimana jawaban Rendy bila ia meneruskan kalimat selanjutnya. Harapannya pada sang suami telah pupus, terkikis oleh penghianatan dan perselingkuhan yang dilakukan oleh Rendy.

Saat ia hendak keluar kamar, terdengar suara pintu dibanting keras dari ruang tengah. Widiani menoleh ke aras asal suara, dan terlihat Hera sedang memberengut di sana.

“Bu, itu kenapa pintu dibanting?” tanya Widiani pada Hera yang masih mengenakan daster batik yang sama sejak kemarin.

“Karena Ibu kesal, Widi! Kamu itu ke mana aja, kerja seharian, rumah jadi kayak kapal pecah! Ibu capek loh harus beberes sendiri!" gerutu Hera. "Kau juga perhitungan banget. Bikin sarapan cuma buat kamu sendiri. Suami sama Ibu mertua gak dibikinin!" 

"Loh, ada Ibu di rumah ini. Kenapa bukan Ibu aja yang bersihkan? Kalau Ibu nggak sanggup, silahkan pakai jasa ART, tapi bayar sendiri."

Hera mendengus. “Oh, jadi kamu sudah mulai tega sama Ibu? Ibu ini sudah tua, Widi. Tenaga juga sudah berkurang. Kamu pasti masih punya uang simpanan, 'kan? Pakai uangmu saja buat bayar pembantu."

Widiani tersenyum hambar. “Ibu masih kuat belanja ke mall, ikut arisan sampai malam, jalan sama teman-teman Ibu, tapi malah bilang nggak kuat bersih-bersih rumah? Kalau pun aku punya simpanan, aku sudah nggak sudi mengeluarkan sepersen pun buat kebutuhan di rumah ini!"

“Widiani! Kamu kok jadi kayak gini sih? Kurang ajar banget kamu sekarang!” Hera menunjuk wajah menantunya dengan bibir bergetar menahan kesal. “Jangan mentang-mentang kamu dari keluarga kaya, terus bisa seenaknya!”

“Kebodohan yang pernah aku lakukan seumur hidup, yaitu rela menentang Ayahku demi kalian yang tak tahu diri! Jujur, aku menyesal, Bu. Tapi, ya, sudahlah. Dan satu lagi, kalau Ibu masih semena-mena sama aku, silahkan Ibu pindah ke rumah anak perempuan kesayangan Ibu itu. Toh, rumah Indri sudah Ibu renovasi pakai uang hasil menggadaikan sertifikat rumahku pada rentenir," ujar Widiani panjang lebar.

"Kamu itu ...," Hera sudah tidak bisa melanjutkan ucapannya saat mendengar kata-kata yang diucapkan oleh sang menantu.

Rendy yang mendengar perdebatan antara Widiani dan Hera dari dalam kamar, keluar dengan wajah kusut. “Ada apa, sih? Masih pagi sudah pada ribut?”

“Liat istri kamu, Rendy! Kurang ajar banget omongannya sama Ibu!” Hera langsung mendekat ke anaknya, rsut wajah Hera seperti anak kecil yang baru saja dirampas mainannya.

“Widi, bisa nggak sih jaga mulut kamu? Tolong hormati Ibuku.” Rendy menatap istrinya dengan kesal.

Widiani menatap tajam ke arah Rendy dan Hera, tak menggubris ucapan sang suami. Widiani mengambil tas di atas meja, kemudian meninggalkan kedua orang itu tanpa berpamitan. Widiani menutup pintu seperti yang Hera lakukan tadi, itu berhasil membuat Hera dan Rendy sport jantung.

***

Ruko CV. Lintang Advertising

Sesampainya di ruko, Widiani melihat sekeliling ruangan yang sudah tampak bersih dan rapi dibandingkan hari kemarin. Tampak juga 2 orang karyawan yang masih bertahan berdiri menyambut kedatangannya.

"Selamat pagi, Bu Widi," ujar Pak Yanto dan Pak Burhan bersamaan.

“Pagi juga, Pak Burhan dan Pak Yanto," balas Widiani. "Hari ini kita mulai menghitung keperluan bahan dan lainnya untuk orderan dari CV. Ganesha dulu, ya, Pak Burhan. Karena besok, saya akan berkunjung ke sana untuk meminta tenggat waktu. Semoga saja mereka bersedia. Setelah itu, tolong dihitung juga untuk orderan yang tertunda. Biar saya tahu berapa perkiraan dana yang harus disiapkan."

Pak Burhan mengangguk. “Baik, Bu. Akan saya kerjakan secepatnya."

Widiani mengalihkan perhatiannya pada Pak Yanto. "Dan untuk Pak Yanto, tolong dicek proses pengerjaan yang harus kita oper pada orang selain mesin cutting laser."

"Hanya mesin itu saja, Bu Widi. Alat-alat lainnya masih ada. Kalau untuk proses perakitan, saya dan Pak Burhan yang akan mengerjakan," jawab Pak Yanto.

Setelah memberi arahan pada kedua karyawan tersebut, Widiani mulai berjibaku di belakang meja kerja. Tangan bergerak, tapi pikiran sedang bekerja keras untuk mencari modal, agar pesanan bisa segera diselesaikan. 

Tak lama, seorang perempuan yang mengenakan blouse putih dan rok span hitam pendek masuk ke dalam ruko. Sepasang high heels berdetak saat ia melangkah mendekati Widiani yang tiba-tiba menghentikan kegiatannya.

“Mas Rendy ada?” tanya perempuan itu.

Sedangkan Pak Burhan dan Pak Yanto saling melirik canggung. Mereka tahu siapa perempuan yang sedang berdiri di depan meja Widiani. Shakila, perempuan yang merupakan selingkuhan Rendy. Tampak sekali perbedaan di antara Widiani dan Shakila di mata mereka. Jelas, Widiani lebih dari segalanya dibandingkan Shakila.

Widiani berdiri, memindai Shakila dari atas sampai bawah. “Mas Rendy tidak ada di sini. Maaf, dengan siapa saya berbicara?"

"Saya Shakila," Shakila mengulurkan tangan. "Pacar Mas Rendy."

"Jadi, ini yang namanya Shakila-Shakila itu?" batin Widiani. 

"Kamu karyawan baru, ya, di sini?" lanjut Shakila. Ia menarik tangannya kembali karena tidak mendapat sambutan dari Widiani.

"Saya istrinya Mas Rendy," ucap Widiani tenang. Namun, ada gemuruh yang tak terbaca di dalam hati.

Shakila memiringkan kepala. “Oh, kamu istrinya”

“Ya, saya masih menjadi istri sahnya saat ini," timpal Widiani. "Apa Anda tidak malu menjadi pelakor? Padahal Anda itu cantik, loh."

“Jaga ucapan kamu! Jangan panggil saya pelakor karena Mas Rendy yang mengemis cinta pada saya terlebih dahulu," ucp Shakila tak terima.

“Oh, ya? Berarti kalian berdua sama-sama mengemis. Tas dan perhiasan yang Anda pakai saat ini juga hasil mengemis dari suami saya!" sindir Widiani tajam. 

Shakila mengepalkan tangan. “Diam kamu istri tak berguna! Lebih baik kamu ngaca, deh. Biar kamu tau kenapa Mas Rendy berpaling dari kamu."

"Harusnya Anda yang berkaca karena tidak bisa mendapatkan pria single," ledek Widiani pedas.

Wajah Shakila seketika memerah saat mendengar ucapan Widiani, ia seperti tak sanggup menahan malu. Shakila memilih berbalik dan pergi dari sana, membanting pintu kaca dengan keras. 

Sedangkan Pak Burhan dan Pak Yanto, mereka menatap Widiani penuh kagum dan simpati. Mereka salut dengan cara Widiani menghadapi perempuan seperti Shakila.

***

Saat malam menjelang dan pekerjaan hari itu selesai, Widiani pulang dengan wajah lelah. Namun, begitu ia baru menjejakkan kaki di ruang tamu, Rendy langsung berdiri dengan wajah merah padam.

“Kenapa kamu menghina Shakila?!" hardik Rendy.

"Oh, selingkuhan kamu ngadu, Mas?" cibir Widiani. "Lagian, aku nggak menghina dia, kok. Apa yang aku ucapkan itu adalah fakta! Dan kamu, Mas. Bisa-bisanya selingkuh dari aku. Apa kurangku selama ini?"

“Kamu perempuan nggak becus! Nggak ngerti agama, nggak ngerti cara jadi istri yang benar!” Rendy menunjuk wajah Widiani dengan mata berapi-api.

Widiani tak menggubris ucapan Rendy, ia segera memasuki kamar. Kemudian mengambil koper yang ada di samping lemari. Tanpa pikir panjang ia memasukkan pakaian Rendy ke dalam koper tersebut. Setelah selesai, Widiani membawa koper itu keluar dan kembali ke hadapan Rendy.

"Lebih baik kamu pergi dari rumah perempuan yang tidak becus ini, Mas Rendy!" 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Membalas Penghianatan Suami Matre    Bab 6

    Restoran yang terletak di lantai 2 sebuah hotel bintang 5 tampak ramai siang itu, banyak tamu yang sedang menikmati makan siang sambil berbincang santai dengan rekan mereka. Di antara deretan meja yang terisi, salah satunya ditempati oleh Rendy dan Shakila, sepasang kekasih gelap yang tengah menjalin hubungan dan melakukan pengkhianatan terhadap Widiani. Shakila menyilangkan kaki dengan anggun. Senyum Shakila tak lepas dari bibir, tapi matanya penuh selidik ke wajah Rendy. “Kamu kelihatan capek, Mas.” Rendy meraih gelas air mineral dan meneguk cepat, seolah berharap rasa gerah di hatinya ikut tertelan. “Gimana nggak capek, Yang. Aku susah payah membangun usaha, tapi diambil alih oleh Widi.” Shakila mengangguk pelan, seakan mengerti dengan penderitaan sang kekasih hati. “Istri kamu itu memang kurang ajar sekali, Mas!" “Entahlah, Yang. Kamu tau sendiri, 'kan, aku sudah nggak punya apa-a

  • Membalas Penghianatan Suami Matre    Bab 5

    Koper itu mendarat dengan bunyi berdebum, didorong kasar oleh Widiani hingga berhenti tepat di depan kaki Rendy. Rendy berdiri terpaku, ia tak menyangka Widiani akan melakukan hal seperti itu. Padahal, selama ini Rendy berpikir kalau Widiani sudah ia kendalikan dan akan menuruti segala keinginannya.“Sayang ...?” suara Rendy terdengar parau, "kamu mau usir aku hanya karena aku nasehati kamu?"Widiani menegakkan bahu. “Apa yang kamu katakan tadi itu bukan nasehat. Udahlah, aku capek."“Oke, maafkan aku kalau kamu tersinggung," ucap Rendy sedikit melunak. Tidak ada lagi suara garang seperti tadi, bisa gawat kalau Widiani benar-benar mengusirnya. "Sekarang, masukan lagi koper itu ke dalam.""Kamu tidur di kamar lain aja, deh," perintah Widiani tiba-tiba. "Aku lagi pengen tidur sendirian."Widiani pergi meninggalkan Rendy yang masih berdiri terpaku. Terus melangkah, tanpa sedikit pun menoleh pada sang suami. Widiani tak lupa mengunci pintu kamar, agar Rendy tak bisa menyelinap masuk di sa

  • Membalas Penghianatan Suami Matre    Bab 4

    Pagi itu, langit mendung menggantung di atas atap rumah keluarga Widiani. Udara dingin terasa terasa menusuk tulang, seperti beban yang selama ini ditahan oleh Widiani. Perlahan, beban itu mulai memadat di dada.Widiani sudah bersiap dengan blus biru laut dan celana kain hitam, rambut dikuncir dan riasan tipis seperti biasa. Dihadapannya, sudah tersedia satu cangkir teh hangat dan satu tangkup roti bakar untuk mengganjal perut. Setelah selesai menghabiskan sarapan, Widiani berjalan menuju kamar. Tampak Rendy masih di tempat tidur, berbaring sambil memainkan ponselnya."Mas," panggil Widiani, "kita ke ruko hari ini, banyak pekerjaan yang harus diselesaikan!"Rendy melirik sekilas, lalu berdecak malas. "Ck! Aku mau di rumah aja.""Tapi itu tanggung jawab kamu, Mas!" ujar Widiani kesal."Kamu kenapa cerewet banget, sih? Kamu aja sana yang urus!" hardik Rendy pada sang istri.Widiani mengangguk pelan, berusaha menelan rasa kecewa yang menggelayut di ujung lidahnya. Widiani tak ingin mema

  • Membalas Penghianatan Suami Matre    Bab 3

    Widiani berdiri lama di depan cermin pagi ini, untuk pertama kalinya ia mengenakan pakaian rapi dalam beberapa bulan terakhir. Bukan daster atau kaos longgar yang biasa menemaninya di rumah. Wajah yang biasanya polos tanpa riasan, kini dipoles tipis dengan bedak dan lipstik merah muda. Widiani melirik sekilas ke arah tempat tidur, ia melihat sang suami masih terpejam tanpa beban.Rendy saat ini, bukan lagi pria yang Widiani anggap sebagai tempat bersandar. Kini, di mata Widiani, Rendy hanyalah sumber luka yang nyaris menggerogoti habis hidupnya. Dengan tangan bergetar, Widiani memungut tas kecil di atas meja rias, mengecek kembali map berisi surat-surat penting, salinan rekening tabungan pribadi, dan daftar kontak orang-orang yang ia ambil dari ponsel Rendy semalam. Widiani melangkah keluar kamar dan ternyata ada sepasang mata memperhatikan gerak-geriknya."Mau ke mana kamu pagi-pagi begini. Pake dandan segala!" tanya Hera ketus pada sang menantu.Widiani berhenti sejenak, menoleh den

  • Membalas Penghianatan Suami Matre    Bab 2

    "Widi, cepat temui Tante Tini! Kalau rumah ibu dibakar, kita mau tinggal di mana?" ucap Hera dengan suara bergetar.Widiani terpaksa beranjak dari kamar untuk menemui rentenir yang sedang mengamuk di luar. Namun, begitu sampai di ambang pintu kamar, Widiani berbalik kemudian menatap suami dan ibu mertuanya. "Yang akan mereka bakar ini, rumahku! Bukan rumah Ibu atau pun Mas Rendy.""Alah! Sudah mulai perhitungan kamu sama suami dan mertua sendiri," sinis Hera dengan nada pelan.Widiani tidak mempedulikan ocehan sang ibu mertua, ia segera melangkah ke depan walau dengan perasaan kalut. Begitu Widiani membuka pintu utama, ia melihat seorang perempuan paruh baya dengan dandanan glamor serta beberapa pria bertubuh tegap dengan wajah garang. "Pasti kamu menantunya Hera!" ucap tante Tini begitu melihat Widiani. "Mana Rendy dan Hera? Suruh mereka keluar.""Suami dan ibu saya sedang ... begini saja, berapa hutang suami saya sama Ibu?" tanya Widiani langsung ke intinya. Ia juga sudah terlanjur

  • Membalas Penghianatan Suami Matre    Bab 1

    Setelah menyelesaikan pekerjaan rumah, Widiani merebahkan diri di sofa ruang tamu, menikmati sejenak ketenangan yang jarang ia dapatkan. Namun, ketenangan itu tak berlangsung lama ketika dua orang pria berpakaian formal mengetuk pintu rumahnya. Lebih parahnya lagi, wajah kedua orang tersebut tidak menunjukkan keramahan sama sekali."Permisi, perkenalkan saya Restu. Dan beliau tuan Fabian, atasan saya," ujar Restu. "Kami mencari pak Rendy, untuk menanyakan progres pengerjaan pesanan kami. Apa dia ada di rumah?" Widiani hendak menjawab bahwa Rendy ada di kamar mereka. Namun, sebelum sempat berbicara Hera–-ibu mertua Widiani menyela ucapannya."Rendy sedang tidak ada di rumah," ujar Hera--ibu Rendy dengan lantang dari arah belakang Widiani.Kening Widiani mengkerut, merasa heran dengan perkataan sang ibu mertua. Entah apa maksudnya berbohong tentang keberadaan Rendy, tapi pertanyaan itu hanya bisa ia telan di dalam hati. "Kalau boleh tau, di mana keberadaan pak Rendy saat ini? Masalahn

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status