Share

Bab 2 Surat Pernikahan Siri

"Kenapa, Bu? Apa ada yang salah?" Miranda –Ibu Aksa bertanya tatkala melihat Sabrina nampak tercengang.

Sabrina mengusap wajahnya kasar setelah sadar dari lamunan singkat yang mengejutkan jantungnya.

"Tidak apa-apa, Bu. Nama Aksa dan ayahnya sangat bagus." Sabrina mengelak. Dia hanya berharap semoga saja nama itu hanyalah kebetulan semata.

Malam itu, karena terus memikirkan kejanggalan terkait muridnya, matanya tak mampu terpejam. Sabrina pun membuka lemari suaminya, sekadar untuk menghilangkan rasa rindu yang kian menggebu.

Namun, pandangan Sabrina tiba-tiba terarah ke laci lemari yang terkunci. Penasaran, wanita itu pun mencari kunci laci tersebut hingga akhirnya dia menemukannya di sela-sela pakaian.

Cklek!

Suara laci yang berhasil dibuka memecah keheningan. Ketika Sabrina melihat isi dari laci tersebut, dia tak merasa tak ada yang aneh. Namun, dahi Sabrina tiba-tiba mengkerut saat ia melihat amplop besar berwarna putih yang tak memiliki keterangan apa-apa.

Manik Sabrina membulat sempurna ketika wanita itu membuka isi amplop putih tadi, dan menemukan sebuah surat pernikahan siri. Namun, sebelum Sabrina membacanya lebih jauh, dirinya dikejutkan dengan suara bel rumahnya yang berbunyi.

“Siapa yang bertamu malam-malam?” batin Sabrina, tiba-tiba merasa panik, ditambah dengan dering ponselnya yang datang bersamaan.

Mengetahui panggilan itu datang dari suaminya, tanpa banyak pikir, Sabrina langsung menggeser tombol berwarna hijau pada layar ponselnya.

"Halo, Mas Hasbi," sapa Sabrina, mencoba menghilangkan panik dari suaranya.

"Aku pulang, Sabi. Buka pintu karena aku sudah ada di depan rumah," terang suami Sabrina tergesa-gesa. Entah mengapa, kali itu, nada suara sang suami terdengar perhatian.

"Kamu serius, Mas?" Sabrina merasa tak yakin. Debaran di dalam dadanya bahkan terasa lebih kencang dari sebelumnya. Ia takut kalau sampai suaminya mengetahui apa yang baru saja Sabrina lakukan dengan laci lemarinya, maka bisa-bisa Hasbi mengamuk padanya.

Belum sempat Sabrina menanyakan suaminya lebih lanjut, pria itu sudah mengakhiri sambungan teleponnya. Justru suara bel yang terus terdengar di telinganya.

Ting tong! ting tong!

Sabrina akhirnya bergegas merapikan laci yang dibongkarnya, ia mengembalikan kunci laci pada tempatnya semula. Satu benda yang tak ia kembalikan, yaitu amplop putih beserta isinya. Wanita itu masih ingin mengetahui lebih banyak terkait surat pernikahan siri itu.

Setelah itu, Sabrina berjalan dengan langkah cepat. Wajahnya benar-benar gugup dan tegang. Keterangan surat pernikahan siri tadi telah memporak porandakan perasaan Sabrina, membuat dadanya sesak. Dia mencoba mengatur napasnya dengan baik, berusaha menampilkan wajah tenang di depan sang suami.

Pintu dibukanya dengan lebar. Wanita berlesung pipit itu langsung mengukir senyuman paling manis untuk menyambut kedatangan suaminya.

"Mas Hasbi!"

Dipeluknya pria dengan tubuh gempal itu dengan erat. Dalam hati, Sabrina merasa senang, akhirnya bisa kembali bertemu dengan suaminya setelah lebih dari sebulan tak bersua. Lebih dari itu, Hasbi bahkan membalas pelukannya.

"Mas, kok tidak bilang kalau mau pulang sih," rengek Sabrina dengan manjanya.

"Sengaja, biar jadi kejutan untuk kamu." Usai mengecup kening Sabrina, Hasbi langsung berlalu masuk. Dia membuka jaketnya lalu meluruhkan tubuhnya di atas ranjang.

"Kamu gak perlu beresin, Sabi. Ini sudah malam, kita istirahat saja ya. Aku kangen sekali sama kamu," celetuk Hasbi merayu Sabrina yang sedang membereskan barangnya. Hasbi melingkarkan kedua tangan di perut Sabrina, menatapnya penuh harap, membuat Sabrina hanya bisa tersenyum.

Bagaimana Sabrina tidak merasa senang, suaminya mengajaknya masuk kamar dan melepas rindu di atas ranjang kamar setelah satu bulan lebih tidak bertemu. Meskipun sudah berumah tangga selama sepuluh tahun, tak membuat sepasang suami istri itu menghilangkan keromantisannya.

"Karena besok hari Sabtu, kamu gak usah masuk sekolah ya," pinta Hasbi setelah selesai bercinta.

Sabrina yang menaruh kepalanya di dada Hasbi, merasa aneh mendengarnya. "Kenapa, Mas?" tanyanya heran. Padahal Sabrina sudah tak sabar ingin melihat kartu identitas Aksa yang nama ayahnya persis dengan nama suaminya.

"Aku ingin berduaan seharian dengan kamu, Sabi. Karena lusa, aku akan kembali bertugas. Kamu bisa mengerti kan?" tekan Hasbi yang tak ingin mendengar penolakan.

Akhirnya Sabrina mengangguk terpaksa. Suaminya memang benar, mereka jarang sekali ada waktu berdua. Satu hari saja izin tidak masuk sekolah, terlebih di hari Sabtu, mungkin tidak terlalu buruk demi permintaan sang suami.

**

Hari itu, Hasbi telah kembali berangkat dengan dalih tugas kembali ke luar kota. Sabrina hanya bisa ikhlas. Namun, satu hal yang dia merasa janggal, yaitu Hasbi membawa koper yang jauh lebih besar dari biasanya. Apakah kali ini, dia akan dinas lebih lama?

Mencoba menghilangkan kegundahannya, Sabrina berangkat ke sekolah. Karena di hari Sabtu kemarin wanita itu izin, kali ini Sabrina tak sabar untuk mengetahui kebenaran terkait identitas ayah kandung dari pria kecil bernama Aksa Adhitama di kelasnya.

Dengan tergesa-gesa, Sabrina langsung ke ruang kelas, mencoba menemui Miranda yang biasanya sudah duduk di kursi tunggu wali murid. Akan tetapi, hari ini dia tak melihat Aksa mau pun Miranda di area sekolah.

"Apa Aksa tak masuk sekolah?" desisnya bertanya-tanya sendirian yang kini berada di dalam kantor ruangan guru.

"Bu Sabi, kemarin ada wali murid dari kelas Ibu yang meminta identitasnya kembali. Katanya tidak jadi masuk sekolah di sini, beliau akan ke luar kota dan menyekolahkan anaknya di sana," lapor salah satu guru yang kebetulan masuk secara bersamaan.

"Siapa, Bu?" tanya Sabi penasaran.

"Siswa atas nama Aksa Adhitama," jawab guru di sebelah Sabrina. Seketika Sabrina terkejut.

Sabrina menggelengkan kepala. Tak menyangka bahwa usahanya untuk mencari tahu terkait kesamaan nama suami dan anak kecil yang mirip dengannya berakhir sia-sia seperti itu.

Rasa penasaran Sabrina akhirnya harus pupus. Dia terduduk lesu ketika sudah kembali ke rumahnya yang kembali terasa hampa tanpa kehadiran suaminya.

Tiba-tiba, Sabrina mengingat sesuatu yang dilewatkannya. Amplop putih yang dia temukan di laci lemari sang suami. Wanita itu pun bergegas, mengambil dokumen tersebut yang sudah dirinya simpan di bawah lemari miliknya.

Seketika tubuh wanita cantik berkulit putih itu lemas dan terduduk di atas ranjang. Tangannya gemetar saat membaca isi surat itu. Bulir bening bahkan berhasil menerobos keluar dan luruh membasahi pipinya.

“Saya yang bertanda tangan di bawah ini, Hasbi Adhitama, menyatakan bahwa Miranda Lestari, adalah istri saya yang sudah saya nikahi secara sah menurut hukum agama islam pada tanggal 05-01-2016 dalam keadaan sadar dan tanpa adanya paksaan dari pihak mana pun.”

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Amir
Dirayu dikit aja dah luluh lu, slmnya lah lu dikadalin ama laki lu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status