Share

Membalas Perselingkuhan Suami ASN
Membalas Perselingkuhan Suami ASN
Penulis: Miss_Pupu

Bab 1 Mirip Suamiku

“Sabi, entah kamu terlalu baik, atau terlalu polos. Kok bisa kamu tidak pernah curiga sama suamimu yang jarang ada di rumah?”

Pertanyaan yang dilontarkan oleh sahabatnya membuat Sabrina Mecca, atau yang kerap disapa Sabi itu tersentak. Tapi, wanita itu berusaha menghiraukannya, dia tak ingin mencurigai suaminya sendiri.

“Suamiku kan Brimob, gak heran kalau dia jarang pulang karena selalu dinas ke luar kota. Mungkin memang dia sedang sibuk,” ucap Sabrina setengah menghibur dirinya sendiri.

"Iya sih. Tapi, aku sarankan jangan terlalu nyaman dengan buaian lelaki. Apalagi pernikahan kalian sudah menginjak tahun ke sepuluh, dan belum juga dikaruniani momongan. Percaya memang boleh, tapi gak ada salahnya untuk berjaga-jaga, Sabi."

Berkat percakapan dengan sahabatnya tadi siang, wanita berusia 30 tahun itu gelisah hingga tak bisa memejamkan kedua bola matanya untuk malam ini. Pasalnya, lagi-lagi, suaminya tak pulang setelah satu bulan bertugas di luar kota.

Bukannya tertidur, Sabrina justru semakin resah. Padahal, wanita itu harus bagun pagi-pagi di esok hari karena jadwalnya mengajar di SDN Cisarua kembali dimulai. Berusaha menghilangkan kegelisahannya, Sabrina pun mencoba memainkan ponselnya untuk sekadar menghilangkan penat.

Tak tahu harus berbuat apa, Sabrina akhirnya membuka aplikasi w******p dan menekan nama suaminya. Wanita itu terkejut kala melihat tulisan online di profil sang suami. Padahal, jam sudah menunjukkan pukul 1 pagi, dan biasanya sang suami sudah terlelap di jam yang sama.

Tak berpikir panjang, Sabi berinisiatif meneleponnya. Beberapa kali panggilan memang hanya berdering, tanpa jawaban. Namun, wanita itu tak menyerah, sehingga akhirnya panggilannya terjawab di percobaan keempat.

"Iya, Sabi. Ada apa?" Dengan suara lelah, Hasbi menjawab di seberang sana.

Yang membuatnya bingung, adalah mengapa napas sang suami terdengar sedang berderu, seolah suaminya sedang lari maraton? Padahal ini sudah larut malam, jelas tak mungkin jika suaminya berlari. Terlebih, pria itu paling anti dengan olahraga.

"Mas, kamu belum tidur?" Sabrina bertanya sekedar basa-basi. Pasalnya, sudah satu bulan lamanya wanita itu tidak bertemu dengan sang suami, sehingga dirinya sudah sangat merindukan suaminya.

"Saya sedang tugas, Sabi. Ngapain sih, gangguin aja! Jika menelepon hanya untuk bicara sesuatu yang tak penting, matikan saja!" Suara Hasbi masih terdengar berat. Bahkan, kali ini bukan seperti habis berlari, tapi lebih terdengar seperti tengah olahraga angkat besi. Ngos-ngosan diiringi dengan suara lenguhan.

"Tunggu, Mas. Jangan dimatikan. Aku cuma ingin tahu kapan Mas akan pulang?" Sabrina segera menahan niat Hasbi yang akan mengakhiri sambungan teleponnya.

"Besok lusa! Sudah, saya mau kerja lagi!" jawab Hasbi singkat hingga terdengar suara sambungan telepon terputus.

Sabrina menurunkan benda pipih itu dari telinganya. 'Sabi, janganlah berpikir yang aneh-aneh. Suami kamu sedang bertugas. Sampai pukul satu dini hari begini dia masih dengan tugasnya dan berjibaku dengan rasa lelahnya.' Sabrina bergumam dalam hatinya. Ia seperti tengah menyadarkan dirinya sendiri agar tak mencurigai suaminya.

***

Hari ini adalah hari pertama masuk sekolah, sehingga Sabrina memasang senyum terbaiknya untuk menyambut siswa-siswi yang baru mendaftar di Sekolah Dasar Negeri tempat Sabrina mengajar.

Satu persatu siswa baru di kelas 1 SDN Cisarua mulai diajak Sabrina memperkenalkan diri. Mulai dari nama yang berawal dari huruf A.

"Aksa Adhitama." Sabrina memanggil anak laki-laki yang duduk paling depan.

Dengan malu-malu, anak laki-laki itu pun maju ke depan kelas, memandang seluruh teman di kelasnya dengan gugup.

Melihat itu, Sabrina pun bergegas untuk menemani muridnya. Dalam hati, pikiran Sabrina teralihkan dengan nama akhir dari anak laki-laki. Adhitama, nama itu adalah nama yang sama dengan nama akhir dari suaminya, Hasbi Adhitama. Namun, wanita itu berusaha menghiraukannya, karena jelas, bisa jadi memang kesamaan tersebut hanyalah kebetulan. Bahkan, banyak sekali yang memiliki nama Sabrina di tempatnya sekolah dulu.

"Aksa, perkenalkan diri kamu ke semua teman-temanmu, ya. Tak usah malu-malu, karena ada Bu guru di sini." Dengan nada ramah dan juga senyuman, Sabrina mempersilahkan anak laki-laki di sampingnya memperkenalkan diri. Tangannya sesekali menepuk-nepuk pundak muridnya itu untuk menenangkannya.

"Hai teman-teman," Anak laki-laki itu melambaikan tangan, "Perkenalkan, nama saya Aksa Adhitama. Usia saya 7 tahun." Aksa melebarkan senyuman. Rasa gugupnya hilang dengan keramahan Sabrina yang membawa suasana jadi riang.

"Wah namanya bagus sekali, ya? Yuk, teman-teman, sapa Aksa bersama," Sabrina mengayunkan tangannya, mengajak semua murid di kelasnya untuk menyapa bocah kecil di sampingnya.

“Salam kenal, Aksa Adhitama.” ucap semua murid di dalam kelas dengan serentak.

Sebelum mempersilakan anak laki-laki itu untuk kembali duduk, Sabrina berjongkok, menyesuaikan matanya dengan manik bocah itu, “Aksa, kalau ibu boleh tahu, siapa nama ibu dan ayah kamu, Nak?”

Dengan spontan, anak laki-laki di hadapannya tersenyum, “Ibu saya namanya Miranda Lestari, Bu. Kalau Ayah, Hasbi Adhitama.”

Mendengar itu, seketika Sabrina mematung dalam keterkejutan, darahnya seolah berhenti mengalir. Mengapa namanya bisa sama persis seperti nama suaminya?

Berusaha menghilangkan pikiran buruknya, Sabrina menggelengkan kepala dengan cepat. Nama suaminya memang bagus, dan bisa jadi karena pasaran, sehingga wajar menurutnya jika ada pria yang memiliki nama yang sama dengan suaminya.

Tak ingin suudzon, Sabrina pun melanjutkan perkenalan seluruh murid di kelasnya.

Acara belajar sebagai perkenalan siswa baru telah selesai, semua anak-anak berhamburan keluar kelas, menghampiri orang tuanya masing-masing yang menunggu di area tunggu di halaman sekolah.

Tepat saat itu, Aksa berlari menuju seorang wanita yang telah menunggunya. Sabrina pun menyipitkan matanya, mencoba menelaah anak laki-laki itu. Selain nama ayahnya sama seperti nama suaminya, wajah Aksa juga mirip sekali dengan paras suaminya. Bahkan, warna manik berwarna cokelat milik sang suami juga dimiliki oleh sang anak.

“Tak mungkin jika semua ini hanya kebetulan …” batin Sabrina

Seketika, entah mengapa dada Sabrina terasa menggebu-gebu dan penasaran. Wanita berlesung pipit itu nampak terburu-buru menuju ruangan guru. Rasa penasaran di dalam dadanya tak bisa lagi dibendung. Entah mengapa ia merasa ada yang aneh dengan anak laki-laki bernama Aksa tadi. Padahal, ia telah berkali-kali mencoba menepis pikiran buruknya.

Sesampainya di ruang guru, Sabrina langsung membuka lemari di dekat meja kerjanya, berusaha mencari berkas dari nama anak laki-laki yang bernama Aksa Adhitama. Wanita itu mencari akte kelahiran, dan juga kartu keluarga yang memiliki identitas orang tua dari bocah kecil itu.

"Bu Sabi sedang apa?" Salah satu guru kelas tiga yang baru tiba di kantor bertanya saat melihat Sabrina memilah lembaran kertas di atas meja dengan tergesa-gesa.

"Saya mencari identitas murid baru, Bu," jawab Sabrina tanpa mengalihkan perhatiannya.

Setelah akhirnya menemukan berkas dengan nama yang dia cari, Sabrina bingung karena hanya menemukan selembar Kartu Keluarga yang hanya terdiri dari dua nama, Aksa Adhitama, dan Miranda Lestari sebagai kepala keluarga. Lalu, kemana ayah Aksa yang bernama Hasbi Adhitama?

Sabrina mengusap keningnya. Ia pulang dengan rasa penasaran yang masih menggebu di dalam dada. Di tengah keresahannya karena sang suaminya juga tak kunjung pulang, Sabrina mengingatkan dirinya sendiri untuk memanggil ibu dari Aksa untuk meminta kelengkapan data. Dia masih merasakan sesuatu yang janggal.

"Mohon maaf, Bu. Saya dan ayahnya Aksa menikah siri, jadi Aksa belum memiliki akte. Saya juga sebagai kepala keluarga dalam kartu keluarga." Jelas Miranda yang kini duduk di depan Sabrina di kantor ruangan guru.

Sabrina manggut-manggut paham. "Tapi, apakah Ibu bisa memberikan identitas ayah Aksa? Seperti KTP, atau mungkin paspor. Saya butuh untuk melengkapi data siswa baru, Bu." ucap Sabrina meyakinkan wanita di hadapannya.

"Bisa, Bu. Besok saya bawa, ya. Kebetulan hari ini ayah Aksa pulang, jadi saya bisa minta KTP beliau," jawab Miranda. Wanita cantik yang usianya jauh lebih muda dari Sabrina itu tampak ramah.

"Baik, Bu. Besok saya tunggu ya. Saya catat dulu saja nama ayahnya." Sabrina mengambil buku besar yang tebal dan siap untuk mencatat.

"Nama ayah Aksa, Hasbi Aditama," ucap Miranda dengan lantang. Nama itu lagi-lagi membuat jantung Sabrina terasa berdegup kencang saat mendengarnya.

"Pekerjaannya, Bu?" tanya Sabrina lagi walau gugup, ia tetap berusaha tenang.

"Seorang Brimob."

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Nur
Mendebarkan sekali ya bagaimana akhir dari ceritanya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status