Bagian 41"Hancur bagaimana maksudmu, Mas? Apa yang terjadi?" tanya Nia yang tiba-tiba muncul, ia terlihat kebingungan karena tidak tahu apa yang terjadi."Karier Mas sudah hancur, Mas dipecat! Sekarang Mas sudah tidak punya pekerjaan. Semua ini gara-gara Sandra. Sandra telah menghancurkan semuanya!" Mas Ilyas terlihat putus asa, ia memukul-mukul tembok untuk melampiaskan kemarahannya sehingga jari-jari tangannya berdarah."Jangan seperti ini dong, Mas! Sebenarnya apa yang terjadi?" Nia meraih tangan Mas Ilyas, lalu mengelap darahnya dengan tisu. Sok perhatian, membuatku semakin muak."Apa yang kamu lakukan, Sandra? Kenapa Mas Ilyas jadi seperti ini?" Nia kembali bertanya. "Aku hanya melakukan apa yang seharusnya kulakukan. Itu saja," jawabku singkat. "Memangnya kenapa?""Kamu benar-benar keterlaluan, Sandra! Kamu telah menjual rumah secara diam-diam. Dan Mas yakin bahwa kamu juga yang sudah mengambil semua uang yang ada di ATM milik Mas. Mas tahu semuanya tapi Mas tidak mempermasala
Bagian 42"Sandra, dendam telah merubahmu menjadi wanita yang gila harta. Kamu sudah berubah Sandra. Kamu menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuanmu, Mas kecewa padamu!" "Aku tidak peduli. Inilah balasan atas pengkhianatan yang kalian lakukan. Aku sudah mengambil semuanya darimu, Mas. Sekarang kamu sudah menjadi miskin dan kariermu juga sudah hancur. Aku puas, Mas, benar-benar puas!""Kamu benar-benar jahat, Sandra. Licik," ucap Mas Ilyas lagi.Aku tersenyum penuh kemenangan saat melihat lelaki yang telah mengkhianatiku itu sudah tidak punya apa-apa. Rasakan kamu, Mas! "Nia, ambillah Mas Ilyas untukmu. Aku tidak membutuhkannya lagi karena aku sudah membuatnya bangkrut. Sekarang, lakukanlah apa yang kalian inginkan. Kalau kalian mau menikah juga silakan, aku sudah tak peduli!""Dasar licik! Setelah kamu berhasil mengambil seluruh harta Mas Ilyas, lalu kamu mengusir kami. Dasar wanita berhati iblis," tukas Nia. Ia tidak sadar bahwa dirinyalah yang lebih pantas disebut sebagai wa
Bagian 43Entah dari mana Sandra mendapatkan rekaman video itu. Yang jelas, apa yang sudah dilakukan Sandra sudah melampaui batas. Aku tahu ia marah dan kecewa, tapi tidak seharusnya Sandra menghancurkan karier suaminya sendiri."Pak Ilyas ditunggu di ruangan Pak Direktur sekarang," ucap salah seorang staf kantor yang datang menemuiku di ruangan meeting. Ya, tinggal aku sendiri yang masih berada di dalam ruangan, meratapi apa yang telah terjadi.Jantungku terasa mau copot saat berada di depan ruangan Pak Direktur. Apa yang akan ia lakukan terhadapku? Apa aku akan dipecat? Berbagai pertanyaan menari-nari di dalam benakku, membuat kepalaku semakin pusing.Lima menit sudah aku berdiri di depan ruangan Pak Direktur, tidak berani mengetuk pintu. Hingga akhirnya aku pun memberanikan diri untuk memenuhi panggilan Pak Direktur. Aku harus siap dengan segala kemungkinan yang akan terjadi.Tok tok tok!Akhirnya aku memberanikan diri mengetuk pintu ruangan Pak Direktur."Silakan masuk." Terdengar
Bagian 44"Mas, aku minta putuskan sekarang juga. Jika Mas tidak mau menceraikanku, aku akan melaporkan kalian berdua." Sandra mengancam sekaligus menantangku."Sandra, bukan ini yang Mas inginkan. Mas tidak apa-apa kehilangan semua harta yang Mas miliki. Masalah rumah, Mas masih bisa tinggal di rumah peninggalan orang tuanya Mas. Tapi satu hal yang perlu kamu ketahui, Mas mencintaimu, Sandra. Mas tidak mau kehilanganmu," ucapku pada Sandra. Jujur, aku tidak rela dan tidak mau berpisah darinya."Cukup, Mas. Mas tidak pernah mencintaiku. Mas hanya kasihan padaku. Aku sudah tahu semuanya. Sekarang silakan pilih salah satu, cerai atau masuk penjara?" Sandra kembali mengancamku.Apa yang harus kulakukan? Jika aku tidak mau menceraikannya, maka Sandra akan melaporkanku dan juga Nia ke polisi. Tapi jika aku menceraikannya, aku masih belum rela kehilangan Sandra.Bagaimana ini? Mana yang harus kupilih? Sungguh, aku pilihan ini terlalu sulit. Bagaikan buah simalakama.Akhirnya, aku memberanik
Bagian 45"Mas, aku lapar. Beliin makanan dong!" pinta Nia saat aku sedang sibuk membersihkan rumah. Rumah ini dipenuhi oleh debu, mungkin karena sudah lama tidak ditempati. Setelah Ibu meninggal, tidak ada lagi yang mengurus rumah ini. "Tunggu sebentar, Mas selesaikan ini dulu, tanggung soalnya," ucapku tanpa menoleh ke arahnya."Tapi aku lapar, Mas, buruan dong!" desaknya."Iya, tunggu dulu! Kamu 'kan lihat Mas sedang bersihin rumah. Bukannya malah bantuin!""Aku malas, Mas! Yaudah, buruan! Jangan sampai aku mati kelaparan," ucapnya lagi. Nia kemudian duduk di atas kursi kayu di ruang tamu sambil menungguku. Selesai membersihkan seluruh ruangan, aku kemudian menghampiri Nia. Ternyata Nia ketiduran di atas kursi. Aku tidak tega membangunkannya. Akhirnya aku berinisiatif untuk membeli makanan seorang diri tanpa mengajaknya. Aku membeli dua porsi nasi bungkus serta air mineral. Tak lupa mampir di warung juga untuk membeli tabung gas LPJ beserta isinya. Beras, mie instan dan juga keb
Bagian 46"Gimana, Mas? Mas sudah dapat kerjaan?" tanya Nia sesaat setelah aku tiba di rumah. "Belum," jawabku singkat, lalu menjatuhkan bobotku di atas kursi yang mulai reot ini. Maklum, umur kursi ini sudah cukup tua. Dulu orang tuaku membeli kursi ini saat aku masih SMP."Kok belum, sih? Mas tahu nggak, aku bosan di rumah terus. Aku pengen jalan-jalan, pengen shopping, pengen makan di restoran mahal seperti biasanya. Aku enggak tahan hidup seperti ini, Mas," keluhnya padaku. Bahkan lelahku saja belum hilang karena lelah seharian mencari pekerjaan. Sudah ditambah lagi dengan ocehannya yang membuat lelahku semakin bertambah."Aku nggak mau tahu, Mas harus mendapatkan pekerjaan secepatnya. Gajinya juga harus lebih besar dari gaji Mas di perusahaan tempat Mas bekerja sebelumnya," ucapnya dengan entengnya. "Kamu bisa ngomong seperti itu karena kamu tidak tahu bagaimana sulitnya mencari pekerjaan, Nia. Tolong jangan meminta hal yang macam-macam, Nia. Mas tidak akan sanggup untuk memenu
Bagian 47(Kembali ke POV Sandra) Rumah yang dulu penuh kehangatan, kini telah berganti dengan suasana yang sunyi dan sepi. Sebelum kehadiran Nia, hubunganku dengan Mas Ilyas begitu harmonis. Mas Ilyas sangat pengertian dan juga romantis, walaupun kadang-kadang sikapnya sering menyebalkan karena ingin menang sendiri. Namun, aku bahagia hidup bersamanya.Cinta dan kasih sayang yang aku miliki telah kupersembahkan hanya untuk Mas Ilyas seorang. Tapi apa balasannya? Justru cinta dan kesetiaanku dibalas dengan pengkhianatan.Aku tidak pernah menyesali keputusanku untuk berpisah darinya. Mungkin kami memang tidak ditakdirkan bersama. Mulai sekarang, aku harus terbiasa hidup sendiri, menjalani hidup tanpa bayang-bayang Mas Ilyas."Bu, ada tamu." Mbok Yuli membuyarkan lamunanku yang sejenak teringat pada Mas Ilyas, lelaki yang sudah mendampingiku selama empat tahun ini."Siapa, Mbok?" tanyaku penasaran. "Seorang lelaki, Bu."Lelaki? Siapa gerangan yang datang bertamu pagi-pagi begini?"Ma
Bagian 48Sudah hampir dua puluh menit mengikuti mobil Mas Romi, tapi mobilnya belum berhenti juga. Sudah banyak warung dan juga restoran yang dilewati, tapi Mas Romi masih tetap melanjutkan perjalanan. Aku mengambil ponsel, kemudian menekan nomornya untuk menanyakan rumah makan atau restoran mana sebenarnya yang akan kami tuju. Tapi Mas Romi tidak menjawab panggilanku. Tiba-tiba, mobil Mas Romi berbelok ke kiri, memasuki kawasan perumahan yang belum pernah kudatangi sebelumya.Aku mengernyitkan kening, bukankah kami mau sarapan? Kenapa malah memasuki kawasan ini? Apa mungkin di kawasan ini ada rumah makan atau restoran yang merupakan tempat favoritnya Mas Romi? Berbagai pertanyaan menari-nari di dalem benakku. Dari tadi aku hanya bisa menduga-duga saja.Sampai pada akhirnya mobil Mas Romi berhenti di depan sebuah rumah minimalis dengan perpaduan cat putih dengan hijau. Halaman rumah ditumbuhi bunga-bunga yang beraneka ragam, membuat mataku takjub melihatnya.Mas Romi turun dari mo