Home / Rumah Tangga / Membuang Lelaki Sampah! / Lari dari tanggung jawab? aku ancam saja!

Share

Lari dari tanggung jawab? aku ancam saja!

Author: Pramesti GC
last update Last Updated: 2022-06-06 19:44:51

Sampai di Rumah Sakit, aku mendapat perawatan, dua kakiku harus di perban dan aku meminta pulang saja dan rawat jalan.

"Kamu kenapa Mas?"

Aku tanyai lelaki yang sejak tadi mondar-mandir seperti setrikaan.

"Telphone ibu, mas lupa ngak bawa uang!"

"Ngak bawa uang atau ngak punya uang?"

"Ngak punya. Tadi sore ibu minta semua uang mas. Sekarang ATM dan buku tabungan ibu yang pegang"

Darah tinggi aku mendengar jawaban mas Aldo. Ini lelaki sudah besar, tua malah, tapi segitu manutnya sama ibu. Seperti sapi di cucuk hidungnya!

"Lalu bagaimana biaya rumah sakitnya?"

Aku tak akan mau keluar uang. Dia sudah terlalu banyak kuberi maklum, hingga lupa dengan kewajiban sendiri.

"Pakai uangmu dulu gimana?"

"Apa-apa kok pakai uangku. Kamu itu jadi suami bagaimana sih mas, belanja rumah kurang, pakai uangku. Ini istri kena musibah masih minta uangku!" Muak aku dengan alasan dan bodohnya mas Aldo. 

"Yaa gimana, salah kamu juga pakai bilang aku dapat bonus. Yaa sekarang bagaimana lagi, kamu fikir lah sendiri biaya obatnya"

"Oh mau bilang aku bohong, mau jadi alasan aku harus  memikirkan diriku sendiri. Ya sudah aku bayar sendiri, sekalian juga aku buat laporan penganiayaan"

"Ma... maksudmu apa?"

"Apa? Lupa ini ulah siapa? Kamu kan yang manarikku tanpa berpikir bahayanya didekat kompor dan air mendidih!" 

Mas Aldo terdiam, sepertinya sedang mencerna perkataanku. Sebentar kemudian mbak Yayuk  dan mbak Nur datang. Membawa minuman dan kue. Mas Aldo yang sedang binggung bertambah binggung karena tak bida lagi bicara denganku.

"Sudah selesai mbak?"

Mbak Nur berjalan mendekat, meletakkan bungkusan kue di meja.

"Sudah mbak. Tinggal nunggu mas Aldo bayar  saja" 

Aku melirik mas Aldo yang masih binggung karena ibu tak bisa dihubungi. Terlebih ancamanku yang membuatnya semakin panas dingin. Rasakan mas. Sana, percaya saja pada ibumu yang gila uang itu.

"Saya keluar sebentar yaa mbak"

Mas Aldo pamit meninggalkan kami di ruang IGD.

"Suamimu kenapa Sar?"

Mbak Yayuk menarik kursi dan duduk disamping ranjangku.

"Binggung bayar Rumah Sakit mbak. Uangnya disita ibu suri"

Mbak Yayuk dan mbak Nur tertawa bersama. Mereka memang sudah tau bagaimana watak ibu mertuaku. Setiap hari mereka mendengar teriakannya membahana dirumah kami.

Mas Aldo mana pernah tau, dia selalu ke kantor pagi. Jika sempat, mampir sebentar untuk makan siang  lalu kembali lagi sampai malam.

"Ibu mertuamu itu memang ajaib Sar. Sama mantunya sendiri seperti lintah darat tapi gayanya loyal sekali dengan geng sosialitanya"

Mbak Yayuk  berucap setengah berbisik.

"Memang kenapa mbak?"

Aku yang penasaran memintanya bercerita. Sepertinya tadi ada berita baru yang belum aku tau.

"Ibumu belikan teman-temannya baju senam. Seragam. Biar mereka kompak katanya."

Ya Allah, pantas saja uangnya langsung habis. Satu set baju aerobic paling murah saja dua ratus ribuan.

"Pantas saja mbak, minta lagi uang mas Aldo"

"Heran aku sama mertuamu itu. Dia kaya tapi suka sekali mempersulit anak sendiri. Untung mertuakua ngak begitu. Bisa mati berdiri aku setiap hari seperti kamu" Mbak Nur berbicara setengah berbisik

"Kakimu ngak apa-apa?" Mbak Yayuk memperhatikan kakiku yang diperban.

"Kita lapor polisi saja Sar, ini sudah masuk KDRT lho" mbak Nur menambahi.

"Nanti saja lapornya. Kita buat mereka ketakutan dulu. Aku ngak mau pergi dari rumah jika belum membalas mertuaku itu"

"Kamu mau pisah?

Mbak Nur terkejut dengan kalimatku.

"Nanti mbak, setelah hitung menghitung ini impas!

***

Dua jam kami menunggu lelaki bergelar suami itu pergi, tapi tak juga nampak batang hidungnya datang.

"Suamimu mana sih Sar. Dia ini pergi  bayar atay kemana?" Mbak Yayuk nampak sudah kesal juga dengan mas Aldo.

"Apa dia pulang ya mbak?"

Tiba-tiba saja pikiran itu terlintas dikepala. Bisa saja kan dia pulang meminta uang pada ibunya yang sangat ajaib itu.

"Coba di hubungi sar, barang kali sudah dekat di sekitar sini!"

Aku menelphone mas Aldo. Nada sambung terdengar, namun tak ada jawaban. Kucoba terus sampai sebuah suara kudengar.

"Halo, apa Sar?"

Aku terkejut, suara ibu mertuakau terdengar. Berarti mas Aldo  pulang kerumah.

"Mana mas Aldo bu?"

"Tidur. Kamu pulang sama Yayuk lagi saja. Nggak apa-apa to kakimu? Begitu saja manja!"

Yaa Allah, ingin aku sulam bibir mertuaku ini.

"Bangunkan bu, suruh kerumah sakit!"

"Besok dia kerja. Sudah kamu pulang sendiri saja!"

Apa? Minta dirujak rupanya ibu dan anak ini.

"Suruh dia kemari, bawa uang bayar rumah sakit. rnak saja lari dari tanggung jawab"

"Tanggung jawab apa? Itukan ulahmu sendiri, masak orang lain suruh tanggung jawab!"

Apa? Orang lain ibu bilang. Benar-benar sudah tidak singkrong itu fikiran mertuaku.

"Aku ini istrinya bu. Bukan orang lain!"

"Tetap saja, kamu itu orang luar, cuma minta dikasihani. Makanya jangan macam-macam. Kuwalat kamu!"

Aku langsung berteriak pada mbak Yayuk.

"Mbak, antar aku pulang mau, Sekalian mampir ke kantor polisi"

Sengaja aku keraskan suaraku supaya ibu mertuaku mendengarnya.

Mbak Yayuk dan mbak Nur kini cekikikan sendiri.

"Halo... Halo... Sari. Hey kamu ngapain ke kantor polisi?"

Suara ibu terdengar dari speaker HP.

"Apa bu?"

"Ngapain ke kantor polisi?

"Laporlah bu. Ini sudah termasuk KDRT. Kalau ngak lapor nanti tuman! "

"Lapor apa? Heh, siapa yang mau kamu laporkan!"

Suara ibu mertuakau melengking di telinga. Duh sakitnya telingaku.

"Yang membuat kakiku cidera siapa? Anak lelaki ibu yang sangat ibu cintai itu kan? Yaa berarti dia yang mau aku laporkan."

"Bikin masalah saja. Kamu ini waras atau tidak? Suami sendiri mau dilaporkan!"

"Ibu itu yang waras atau tidak. Sudah tau Mas Aldo itu suamiku, masak iya aku suruh bayar sendiri, pulang sendiri. Kalau begitu kan sama saja aku orang lain!" 

"pandai membantah kamu yaa!"

"Mbak sari, bayar pakai uangku saja. Biar cepat kita ke kantor polisinya"

aku berkedip meminta mbak Yayuk bicara.

"Heh..Tunggu. Apa-apaan itu"

"Sudah dulu bu. Kalau mas Aldo ngak mau kesini, ngak apa-apa. Aku mau pulang dulu"

"Eh sari...eh..."

Kututup telphone segera. Biar saja kalang kabut ibu memimirkan ancamanku. Kami sama-sama tertawa sekarang.

"Begitu saya sudah kebakaran hatinya mertuamu" mbak Nuri berucap sambil tertawa.

Sebentar kemudian HP ku kembali berbunyi. Nomor mas Aldo. Aku biarkan saja. Sampai beberapa lama tak aku perdulikan. Sekarang ganti Nomor ibu yang menghubungi.

"Halo, aku mau pulang bu, sibuk. Sudah yaa"

"Eh, Sari! Anak kurang ajar. Eh jangan matikan"

"Ada apa lagi bu"

" Aldo mau kesitu. Jangan macam-macam kamu!"

"Ngapain ke sini bu?"

"Yaa bayar biaya berobatmu, sekalian jemput kamu. Sudah kamu di situ. Diam saja!"

"Iyaa ibu sayang! Sari tunggu."

Aku tutup telphone dan menunggu mas Aldo kembali menjemputku. Enak saja mau lari dari tanggung jawab. Dendamku sudah di ubun-ubun dengan kalian. Akan aku balas bagaimanapun caranya. Satu persatu akan aku hitung!

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Membuang Lelaki Sampah!   Lamaran

    Aku berjalan masuk masuk, perlahan mencoba tersenyum dalam canggung. Mencari jawaban dari Kania dan Ibu. Namun keduanya hanya diam. Kania menarikku kedekatnya."Ada apa Kan?" Dia hanya senyum-senyum tak menjawab. Ingin aku toyor kepalanya, namun tak enak hati, di pandang banyak matan."Apa kabar Mbak Sari?" Seorang wanita dengan jimbab panjang menyapaku. Wajahnya tak asing, tentu saja, aku tau dia ibu mas Atnan."Baik bu, Alhamdulillah. Ibu lurah sehat?""Sehat, bahkan siap untuk mantu."Aku terdiam. Tak tau kemana arah pembicaraan wanita itu."Jadi seperti yang sudah diutarakan keluarga nak Atnan nduk, mereka datang untuk meminangmu."Mataku membulat sempurna. Tak ada angin dan hujan kenapa pelangi datang setelah badai?"Me_melamarku?" Aku menatap wajah mas Atnan denang lekat. Lelaki itu hanya tersenyum simpul.Jawaban apa itu!"Iya nduk, bagaimana? Apakah kamu sudsh siap menerima nak Atnan?" Ibu kembali bertanya.Aku masih terdiam. Sejujurnya aku nyaman bersamanya, namun apakah hat

  • Membuang Lelaki Sampah!   Anak yang terusir kini pulang

    Ku gandeng ibu mas Aldo turun. Aku memang harus memapahnya masuk. Mata sayu wanita itu berkaca. Menatap kedepan kami. Aku melihat kemana arah mata itu sekarang. Rupanya wajah yang ia kenal tengah sibuk mengurus kertas-kertas di depannya. Sehingga ia tak memperhatikan siapa yang tengah berdiri tak jauh dari tempatnya.Iya, aku membawa  ibu Ida menemui Akmal. Anak lelakinya yang dia usir dari rumah. Namun justru merubah hidup lelaki itu jauh lebih baik. Akmal kini memiliki tempat fotocopy dan percetakan. Ia membuka usaha itu dengan kerja keras dan bantuan mas Yuda.Dia jadi lelaki yang halus dan santun. Bahkan jambang dan janggutnya terlihat memanjang sekarang. Akmal kini jauh lebih dewasa dan meneduhkan."Assalamualaikum" Aku mengucap salam."Waalaikumsalam. Ada perlu a..." Dia terdiam, saat melihatku memapah ibu kandungnya berdiri, tepat di depan matanya sekarang. "Ibu?" Begitu kalimat yang kudengar. Entah mengapa membuat darah

  • Membuang Lelaki Sampah!   Menyapa tahanan

    "Mengapa kau membawa Fatih pergi?" Aku bertanya tanpa berbasa-basi lagi. Kesabaranku pada mas Aldo sudah ada diujungnya.Dia terdiam, membuang wajahnya kearah lain. Aku menemuinya di kantor polisi. Mas Aldo ternyata juga masuk daftar pencarian orang. Penipuan, adalah kasus yang kini juga menjeratnya."Baiklah, jika kamu hanya diam, aku tak bisa berbuat apa-apa. Ini terakhir kalinya aku kemari!"Aku berdiri, melangkah menuju pintu. "Aku hanya ingin memeluk anakku!"Suaranya sumbang. Membuat kakiku berhenti melangkah. Aku berbalik, melihat punggungnya yang kecil di balik baju orange bertuliskan Tahanan itu."Anak siapa? Fatih bukan anakmu!""Dia anakku! Aku tau dia anakku Sari!" Dia kini berdiri, namun belum melihatku."Anak yang tak kau akui sejak dalam kandungan? Bukankah mulutmu sendiri yang bilang 'hanya anak Rani darah dagingku'. Itu kan yang kau katakan?" Dia diam, tak ada jawaban."Lalu sekarang dimana Veronica? Hem... Kau bahkan tak bisa menjadi ayah yang baik untuk bayi malan

  • Membuang Lelaki Sampah!   masalah terakhir

    Kugendong Fatih yang menangis. Kupeluk dan kutenangkan dia dulu. " anak bunda sayang. Ini bunda" kutimang dia dalam dekapan. Kini tangisnya mulai reda. Dia memegang botol susunya dengan erat. Aku berjalan menuju pintu, tapi kudengar suara air dari dalam kamar mandi. Aku mendekat kearah pintu kamar mandi. Ada orang di dalam!Kutempelkan telingaku didaun pintu. Bunyi air itu sumakin jelas. "Sebentar nak, uti lagi buang air. Ini sudah selesai. Kamu jangan nangis lagi dong. Nanti mereka dengar!" Ibu ternyata ada di dalam. Aku kunci saja ibu dari luar. Biar saja dia berteriak-teriak didalam."Siapa itu! Hey siapa itu" suaranya berteriak mencoba membuka pintu."Jangan pernah lagi menyentuh anakku bu Ida!" Aku bicara dari luar. "Sari? Buka sari. Kembalikan Alex cucuku?"Alex? Keren amat namanya. Dikasih nama Muhammad Fatih kok jadi Alex. Kayak nama kedai Bakso di dekat Radio umum."Lha emang ibu punya cucu nama Alex?""Diam kamu. Keluarkan aku!""Diam ibu! Aku panggil polisi mau? Anakku b

  • Membuang Lelaki Sampah!   Mencari Fatih

    "Assalamualaikum..." Suara itu membuatku melihat kearahnya. "Mas Atnan?"Saat aku sedang kalut. Mas Atnan datang tepat didepanku. Bisakah aku meminta bantuanmu juga mas?"Ada apa mbak?" Ia tampak terkejut melihatku yang tergugu"Bisa bantu saya mas. Anak saya hilang mas.""Aisyah?Aku menggelengkan kepala. "Fatih mas""Kok bisa? Dia kan masih kecil mbak. Yasudah kita kemobil dulu. Kita cari sama-sama. Nanti mbak bisa cerita kronoliginya sambil jalan."Aku menganggukkan kepala. Segera saja aku pergi menuju mobilku. Mas Atnan meminta kunci mobilku dan membukakanku pintu untuk masuk. Aku duduk di samping kemudi dan mas Atnan menyusul masuk. Tanpa berfikir panjang, kami pergi.***"Jadi Fatih di ambil mantan suami mbak kemarin itu? Aku menganggukan kepala."Secara biologis dia memang ayahnya mas. Tapi secara hukum fatih masuk anak saya dan mas Yuda. Entah bagaimana mas Yuda menuliskan Fatih anaknya yang sah.""Lalu Aisyah?""Dia anak angkat saya."Mas Atnan terdiam. "Mbak masih ingat kema

  • Membuang Lelaki Sampah!   Fatih Hilang

    "Assalamualaikum " ibu datang bersama Kania dan anak-anak. Melihat mas Atnan dudukdi dalam saung bersamaku, membuat ibu menatapku penuh tanya."Ibu ingat, ini mas Atnan. Anaknya Bu lurah."Ibu duduk memperhatikan lelaki itu. "Oh, ibu ingat yang kemarun pas kita pulang ambil satur sama mak Idah kan?""Betul bu, itu saya. Apa kabar...""Baik mas, baik. Kok bisa sama-sama disini?" Kembali ibu mewawancara diriku."Oh, ini tempat makan punya mas Atnan bude" Kania ikut menjelaskan. Gadis sok tau inu tersenyum menggodaku. Dasar!Ibu nampak terkejut. Seban baru tau jika anak bu lurah itu polisi yang sukses punya tempat makan."Jadi beli sayur di rumah sana itu untuk di bawa kemari?""Iya bu. Betul. Tadinya kakak yang mengelola. Tapi sekarang diserahkan kesaya. Yasudah kalau begitu silahkan pesan. Saya pindah meja saja" Mas Atnan."Makan bareng saja nak, biar ramai" ibu memberikan tawaran."Iya mas, tadi bilang mau ikut bergabung. Gak apa-apa." Aku juga meminta."Betul mas, gak perlu gak enak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status