Share

Lari dari tanggung jawab? aku ancam saja!

Sampai di Rumah Sakit, aku mendapat perawatan, dua kakiku harus di perban dan aku meminta pulang saja dan rawat jalan.

"Kamu kenapa Mas?"

Aku tanyai lelaki yang sejak tadi mondar-mandir seperti setrikaan.

"Telphone ibu, mas lupa ngak bawa uang!"

"Ngak bawa uang atau ngak punya uang?"

"Ngak punya. Tadi sore ibu minta semua uang mas. Sekarang ATM dan buku tabungan ibu yang pegang"

Darah tinggi aku mendengar jawaban mas Aldo. Ini lelaki sudah besar, tua malah, tapi segitu manutnya sama ibu. Seperti sapi di cucuk hidungnya!

"Lalu bagaimana biaya rumah sakitnya?"

Aku tak akan mau keluar uang. Dia sudah terlalu banyak kuberi maklum, hingga lupa dengan kewajiban sendiri.

"Pakai uangmu dulu gimana?"

"Apa-apa kok pakai uangku. Kamu itu jadi suami bagaimana sih mas, belanja rumah kurang, pakai uangku. Ini istri kena musibah masih minta uangku!" Muak aku dengan alasan dan bodohnya mas Aldo. 

"Yaa gimana, salah kamu juga pakai bilang aku dapat bonus. Yaa sekarang bagaimana lagi, kamu fikir lah sendiri biaya obatnya"

"Oh mau bilang aku bohong, mau jadi alasan aku harus  memikirkan diriku sendiri. Ya sudah aku bayar sendiri, sekalian juga aku buat laporan penganiayaan"

"Ma... maksudmu apa?"

"Apa? Lupa ini ulah siapa? Kamu kan yang manarikku tanpa berpikir bahayanya didekat kompor dan air mendidih!" 

Mas Aldo terdiam, sepertinya sedang mencerna perkataanku. Sebentar kemudian mbak Yayuk  dan mbak Nur datang. Membawa minuman dan kue. Mas Aldo yang sedang binggung bertambah binggung karena tak bida lagi bicara denganku.

"Sudah selesai mbak?"

Mbak Nur berjalan mendekat, meletakkan bungkusan kue di meja.

"Sudah mbak. Tinggal nunggu mas Aldo bayar  saja" 

Aku melirik mas Aldo yang masih binggung karena ibu tak bisa dihubungi. Terlebih ancamanku yang membuatnya semakin panas dingin. Rasakan mas. Sana, percaya saja pada ibumu yang gila uang itu.

"Saya keluar sebentar yaa mbak"

Mas Aldo pamit meninggalkan kami di ruang IGD.

"Suamimu kenapa Sar?"

Mbak Yayuk menarik kursi dan duduk disamping ranjangku.

"Binggung bayar Rumah Sakit mbak. Uangnya disita ibu suri"

Mbak Yayuk dan mbak Nur tertawa bersama. Mereka memang sudah tau bagaimana watak ibu mertuaku. Setiap hari mereka mendengar teriakannya membahana dirumah kami.

Mas Aldo mana pernah tau, dia selalu ke kantor pagi. Jika sempat, mampir sebentar untuk makan siang  lalu kembali lagi sampai malam.

"Ibu mertuamu itu memang ajaib Sar. Sama mantunya sendiri seperti lintah darat tapi gayanya loyal sekali dengan geng sosialitanya"

Mbak Yayuk  berucap setengah berbisik.

"Memang kenapa mbak?"

Aku yang penasaran memintanya bercerita. Sepertinya tadi ada berita baru yang belum aku tau.

"Ibumu belikan teman-temannya baju senam. Seragam. Biar mereka kompak katanya."

Ya Allah, pantas saja uangnya langsung habis. Satu set baju aerobic paling murah saja dua ratus ribuan.

"Pantas saja mbak, minta lagi uang mas Aldo"

"Heran aku sama mertuamu itu. Dia kaya tapi suka sekali mempersulit anak sendiri. Untung mertuakua ngak begitu. Bisa mati berdiri aku setiap hari seperti kamu" Mbak Nur berbicara setengah berbisik

"Kakimu ngak apa-apa?" Mbak Yayuk memperhatikan kakiku yang diperban.

"Kita lapor polisi saja Sar, ini sudah masuk KDRT lho" mbak Nur menambahi.

"Nanti saja lapornya. Kita buat mereka ketakutan dulu. Aku ngak mau pergi dari rumah jika belum membalas mertuaku itu"

"Kamu mau pisah?

Mbak Nur terkejut dengan kalimatku.

"Nanti mbak, setelah hitung menghitung ini impas!

***

Dua jam kami menunggu lelaki bergelar suami itu pergi, tapi tak juga nampak batang hidungnya datang.

"Suamimu mana sih Sar. Dia ini pergi  bayar atay kemana?" Mbak Yayuk nampak sudah kesal juga dengan mas Aldo.

"Apa dia pulang ya mbak?"

Tiba-tiba saja pikiran itu terlintas dikepala. Bisa saja kan dia pulang meminta uang pada ibunya yang sangat ajaib itu.

"Coba di hubungi sar, barang kali sudah dekat di sekitar sini!"

Aku menelphone mas Aldo. Nada sambung terdengar, namun tak ada jawaban. Kucoba terus sampai sebuah suara kudengar.

"Halo, apa Sar?"

Aku terkejut, suara ibu mertuakau terdengar. Berarti mas Aldo  pulang kerumah.

"Mana mas Aldo bu?"

"Tidur. Kamu pulang sama Yayuk lagi saja. Nggak apa-apa to kakimu? Begitu saja manja!"

Yaa Allah, ingin aku sulam bibir mertuaku ini.

"Bangunkan bu, suruh kerumah sakit!"

"Besok dia kerja. Sudah kamu pulang sendiri saja!"

Apa? Minta dirujak rupanya ibu dan anak ini.

"Suruh dia kemari, bawa uang bayar rumah sakit. rnak saja lari dari tanggung jawab"

"Tanggung jawab apa? Itukan ulahmu sendiri, masak orang lain suruh tanggung jawab!"

Apa? Orang lain ibu bilang. Benar-benar sudah tidak singkrong itu fikiran mertuaku.

"Aku ini istrinya bu. Bukan orang lain!"

"Tetap saja, kamu itu orang luar, cuma minta dikasihani. Makanya jangan macam-macam. Kuwalat kamu!"

Aku langsung berteriak pada mbak Yayuk.

"Mbak, antar aku pulang mau, Sekalian mampir ke kantor polisi"

Sengaja aku keraskan suaraku supaya ibu mertuaku mendengarnya.

Mbak Yayuk dan mbak Nur kini cekikikan sendiri.

"Halo... Halo... Sari. Hey kamu ngapain ke kantor polisi?"

Suara ibu terdengar dari speaker HP.

"Apa bu?"

"Ngapain ke kantor polisi?

"Laporlah bu. Ini sudah termasuk KDRT. Kalau ngak lapor nanti tuman! "

"Lapor apa? Heh, siapa yang mau kamu laporkan!"

Suara ibu mertuakau melengking di telinga. Duh sakitnya telingaku.

"Yang membuat kakiku cidera siapa? Anak lelaki ibu yang sangat ibu cintai itu kan? Yaa berarti dia yang mau aku laporkan."

"Bikin masalah saja. Kamu ini waras atau tidak? Suami sendiri mau dilaporkan!"

"Ibu itu yang waras atau tidak. Sudah tau Mas Aldo itu suamiku, masak iya aku suruh bayar sendiri, pulang sendiri. Kalau begitu kan sama saja aku orang lain!" 

"pandai membantah kamu yaa!"

"Mbak sari, bayar pakai uangku saja. Biar cepat kita ke kantor polisinya"

aku berkedip meminta mbak Yayuk bicara.

"Heh..Tunggu. Apa-apaan itu"

"Sudah dulu bu. Kalau mas Aldo ngak mau kesini, ngak apa-apa. Aku mau pulang dulu"

"Eh sari...eh..."

Kututup telphone segera. Biar saja kalang kabut ibu memimirkan ancamanku. Kami sama-sama tertawa sekarang.

"Begitu saya sudah kebakaran hatinya mertuamu" mbak Nuri berucap sambil tertawa.

Sebentar kemudian HP ku kembali berbunyi. Nomor mas Aldo. Aku biarkan saja. Sampai beberapa lama tak aku perdulikan. Sekarang ganti Nomor ibu yang menghubungi.

"Halo, aku mau pulang bu, sibuk. Sudah yaa"

"Eh, Sari! Anak kurang ajar. Eh jangan matikan"

"Ada apa lagi bu"

" Aldo mau kesitu. Jangan macam-macam kamu!"

"Ngapain ke sini bu?"

"Yaa bayar biaya berobatmu, sekalian jemput kamu. Sudah kamu di situ. Diam saja!"

"Iyaa ibu sayang! Sari tunggu."

Aku tutup telphone dan menunggu mas Aldo kembali menjemputku. Enak saja mau lari dari tanggung jawab. Dendamku sudah di ubun-ubun dengan kalian. Akan aku balas bagaimanapun caranya. Satu persatu akan aku hitung!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status