Share

Takut Juga ya?

Penulis: Pramesti GC
last update Terakhir Diperbarui: 2022-06-06 19:50:21

Mas Aldo datang bersama ibu dan Akmal. Bisa ditebak kan bagaimana wajah ibu suri ketika melihat menantunya ini? Sudah terlipat seperti kumpulan lemak diperut.

"Jangan lama-lama do, ibu ngak betah di sini. Jangan lupa kuwitansi pembayarannya disimpan, nanti kamu bisa ajukan klaim asuransi di kantormu kan?"

Ya Allah, sudah sejauh itu rupanya menejemen keuangan negaraku ini. Aku, Mbak Yayuk dan Mbak Nur sudah saling pandang menahan senyum.

"Yaa bu, sebentar Aldo ke kasir dulu."

Mas Aldo sudah keluar dari kamar ini.

"Sakit begini saja minta kamar bagus. Giliran bayar minta dibayarin, katanya usaha sendiri, punya hasil, bayar sakitnya sendiri saja masih minta-minta!"

Aku beristigfar dalam hati. Benar-benar mulut si Akmal ini. Harusnya dia pakai rok saja. Mulutnya sudah macam token listrik habis. Bising dan menganggu!

"Mal, ini bukan kamar ya, ini ruang sementara di kasih izin klinik dipakai. buat nunggu masmu yang pulang ngak bilang-bilang." Mbak Nur menjelaskan.

"Ngapain anakku pulang harus bilang? Kamu aneh deh Nur!" Ibu sudah ikut bicara.

Merasa ada yang melindungi, Akmal mendekat dan melihat perban di kakiku.

"Lagian ngapain juga sih mesti ke klinik segala, ini  kaki di obatin juga tetap saja burik mbak!"

"Iya, seperti mulutmu itu, burik!"

Aku menatapnya tajam. Dia nampak mencibir dan duduk disamping ibu. 

"Apa sih kamu sar. Jangan bentak-bentak Akmal! Lagian benar dia bilang, kesini buang uang. Kalau ke bidan desa paling kasih salep lalu pulang. nggak sampai lima puluh ribu"

"Kalau mas Aldo ngak narik-narik sampai Supnya tumpah, ngak bakal kita ke sini! Lagian keluar uang kalau buat istri itu kewajiban bu!"

Ibu melotot melihat jawabanku. Melirik ke arah mbak Yayuk dan Mbak Nur. Mungkin takut setelah ini bakal ada berita heboh di lingkungan kami.

"Ngasih ibu juga kewajiban mbak! Aku adiknya juga kewajibannya mas Aldo. Belajar agama dulu baru ceramah."

 Akmal berkata sambil memainkan kukunya. Ya Allah, jika bisa ingin ku potong kuku cantiknya itu.

"Mulut adikmu sar. Pengen mbak lem pakai alteko deh rasanya!"

Mbak Nur berbisik sambil terus meremas jarinya sendiri. 

"Nanti saja mbak, kita presto sekalian kalau emaknya ngak ada!"

Aku ikut berbisik geram. Aku juga heran dengan Akmal, dulu ibu itu ngidam apa waktu hamil. Sampai keluar anak bertulang lunak dan mulutnya tanpa filter begini.

"Buk, gerah sekali!"

Akmal merengek mengipas tangannya ke wajah. Jari kami saja kalah lentik dengan jemari bocah ini

"Nanti dulu, tunggu mas Aldo dulu!"

Ibu menjawab tanpa beralih dari layar HP. Akmal sudah terlihat menghentak-hentakan kakinya sebal.

"Mal, di ujung situ ada kantin, kalau mau jajan yuk mbak Yayuk temani"

"Akmal kan bukan anak TK mbak Yayuk, masak ditemani jajan. Buk, minta uang."

"Kamu dari tadi sudah jajan terus mal, nanti lagi jajannya!"

"Sekarang bu!"

Dengan enggan ibu memberikan uang lima puluh ribu pada Akmal.

Lah, aku jadi menahan tawa, mereka seperti ibu dan balita di mataku. Ah sudahlah, biarlah mereka berdrama di kamar ini.

Aku lihat Akmal sudah keluar dengan senyum manis dibuat. Buka dan tutup pintu saja sudah seperti bidadari lho. Pelan-pelan sekali.

Lumayan lama kami menunggu. Mas Aldo datang dan membawa plastik putih di tangan.

"Mana kuwitansinya do?"

Mas Aldo menyerahkan kembaran kertas pada ibu dan berjalan kearahku.

"Ini obatnya"

Aku menerima bungkus obat itu.

"Ini ngak salah hitung do, Lima ratus ribu?"

Ibu melihat kwitansi di tangannya. Bahkan kini mengambil kacamata di dalam tas.

"Yaa memang segitu bu. Yang mahal tindakan pertama tadi"

"Owalah do, uang segitu bisa buat masak seminggu lebih. Ini cuma buat bayarin kaki manja istrimu!"

Astagfirullah. Ibu mertuaku ini sudah tidak waras atau bagaimana sih?

"Lima ratus saja ibu Ida begitu keberatan. Mas Aldo kan punya gaji sendiri. Kenapa pakai uang ibu Ida?"

Mbak Nur pura-pura bertanya pada mereka.

"Itu uang saya mbak, dititipkan keibu!"

Mas Aldo yang tidak mau terlihat tidak bertanggung jawab langsung saja menyanggah ucapan mbak Nur.

"Lha yaa sudah to, wong uang suami sendiri, buat istri sendiri, apa iya harus sehemat itu! Mas Hasan Sana kasih Aku lima juta sebulan!" 

Mbak Nur berucap lagi sambil senyum melirikku. Aku yang masih berakting menjadi korban hanya bisa menahan senyum.

"Yaa bukan gitu Nur. Kita ini harus hemat. Aldo cari uang susah payah, masak dihabiskan untuk macam-macam!"

"Ini berobat bu, bukan buat belanja macam-macam. Seperti borong baju senam misalnya"

Aku berucap dengan wajah polos. Ibu yang sejak tadi begitu santai, seperti terbakar sendiri. Dia melihat Mas Aldo yang nampak tak mendengar kalimatku. Atau mendengar tapi tak paham sindiran itu.

"Sudah ayo pulang!"

Ibu mengalihkan pembicaraan. Dia berdiri dan keluar dari kamarku. Perawat datang membawakan kursi roda. Aku memang sulit bergerak dengan perban ini.

"Jalan ngak bisa Sar? Pakai kursi begini segala" ibu melihat dari pintu.

Aku memperhatikan perawat yang nampak heran dengan ucapan ibu. Mas Aldo sudah membantuku duduk di kursi.

"Sudahlah bu. Jangan bikin ribut. Ayo pulang!"

Ibu nampak kesal dengan jawaban anak lelakinya, memilih berlalu pergi dan berjalan keluar. 

Mbak Yayuk dan mbak Nur masih berjalan di belakangku. Masih berbisik-bisik dan tertawa sendiri. Duh, aku juga mau ikutan berbisik dengan mereka.

"Tunggu disini. Mas ambil mobil dulu"

Aku menganggukkan kepala. Ibu melipat tangan didekatku. Mbak Yayuk dan mbak Nur berjalan mendekat.

"Sar, kamu ikut mobil Aldo kan?"

"Iya mbak, sepertinya begitu"  Aku melirik ibu yang tidak memberikan penolakan aku ikut dalam mobilnya.

"Yaa sudah, kami pulang dulu. Nanti sampai rumah kita langsung kerumah kamu yaa. Oh iya, ini tasmu." Mbak Nur memegang pundakku, memberikan tasku yang sejak tadi dia bawa.

Aku menganggukkan kepala.

"Terimakasih yaa mbak"

"Sama-sama. Bu Ida, kami duluan ya"

"Iya mbak, terimakasih yaa"

Ibuku menjawab bagai wanita sholeha yang berhati peri. Aku hanya tersenyum sendiri melihat wanita pandai berakting ini.

"Bahagia ya kamu, sudah menghabiskan banyak uangku!"

"Uang mas Aldo!" Aku mempertegas kalimatku.

"Aldo itu anakku. Uangnya ya uangku. Dia bisa sukses juga karena aku, ibunya!"

"Ibu lupa ya, mas Aldo itu suamiku. Wajib hukumnya menafkahi istri!"

"Halah, apa kamu kurang makan? Jadi gelandangan?"

"Memangnya nafkah itu cuma diperut? Bapak mas Aldo dulu juga begitukah bu? Uangnya di kasihkan ibunya semua?"

"Yoo beda. Aku spesial. Makanya semua dikasih keaku. Hah, sudah ngak usah bawa-bawa orang sudah meninggal!"

Ibu nampak keceplosan dengan ucapannya sendiri. Memilih berlalu pergi saat mobil mas Aldo sudah datang. Ibu langsung duduk didepan. Mas Aldi membantuku masuk kedalam kursi belakang.

Mobil kami melaju meninggalkan Klinik. Mungkin setelah ini aku akan meminta seseorang bantu dirumah dulu. Aku mau istirahat total, merawat kakiku yang Akmal bilang burik.

Akmal? 

"Mas, Akmal mana?"

Ciitt..

Mobil mendadak berhenti. Hampir saja aku tersungkur. Ibu malah sudah tersungkur kedasbor.

"Buk, Akmal dimana?"

***

Pov Akmal

Dari pada mendengar sindiran tiga serangkai yang memang tak suka denganku itu. Lebih baik memang aku makan sajam semangkok bakso pedas sudah pindah kedalam lambung.

Hatiku gembira, kenyang dan berkeringat karena makan pedas. Dan segelas es coklat merubah moodku jadi hip-hip hura begini.

"Lho, kok sepi!"

Aku terkejut melihat kamar mbak Sari sudah kosong. Ini benar kamarnta bukan? Kulihat lagi kedepan. Betul, ini kamar mbak Sari.

Duh bagaimana ini. Ibu, Akmal takut. Oh aku tanya perawat saja. Berlari aku keruang perawat.

"Sus, mau tanya"

Perawat yang sedang sibuk melihat layar komputer itu menatapku.

"Iya, ada yang bisa dibantu?"

"Mbak Sari itu pindah kemana ya?"

"Sari siapa?"

Lah dia balik nanya. Masak ngak tau pasiennya sendiri.

"Sari yang kena luka dikaki"

"Oh? Sudah pulang"

Apa? Pulang! Aduh gusti. Ibu bagaimana sih, masak anak sendiri ditinggal diklinik. Mas Aldo juga, apa dia lupa punya adik disini? Bagaimana sih orang-orang itu. Aku disuruh jajan, malah ditinggal. Ini pasti kerjaan mbak Sari dan geng nya ini!

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Sahriadi Tola
keren sekali.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Membuang Lelaki Sampah!   Lamaran

    Aku berjalan masuk masuk, perlahan mencoba tersenyum dalam canggung. Mencari jawaban dari Kania dan Ibu. Namun keduanya hanya diam. Kania menarikku kedekatnya."Ada apa Kan?" Dia hanya senyum-senyum tak menjawab. Ingin aku toyor kepalanya, namun tak enak hati, di pandang banyak matan."Apa kabar Mbak Sari?" Seorang wanita dengan jimbab panjang menyapaku. Wajahnya tak asing, tentu saja, aku tau dia ibu mas Atnan."Baik bu, Alhamdulillah. Ibu lurah sehat?""Sehat, bahkan siap untuk mantu."Aku terdiam. Tak tau kemana arah pembicaraan wanita itu."Jadi seperti yang sudah diutarakan keluarga nak Atnan nduk, mereka datang untuk meminangmu."Mataku membulat sempurna. Tak ada angin dan hujan kenapa pelangi datang setelah badai?"Me_melamarku?" Aku menatap wajah mas Atnan denang lekat. Lelaki itu hanya tersenyum simpul.Jawaban apa itu!"Iya nduk, bagaimana? Apakah kamu sudsh siap menerima nak Atnan?" Ibu kembali bertanya.Aku masih terdiam. Sejujurnya aku nyaman bersamanya, namun apakah hat

  • Membuang Lelaki Sampah!   Anak yang terusir kini pulang

    Ku gandeng ibu mas Aldo turun. Aku memang harus memapahnya masuk. Mata sayu wanita itu berkaca. Menatap kedepan kami. Aku melihat kemana arah mata itu sekarang. Rupanya wajah yang ia kenal tengah sibuk mengurus kertas-kertas di depannya. Sehingga ia tak memperhatikan siapa yang tengah berdiri tak jauh dari tempatnya.Iya, aku membawa  ibu Ida menemui Akmal. Anak lelakinya yang dia usir dari rumah. Namun justru merubah hidup lelaki itu jauh lebih baik. Akmal kini memiliki tempat fotocopy dan percetakan. Ia membuka usaha itu dengan kerja keras dan bantuan mas Yuda.Dia jadi lelaki yang halus dan santun. Bahkan jambang dan janggutnya terlihat memanjang sekarang. Akmal kini jauh lebih dewasa dan meneduhkan."Assalamualaikum" Aku mengucap salam."Waalaikumsalam. Ada perlu a..." Dia terdiam, saat melihatku memapah ibu kandungnya berdiri, tepat di depan matanya sekarang. "Ibu?" Begitu kalimat yang kudengar. Entah mengapa membuat darah

  • Membuang Lelaki Sampah!   Menyapa tahanan

    "Mengapa kau membawa Fatih pergi?" Aku bertanya tanpa berbasa-basi lagi. Kesabaranku pada mas Aldo sudah ada diujungnya.Dia terdiam, membuang wajahnya kearah lain. Aku menemuinya di kantor polisi. Mas Aldo ternyata juga masuk daftar pencarian orang. Penipuan, adalah kasus yang kini juga menjeratnya."Baiklah, jika kamu hanya diam, aku tak bisa berbuat apa-apa. Ini terakhir kalinya aku kemari!"Aku berdiri, melangkah menuju pintu. "Aku hanya ingin memeluk anakku!"Suaranya sumbang. Membuat kakiku berhenti melangkah. Aku berbalik, melihat punggungnya yang kecil di balik baju orange bertuliskan Tahanan itu."Anak siapa? Fatih bukan anakmu!""Dia anakku! Aku tau dia anakku Sari!" Dia kini berdiri, namun belum melihatku."Anak yang tak kau akui sejak dalam kandungan? Bukankah mulutmu sendiri yang bilang 'hanya anak Rani darah dagingku'. Itu kan yang kau katakan?" Dia diam, tak ada jawaban."Lalu sekarang dimana Veronica? Hem... Kau bahkan tak bisa menjadi ayah yang baik untuk bayi malan

  • Membuang Lelaki Sampah!   masalah terakhir

    Kugendong Fatih yang menangis. Kupeluk dan kutenangkan dia dulu. " anak bunda sayang. Ini bunda" kutimang dia dalam dekapan. Kini tangisnya mulai reda. Dia memegang botol susunya dengan erat. Aku berjalan menuju pintu, tapi kudengar suara air dari dalam kamar mandi. Aku mendekat kearah pintu kamar mandi. Ada orang di dalam!Kutempelkan telingaku didaun pintu. Bunyi air itu sumakin jelas. "Sebentar nak, uti lagi buang air. Ini sudah selesai. Kamu jangan nangis lagi dong. Nanti mereka dengar!" Ibu ternyata ada di dalam. Aku kunci saja ibu dari luar. Biar saja dia berteriak-teriak didalam."Siapa itu! Hey siapa itu" suaranya berteriak mencoba membuka pintu."Jangan pernah lagi menyentuh anakku bu Ida!" Aku bicara dari luar. "Sari? Buka sari. Kembalikan Alex cucuku?"Alex? Keren amat namanya. Dikasih nama Muhammad Fatih kok jadi Alex. Kayak nama kedai Bakso di dekat Radio umum."Lha emang ibu punya cucu nama Alex?""Diam kamu. Keluarkan aku!""Diam ibu! Aku panggil polisi mau? Anakku b

  • Membuang Lelaki Sampah!   Mencari Fatih

    "Assalamualaikum..." Suara itu membuatku melihat kearahnya. "Mas Atnan?"Saat aku sedang kalut. Mas Atnan datang tepat didepanku. Bisakah aku meminta bantuanmu juga mas?"Ada apa mbak?" Ia tampak terkejut melihatku yang tergugu"Bisa bantu saya mas. Anak saya hilang mas.""Aisyah?Aku menggelengkan kepala. "Fatih mas""Kok bisa? Dia kan masih kecil mbak. Yasudah kita kemobil dulu. Kita cari sama-sama. Nanti mbak bisa cerita kronoliginya sambil jalan."Aku menganggukkan kepala. Segera saja aku pergi menuju mobilku. Mas Atnan meminta kunci mobilku dan membukakanku pintu untuk masuk. Aku duduk di samping kemudi dan mas Atnan menyusul masuk. Tanpa berfikir panjang, kami pergi.***"Jadi Fatih di ambil mantan suami mbak kemarin itu? Aku menganggukan kepala."Secara biologis dia memang ayahnya mas. Tapi secara hukum fatih masuk anak saya dan mas Yuda. Entah bagaimana mas Yuda menuliskan Fatih anaknya yang sah.""Lalu Aisyah?""Dia anak angkat saya."Mas Atnan terdiam. "Mbak masih ingat kema

  • Membuang Lelaki Sampah!   Fatih Hilang

    "Assalamualaikum " ibu datang bersama Kania dan anak-anak. Melihat mas Atnan dudukdi dalam saung bersamaku, membuat ibu menatapku penuh tanya."Ibu ingat, ini mas Atnan. Anaknya Bu lurah."Ibu duduk memperhatikan lelaki itu. "Oh, ibu ingat yang kemarun pas kita pulang ambil satur sama mak Idah kan?""Betul bu, itu saya. Apa kabar...""Baik mas, baik. Kok bisa sama-sama disini?" Kembali ibu mewawancara diriku."Oh, ini tempat makan punya mas Atnan bude" Kania ikut menjelaskan. Gadis sok tau inu tersenyum menggodaku. Dasar!Ibu nampak terkejut. Seban baru tau jika anak bu lurah itu polisi yang sukses punya tempat makan."Jadi beli sayur di rumah sana itu untuk di bawa kemari?""Iya bu. Betul. Tadinya kakak yang mengelola. Tapi sekarang diserahkan kesaya. Yasudah kalau begitu silahkan pesan. Saya pindah meja saja" Mas Atnan."Makan bareng saja nak, biar ramai" ibu memberikan tawaran."Iya mas, tadi bilang mau ikut bergabung. Gak apa-apa." Aku juga meminta."Betul mas, gak perlu gak enak

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status