Share

Pertengkaran

Author: Kiki Miki
last update Huling Na-update: 2025-03-13 12:56:49

Raya terhenyak melihat apa yang ingin ditonton oleh mertuanya. Sedari tadi dia ingin melewatkan salura berita infotainment itu, namun ternyata mertuanya sangat jeli.

“Nggak usah nonton ini, Pa. Nonton yang lain masih banyak,” bujuk Raya lirih.

“Ssst …” Pak Hartawan menyuruh Raya untuk diam agar ia bisa mendengar apa yang disampaikan oleh pembawa beritaitu.

“Satu lagi berita terhangat, Pemirsa. Kali ini berita datang dari pesinetron dan aktor layar lebar Kai Prabaswara. Pria yang membintangi sinetron kejar tayang Madu untuk Maudy ini dikabarkan memiliki hubungan terlanggar dengan managernya sendiri, Veronica Castaro.

Hal ini dikuatkan dengan tersebarnya foto-foto mesra Veronika dengan seorang pria yang diduga adalah Kai di sebuah kolam renang hotel bintang lima di Bali beberapa waktu lalu.

Meski beberapa kali menampik pemberitaan itu, namun anak dari Bapak Menteri Hartawan Prabaswara itu lagi-lagi tertangkap kamera datang hanya berdua saja dengan Veronika ke apartemennya.”

Pak Hartawan mendengus kesal mendengar berita yang disampaikan oleh pembawa acara itu. Lagi-lagi media pasti menyebut namanya atas semua skandal yang dilakukan oleh putranya itu.

Lalu penayangan berita infotainment itu pun kini memperlihatkan Raya yang baru keluar dari mobilnya dengan diikuti oleh dua pengawal dari mobil yang lain.

“Namun mengejutkan, kedatangan istrinya pagi ini ke apartemen Veronica seperti berusaha ingin meyakinkan media bahwa hubungan mereka baik-baik saja. Ditambah lagi dengan sikap keduanya yang sengaja menunjukkan kemesraan pada warta media.

Ketika ditanya tentang kebenaran berita yang beredar baru-baru ini, keduanya kompak membantah dan menjelaskan bahwa tidak ada masalah dalam biduk rumah tangga mereka. Hmm, semoga saja berita ini tidak benar ya, Pemirsa. Karena sangat disayangkan jika pasangan romantis ini harus berakhir karena orang ketiga.

Di akhir pertemuan dengan para wartawan, Kai sempat menyebutkan bahwa dirinya mengharapkan akan hadirnya seorang buah hati di antara keduanya dan memohon doa dari semuanya. Aamiin, aamiin. Semoga segera kita dapat kabar baik itu ya, Kai, Raya!” kata pengisi suara di berita itu.

Raya menghela napas mendengar keselurahan berita infotainment yang sangat cepat rilis di televisi. Padahal mereka bertemu dengan wartawan-wartawan itu bahkan belum sampai satu jam yang lalu.

Pak Hartawan mendongak untuk melihat tanggapan Raya terhadap pemberitaan itu. Raya cepat-cepat membuang muka. Kalau menyinggung soal keturunan untuk keluarga Prabaswara, Raya tidak bisa berkata apa-apa.

Dia kehilangan muka karena memang sulit baginya untuk mewujudkan itu. Selama dua tahun ia menikah dengan Kai, tak pernah mereka melakukan hubungan seperti layaknya suami istri. Tidak sekalipun!

“Anak itu memang keterlaluan! Berani-beraninya dia mengatakan hal seperti itu kepada wartawan, sementara untuk mewujudkan itu untuk membahagiakan orang tuanya saja dia tidak bersedia. Jangan khawatir! Papa akan memberikan pelajaran untuknya nanti!”

Raya tersenyum simpul. Masih sambil memijat mertuanya dia mencoba menenangkan pria itu.

“Tidak perlu, Pa. Aku sudah memarahinya tadi. Papa memberikan aku informasi tepat waktu sehingga aku bisa membawanya pulang dari apartemen Veronica. Semua sudah berhasil ditangani sebagaimana mestinya. Itu sudah cukup. Papa tenangkan diri saja. Jangan marah-marah! Nanti kalau darah tinggi Papa kumat, Mama yang repot,” ucap Raya.

Pak Hartawan mengusap punggung tangan menantunya yang sedang memihat pundaknya.

“Aku pasti pernah melakukan kebaikan yang sangat disukai Tuhan sehingga dia memberikan aku putri perempuan yang cantik dan baik hati untuk dijadikan menantu meski anakku sendiri sangat menguji kesabaran,” katanya.

Raya tersenyum.

“Ya, kebaikan itu adalah karena menjadikan ayahku orang terdekat Papa, memperlakukan ayahku seperti keluarga bahkan menjamin hidup kami sejahtera hingga detik ini bersama ibu. Aku yang beruntung mendapat Papa sebagai pengganti ayahku,” ucap Raya.

Sementara itu, Bu Irma menarik Kai ke dalam kamarnya. Ia menutup rapat kamar putranya itu agar suara mereka tidak sampai ke luar.

“Sebenarnya apa maumu, Kaisar? Kamu itu senang kalau lihat ayah dan ibu jantungan tiap kali melihat tingkahmu! Kamu itu anak satu-satunya, tetapi kelakuan kamu itu loh! Mama itu nggak minta banyak-banyak sama kamu, Mama cuma ingin hidup yang tenang dan damai, apa nggak bisa kamu itu jangan bikin keributan terus?”

Kai menghempaskan bookongnya di atas tempat tidur.

“Justru itu apanya yang tidak meminta terlalu banyak?Mama sadar nggak sih? Mama dan Papa terlalu meminta banyak padaku. Terlalu menuntut banyak hal yang aku tidak bisa penuhi! Apa karena aku anak satu-satunya maka semua-semua yang Mama dan Papa mau aku harus turutin? Apa aku nggak boleh punya kehidupan sendiri? Apa karena anak tunggal jadi aku tidak boleh punya hak atas hidupku sendiri?” jawab Kai.

Bu Irma tak habis pikir dengan jawaban putranya itu. Ia lantas memilih duduk di samping tempat tidur di sebelak Kai.

“Terlalu menuntut apa maksudmu, Kai? Kamu tidak mau mengurus perusahaan Papa dan memilih jadi aktor meski kami tidak suka, apa itu tidak cukup? Apa harus kamu membuat segala skandal di luar sana yang bisa melibatkan nama papa kamu? "

"Kai, masa jabatan Papa tidak akan sampai dua tahun lagi. Setidaknya bisa nggak kamu berhenti membuat skandal macam-macam dan bermain-main gila dengan perempuan lain? Kamu itu lelaki beristri. Biarkan Papa mengakhiri masa jabatannya dengan tenang, Ok?”

“Lalu?” Kai terkekeh. “Apa setelah itu aku boleh melakukan apa pun?”

Bu Irma mendengus. Ya, bukan seperti itu juga maksudnya.

“Mama, aku tidak bermain gila dengan perempuan lain. Veronica adalah pacarku dari SMA. Kami saling mencintai. Mama tahu sendiri itu.”

“Meski Mama bilang aku pria beristri, maaf, tapi aku tidak pernah menganggap Raya istriku. Bukan Vero yang mengganggu hubungan kami, tapi Raya yang kalian masukkan ke dalam hidupku padahal kalian tahu aku tidak mau perempuan itu!”

“Tetap saja dia adalah istrimu dan kau harus memperlakukannya dengan baik, Kai,” ucap Bu Irma berusaha sabar.

“Memangnya selama ini aku ngapain dia? Kurang baik apa aku? Apa aku melakukan KDRT terhadapnya? Apa pernah aku memukulnya?”

“Hubungan yang baik dalam rumah tangga tak hanya tentang itu. Coba kamu pikirkan bagaimana perasaannya selama ini tiap ada pemberitaan tentang skandalmu dan Vero?”

“Aku tidak peduli, Ma! Kalau dia memang merasa terdzolimi ya tinggal urus perceraian saja, kan? Tapi nyatanya tidak kan? Dia hanya anak seorang babu yang ingin naik kelas, dan kebetulan Mama dan Papa mewujudkannya. Jadi mana mau lagi dia keluar dari keluarga ini,” tuduh Kai.

Bu Irma membelalakkan matanya.

“Astaga Kai! Sampai hati sekali kamu berkata seperti itu terhadapku istri kamu sendiri? Ya Tuhan …” Bu Irma terhenyak.

“KAIII!!!”

Tiba-tiba suara pintu terbuka diiringi suara bariton Pak Hartawan yang terdengar menggelegar.

Di sana di ambang pintu telah berdiri Pak Hartawan dengan wajah yang sangat berang. Di belakangnya, tapi masih berada di luar pintu kamar nampak Raya berdiri dengan mimik tanpa ekspresi. Entah apa yang dirasakannya saat itu. Sepertinya tidak marah atau pun sedih atas apa yang didengarnya dari mulut suaminya sendiri.

Raya sudah terbiasa mendengar kata-kata serupa makian yang dilontarkan Kai padanya terhadapnya. Dirinya selama dua tahun ini telah kebal. Justru dia lebih mengkhawatirkan kondisi mertuanya yang bisa drop sewaktu-waktu.

Pak Hartono berjalan mendekati Kai dan …

PLAKK!

Pukulan itu mendarat di pipi anak lelakinya itu.

“Kurang ajar kamu! Apa itu yang kuajarkan dari dulu kepada kamu? Begitu caramu bersikap pada perempuan? Apa begitu caramu berbicara dengan ibumu? Bersikap pada istrimu?” bentak Pak Hartawan.

Kai mengelus pipi mulusnya yang memerah. Dia tertawa kecil.

“Apa yang kamu tertawakan? Apa lucu bagimu membuat pusing orang tuamu dan berbicara hal buruk tentang istrimu?”

Kai mendengus dan melihat ke arah Raya dengan tatapan muak.

“Kau senang? Ayah dan ibuku memarahiku dan membelamu mati-matian seperti aku bukan anak mereka saja. Bagaimana menurutmu, Ray? Apa selama ini aku pernah memperlakukanmu dengan tidak baik? Jawab!!” teriak Kai sambil menunjuk pada Raya.

“Hei, turunkan tanganmu, Kai! Kau tidak pantas menunjuk-nunjuk dia seperti itu. Dia adalah menantu Prabaswara. Menantuku yang kuambil dengan cara terhormat dan bermartabat. Bahkan meski kau adalah anakku, aku tidak akan membiarkan lelaki kurang ajar sepertimu merendahkan dia seperti itu!” teriak Pak Hartawan sambil menepis tangan Kai dengan marah.

“Papa, sudah. Aku tidak apa-apa. Tolong tenanglah! Sungguh tidak ada gunanya meributkan hal yang tidak perlu,” bujuk Raya sambil menggamit lengan ayah mertuanya itu agar mau ikut dengannya keluar dari Kamar Kai.

“Lelaki ini! Salah apa aku sampai punya anak sekurang ajar ini?! Percuma disekolahkan tinggi-tinggi. Etikanya sama sekali tak mencerminkan orang yang dididik dengan baik!” tuding Pak Hartawan dengan terengah-engah sambil menahan amarah.

“Papa, sabar!!” Kali ini Bu Irma turun tangan untuk menenangkan suaminya itu.

Sungguh ia merasa khawatir melihat kondisi suaminya yang mulai memegangi lehernya. Tampaknya tekanan darahnya naik lagi.

“Sudah, lebih baik kalian pulang saja sekarang! Kai, kalau sampai Papa drop, jangan datang ke sini, tak perlu bicara dengan Mama lagi!” ancam Bu Irma ikut emosi melihat kondisi suami.

“Raya!! Bawa Kai pulang sekarang!” pinta Bu Irma yang napasnya mulai memburu juga. “Ayo, Pa!”

Bu Irma perlahan membimbing suaminya agar keluar dari Kamar Kai. Dia harus mengecek tekanan darah suaminya dulu untuk memastikan kondisinya apa perlu dibawa ke rumah sakit atau tidak.

Namun Pak Hartawan sepertinya belum puas memberi makian kepada anak satu-satunya itu.

“Dengar!! Jangan pernah anggap aku ayahmu dan datang kemari sebelum kau memperlakukan istrimu dengan baik sebagaimana aku memperlakukan ibumu! Kau dan pacar j*langmu itu, tidak akan pernah kurestui sampai kapanpun!” teriak Pak Hartawan dengan ancamannya!

***

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Membuatmu Takluk Padaku   Bandara

    “Apa-apaan orang ini? Menyebalkan sekali!” gerutu Raya.Ia memilih mengabaikan chat Kaisar dan berniat untuk merobek tiket yang baru saja diberikan oleh ARTnya itu. Namun niatnya itu urung ia lakukan karena tiba-tiba mertuanya meneleponnya.“Ya, Ma?” sapanya setelah panggilan telepon itu tersambung dengannya.“Raya, kamu nggak lupa kan kalau minggu ini kamu dan Kai mau menghadiri undangan pernikahan putra Pak Wapres?” tanya Bu Irma to the point.Astaga! Raya menepuk jidatnya sendiri. Kenapa untuk hal sepenting itu dia lupa? Beberapa minggu ini sepertinya dia terlalu terlena oleh masalah hubungannya tidak jelas itu dengan Kai. “Ada telepon dari butik loh. Katanya baju yang kita pesan untuk kamu dan Kai itu sudah jadi, tapi kamu belum jemput-jemput. Lupa atau gimana, Ray?” Raya menghembuskan napas kesal terhadap dirinya sendiri.“Ah, iya Ma. Maaf, aku sampai lupa. Nanti sore aku ke butik deh buat ambil bajunya,” janji Raya. “Nah gitu. Coba Mama nggak kasih tau kamu, bisa-bisa sudah d

  • Membuatmu Takluk Padaku   Kamu Pilih Yang Mana?

    “Aku nggak setuju kamu pergi. Kalaupun memang kamu harus pergi, aku harus ikut!” tuntut Vero lagi.Kai geleng-geleng kepala sambil menatap Vero tak habis pikir. Semakin lama Veronica semakin keras kepala berbeda dengan sifat yang dia tunjukkan di awal-awal mereka pacaran dulu.“Ver, semakin lama semakin nggak ngerti sama kamu. Kamu tahu sendiri kita itu terlibat dalam skandal. Dan Pak Abhi sudah menyuruh kita untuk saling menjauh dulu selama beberapa waktu ke depan. Dan lagi bagaimana ceritanya kamu mau ikut sementara ada mama sama papaku di situ. Kamu mikir donk!” tandas Kai.“Pokoknya aku nggak mau tahu, Kai. Kamu nggak boleh pergi! Kalau memang kamu capek karena syuting ya liburan aja di rumah nggak perlu ada acara ke luar kota segala kan?” Kai menghela nafas panjang. “Dengar, Ver. Kami ke Bali sekalian menghadiri undangan nikahan anak pak wakil presiden. Gimana ceritanya nggak datang? Dan kamu nggak usah mikir yang aneh-aneh ya! Aku dan Raya nggak bakal melakukan sesuatu sepert

  • Membuatmu Takluk Padaku   Aku Nggak Setuju!

    Raya sengaja baru keluar dari kamarnya agak siangan, walaupun dia telah bangun dari sejak subuh tadi. Wanita itu enggan keluar kamar karena malas jika harus bertemu dengan Kai. Raya baru keluar setelah ia memastikan Kai sudah keluar dari rumah. Entah itu untuk syuting atau bertemu dengan Vero Raya sama sekali tidak peduli. Dia jenuh selalu terlibat konflik dengan Kai. Saat hendak turun ke bawah untuk sarapan, ponselnya berdering. Raya memutuskan untuk membawa ponsel itu turun sekalian mengangkat panggilan telepon yang rupanya berasal dari Daniel itu.“[Baru bangun?]” tanya Daniel yang bisa mendengar dengan jelas suara parau Raya. “Umm, iya,” jawab Raya berdusta.Raya tidak ingin Daniel tahu suara parau yang didengar oleh sahabatnya itu berasal dari sisa ia menangis tadi malam. Ya, dia memang sempat menangis dan meratapi nasibnya yang selalu diperlakukan oleh Kai semena-mena. Namun rupanya Daniel tidak begitu saja percaya. Dia curiga sepeninggalannya pergi tadi malam, pasangan su

  • Membuatmu Takluk Padaku   Jangan Pikir Aku Akan Cemburu!

    “Kai!!” protes Raya tak terima kan sikap Kai yang dia pikir tidak sopan itu.“Kenapa, Sayang? Apa yang aku bilang benar kan? Ini sudah jam 10.00 malam dan kamu baru pulang? Kamu bahkan nggak pamit ke aku mau pergi ke mana. Tau nggak, dari tadi aku nungguin kamu pulang?!” balas Kai tak kalah sengit. “Yang nyuruh kamu nungguin aku siapa? Terus apa katamu? Pamit? Nggak sal …”“Ray, sudah!” sela Daniel menengahi pertengkaran pasutri yang ada di depan nya itu. Raya mendengus kesal. Hampir saja dia menunjukkan di depan Daniel bagaimana hubungannya yang sebenarnya dengan Kai. “Aku nggak apa-apa, kok. Benar Apa kata Kai, harusnya kita sudah sedari tadi pulang. Kai, maaf. Aku harusnya minta izin ke kamu dulu sebelum membawa Raya pergi ke acara pernikahan guru SMA kami,” ucap Daniel memohon maaf pada Kai.“Bagus kalau kamu ngerti,” jawab Kai sinis.Daniel mengangguk. Ia merasa masih perlu memberikan sedikit penjelasan lagi alasan keterlambatan mereka pulang hingga malam seperti ini.“Sebena

  • Membuatmu Takluk Padaku   Kelewat Malam

    “Udah ya, Ver. Aku sebenarnya lagi buru-buru nih. Tadi Mama suruh aku Jangan lama-lama karena harus mampir di apotik ini juga untuk beli obatnya Papa,” kata Kai beralasan.“Ah, itu mah alasan kamu aja itu. Kok aku merasa akhir-akhir ini kamu suka menghindar dari aku ya? Kamu nggak sedang ada perempuan lain di hati kamu kan?” tuduh Vero.“Duh, Ver. Kamu jangan suka mengada-ngada. Perempuan lain apa sih? Siapa?”“Raya misalnya?” Vero semakin memicingkan matanya. Kai geleng-geleng kepala. Sebenarnya sudah sejak lama Kai merasa kurang nyaman dengan sikap posesif Vero yang satu ini. Dan dia selalu kewalahan untuk memberi pengertian kepada kekasihnya itu.“Satu-satunya perempuan di hati aku cuma aku. Sudahlah, jangan drama! Kalau kamu merasa akhir-akhir ini aku agak sedikit menjauh, ya karena memang aku agak menjaga jarak saja dengan kamu. Itu untuk kebaikan kita berdua, kebaikan semua pihak. Aku rindu situasi kondusif tanpa banyak konflik, Ver. Tolong kamu bersabar. Ini nggak akan lama,”

  • Membuatmu Takluk Padaku   Membujuk Vero

    Selama hampir setengah jam Kai berada di ruangan Abhi Seta, untuk membicarakan rencana perjalanan bulan madu Kai Raya yang akan disponsori sutradara itu.“Jadi gitu ya, Kai. Nanti di Bali, akan ada tim yang akan memotret kemesraan antara kamu dan Raya. Pokoknya kita ambil foto seromantis mungkin. Jika memungkinkan kita setting tempat di tempat-tempat yang intim seperti ranjang atau kolam renang dengan kamu dan Raya beradegan yang sedikit hotlah … paham-paham aja ya kan? Selain itu ya terserah kamu sama Raya akan menghabiskan waktu di Bali seperti apa,” kata Abhi.“Siip …siip! Pahamlah, masa nggak? Jadi gitu aja ya, Pak? Soalnya saya masih harus pulang ke rumah ini. Ada bini yang nungguin di rumah ini,” kata Kai sekalian berpamitan.“Wah, buru-buru amat. Tumbeen … Jadi curiga saya ini soalnya kamu hari ini tampak beda Kai, berenergi. Apa ada kabar baik?” tanya Abhi kepo.“Ah, perasaan bapak saja. Sudah ah, saya pergi Pak. Yuuuk …”Kai setelah berjabat tangan dan bertos-ria dengan Abhi

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status