Bab 6
Apa-apaan Mas Hamdan. Membuat janji dengan keluarganya, menghinaku kemarin sekarang mau pakai mobil."Jangan hiraukan dia, kita pergi sekarang," aku menggandeng Nisa dan mengajak ibu beserta adikku untuk tetap pergi malam itu juga. Aku tak mau lagi di perlakuan semena-mena. Sekarang aku punya, kesempatan untuk menyenangkan keluarga dan anakku."Apa kamu tuli!" Mas Hamdan semakin meninggikan suaranya."Aku tak peduli dengan urusanmu, kalian bisa naik kendaraan lain atau pinjam mobil pada mertua Mbak Hana," ucapku. Mertua Mbak Hana mempunyai mobil, tapi keluaran lama. Yang kutahu Mbak Hana saja gengsi naik mobil itu."Istri pembangkang!" Mas Hamdan mendekat dan ingin menamparku.Tapi tangan Mas Hamdan di tahan oleh Anwar. "Jangan sakitin Mbak Nasna, Mas!" hardik Anwar."Kamu gak usah ikut campur, berikan kunci itu padaku!" Mas Hamdan justru membentak Anwar.Tapi kami tak menghiraukannya. Anwar menuju mobil."Nasna, hentikan langkahmu!" Mas Hamdan terus berteriak seperti tak malu pada tetangga."Kamu tahu kan, kami mau pergi! Hei Nasna!" Mbak Hana ikut meneriaku.Aku menurunkan kaca mobil, setelah semua keluargaku masuk."Gak malu ya Mbak, mau pinjam mobilku? Maaf ya, aku mau shopping sama keluargaku!" ledekku dan kembali menaikkan kacanya. Mbak Hana amat kesal padaku, terlihat jelas dari raut wajahnya. "Ma, kenapa Nisa naik mobil itu kan kita mau pergi!" Gina putri Mbak Hana merengek pada Mamanya. Walaupun Gina berusia 8 tahun, dia memiliki sifat yang sama dengan Mbak Hana. Suka mengadu, dan pembohong. Sering membuat anakku di fitnah, dan nanti Mbak Hana menyalahkan Nisa. Terkadang ia yang merusak mainan nya sendiri, tapi ia tuduh pelakunya Nisa. Aku sudah melarang Nisa bermain dengan Gina. Tapi kadang gadis kecil itu memaksa Nisa untuk bermain, apalagi putriku lebih cenderung mengalah dan tak enakan. "Dasar OKB!" teriak Mbak Hana yang masih bisa kudengar. Mereka tak bisa menghentikan aku.[Balik Nasna!][Kamu mau jadi istri durhaka, aku ceraikan kamu nanti!][Istri durhaka, menyesal aku menikahimu! Apa karena pendidikanmu yang rendah sampai SMA dan tak kuliah membuatmu tak punya attitude!][Apa Ibumu itu tak mengajarkan kamu tentang agama, betapa besarnya dosa istri melawan suami!] Rentetan pesan dari Mas Hamdan. Sampai membawa pendidikan dan orangtuaku. Ibuku juga sudah janda, seperti Ibu Mas Hamdan. Tapi Ayahku meninggal saat aku masih berusia 10 tahun, sepulang sekolah aku menjadi pembungkus kerupuk, di saat usia 11 tahun dan terbiasa bekerja. Setelah lulus SMA aku tak melanjutkan kuliah karena walaupun dapat beasiswa semua butuh biaya tambahan.Bersyukur adikku Riri bisa kuliah, tapi tidak dengan Anwar ia lebih memilih bekerja.[Kenapa pesanku hanya kamu baca!] Ponselku berdering. Mas Hamdan menelpon karena pesannya tak ada yang kubalas. Aku memblokir nomor Mas Hamdan. Malam ini aku ingin menghabiskan waktu dengan keluargaku, dan malas meladeninya. [Nasna, balik kamu! Mau jadi janda!] kini pesan dari Mbak Hana. Semua saudaranya tak ada yang beres, aku sedang jalan-jalan mereka kepanasan."Hamdan, nanti semakin marah padamu, Nas. Ibu jadi tak enak, apa kita pulang saja?" ucap Ibu yang duduk di sampingku."Jangan hiraukan Bu, Nasna capek dengan sikapnya. Terserah mau dia marah," jawabku."Mbak betah banget punya suami seperti dia, gak ada menghargai keluarga kita. Termasuk Kakaknya itu," timpal Anwar."Gimana lagi, War. Memang tabiat mereka tak bisa di ubah," jikapun Mas Hamdan minta cerai aku tak akan menolak, bertahan di pernikahan toxic seperti ini hanya membuatku tekanan batin. Kasihan Nisa melihat Ayahnya selalu marah dan tempramen, bahkan di hadapan putrinya. Di Mall aku membelanjakan mereka. "Mbak, aku ini aja udah jangan tambah lagi," ujar Riri menolak ketika aku tawarkan untuk beli sepatu lagi.Beginilah keluargaku. Mereka tahu sekarang aku banyak duit, tapi tak ingin memanfaatkan.Aku membelikan Nisa juga pakaian baru, sepatu, tas dan mainan yang ia mau. Setelah capek kami menuju restoran cepat saji yang ada di Mall."Tadi cuma makan ayam goreng sampai 500 ribu, Nas. Mending kita beli di pinggir jalan tu, cuma 7 ribu sepotong," ucap Ibu."Wajar Bu, harganya segitu karena tempatnya juga bagus dan kita bayar pajak. Sesekali gak apa," jawabku tersenyum."Tapi masih enak nasi padang Mbak, hehe.." ucap Riri."Tapi makasih loh Mbak, udah traktir kita begini," imbuh Anwar. "Sama-sama, lain kali kita pergi ke tempat wisata juga ya," dari dulu aku ingin sekali melakukan hal ini mengajak Ibu dan adikku untuk refreshing, dan sekarang bisa mewujudkannya. Karena itu aku membeli rumah juga atas nama Ibu.PoV HamdanTangisan Mega tak kunjung mereda, ia terus menangisi putra kami yang sudah meninggal karena kelainan jantung. Bayi mungil itu hanya bertahan 3 hari saja, jujur sebagai Ayah aku juga merasakan sedih dan bersalah. Karena sikapku yang tidak baik pada Mega selama ia mengandung."Ini semua karenamu, anakku meninggal!" ucap Mega lirih di dalam tangisannya. Kata itu terus ia ulang, menyalahkan diriku."Kamu yang membuat anak kita meninggal, kamu tak pernah perhatian padaku ketika hamil dan memberiku tekanan," Mega terus saja,menyudutkan aku. Aku sadar telah mengabaikan Mega dan kehamilan nya. Tak bisa kubohongi jika perasaanku dan pikiran ini terus mengingat Nasna dan Nisa. Aku sangat cemburu dan sakit hati melihat kebahagiaan mereka dengan Arkan. Ingin rasanya aku mengganti tempat Arkan. Ya tempat yang seharusnya menjadi milikku setelah direbut oleh pria itu, dia telah merebut Ibu dari anakku. Apalagi Nissa memanggil Arkan dengan panggilan papa. Huhh semakin membuat telingaku s
PoV Nasna"Arggghhh..!" terdengar jeritan kesakitan. Itu Naomi kan dia masih berani datang ke sini juga dan jatuh di lantai dapur.Naomi meringis menahan sakit, ternyata di lantai terlihat mengkilat, seperti tumpahan minyak. Beruntung aku belum masuk dapur, jika saja aku datang lebih dahulu pasti aku yang akan jatuh. Apa ini, kerjaan Rere? "Naomi?" Rere datang dan melihat keadaan temannya sudah terjatuh di lantai yang licin itu, karena minyak goreng. "Sakit, tolongin aku!" pekik Rere. Uhhh pasti sangat menyakitkan bokongnya yang mendarat duluan di lantai."Kenapa kamu bisa ke sini?" Rere ingin melangkah namun ia ragu dan kembali mundur. "Cepat tolong aku, ish!" pekik Naomi karena Rere hanya melihat dia yang masih terduduk di lantai merasakan kesakitan pada bagian tubuhnya, yang menghantam lantai dengan keras. Rere seperti kebingungan dan akhirnya mengulurkan tangannya, untuk menjadi pegangan Naomi. Naomi berusaha berdiri, tapi sepertinya lantai yang licin itu membuat dirinya sus
Semenjak kejadian itu, memang Rere berubah baik. Tak ada mencari masalah denganku, sekarang aku juga sudah pindah ke rumah baru dengan Mas Arkan.Dan Mbak Hana yang meminta pekerjaan, aku sudah meminta izin pada Mas Arkan saat itu. Dan suamiku menyerahkan semua padaku, jika kasihan mau menerimanya bekerja. Aku memberi kesempatan pada Mbak Hana.Awalnya Mbak Hana bekerja dengan baik, walau ia sempat berhutang sebanyak 2 juta di minggu kedua bekerja. Alasan Mbak Hana meminjam uang itu, untuk berobat mantan ibu mertua. Aku pun memberikan pinjaman padanya. Tapi setelah pinjaman itu. Mbak Hana berhenti berangkat kerja, aku pernah mengirim pesan, karena hampir seminggu dia tak masuk, dan Mbak Hana justru memblokir nomorku setelah pesan berubah menjadi centang berwarna biru.[Nanti hutang nya juga aku bayar! Baru 1 minggu hutangin udah di tagih!] balasan pesan Mbak Hana 4 hari setelah memblokirku.Kenapa dia berpikir aku menagih hutang, padahal aku bertanya tentang dia bekerja lagi atau tid
PoV (3)(3 bulan kemudian)----Hamdan sudah keluar dari jeruji besi. Kini ia bisa menghirup udara kebebasan. Hamdan dan Mega melakukan cara kotor, apa sih yang tidak bisa jika menggunakan uang. Hingga mereka juga tega menjual rumah Ibu Irina tanpa sepengetahuan nya.Mereka kembali ke rumah yang dulu di beli Hamdan. Sebagian cicilan rumah sudah di bayar oleh Mega. "Mas, keluargamu sudah di usir dari rumah." Mega memberitahu pada Hamdan ketika mereka akan pulang ke rumah. Karena kemarin Hamdan masih belum tahu tentang keluarganya yang di usir."Oh.. Biarlah. Yang penting aku bebas! Selama ini aku sudah berkorban untuk keluarga, sekarang gantian mereka yang berkorban untukku! Rumah itu juga ada hak-ku karena sudah membiayai renonasinya!"jawab Hamdan dan menoleh pada Mega dengan seulas senyum di bibirnya. Sesantai itu Hamdan menanggapi berita tentang keluarganya.Mega merasa lega. Ini yang dia inginkan. Hamdan berhenti peduli pada keluarganya sendiri. "Akhirnya aku tak perlu takut, jik
PoV NasnaAku puas melihat Naomi di lempar keluar oleh Mas Arkan. Rasakan kamu perempuan gatal, ingin mendekati suamiku. Percuma tampilannya modis, dan cantik. Selalu bilang jika ia berkelas, kelas apa jika hanya menjadi wanita murahan. Aku yakin Naomi ingin menginap di sini dan mengambil kesempatan untuk menggoda suamiku, bila ada kesempatan.Apalagi pakaian yang ia kenakan sangat minim, ketat. Gunanya pasti untuk merayu suamiku, dengan tubuhnya. Perdebatan antara Mama mertua dan Rere masih terjadi. Tak perlu aku menjelaskan panjang lebar tentang kejadian, mereka sudah tahu sendiri dan berhasil membuat Rere akan di usir dari rumah ini. Apakah aku jahat dan kejam jika menginginkan Rere di usir dan tak di anggap anak angkat lagi oleh keluarga ini. Tujuanku berhasil, dan jika dia pergi. Tak ada lagi yang mengusik rumah tanggaku.**Rere pingsan, Mama yang akan ke kamar menemui Nissa berbalik dan menuju Rere yang tubuhnya sudah tergeletak di lantai. Pasti ia hanya pura-pura karena tak
PoV AuthorRere dan Naomi beradu pandang ketika Nasna menunjukkan video rekaman cctv saat mereka, menganiaya Nissa dengan kejam. Mencubit bahkan mendorong gadis kecil itu. Arkan mengepalkan tangannya, dengan kuat ketika menonton video itu. Tatapan tajam di arahkan pada Riri dan Naomi. Yang sudah seperti salah tingkah di hadapan Tante Tika dan Arkan karena ketahuan perbuatan sadis mereka."Mama, jangan salah paham dengan video itu!" Rere kemudian mendekati Tante Tika. "Mama jangan percaya, aku tidak seburuk yang Mama lihat di video. Maafkan aku, Ma! Aku melakukan ini karena ada sebabnya!" ucap Rere dengan nada suara yang bergetar karena ketakutan ia menyatukan telapak tangannya, memohon agar Mama angkatnya mengerti."Apa sebabnya? Kenapa kamu sangat tega pada anak kecil yang tidak bersalah seperti Nissa, apa salah dia hingga kamu melalukan hal keji, dan juga kamu Naomi? Beruntung Arkan, tidak menikah dengan wanita sepertimu, pada anak kecil saja kamu kejam. Bagaimana mau menjadi ist