LOGIN"Ummmmhhh, ummmmhh, ummh!" Vira meronta dan memukuli dada Bram hingga kemeja rapi Bram berubah menjadi kusut.
Bram menarik pinggang Vira hingga merapat ke dalam pelukannya lalu menekan tubuh Vira hingga terlentang di sofa ruangan utama. Pintu depan juga sudah ditutup, Bram sama sekali tidak takut kalau tindakannya itu bakalan ketahuan. Sudah lama dia tahu bahwa Vira lebih sering tinggal seorang diri di kediaman besar itu. "Om, mau ngapain lagi!" Bentak Vira. "Kamu suka main kasar? Apa kamu kira aku bakalan menerima penolakanmu? Hah?" Tanya Bram sambil menahan kedua tangan Vira di kedua sisi kepala Vira. Kenapa harus Om Bram? Kenapa harus suami dari Mbak Ningrum? Kenapa bukan pria lajang saja? Keluh Vira dalam hatinya. Bram terus menciuminya tanpa henti, ketika penolakan Vira berubah menjadi kepasrahan Bram segera melepaskan tahanan genggaman tangannya dari pergelangan tangan Vira. "Om, oh, jangan, tadi pagi masih sakit," "Kamu harus ingat momen ini baik-baik, tubuhmu hanya boleh menjadi milikku! Hanya aku Vira, hanya Bram Hendarto!" Vira tidak menyahut, dia hanya bisa memeluk punggung Bram ketika Bram berusaha mendapatkan apa yang pria itu inginkan. "Vir, aku sangat menginginkanmu!" Desis Bram pada telinga Vira. "Om, nggak boleh, Om," Momen ini begitu membekas dan bermakna bagi Bram Hendarto. Pagi tadi dia terburu-buru karena cemas Adinda curiga, tapi kali ini dia ingin lebih menikmatinya. Apakah tanpa sadar aku telah jatuh cinta pada Vira, meski awalnya aku hanya ingin main-main tapi kemarahanku saat aku ingin menjelaskan pada Vira siang ini tiba-tiba berubah menjadi perasaan gemas. Kenapa rasanya aku ingin membuat gadis ini hanya menerima sentuhan dariku? Apakah ini hanya sikap egoisku semata? Apakah aku terlalu serakah? Meski niatku hanya ingin membalas Guntoro. Tapi perasaanku yang seperti ini begitu tulus, dan seperti .... cinta pertama! Vira menatap tubuh kekar dan atletis Bram yang kini tengah berada di atasnya. Wajah tampan Bram terlihat sempurna menjadi idola wanita. Vira larut dalam gairah tak betepi. Sejenak kewarasannya hilang entah ke mana. Perkataan kasarnya yang tadi dia lontarkan pada Bram menjadi tidak berarti. "Om, aku nanti malam aku masih ada jadwal memberikan les, kakiku rasanya sangat sakit," rengek Vira pada Bram. "Aku akan mengakhirinya tapi kamu harus janji balas pesanku, kirimkan nomor rekeningmu padaku, oke?" "Ta, tapi," Setelah selesai Vira segera membersihkan sofa dan mengenakan bajunya kembali. Begitu juga Bram, pria itu sekarang duduk santai sambil menyandarkan punggungnya. "Om kenapa minta nomor rekeningku?" Tanya Vira. Dia sudah menuruti permintaan Bram dan tidak ingin memancing kemarahan Bram lagi. Ketika Bram marah hanya akan membuat Vira kesulitan. Bram akan muncul di manapun Vira berada. Bahkan Bram menyusulnya pulang ke rumah untuk menegaskan kembali perkataan yang belum disampaikan ketika mereka di sekolahan siang tadi. "Aku ingin memberikan uang padamu, ya meski kamu berkeras menolaknya." Vira tidak mengerti dia hanya duduk diam sambil menatap layar ponselnya, tak lama setelah dia memberikan rekeningnya uang langsung masuk ke dalam tabungannya senilai lima juta rupiah. "Om, aku sudah digaji sama Mbak Ningrum sebagai guru les Adinda, dan nominal ini terlalu besar. Apa Om ingin membayarku selama beberapa bulan ke depan?" "Bukan, itu beda lagi, itu tunjangan yang akan aku kirim setiap bulan, ya tapi tergantung dengan jalannya proyek dan bisnisku. Kalau lancar minggu depan aku tambahi," sahutnya dengan enteng sambil menatap Vira dengan senyum nakal pada sudut bibirnya. Vira tidak mengerti niat Bram, dia tetap tidak merasa senang menerima uang dari Bram. Hubungan terlarang yang dilakoninya juga bukan karena uang atau dilakukan dengan sukarela, Vira tetap ingin memutuskan hubungan antara dirinya dengan Bram. "Apa maksudnya Minggu depan?" Tanya Vira heran. "Kamu resmi jadi pacar selingkuhan ku, apalagi?" Jawab Bram dengan santai sambil menyentuh dagu Vira di sebelahnya lalu berniat memberikan ciuman pada bibir ranumnya. Tash! Vira menepis tangan Bram dari dagunya. "Aku ogah Om! Ogah! Sampai mati aku nggak mau bohongi atau nyakitin mbak Ningrum!" Bram tertawa geli sambil menepuk-nepuk pahanya sendiri. "Lucu sekali, padahal kamu tadi merintih-rintih, wajah penuh nafsumu mana mungkin bisa aku lupakan! Sepertinya kamu sengaja bersandiwara di depanku! Dalam hatimu mau, tapi mulutmu ini nggak senada, mulutmu nggak bisa mengakuinya! Tapi tubuhmu yang jujur nggak pernah bisa nolak." Bram bicara sambil menunjuk bibir Vira di sampingnya. Vira kembali menepisnya dengan kasar. "Om sudah nggak waras! Om Bram sudah gila!" Bentaknya dengan tatapan marah. "Makanya nurut sajalah! Lagian kamu pikir pria mana yang tulus dan mau mencukupi kebutuhan kamu tanpa menikah? Aku sudah sebaik ini kamu tolak, apa kamu pikir kamu bisa mendapatkan pria lain di luar sana setelah tahu kalau kamu sudah nggak perawan?" Bram menyentuh bahu Vira lalu membisikkan kata-kata pada telinganya. "Apa kamu mau aku yang ngomong langsung sama pria yang mendekatimu? Bahwa akulah yang sudah merenggut kesucianmu!?" Tanya Bram dengan tatapan merendahkan. Vira langsung membalas tatapan mata Bram, tidak hanya sorot mata tajam Bram yang menegaskan bahwa Vira sepenuhnya berada di genggaman tangannya, tapi kata-kata itu lebih mirip sebagai ungkapan peringatan dan juga ancaman besar bagi Vira bahwa Vira tidak akan pernah bisa menikah dengan pria lain. "Kejam sekali!" Desis Vira sambil mengusap air mata pada kedua pipinya. "Ya .... Memang aku terlihat kejam dan seenak sendiri, tapi coba kamu pikir daripada kamu dibuang di malam pertama setelah menikah? Apakah tidak lebih memalukan?" Sahut Bram dengan entengnya sambil mengukir senyum lalu meniup kepulan asap rokok dari bibir tipisnya ke wajah Vira. Vira merasa muak sekali dengan ucapan Bram. Bram tidak hanya menginjak-injak harga diri Vira tapi juga berulangkali mengoloknya karena sudah tidak memiliki kesucian untuk dibanggakan lagi. Benarkah hanya untuk membalas dendam? Bukankah Bram merasakan kebenaran tentang ketulusan dalam hati ketika menjamah tubuh Vira Astanti? Bagaimana kalau pada akhirnya aksi balas dendam Bram ternyata malah membuat Bram terjebak dalam dilemanya sendiri, antara kebenaran dirinya yang telah larut dan jatuh cinta pada Vira?Ningrum melepas kepergian Bram dengan pipi sembab dan basah, setelah mobil Bram berlalu meninggalkan kediaman, Ningrum bergegas masuk ke dalam rumah.Vira sejak tadi berdiri di luar kamarnya. Saat berjalan masuk wajah Ningrum langsung memucat."Kamu tadi mendengar semuanya?" Tanyanya ragu-ragu.Vira membalas tatapan mata Ningrum lalu menganggukkan kepalanya."Aku-aku sebenarnya, aku, aku tidak seperti yang kamu bayangkan. Vira, aku hanya ...." Ningrum tampak bingung, dia tidak tahu harus memulai penjelasannya dari mana.Renaldi yang baru selesai bersiap-siap sengaja menahan langkahnya untuk mendengarkan percakapan antara dua wanita di ruangan utama."Mbak Ningrum tidak perlu mengatakan apa-apa, nasi sudah menjadi bubur, apakah artinya Mbak Ningrum selama ini nggak cinta sama Mas Bram?"Ningrum mengernyitkan keningnya mendengar pernyataan dari Vira."Kamu tahu semuanya? Kamu tidak hilang ingatan?" Tanya Ningrum dengan tatapan mata curiga.Vira terdiam sejenak, dia tidak memiliki alasan
Dalam hati, Vira merasa sangat jijik.Betapa munafiknya! Jelas-jelas aku mendengarmu terus mengatakan tentang area intim Ibuku, kamu terus memujinya seolah-olah hanya dialah wanita yang paling bisa memuaskan hasratmu di ranjang! Aku muak! Aku benci sekali! Tapi menunjukkan kemarahanku sekarang hanya akan membuat keadaan menjadi runyam.Malam itu Bram menyetubuhinya. Vira hanya bisa menahan desahannya dan memejamkan matanya beberapa kali ketika Bram mendorong keluar masuk batang kejantanan miliknya dari liang intim Vira.Kondisi Vira sudah baik-baik saja, beruntung Bram bertanya dengan rinci kepada dokter yang menangani Vira jadi dia tidak mungkin menyentuhnya jika kondisi Vira belum pulih sepenuhnya.Walau tubuh Vira yang telanjang hanya menggeliat sesekali saat dia setubuhi, hal itu sudah cukup memuaskan perasaan Bram yang sudah memendam gairahnya selama berbulan-bulan. "Aahhh, Vir, aku benar-benar tidak tahan, aku sangat ingin menyetubuhimu, sudah lama aku menahannya, oohhhh, Vir,"
Tiga hari kemudian Vira dibawa pulang ke rumah, Bram memutuskan untuk merawat Vira di kediamannya. Pada akhirnya keputusannya itu hanya akan merepotkan Ningrum untuk merawat istri ke duanya.Murni dan Guntoro ikut serta mengantarkan Vira ke kediaman Bram.Mereka menemani putri mereka sampai ke kamar. Kondisi Vira masih linglung. Dokter yang merawatnya mengatakan bahwa kondisi tersebut tidak bertahan terus seperti itu dan akan pulih sesuai dengan perkembangan kesehatan pasien."Apa Nak Bram yakin Vira sebaiknya tidak dirawat di rumah kami saja? Kami adalah orangtuanya Vira," tanya Guntoro pada Bram. Melihat Bram bersedia merawat putri kesayangannya Guntoro tidak ingin merusaknya, masalah hubungan gelap antara Bram dan Murni yang pernah Guntoro saksikan terpaksa dia kubur kembali."Ya, aku suaminya, sudah sewajarnya Vira berada dalam pengawasanku," jawabnya tegas. Bram tidak bisa memercayakan Vira pada Murni, apalagi belakangan ini Murni tidak terlihat menyayangi Vira seperti dulu-dulu.
Tiga bulan berlalu, Vira terbangun dari koma setelah sekian lama. Tapi Vira yang sekarang bukan seperti Vira Astanti yang dulu, dia terlihat seperti orang lain. Saat melihat semua orang yang menjenguknya Vira sama sekali tidak bicara. Vira hanya diam sambil menatap wajah-wajah mereka dengan tatapan asing seolah tidak ada apa pun di dalam ingatannya.Murni kebingungan dan dia terlihat cemas seolah takut terjadi sesuatu dengan kondisi putri satu-satunya. Tapi pada kenyataannya, Murni bukan cemas karena kondisi Vira yang linglung tapi cemas kalau sampai hubungan terlarang antara dirinya dengan Bram Hendarto terkuak di depan umum.Melihat Vira linglung seolah tidak mengenal siapapun, Murni sedikit lega di dalam hati. Untuk memastikan semua itu Murni secara diam-diam menemui Bram. Selama dalam proses perawatan Bram lah yang selalu bicara pada dokter yang menangani Vira.Di koridor sepi, melihat Bram berjalan sendiri dari kafe, Murni langsung mencekal pergelangan tangan Bram dan menarikny
Vira masih tidak ingin percaya dengan apa yang dia dengar di toko bapaknya, bahkan saat mengisi les privat di sekolah Vira masih melamun dan menolak kebenaran yang sulit diterima oleh nalarnya. Apakah memang benar Mbak Ningrum dan Bapak? Apakah Ibu tahu semua itu? Keluarga macam apa ini! Vira terus mengeluh di dalam hati namun tidak ada gunanya karena tidak bisa menyelesaikan segalanya. Jika ingin diperbaiki lagi juga tidak mungkin karena hubungan keluarga sudah rusak."Bu? Bu Vira?" Mia menyentuh lengan Vira karena ada soal yang ingin dia tanyakan."Eh, iya?" Vira segera menoleh lalu memaksa bibirnya untuk tersenyum. Seperti apapun kondisi hatinya, dia harus tetap profesional di depan para muridnya."Coba lihat soal ini? Bagaimana cara menyelesaikannya?" Vira menatap ke arah soal di buku lalu memberikan penjelasan pada Mia.Usai mengajar les, Vira tidak pulang ke rumah Bram, dia memutuskan pulang ke rumah Murni. Vira ingin menemui ibunya untuk menanyakan tentang Guntoro.***Keti
Ningrum terus memikirkan pertanyaan dari Adinda, dia tidak mungkin menjawab pertanyaan tersebut dan mengatakan bahwa Adinda adalah putri kandung Guntoro - ayah Vira Astanti.Semakin lama memikirkan masalah itu Ningrum merasa kepalanya sangat pusing dan hampir pecah! Dengan wajah gelisah Ningrum segera bergegas masuk ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Hari ini Ningrum berencana untuk menemui Guntoro secara langsung. Ningrum merasa tidak bisa menunda lagi.Ya, aku harus pergi, hari ini aku harus menemui Mas Guntoro, aku harus menemukan solusi untuk memecahkan masalah Adinda. Setelah selesai membersihkan tubuhnya Ningrum bergegas pergi ke kamarnya untuk bersiap-siap.Ketika melewati ruang makan Ningrum sengaja melirik beberapa orang di kursi meja makan, hanya tersisa Renaldi dan Adinda saja. Ningrum merasa lega, dia berharap Adinda memiliki pernikahan yang bahagia bersama Renaldi suatu hari nanti, Ningrum akan berusaha semaksimal mungkin untuk membuat Adinda tetap menikah denga







