Airin berdiri mematung di depan jendela kamarnya. Agak lama dia melamun di sana, matanya melihat keluar kepada pohon mangga besar yang mengembangkan daunnya yang rimbun. Di sana sini nampak sinar bulan jatuh dari antara sela-sela daun yang rimbun. Dibukanya lebih lebar jendela kamarnya, sejauh mata memandang nampak sinar bulan purnama yang putih lembut.
Sudah empat purnama dia tinggal di rumah ini semenjak kepergian nya dari rumah suaminya. Mantan suami lebih tepatnya, karena sekarang sudah habislah masa Iddah nya. Sudah sah dia menjadi janda yang diceraikan. Semenjak kepulangannya, hari-hari nya lebih banyak dihabiskan di dalam rumah. Sesekali dia pergi ke Toko meubel Mas Rahman kakaknya, hanya sekedar mengantarkan makanan atau berkunjung, terkadang dia juga mengantarkan Raka keponakan bersekolah. Untunglah di rumah ada Ibu, Mba Laras, dan anak-anaknya sehingga waktu tidak terasa sepi.Sebenarnya dia sudah mengutarakan keinginnya untuk bekerja di toko Mas Rahman. Akan tetapi Mas Rahman tidak mengijinkannya bekerja sebelum masa Iddah nya selesai. Menurutnya wanita di masa Iddah lebih baik berada di dalam rumah agar tidak menimbulkan fitnah. Apalagi di toko meubelnya lebih banyak laki-laki dibandingkan perempuan yang bekerja di sana. Sejenak Airin tersadar dari lamunannya ketika terdengar pintu kamarnya dibuka. Dari luar dilihatnya Ibunya datang mendekat."Ngelamunin apa toh, Rin? Kok berdiri saja disitu?" tanya Bu Ningsih, Ibu Airin."Gak ada kok, Bu. Cuma lagi liatain bulan purnama saja.""Sudah malam. Ayo ditutup jendelanya, nanti masuk angin.""Iya, Bu," jawab Airin dan bergegas menutup jendela dan menguncinya."Kamu gak papa 'kan, Rin? Semenjak kepulanganmu ibu lihat kamu sering melamun di kamar," tanya Bu Ningsih. Dia sedikit mencemaskan keadaan Putri nya itu. Ada raut kesedihan yang terpendam di wajah putri kesayangannya itu."Gak papa kok ,Bu. Airin baik-baik saja.""Yang sudah berlalu biarlah berlalu. Kita harus selalu berprasangka baik dengan takdir Allah. Sapa tau lepas berpisah dengan Bayu, Allah sedang mempersiapkan jodoh yang lebih baik untuk kamu.""Ah ibu ini, baru beberapa hari jadi janda sudah ngomongin jodoh.""Eh jangan salah, anak ibu inikan janda yang cantik, manis, baik hati, dan tidak sombong. Pasti banyak laki-laki yang ngantri buat jadiin kamu istrinya," ucap Bu Ningsih berkelakar.Mendengar perkataan ibunya, Airin hanya tersenyum. Jodoh, menikah lagi, apakah dirinya siap untuk membuka hatinya untuk laki-laki lain? Biarlah waktu yang akan menentukan. Saat ini dia hanya ingin menikmati kesendiriannya.***"Kalau kamu beneran mau bantu Mas di toko, Senin depan kamu bisa mulai masuk. Minggu depan akan ada pameran di Mall, insyaallah kita akan buka stand di sana," ucap Mas Rahman sambil menikmati sarapannya."Iya, Insyaallah Senin Airin masuk Mas," ucap Airin yang sedang sibuk menyuapkan makanan kepada Rasya keponakannya yang berumur tiga tahun."Satu lagi yah. Aaa...." Tangannya dengan cekatan menyuapkan suapan terakhir. "Alhamdulillah," lanjutnya menuntun Rasya mengucap hamdalah yang diikuti bocah kecil itu dengan terbata-bata."Tante Arin, Rasa mau main di depan," celoteh manja Rasya kepada Airin."Oke. Tapi cuma sebentar yah habis ini mandi," jawab Airin lembut.Sementara itu dari ruang tamu terdengar suara Mba Laras yang sedang berbicara dengan seseorang."Assalamualaikum," ucap seorang pemuda memberi salam. Usianya sekitar tiga puluh lima. Dia adalah Bima, sepupu jauh Airin. Bima datang pagi-pagi atas permintaan Mas Rahman untuk membahas rencana pembukaan standnya."Waalaikumsalam," ucap Airin dan Mas Rahman hampir bersamaan."Eh Bima. Ayo duduk! Sekalian ikut sarapan," ajak Mas Rahman."Terimakasih kasih, Mas. Tadi udah di rumah," jawab Bima sopan."Apa kabar Airin?" tanya Bima, senyum ramah tersungging di bibirnya."Alhamdulillah sehat, Mas." jawab Airin canggung karena kini Bima duduk disebelahnya."Tante Arin ayok!" rengek Rasya yang sedari tadi minta ditemani bermain di depan rumah."Eh iya. Ayok," jawab Airin. "Airin tinggal ke depan dulu, Mas," pamit Airin kepada Bima."Iya silahkan," jawab Bima. Pandangan nya tak lepas mengikuti kepergian Airin ke halaman depan."Ehem," dehem Mas Rahman mengagetkan Bima. Wajahnya memerah karena ketahuan mencuri pandang kepada adiknya."Kita ngobrolnya di samping saja yah, biar enak.""Iya Mas."Mereka berdua pun bangkit menuju teras di samping rumah.***Di depan rumah, Airin asyik mendorong Rasya di atas sepeda roda tiganya. Ini adalah salah satu kesibukannya di rumah. Membantu menjaga anak-anak Mas Rahman ketika Mba Laras sibuk dengan pekerjaan rumahnya. Kegiatan ini sangat menyenangkan bagi Airin, karena pada dasarnya dia sangat suka dengan anak-anak. Bahkan baginya mereka sudah Airin anggap seperti anaknya sendiri."Assalamualaikum," ucap seorang wanita berkacamata. Dia terlihat cantik mengenakan gamis berwarna mint dipadankan dengan jilbab dengan warna senada."Waalaikumsalam," jawab Airin, "Masya Allah, Nirma! Pangling aku!" lanjutnya."Gimana? Aku cantik 'kan?""Iya cantik banget sampe pangling aku. Mau kondangan kemana lagi?" tanya Airin meledek."Enak aja. Dandanan keren begini dibilang mau kondangan.""Lah terus mau kemana dong?""Mau ngemall dong.""Mall mana yang pagi-pagi begini sudah buka?""Makanya aku kesini buat ngajakin kamu. Sambil nunggu mallnya buka. Kamu 'kan kalau mandi lama.""Bisa aja kamu, Nir.""Mobil siapa itu ,Rin?" tanya Nirma penasaran melihat sedan hitam terparkir di samping mobilnya."Mobilnya Mas Bina," jawab Airin."Cie cie kayaknya ada yang CLBK nih pagi-pagi sudah diapelin," ledek Nirma."Apaan sih kamu. Mas Bima itu masih sepupuan tau sama aku.""Eh jangan salah loh, sepupuan tapi menikah juga banyak.""Mulai deh tengilnya," ucap Airin. Dipasang nya wajah cemberut."Ih gitu aja sewot. Buruan geh mandi sana, biar Rasya aku yang jagain. Iya kan Rasya sayang." Dicubitnya pipi Rasya yang tembam, gemas!"Emang mau ngapain sih pagi-pagi ke mall.""Hari ini ada acara meet and great oppa kesayanganku. Kamu temenin aku yah! Gak asyik kalau datang sendirian.""Oppa! Siapa tuh? Pasti artis yang sudah tua yah?""Ih norak kamu, Rin. Oppa itu sebutan untuk artis Korea yang ganteng tau.""Jadi sekarang sudah ganti haluan. Bukannya kamu sukanya artis India?""Udah gak zamannya lagi, Rin. Udah geh sana buruan mandi. Kalau siangan dikit entar kebagian nonton di belakang.""Ogah ah. Lagian Mas Rahman gak bakal ngizinin aku ikut acara begituan, perempuan dan laki-laki tumplek jadi satu. Ogah ah!""Aku yang mintain izin deh. Yah, please!""Gak mau." Airin pun melenggang masuk meninggalkan Nirma yang sedikit jengkel."Ayolah, Rin! Tega bener gak mau nemenin aku." Nirma bergegas ikut masuk ke dalam rumah. Diangkatnya Rasya dari atas sepedanya, dan digendong masuk.***Akhirnya Nirma berhasil membujuk Airin untuk pergi bersamanya. Dengan alasan pergi ke toko buku, Nirma berhasil membujuk Mas Rahman untuk mengizinkan Airin pergi bersamanya. Kini mereka sudah berada di tempat parkir sebuah mall yang sudah penuh dengan kendaraan, sampai-sampai Nirma kesulitan memarkirkan mobilnya."Wah pagi-pagi begini parkirannya saja sudah penuh. Padahal ni baru jam sembilan loh," ucap Airin terheran."Iyalah, yang dateng oppa-oppa ganteng sudah pasti fansnya banyak. Ayok Rin buruan turun.""Iya-iya. Gak sabaran banget sih."Dari tempat parkir, Nirma menarik lengan Airin untuk bergegas masuk ke dalam mall. Dari depan pintu sudah ramai pengunjung dengan segala poster dan spanduk idolanya."Aduh, Nir. Pelan dong jalannya." Airin sedikit terseok-seok mengikuti langkah Nirma yang sedikit berlari.BrughhKarena tidak melihat langkanya, tanpa sengaja Airin menubruk seorang pria dan membuat kotak yang dibawanya jatuh dan isinya berserakan.Bergegas Airin membantu pria tersebut memunguti kertas-kertas yang berserakan dan memasukkan nya kembali kedalam kotak yang dia bawa. "Maaf, Mas. Aku yang salah, aku gak liat jalan tadi," ucap Airin menyesal kepada pria tersebut. Pria tersebut hanya diam saja sambil memasukkan kembali barang-barangnya ke tempat semula. Dilihatnya sekilas perempuan yang mengajaknya berbicara dengan wajah datar, kemudian beranjak pergi setelah semua berkasnya dia masukkan.Nirma yang sedari tadi hanya melihat apa yang di lakukan Airin, dia terlihat sedikit kesal dengan pria tersebut, yang bahkan tidak menjawab permohonan maaf temannya."Ayok, Rin. Buruan." Ditariknya kembali lengan temannya untuk bergegas masuk ke dalam mall."Sombong banget sih pria tadi. Ada orang minta maaf ,eh dia diem aja. Untungnya ganteng," selorohnya."Sudahlah, mungkin dia kesal karena barang-barangnya aku jatuhkan tadi.""Ya tapikan kamu gak sengaja.""Kamu sih narik-narik aku. 'Kan aku jadi gak liat jalan.""Lagian kamu lambat banget jalannya." "Kamu yang kecepatan," balas Airin. Mereka berdua pun segera naik ke lantai atas dimana acara meet and great diadakan.***Tiba di lantai atas Airin ternganga, seakan tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Dibawah panggung sudah berjubel penuh dengan penonton."Subhanallah, Nir. Rame banget." Dilihatnya penonton laki-laki dan perempuan berdesak-desakan dari segala usia."Tuh 'kan kita telat. Udah penuh ni." Ditariknya lengan Airin untuk merangsek ke depan panggung. Akan tetapi Airin menolak."Eh gak gak. Aku disini aja, Nir," ucap Airin sambil menggeleng-gelengkan kepalanya."Disini mana keliatan, Rin. Ayolah!" ajak Nirma memaksa."Ya ampun, Nir. Itu laki perempuan bercampur baur begitu. Ngak! Pokoknya aku gak mau.""Ayolah, Rin. Kita udah nyampe sini masa cuma liat dari belakang. Mana keliatan." Nirma mulai kesal."Aku nunggu disini aja. Kamu kesana sendiri aja yah?"Sementara dari atas panggung acara sudah akan dimulai. Pembawa acara terlihat berjalan menaiki panggung disambut sorak sorai penonton, suasana sekejap menjadi riuh."Tuh kan sudah mulai. Ya udah kalau kamu memang mau disini aja. Biar aku kedepan sendiri," ucap Nirma kesal. "Ya udah aku nunggu di sana aja yah." Tangan Airin menunjuk bangku panjang di sisi mall.Nirma bergegas merangsek ke depan panggung. Airin megeleng-geleng kepala sendiri, terheran dengan tingkah sahabat nya itu.***Lama Airin duduk sendiri di bangku panjang. Diapun mulai bosan. Entah kapan acara itu akan selesai. Airin memutuskan untuk pergi ke toko buku yang ada di lantai bawah. Terlebih dahulu dia menuliskan pesan untuk Nirma di aplikasi hijaunya, memberitahu nya bahwa dia ada di toko buku.Di toko buku Airin berjalan melihat-lihat koleksi yang ada. Berjalan dari rak satu ke rak berikutnya. Koleksi buku di toko ini cukup lengkap.Setelah melihat-lihat, Airin mengambil dua buah buku yang akan dibelinya. Satu buku agama dan satu lagi novel fiksi. Diapun berjalan menuju kasir untuk membayar kedua buku tersebut."Dua ratus enam puluh ribu, Mba. Sudah termasuk PPN." ucap Mba kasir.Airin membuka tasnya untuk mengambil dompetnya. Dibuka-bukanya seluruh ruang di dalam tasnya tapi dompetnya tidak juga ditemukan."Astaghfirullah! Dompet saya gak ada, Mba." ucap Airin lesu kepada Mba kasir.Aura merasa senang dan sedikit gugup saat menerima tugas pertamanya sebagai sekretaris setelah satu bulan pelatihan . Meski terasa menantang, Aura siap untuk memulai dan memberikan yang terbaik dalam tugasnya. Dia mempersiapkan segala kebutuhan untuk menyelesaikan tugas tersebut, termasuk menyusun jadwal, membuat catatan, dan mengatur dokumen. Hari ini, Aura menyiapkan jadwal rapat untuk Bos Alan, CEO perusahaan tempatnya bekerja untuk pertama kalinya. Jadwal rapat tersebut sangat penting karena akan membahas strategi perusahaan untuk tahun depan.Aura mengecek jadwal yang sudah ia siapkan, memastikan bahwa semua detailnya telah diatur dengan baik. Setelah ia merasa yakin, Aura pun membawa jadwal rapat tersebut ke ruang kerja Bos Alan.Suasana ruangan itu hening. Di depannya, Bos Alan sibuk mengetik di laptopnya, menunjukkan betapa ia memang sangat sibuk. Aura menyerahkan jadwal tersebut namun Bos Alan meminta Aura membacakan jadwal rapat t
Aura berdiri di depan meja kerjanya yang telah dikosongkan sembari membawa barang-barangnya dengan perasaan kecewa. Hari ini dia dipecat dari kantornya. Dia terlihat sangat sedih dan kecewa karena dia baru saja kehilangan pekerjaan yang sudah lima tahun lebih ditekuninya hanya karena dia terlambat dua menit saat rapat presentasi proyek yang ditanganinya.Aura berusaha menenangkan dirinya dengan mengatakan bahwa dia akan menemukan pekerjaan yang lebih baik dan melanjutkan cinta-cintaannya menjadi desainer interior yang handal dengan kemampuannya sendiri, tapi rasa sakit dan kekecewaan masih membekas dalam hatinya.Aura berjalan keluar dari gedung kantor dengan perasaan yang sangat hampa, berharap bahwa dia akan menemukan jalan keluar dari kesulitan yang akan dia alami nanti jika ayahnya Arga Wicaksono mengetahui keadaannya sekarang.Dia berpikir kembali pada pagi tadi, saat dia terlambat dua menit saat rapat presentasi proyek yang sangat penting. Aura tidak bisa membantah bahwa dia sala
"Kok sendirian mba momongannya? Suaminya kemana?""Wah lucunya. Berapa tahun Mba anaknya?""Mirip banget yah sama Mamahnya.""Seneng yah masih muda sudah punya momongan. Jadi nanti gedenya kayak kakak adek."Aura hanya menanggapinya dengan senyuman masam. Berkali-kali gadis berusia dua puluh lima tahun itu harus menjelaskan kepada pengunjung taman jika bocah berumur lima tahun yang kini sedang dimomongnya adalah adiknya. Sedikit yang percaya, namun tidak sedikit pula yang menyangkalnya."Bunda....!" Aura cemberut sembari menghentak-hentakankan kakinya begitu gadis itu tiba di rumahnya."Kakak. Ada apa, kok teriak-teriak begitu?" tanya Airin yang sedang sibuk memotong kue brownies yang baru selesai dibuatnya. "Besok-besok pokoknya Aura gak mau jagain Inara lagi.""Memangnya kenapa?" Airin menanggapi santai. Dia tahu, Aura tidak benar-benar serius dengan perkataannya."Orang-orang di taman itu loh, Bunda. Masa mereka anggap Inara itu anaknya Aura. Aura gak rela. Aura kan belum menikah.
"Kamu kenapa, Ga? Ada masalah?" tanya Mas Danu ketika rapat sudah selesai. Mereka berdua masih duduk di ruang rapat, sementara pegawai yang lainnya sudah keluar."Eh...Gak. Gak ada apa-apa kok." "Tapi dari tadi kamu terlihat melamun. Di rapat bahkan kamu tidak memperhatikan presentasi mereka. Sebenarnya ada apa? Apa kamu sedang ada masalah dengan istrimu?""Gak ada. Hanya saja...." Arga terlihat ragu-ragu untuk melanjutkan. Seharusnya hubungannya dengan Airin tidak ada masalah mengingat tadi malam dia dan istrinya justru sedang dalam fase keintiman yang sangat dalam. Tadi malam Arga benar-benar merasa senang karena akhirnya Airin sudah mulai terbuka dan berani dalam hal urusan ranjang. Tapi rasa itu berubah menjadi kebingungan ketika pagi ini Airin seolah-olah sengaja menghindarinya. Telepon dan SMS nya bahkan tidak di balas."Ayolah cerita. Siapa tahu Mamasmu ini bisa bantu.""Emm... Pernah gak, Mba Irma tiba-tiba diemin Mas Danu.""Bukan pernah lagi. Hampir setiap bulan. Apalagi k
Hingga pukul tujuh pagi, Arga belum juga menjumpai Airin. Bahkan ketika dia dan anak-anak menikmati sarapan pagi, Istrinya tidak juga muncul."Airin kemana, Bu?" tanya Arga sembari melihat ke kanan dan ke kiri."Tadi ada kok di dapur.""Gak ada, Bu. Dari tadi Arga cari-cari gak ada tuh di dapur ataupun di kamar anak-anak.""Masa!""Beneran, Bu. Dari pulang ke masjid Arga belum melihatnya.""Tadi dia di dapur kok, pas kamu ngajak anak-anak jalan pagi. Ini nasi goreng kan istrimu yang masak.""Terus sekarang Airin dimana?""Mana Ibu tau. Kamu kan suaminya.""Paling Bunda lagi marah yah sama Ayah," ledek Aura."Marah kenapa? Ayah gak buat salah.""Yah biasanya kalau Perempuan lagi marah kan suka ngediemin, gak pengen ketemu. Kayak yang di TV-TV itu loh, Yah," balas Aura."Kamu ini kebanyakan nonton sinetron. Bunda kalian kan gak pernah marah.""Tapi Bunda juga kan Perempuan, Yah. Wajar juga kalau marah.""Bundamu tidak seperti itu." Arga mulai kesal karena tidak menemukan titik terang ke
Siang ini Airin memutuskan pergi ke pusat perbelanjaan untuk mencarikan hadiah untuk suaminya. Airin meminta Nirma yang kebetulan sedang berada di Jakarta untuk menemaninya. Merekapun pergi bersama dengan anak-anak mereka. Airin juga membawa kedua pengasuhnya untuk membantunya menjaga si kembar. Sementara Nirma ditemani suaminya."Kasih ide dong, Nir. Kira-kira hadiah apa yah?""Bagaimana kalau jam tangan mewah.""Itu hadiah tahun kemaren, Nir.""Kalau baju?""Itu terlalu biasa.""Parfum?""Sudah pernah.""Dompet?""Sudah juga.""Apalagi yah?"Airin dan Nirma terlihat berpikir sejenak."Ahaa. Aku ada ide." Raut wajah Nirma terlihat berbinar-binar."Apa, Nir?" "Sini Aku bisikin." Nirma mendekatkan mulutnya di telinga Airin."Ah kamu ini." Wajah Airin seketika merona mendengarkan perkataan yang Nirma bisikkan."Percaya, deh. Tidak ada yang lebih cowok sukai daripada yang ITU." Nirma sengaja menekankan kata terakhir dengan intonasi yang lebih kuat."Dasar kamu, yah. Tidak berubah meskip